Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

dokumen-dokumen yang mirip
Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Kemasyarakatan yang dikenal sebagai notariat timbul dari

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Notaris sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017. KEKUATAN PEMBUKTIAN SURAT MENURUT HUKUM ACARA PERDATA 1 Oleh: Fernando Kobis 2

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia bisnis di Indonesia, juga turut berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA HERIANTO SINAGA

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

Judul buku: Kebatalan dan pembatalan akta notaris. Pengarang: Dr. Habib Adjie, S.H., M.Hum. Editor: Aep Gunarsa

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, (Jakarta:Rajawali, 1982), hlm. 23.

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun

Pertanggungjawaban Hukum dan Perlindungan Hukum bagi Notaris dalam Membuat Party Acte

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB II KETENTUAN HUKUM DAN PELAKSANAAN PROSES PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS SEBAGAI SAKSI DAN TERSANGKA DALAM TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

TANGGUNGGUGAT NOTARIS SELAKU PEJABAT UMUM DALAM PEMBUATAN PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN Adwin Tista Abstrak

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA. Adami,Chazawi,Kejahatan Terhadap Pemalsuan, Jakarta: Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

QUA VADIS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PPU-X/2013 TERTANGGAL 28 MEI 2013

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

ANALISIS YURIDIS KESALAHAN MATERIL AKTA NOTARIS DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN NO.625/PDT.G/2013/PN.MDN) AN NISAA LUBIS

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan kekayaan alam yang mempunyai arti sangat penting

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

Kekuatan Pembuktian Akta Notaris yang Mengandung Kesalahan dalam Penulisan Komparisi Abstract: Abstrak: Al-Qānūn, Vol. 20, No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Transkripsi:

AKSPEK YURIDIS PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UU NO. 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS 1 Oleh: Brainer Livingstone Mala 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apa akta notaris bisa dibatalkan oleh badan peradilan dan bagaimana tanggug jawab notaris terhadap akta yang dibatalkan oleh badan peradilan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, dapat disimpulkan: 1. Pembatalan akta notaris yang dilakukan oleh hakim dapat berbentuk batal demi hukum atau dapat dibatalkan, apabila akta notaris tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undangundang dengan tidak terpenuhinya syarat subyektif (sepakat dan cakap untuk membuat suatu perjanjian) atau syarat obyektif (adanya suatu hal tertentu dan sebab yang halal). 2. Secara umum notaris bertanggung jawab dalam setiap pembuatan akta, agar akta tersebut tidak kehilangan otentitasnya sehingga dapat dibatalkan, namun secara hukum notaris bertanggung jawab baik perdata maupun pidana. Apabila akta tersebut menjadi batal demi hukum dan menimbulkan kerugian bagi para pihak, maka kepada notaris dapat diminta ganti kerugiannya, biaya serta bunga secara perdata akibat penerbitan akta tersebut. Apabila terbukti notaris tersebut secara sah dan meyakinkan melanggar aturan secara pidana, maka akta tersebut dapat dibatalkan dan kepada notaris tersebut dapat dipidana penjara, serta dapat diberikan sanksi administratif dalam kualifikasinya sebagai seorang pejabat umum (notaris). Kata kunci: Pembatalan, akta, notaris. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah UU No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004 Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris dikemukakan bahwa notaris ialah pejabat umum satusatunya yang berwenang untuk membuat akta otentik, mengenai semua perbuatan, 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH; Dr. Muhammad Hero Soepeno, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 120711601 perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan yang dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan grosse, salinan, dan kutipanya, semuanya sepanjang akte itu oleh suatu peraturan tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain, dalam menjalankan profesinya notaris mendapat ijin praktek dari Menteri Kehakiman, dan dalam hal ini pekerjaan adalah membuat akta otentik. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka tidak beralasan apabila notaris dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kode etik profesi, karena notaris merupakan profesi yang terhormat (officium nobile) yang memerlukan integritas serta kualifikasi tersendiri. Secara tidak langsung sebagai sebuah profesi yang mulia dan terhormat (officium nobile) dan sebagai sebuah profesi yang membutuhkan keprofesionalitasan, maka tanggung jawab seorang profesional terhadap klien sangat berat tetapi secara tidak langsung hal tersebut mau tidak mau harus dijalankan sesuai dengan standart kode etik notaris yang berlaku, Notaris yang melakukan profesinya dibidang hukum dengan sebaik-baiknya haruslah juga berbahasa Indonesia yang sempurna, sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia dan nasional. 3 Di sini bentuk akta, baik dalam bentuk akta notaris maupun di bawah tangan merupakan syarat konstitutif untuk perbuatan hukum tersebut, dengan demikian, akta tersebut merupakan syarat mutlak untuk adanya perbuatan hukum tersebut. Dasar pemikiran diwajibkannya perbuatan hukum dilakukan dalam bentuk tertentu ialah sebagai perlindungan pihak lemah terhadap dirinya sendiri dan terhadap pihak lawan (karena kedudukan tidak seimbang). 4 3 Iwan Budisantoso, Tanggung Jawab Profesi Notaris Dalam Menjalankan Dan Menegakkan Hukum Di Indonesia, Diakses dari http:// hukum. kompasiana. com/ 2011/03/11/ tanggung-jawab-profesi-notaris-dalammenjalankan-dan-menegakkan-hukum-di-indonesia/, Jam 12:00 Wita, pada tanggal 30 Maret 2016. 4 Zuliana Maro Batubara, Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Akta Notaris (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan, Tesis, Fakultas Hukum Universitas SumateraUtara, Medan, 2011, hlm 1. 5

Akta notaris sebagai suatu akta otentik yang memiliki kekuatan bukti lengkap dan telah mencukupi batas minimal alat bukti yang sah tanpa lagi diperlukan alat bukti lain dalam suatu sengketa hukum perdata, dapat mengalami "degradasi kekuatan bukti" dari kekuatan bukti lengkap menjadi permulaan pembuktian dan dapat memiliki cacat yuridis yang menyebabkan kebatalan atau ketidakabsahan akta tersebut. Notaris wajib memenuhi semua ketentuan sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan peraturan perundang-undangan lainnya. Notaris bukan menjadi juru tulis sematamata, namun notaris perlu mengkaji apakah yang diinginkan oleh penghadap untuk dinyatakan dalam akta otentik tersebut tidak bertentangan dengan UUJN dan peraturan hukum yang berlaku. Mengetahui dan memahami syarat-syarat otentisitas, keabsahan dan sebab-sebab kebatalan suatu akta Notaris, sangat penting untuk menghindari secara preventif adanya cacat yuridis akta notaris yang dapat mengakibatkan hilangnya otentisitas dan batalnya akta notaris tersebut. Peran Notaris hanyalah media (alat) untuk lahirnya suatu akta otentik dan Notaris bukan pihak dalam akta yang dibuatnya, sehinga hak dan kewajiban hukum yang dilahirkan dari perbuatan hukum yang disebut dalam akta Notaris, hanya mengikat pihak-pihak dalam akta tersebut, dan jika terjadi sengketa mengenai isi perjanjian, maka Notaris tidak terlibat dalam pelaksanaan kewajiban dan dalam menuntut suatu hak, karena Notaris berada diluar perbuatan hukum pihak-pihak tersebut. Di dalam (Pasal 51 Undang-Undang Jabatan Notaris Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Diatur secara khusus akibat pelanggaran yang dilakukan Notaris terhadap ketentuan tertentu. Akibat pelanggaran tersebut dapat menyebabkan akta Notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dan dapat menjadi alasan bagi para pihak yang menderiita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. 5 5 Lihat penjelasan Pasal 51, UU No.2 Tahun 2014 Tentang jabatan Notaris. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pembatalan akta notaris oleh badan peradilan dalam hal ini oleh hakim. B. Perumusan Masalah 1. Apakah akta notaris bisa dibatalkan oleh badan peradilan? 2. Bagaimanakah tanggug jawab notaris terhadap akta yang dibatalkan oleh badan peradilan? C. Metode Penelitian Penelitian merupakan upaya pencarian yang amat bernilai edukatif, itu melatih kita untuk selalu sadar bahwa di dunia ini banyak yang kita tidak ketahui, dan apa yang kita coba cari, temukan, dan ketahui itu tetaplah bukan kebenaran mutlak, oleh sebab itu, masih perlu diuji kembali. 6 Metode merupakan cara yang utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, untuk mencapai tingkat ketelitian, jumlah dan jenis yang dihadapi. 7 Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dengan mendasarkan pada sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. 8 PEMBAHASAN A. Pembatalan Akta Notaris oleh Badan Peradilan Akta notaris dibatalkan oleh suatu putusan hakim, dapat dilihat terlebih dahulu akibat yang timbul karenanya. Jika ternyata pembatalan (baik yang dapat dibatalkan maupun yang batal demi hukum) menimbulkan kerugian bagi para pihak yang meminta bantuan notaris dalam pembuatan akta tersebut (termasuk penerimaan haknya), maka notaris tersebut dapat dihukum untuk membayar penggantian kerugian tersebut (sepanjang kesalahan tersebut terletak pada notarisnya). Berdasarkan UUJN (Pasal 51 UU No. 2 Tahun 2014 perubahan atas UU No. 30 Tahun 2004. Akibat pelanggaran yang dilakukan notaris 6 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Peneltian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 19. 7 Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, Transito, Yogyakarta, 1982, Hlm 131. 8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op Cit, hlm 14. 6

mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris. 9 Berkaitan dengan kewenangan hakim dalam memutuskan batalnya suatu akta notaris (baik dalam bentuk batal demi hukum maupun dalam bentuk dapat dibatalkan), hakim hanya dapat melakukannya apabila diajukan padanya suatu akta notaris (salinan). Hakim tidak mungkin atas inisiatifnya sendiri memutuskan hal yang sedemikian itu (tanpa adanya pengajuan akta notaris sebagai alat bukti tulisan). Pengambilan keputusan seorang hakim tergantung dari keadaan akta notaris yang dijadikan bukti tersebut, sebab tidak semua akta notaris yang dipandang salah oleh hakim harus dinyatakan batal demi hukum atau dapat dibatalkan, bahkan ada juga yang cukup dinyatakan bahwa akta notaris tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Putusan hakim tersebut, dapat memuat : 1. Isi akta (peristiwa/perbuatan hukumnya) batal dan aktanya itu juga batal. Hal ini terjadi bila bentuk akta itu menjadi persyaratan dari sahnya perbuatan hukum tersebut. Contohnya : a. Hibah harus dibuat dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH-Perdata). b. Perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris (Pasal 147 KUH-Perdata). c. Kuasa memasang hipotik harus dibuat dengan akta notaris (Pasal 1171 ayat (2) KUH-Perdata. Kalau akta-akta tersebut dibatalkan oleh hakim, maka akta itu batal sebagai akta autentik dan perbuatan hukumnya tersebut juga ikut batal. 2. Isi akta batal, sedangkan aktanya tidak batal. Hal ini terjadi apabila akta tersebut tidak mengandung cacat yuridis, yang membatalkan hanya perbuatan hukum/peristiwa hukum tersebut tidak batal. 9 Lihat Pasal 51 UU No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris 3. Akta batal, tetapi isi akta (perbuatan hukum/peristiwa hukum tersebut) tidak batal. Hal tersebut di atas dapat terjadi apabila misalnya ada akta pernyataan keputusan rapat yang dijadikan bukti dipersidangkan, sedangkan seharusnya bentuk akta tersebut ialah berita acara rapat. Apabila hakim berpendapat akta tersebut salah, maka seharusnya hakim memutuskan membatalkan akta tersebut tetapi peristiwa hukumnya tidak batal. Menurut R. Subekti bawa akta autentik merupakan suatu bukti yang mengikat, dalam arti bahwa apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dapat dipercaya oleh hakim, yaitu harus dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak dapat dibuktikan. 10 Apabila ada akta yang batal sebagai akta otentik, maka akta tersebut masih berfungsi sebagai akta di bawah tangan, apabila akta tersebut ditanda tangani oleh para pihak, sepanjang berubahnya status dari akta otentik menjadi akta dibawah tangan tersebut tidak mendatangkan kerugian, maka notaris tersebut tidak bisa dituntut, sekalipun notaris tersebut akan kehilangan nama baiknya. 11 B. Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Yang Dibatalkan Akibat hukum dari putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan terhadap notaris yaitu tanggung jawab seseorang atas apa yang dibuatnya tentunya merupakan kewajiban masing-masing individu tersebut. Suatu amanah yang diberikan kepadanya bagi perlindungan seseorang, dalam hal ini notaris tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak yang kalah dalam perkara ini, serta notaris tidak dapat dituntut atas kerugian biaya pembuatan akta yang telah dibuatnya. Seorang notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban apabila, notaris terbukti melakukan pelanggaran seperti perbuatan melawan hukum, misalnya dalam pembuatan akta ada unsur pemaksaan dari notaris bagi salah satu pihak untuk menandatangani, tidak membacakan akta, dan syarat formil pembuatan akta lainnya dilanggar notaris, bila terbukti para pihak dapat meminta ganti rugi ke 10 R. Subekti, Hukum Pembuktian, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hal. 48 11 Wahyudi Sulistia Nugroho, Op-Cit, hal. 295-297 7

notaris. Apabila notaris melakukan suatu perbuatan pembuatan akta atas perintah dari para pihak, dan syarat-syarat formil yang ditentukan oleh undang-undang dalam pembuatan akta telah dipenuhi oleh notaris, maka notaris tidak bertanggung jawab. Pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang biasanya praktis baru ada arti apabila itu melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh hukum. Sebagian besar di dalam KUH- Perdata dinamakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). 12 Notaris dapat diminta pertanggung jawaban, apabila notaris melakukan perbuatan melawan hukum. Istilah melawan melekat kedua sifat dan pasif kalau ia sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain jadi sengaja melakukan gerakan, maka tampaklah dengan jelas sifat aktifnya dari istilah melawan itu. Sebaliknya kalau ia dengan sengaja diam saja, sedangkan ia sudah mengetahui bahwa ia harus melakukan sesuatu perbuatan untuk tidak merugikan orang lain, atau dengan kata lain, apabila dengan sikap pasif saja, maka ia telah melawan tanpa harus menggerakkan badannya. Inilah sifat pasif dari istilah melawan. 13 Apabila Notaris melakukan suatu perbuatan pembuatan akta atas perintah dan permintaan dari para pihak dan syaratsyarat formil yang ditentukan oleh undangundang dalam pembuatan akta telah dipenuhi oleh notaris, maka notaris tidak bertanggung jawab. Pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang biasanya praktis baru ada arti apabila melakukan perbuatan yang tidak diperolehkan oleh hukum. Sebagian besar di dalam KUHPerdata dinamakan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) 14, baik perbuatan tersebut bertentangan dengan hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, maupun bertentangan dengan kehati- 12 Ratih Tri Jayanti, Perlindungan Hukum Notaris, Dalam Kaitannya Dengan Akta Yang Dibuatnya Manakala Ada Sengketa Di Pengadilan Negeri (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 72/Pdtg/PN.Pontianak), Tesis, Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, 2010, hal. 147-148 13 Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradya Paramita, Jakarta, 1992, hal. 13 14 Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Penerbit Sumur, Bandung, 1984, hal. 80 hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik. 15 1. Tanggung Jawab Secara Umum. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas profesinya bahwa notaris sebagai pejabat umum tugas utamanya ialah dalam pembuatan akta otentik, kalau notaris menjalankan tugas jabatannya sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan peraturan perundangan di dalam pembuatan akta, maka secara materiil dalam suasana formal dia sudah memenuhi persyaratan dan tugas sebaik-baiknya. Contohnya yaitu apabila para pihak meminta pembuatan suatu akta, maka pernyataan yang disampaikan oleh notaris adalah notaris tinggal menkonstatir di dalam suatu akta. Notaris bertanggung jawab atas apa yang disampaikan/diberi keterangan oleh yang bersangkutan tetapi tidak bertanggungjawab atas kebenaran dari materi yang disampaikan. Tanggung jawab secara lain ialah notaris harus bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Merahasiakan sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah atau janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. 16 2. Tanggung Jawab Secara Hukum. a. Tanggung jawab notaris secara perdata. Berdasarkan kontruksi hukum kenotariatan, bahwa salah satu tugas jabatan notaries yaitu memformulasikan keinginan/tindakan penghadap/para penghadap ke dalam bentuk akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku, hal ini sebagaimana tersebut dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, yaitu notaris fungsinya hanya mencatatkan/menuliskan apaapa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Tidak ada kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materil apa-apa (hal-hal) 15 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 6 16 Peter Tamba Simbolon, Pembatalan Akta Notariil Dalam Sengketa Perdata Di Pengadilan Negeri Semarang, Tesis, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hal. 82-83 8

yang dikemukakan oleh penghadap di hadapan Notaris tersebut (Putusan Mahkamah Agung Nomor : 702 K/Sip/1973, Tanggal 5 September 1973). Berdasarkan makna Putusan Mahkamah Agung tersebut, jika akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris bermasalah oleh para pihak sendiri, maka hal tersebut menjadi urusan para pihak sendiri, Notaris tidak perlu dilibatkan, dan Notaris bukan pihak dalam akta. Jika dalam posisi kasus seperti ini, yaitu akta dipermasalahkan oleh para pihak sendiri, dan akta tidak bermasalah dari aspek lahir, formil dan materil maka sangat bertentangan dengan kaidah hukum tersebut di atas, dalam praktik Pengadilan Indonesia : 1) Notaris yang bersangkutan diajukan dan dipanggil sebagai saksi di pengadilan menyangkut akta yang dibuat di hadapan atau oleh notaris yang dijadikan alat bukti dalam suatu perkara. 2) Notaris yang dijadikan sebagai tergugat di pengadilan menyangkut akta yang dibuatnya dan dianggap merugikan bagi pihak penggugat, di peradilan umum dalam suatu perkara perdata. Ada batasan jika ingin menggugat notaris yaitu jika para pihak yang menghadap notaris (para pihak/penghadap yang namanya tersebut/tercantum dalam akta) ingin melakukan pengingkaran (atau ingin mengingkari) : 1) Hari, tanggal, bulan dan tahun menghadap. 2) Waktu (pukul) menghadap. 3) Tanda tangan yang tercantum dalam minuta akta. 4) Merasa tidak pernah menghadap. 5) Akta tidak ditandatangani di hadapan Notaris. 6) Akta tidak dibacakan. 7) Alasan lain berdasarkan formalitas akta. Pengingkaran atas hal-hal tersebut dilakukan dengan cara menggugat notaris (secara perdata) ke pengadilan negeri, maka para pihak tersebut wajib membuktikan hal-hal yang ingin diingkarinya, dan notaris wajib mempertahankan aspek-aspek tersebut, sehingga dalam kaitan ini perlu dipahami dan diketahui kaidah hukum notaris yaitu akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga jika ada orang / pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang / pihak yang menilai atau menyatakan tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan hukum. Jika gugatan terhadap pengingkaran tersebut tidak terbukti, maka akta notaris tersebut tetap berlaku dan mengikat para pihak dan pihak-pihak yang terkait sepanjang tidak dibatalkan oleh para pihak sendiri atau berdasarkan putusan pengadilan, demikian pula jika gugatan tersebut terbukti, maka akta notaries terdegradasi kedudukannya dari akta otentik menjadi akta di bawah tangan, sebagai akta di bawah tangan maka nilai pembuktiannya tergantung para pihak dan hakim yang akan menilainya. Jika pendegradasian kedudukan akta tersebut ternyata merugikan pihak yang bersangkutan (penggugat) dan dapat dibuktikan oleh penggugat, maka penggugat dapat menuntut ganti rugi kepada notaris yang bersangkutan. Jika Notaris tidak membayar ganti rugi yang dituntut tersebut, maka berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut notaris dapat dinyatakan pailit. Kepailitan notaris tersebut dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan sementara notaris dari jabatannya, jika berada dalam proses pailit (Pasal 9 ayat (1) huruf a UUJN), dan diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya, jika dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 12 huruf a UUJN). 17 Dalam kaitan ini sebagai suatu Kaidah Hukum Notaris Indonesia yaitu meskipun akta Notaris telah dinyatakan tidak mengikat oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka kepada Notaris yang bersangkutan atau kepada pemegang protokolnya masih tetap berkewajiban untuk mengeluarkan salinannya 17 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Penerbit Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 21-22 9

atas permintaan para pihak atau penghadap atau para ahli warisnya. 18 b. Tanggung jawab notaris secara pidana. Berdasarkan UUJN diatur bahwa ketika notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka Notaris dapat dikenai atau dijatuhi sanksi, berupa sanksi perdata, administrasi, dan kode etik jabatan notaris, sanksi-sanksi tersebut telah diatur sedemikian rupa, baik sebelumnya dalam PJN maupun sekarang dalam UUJN dan kode etik jabatan Notaris, yang tidak mengatur adanya sanksi pidana terhadap Notaris. Dalam praktik ditemukan kenyataan bahwa suatu tindakan hukum atau pelanggaran yang dilakukan Notaris sebenarnya dapat dijatuhi sanksi administrasi atau perdata atau kode etik jabatan Notaris, tapi kemudian ditarik atau dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris. Penjatuhan hukuman pidana terhadap notaris tidak serta merta akta yang bersangkutan menjadi batal demi hukum. Suatu hal yang tidak tepat secara hukum jika ada putusan pengadilan pidana dengan amar putusan membatalkan akta notaris dengan alasan notaris terbukti melakukan suatu tindak pidana pemalsuan, dengan demikian yang harus dilakukan oleh mereka yang berkeinginan untuk menempatkan notaris sebagai terpidana, atas akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris yang bersangkutan, maka tindakan hukum yang harus dilakukan yaitu membatalkan akta yang bersangkutan melalui gugatan perdata, dalam penjatuhan sanksi tersebut perlu dikaitkan dengan sasaran, sifat dan prosedur sanksi-sanksi tersebut. Penjatuhan sanksi perdata, administratif, dan pidana mempunyai sasaran, sifat, dan prosedur yang berbeda. Sanksi administratif dan sanksi perdata dengan sasaran yaitu perbuatan yang dilakukan oleh yang bersangkutan dan sanksi pidana dengan sasaran, yaitu pelaku (orang) yang melakukan tindakan hukum tersebut. Sanksi administratif dan sanksi perdata bersifat reparatoir atau korektif, artinya untuk memperbaiki suatu 18 Zuliana Maro Batubara, Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Akta Notaris (Studi Kasus Pada Pengadilan Negeri Medan, Tesis, Fakultas Hukum Universitas SumateraUtara, Medan, 2011, hal. 60-61 keadaan agar tidak dilakukan lagi oleh yang bersangkutan ataupun oleh Notaris yang lain. Regresif berarti segala sesuatunya dikembalikan kepada suatu keadaan ketika sebelum terjadinya pelanggaran. Berdasarkan aturan hukum tertentu, di samping dijatuhi sanksi administratif, juga dapat dijatuhi sanksi pidana (secara kumulatif) yang bersifat condemnatoir (punitif) atau menghukum, dalam kaitan ini UUJN tidak mengatur sanksi pidana untuk notaris yang melanggar UUJN, namun apabila terjadi hal seperti itu maka terhadap notaris tunduk kepada tindak pidana umum. Aspek-aspek formal akta Notaris dapat saja dijadikan dasar atau batasan untuk memidanakan Notaris, sepanjang aspek-aspek formal tersebut terbukti secara sengaja (dengan penuh kesadaran dan keinsyafan serta direncanakan oleh Notaris yang bersangkutan) bahwa akta yang dibuat di hadapan dan oleh Notaris untuk dijadikan suatu alat melakukan suatu tindak pidana atau dalam pembuatan akta pihak atau akta relaas. Di samping itu, notaris secara sadar, sengaja untuk secara bersama-sama dengan para pihak yang bersangkutan (penghadap) melakukan atau membantu atau menyuruh penghadap untuk melakukan suatu tindakan hukum yang diketahuinya sebagai tindakan yang melanggar hukum. Jika hal ini dilakukan, selain merugikan notaris, para pihak, dan pada akhirnya orang yang menjalankan tugas jabatannya sebagai notaris, diberi sebutan sebagai orang yang senantiasa melanggar hukum. Aspek lainnya yang perlu untuk dijadikan batasan dalam hal pelanggaran oleh notaris harus diukur berdasarkan UUJN, artinya apakah perbuatan yang dilakukan oleh Notaris melanggar pasal-pasal tertentu dalam UUJN, karena ada kemungkinan menurut UUJN bahwa akta yang bersangkutan telah sesuai dengan UUJN, tetapi menurut pihak penyidik perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana, dengan demikian sebelum melakukan penyidikan lebih lanjut, lebih baik meminta pendapat mereka yang mengetahui dengan pasti mengenai hal tersebut, yaitu dari organisasi jabatan notaris. 19 Penjatuhan sanksi pidana terhadap notaris dapat dilakukan sepanjang batasan-batasan 19 Ibid, hal. 61-63 10

sebagaimana tersebut di atas dilanggar, artinya di samping memenuhi rumusan pelanggaran yang tersebut dalam UUJN dan kode etik jabatan Notaris juga harus memenuhi rumusan yang tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dalam hal untuk meminta keterangan notaris atas laporan pihak tertentu, menurut Pasal 66 UUJN, maka apabila notaris dipanggil oleh kepolisian, kejaksaan atau hakim, maka instansi yang ingin memanggil tersebut wajib minta persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah (MPD). Ketentuan Pasal 66 UUJN tersebut bersifat imperatif atau perintah, dalam praktik sekarang ini, ada juga notaris yang dipanggil oleh kepolisian, kejaksaan atau hakim langsung datang menghadap kepada instansi yang memanggilnya, tanpa diperiksa dulu oleh MPD artinya menganggap sepele terhadap MPD, jika Notaris melakukan seperti ini, maka menjadi tanggung jawab notaris sendiri, misalnya jika terjadi perubahan status dari saksi menjadi tersangka atau terdakwa. Ketentuan Pasal 66 UUJN tersebut bagi kepolisian, kejaksaan atau hakim bersifat imperatif, artinya jika kepolisian, kejaksaan atau hakim menyepelekan ketentuan Pasal 66 UUJN, maka terhadap kepolisian, kejaksaan atau hakim dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap undang-undang, maka jika hal ini terjadi, dapat melaporkan kepolisian, kejaksaan dan hakim kepada atasannya masing-masing, dan di sisi yang lain, perkara yang disidik atau diperiksa tersebut dapat dikategorikan cacat hukum (dari segi Hukum Acara Pidana) yang tidak dapat dilanjutkan (ditunda untuk sementara) sampai ketentuan Pasal 66 UUJN dipenuhi. 20 Berdasarkan kode etik notaris BAB IV Pasal 6 ayat( 1 ) sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik dapat berupa, sanksi administratif, yaitu : 1) Teguran; 2) Peringatan; 3) Schorsing (Pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan; 4) Onzetting (Pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan; 5) Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan; Sanksi-sanksi tersebut berlakunya secara berjenjang mulai dari teguran lisan sampai dengan pemberhentian tidak hormat. 21 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pembatalan akta notaris yang dilakukan oleh hakim dapat berbentuk batal demi hukum atau dapat dibatalkan, apabila akta notaris tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undangundang dengan tidak terpenuhinya syarat subyektif (sepakat dan cakap untuk membuat suatu perjanjian) atau syarat obyektif (adanya suatu hal tertentu dan sebab yang halal). 2. Secara umum notaris bertanggung jawab dalam setiap pembuatan akta, agar akta tersebut tidak kehilangan otentitasnya sehingga dapat dibatalkan, namun secara hukum notaris bertanggung jawab baik perdata maupun pidana. Apabila akta tersebut menjadi batal demi hukum dan menimbulkan kerugian bagi para pihak, maka kepada notaris dapat diminta ganti kerugiannya, biaya serta bunga secara perdata akibat penerbitan akta tersebut. Apabila terbukti notaris tersebut secara sah dan meyakinkan melanggar aturan secara pidana, maka akta tersebut dapat dibatalkan dan kepada notaris tersebut dapat dipidana penjara, serta dapat diberikan sanksi administratif dalam kualifikasinya sebagai seorang pejabat umum (notaris). B. Saran 1. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat suatu akta otentik, hendaknya lebih memperhatikan secara cermat dan teliti dalam setiap pembuatan akta, agar akta tersebut tidak dibatalkan oleh hakim. 2. Hendaknya notaris tetap menjaga kekuatan pembuktian akta otentik yang dibuatnya dengan memperhatikan aspek lahiriah, aspek formal dan aspek materil, sehingga aktanya mempunyai kekuatan hukum yang sempurna, dengan demikian notaris 20 Ibid, hal. 64-65 21 Lihat pasal 6, BAB IV, Kode Etik Notaris 11

terhindar dari perbuatan pidana dan sanksi administratif lainnya. DAFTAR PUSTAKA 1. LITERATUR Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Peneltian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 19. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm 27 28. Bachrul Amiq, Aspek Hukum Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm15 G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1999, hlm 48. Johny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Cet. IV, Banyumedia, Malang, 2008, hlm 299. R.Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat Di Indonesia, PT Raja Grafindo, Jakarta, hal, 1-4. Soetardjo, Soemoatmodjo, Apakah Notaris, PPAT, Pejabat Lelang, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1986, hlm 25. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet ke - 3, UI Press, Jakarta, 1986, hlm 21. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Penerbit CV. Alvabeta, Bandung, 2005, hlm 83. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 1. Moris L. Cohen, Sinopsis Penelitian Ilmu Hukum, Cet.1, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm 3. Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah, Transito, Yogyakarta, 1982, Hlm 131. http://riezhkie.blogspot.com/2009/10/pembat alan-dan-degradasi-kekuatan-bukti.html. Vanezintania, Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian, Diakses dari http:// vanezintania. wordpress.com/2 011/05/13/ pembatalan-danpelaksanaan-perjanjian/, Jam 10:00 Wita, pada tanggal 2 April 2016. Legal Forum, Akta Otentik Dalam Hukum Positif Di Indonesia, Diakses Dari http://72 legalogic. wordpress. com/ 2009/03/23/akta-otentik-dalam-hukum-positifindonesia/, Jam 12:00 Wita, Pada Tanggal 2 April 2016. Irma Devita, Perbedaan Akta Otentik Dengan Surat Di Bawah Tangan, Diakses Dari http://irmadevita.com/2012/perbedaan-aktaotentik-dengan-surat-di-bawah-tangan, Jam 10:00 Wita, Pada Tanggal 05 April 2016 3. UNDANG-UNDANG Undang-undang No.2 Tahun 2014 atas perubahan Undang-undang No.30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris Kitab undang-undang hukum perdata 2. SUMBER-SUMBER LAIN Iwan Budisantoso, Tanggung Jawab Profesi Notaris Dalam Menjalankan Dan Menegakkan Hukum Di Indonesia, Diakses dari http:// hukum. kompasiana. com/ 2011/03/11/tanggung-jawab-profesi-notarisdalam-menjalankan-dan-menegakkan-hukumdi-indonesia/, Jam 12:00 Wita, pada tanggal 30 Maret 2016. 12