KOMPOSISI JARINGAN PADA POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA GARUT DAN EKOR TIPIS UMUR SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM PENGGEMUKKAN MENGANDUNG Indigofera sp.

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba Ekor Tipis

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Percobaan Kandang Bahan dan Alat Prosedur Persiapan Bahan Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Domba Penelitian.

METODE. Materi. Pakan Pakan yang diberikan selama pemeliharaan yaitu rumput Brachiaria humidicola, kulit ubi jalar dan konsentrat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

Gambar 2. (a) Kandang Individu (b) Ternak Domba

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI. Lokasi dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

MATERI DAN METODE. Materi

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Agustus 2016 di kandang domba

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

POTONGAN KOMERSIAL DAN IMBANGAN DAGING-TULANG KARKAS PADA DOMBA EKOR GEMUK DENGAN PEMBERIAN PAKAN SIANG DAN / ATAU MALAM SKRIPSI OLEH :

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan

METODE. Materi. Gambar 2. Contoh Domba yang Digunakan dalam Penelitian Foto: Nur adhadinia (2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian Zat Makanan Jumlah (%)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

Pada kondisi padang penggembalaan yang baik, kenaikan berat badan domba bisa mencapai antara 0,9-1,3 kg seminggu per ekor. Padang penggembalaan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan 24 ekor Domba Garut jantan muda umur 8 bulan

BAB III MATERI DAN METODE. Laut (Gracilaria verrucosa) terhadapproduksi Karkas Puyuh (Cotunix cotunix

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Domba

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Materi

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

KOMPOSISI FISIK DAN POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN PADA KECEPATAN PERTUMBUHAN BERBEDA DENGAN PEMELIHARAAN SEMI INTENSIF

BAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan

METODE PENELITIAN. Materi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci lokal dengan

METODE. Lokasi dan Waktu

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

PARAMETER TUBUH DAN SIFAT-SIFAT KARKAS SAPI POTONG PADA KONDISI TUBUH YANG BERBEDA SKRIPSI VINA MUHIBBAH

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Domba dan Kambing Pemilihan Bibit

PERSENTASE KARKAS DAN KOMPONEN NON KARKAS KAMBING KACANG JANTAN AKIBAT PEMBERIAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN DAN ENERGI YANG BERBEDA SKRIPSI.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Februari 2014 di

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

Iskandar Sembiring, T. Marzuki Jacob, dan Rukia Sitinjak. Departemen Perternakan, Fakultas Pertanian USU

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

MATERI DAN METODE. Materi

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.

BAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

Transkripsi:

KOMPOSISI JARINGAN PADA POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA GARUT DAN EKOR TIPIS UMUR SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM PENGGEMUKKAN MENGANDUNG Indigofera sp. SKRIPSI IRMA INDAH KURNIA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i

RINGKASAN IRMA INDAH KURNIA. D14080147. 2012. Komposisi Jaringan pada Potongan Komersial Karkas Domba Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukkan Mengandung Indigofera sp. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Muhamad Baihaqi, S.Pt., M.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto Domba garut dan domba Ekor Tipis dikenal memiliki keunggulan mampu beranak sepanjang tahun dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan yang kurang baik. Namun, terdapat pula beberapa perbedaan pada karakteristik karkas yang dihasilkan dari kedua domba tersebut, seperti persentase karkas, kualitas dan kuantitas karkas. Maka diperlukan usaha pemeliharaan dan penggemukan secara intensif untuk mengetahui seberapa besar tingkat perbedaan karakteristik karkas yang akan dihasilkan. Legum Indigofera sp. diketahui memiliki kandungan protein kasar yang tinggi serta kandungan nutrisi yang cukup lengkap sehingga dapat dijadikan sumber bahan pakan yang menunjang produksi karkas. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dari bulan Mei hingga bulan September 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan komposisi jaringan dalam potongan-potongan karkas komersial pada domba garut dan domba Ekor Tipis umur 11 bulan menggunakan ransum penggemukan mengandung Indigofera sp. Domba garut dan domba Ekor Tipis yang digunakan masing-masing sebanyak empat ekor dengan bobot badan awal rata-rata 14,5 ± 1,47 kg dan koefisien keragaman 10,14%. Ternak dipelihara secara intensif selama tiga bulan di kandang individu. Pakan yang digunakan berupa pelet Indigofera sp. dan diberikan secara ad libitum, begitu juga dengan air minum. Setelah pemeliharaan berakhir, domba-domba tersebut kemudian disembelih dan dipotong berdasarkan potongan-potongan komersialnya. Kemudian dilakukan penguraian karkas untuk memisahkan daging, lemak dan tulang. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan taraf perlakuan berupa perbedaan bangsa (domba garut dan domba Ekor Tipis). Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah sifat-sifat karkas (bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas segar, bobot karkas dingin, bobot non karkas, persentase karkas segar/tubuh kosong, persentase karkas segar/bobot potong, persentase karkas dingin/bobot potong, tebal lemak dan luas udamaru), komposisi dan persentase jaringan karkas (bobot daging, bobot lemak, bobot tulang, persentase daging, persentase lemak, dan persentase tulang) serta distribusi jaringan karkas pada potongan komersial. Data kemudian dianalisis menggunakan uji T (t-test) untuk dilihat perbedaan dan pengaruhnya terhadap komposisi karkas. Hasil penelitian menunjukan bahwa domba garut dan domba Ekor Tipis berumur 11 bulan yang digemukkan dengan pakan mengandung Indigofera sp. menghasilkan sifat-sifat karkas yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal serupa juga terjadi pada bobot jaringan otot dan tulang sebagai hasil dari penguraian karkas, ii

dimana hasil menunjukkan berat yang tidak berbeda nyata (P>0,05) diantara kedua domba tersebut. Meskipun demikian, jaringan lemak lebih tinggi (P<0,05) pada domba Ekor Tipis dibandingkan dengan domba garut terutama terdapat pada potongan shoulder, loin, breast, dan leg. Perbedaan yang tampak signifikan (P<0,05) pada kedua bangsa terjadi pada komposisi karkas. Komposisi karkas domba garut yang dihasilkan memiliki persentase otot dan tulang yang tinggi namun rendah lemak dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Secara umum, kualitas karkas domba garut lebih baik daripada domba Ekor Tipis karena menghasilkan karkas dengan kandungan lemak yang rendah. Kedua jenis domba yang dipotong pada bobot ratarata 24 kg menghasilkan persentase karkas dan persentase daging masing-masing 48,12% dari bobot potong dan 63,02% dari bobot karkas dingin. Kata-kata Kunci: komposisi jaringan karkas, domba Ekor Tipis, domba garut, Indigofera sp. iii

ABSTRACT Tissues Composition of Eleven Months Garut and Thin Tailed Sheep In Commercial Carcasses Cuts Fed Containing Indigofera sp. Kurnia, I.I, M. Baihaqi dan R. Priyanto Garut and Thin Tailed sheep are categorized as small ruminant animal. They are potential as meat producers. The aim of this research was to examine differences in tissue composition of commercial cuts from garut and Thin Tailed sheep aged 11 months and fattened on ration containing Indigofera sp. The study used four garut and four Thin Tailed sheep with initial body weight of 14,9 ± 1,1 kg and 13,6 ± 0,6 kg respectively (CV=10,14%). The experiment was set up ini completely randomized design. The animals were intensively fattened for three months in individual cages. They were fed ad libitum with pelleted ration contained Indigofera sp.. The sheep were slaughtered, dressed, and the chilled carcasses were cutted into seven commercial cuts and each cuts were dissecsed into muscle, fat, and bone. The results showed that there were no significantly differences in carcass muscle and bone weight, but carcass fat weight. Garut sheep had significantly (P<0,05) lower fat weight in the carcass compare to Thin Tailed sheep. The differences occured primaly in shoulder, loin, breast, and leg cuts. However on percentage bases, there were significant (P<0,05) between breed differences in carcass compotition. The garut sheep carcass contained significantly more muscle and bone, but less fat than those of Thin Tailed sheep. Keywords : tissue compotition of carcass, garut sheep, thin tailed sheep, Indigofera sp. iv

KOMPOSISI JARINGAN PADA POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA GARUT DAN EKOR TIPIS UMUR SEBELAS BULAN DENGAN RANSUM PENGGEMUKKAN MENGANDUNG Indigofera sp. IRMA INDAH KURNIA D14080147 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 v

Judul Nama NIM : Komposisi Jaringan pada Potongan Komersial Karkas Domba Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukkan Mengandung Indigofera sp. : Irma Indah Kurnia : D14080147 Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Muhamad Baihaqi, S.Pt., M.Sc.) NIP : 19800129 200501 1 005 (Dr. Ir. Rudy Priyanto) NIP: 19601216 198603 1 003 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004 Tanggal Ujian : 23 Juli 2012 Tanggal Lulus : vi

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1990 di Jakarta. Penulis merupakan anak ke-empat dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Suprapto dan Ibu Sudarti. Pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Nurmala Hikmah di Jakarta Timur pada tahun 1995 hingga 1996. Kemudian penulis melanjutkan sekolah dasar di SDN Pondok Kelapa 03 Pagi sejak tahun 1996 hingga tahun 2002. Pendidikan selanjutnya di MTsN 21 Jakarta dari tahun 2002 hingga tahun 2005. Penulis meneruskan pendidikan menegah umum di SMA Negeri 71 Jakarta pada tahun 2005 dan diselesaikan hingga tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2009 Penulis kemudian melanjutkan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB. Selama mengikuti pendidikan dikampus, penulis aktif sebagai anggota departemen RPM Internal di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D) dari tahun 2010 hingga 2011. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan seperti Kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas Meet Cowboy 2010, Kepanitiaan D Farm Festival 2009, dan Dekan Cup 2010. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Pengolahan Daging semester ganjil tahun 2011. Penulis memperoleh Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari tahun 2010 hingga 2012. Penulis juga memperoleh dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Pengabdian Masyarakat pada tahun 2012. vii

KATA PENGANTAR Bismillaahirrohmaanirrohiim. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan kemudahan yang diberikan-nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini berjudul Komposisi Jaringan Pada Potongan Komersial Karkas Domba Garut dan Ekor Tipis Umur Sebelas Bulan dengan Ransum Penggemukkan Mengandung Indigofera sp.. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Keunggulan domba Ekor Tipis dan domba garut sebagai ternak yang adaptif dan prolific diharapkan mampu menghasilkan produksi karkas yang tinggi. Oleh karena itu, ransum yang diberikan juga harus berkualitas seperti ransum berbahan dasar legum Indigofera sp. dengan kandungan protein yang cukup tinggi mencapai 20%. Penulis berharap informasi dari skripsi ini dapat diperoleh dengan jelas dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca dan membutuhkannya. Bogor, Agustus 2012 Penulis viii

DAFTAR ISI RINGKASAN...... ABSTRACT...... LEMBAR PERNYATAAN...... LEMBAR PENGESAHAN...... RIWAYAT HIDUP...... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 i ii ii iv iii v iv vi vii viii vii ix ix xi xii x xiii Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Domba garut... 3 Domba Ekor Tipis... Pemeliharaan Domba... Penggemukan Domba... 3 4 34 Pakan Indigofera sp... 45 Pertumbuhan Domba.... 57 Karkas... 69 Potongan Komersial Karkas... 9 Komponen Karkas... 10 8 Daging... 10 8 Tulang... 10 8 Lemak... 11 9 MATERI DAN METODE... 12 10 Lokasi dan Waktu... 12 10 Materi... 12 10 Ternak... 12 10 Obat-obatan... Kandang... 13 13 11 Peralatan... 13 11 Pakan... 13 11 Prosedur... 14 12 Persiapan Kandang dan Peralatan... 14 12 Persiapan Pakan... 14 13 ix

Persiapan Ternak... 15 13 Pemeliharaan... 15 13 Pemotongan dan Penguraian Karkas... 15 14 Rancangan dan Analisis Data... 16 Rancangan... 16 Analisis Data... 17 Peubah... 17 HASIL DAN PEMBAHASAN... 18 20 Keadaan Umum Penelitian... 20 Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas, Bobot Non Karkas, Persentase Karkas, Tebal Lemak, dan Luas Udamaru... 22 Bobot dan Persentase Komposisi Jaringan... 23 27 Daging... 25 29 Lemak... 27 30 Tulang... 32 Bobot Potongan Komersial Karkas... 29 33 KESIMPULAN DAN SARAN... 32 36 Kesimpulan... 32 36 Saran... 32 36 UCAPAN TERIMA KASIH... 33 37 DAFTAR PUSTAKA... 34 38 43 LAMPIRAN... 24237 x

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Pertambahan Bobot Badan (PBBH) dari Berbagai Macam Pakan yang Berbeda 5 2. Komposisi Nutrisi Legum Indigofera sp. 6 3. Sifat Karkas Domba Garut, Domba Ekor Tipis, dan Kambing 9 4. Komposisi Bahan Ransum Indigofera sp 14 5. Bobot Awal Domba Garut dan Domba Ekor Tipis 20 6. Rataan Suhu dan Kelembaban di Lingkungan Kandang 21 7. Sifat-sifat Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp. 23 8. Komposisi Jaringan Setengah Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp 28 9. Distribusi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp 34 xi

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Legum Indigofera sp. 7 2. Kurva Pertumbuhan Sejak Lahir sampai Ternak Mati 8 3. (a) Domba Garut Muda dan (b) Domba Ekor Tipis Muda 12 4. Pelet Indigofera sp. 13 5. Potongan Komersial Karkas Domba 17 6. (a) Pemeliharaan Ternak dan (b) Perawatan Ternak 22 7. Histogram Bobot Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis 29 8. Histogram Persentase Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis 32 xii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Gambar Karkas dan Potongan Komersial Karkas (a) Karkas dalam Chiller, (b) Penimbangan Karkas, (c) Potongan Komersial, (d) Loin, (e) Flank, (f) Shoulder, (g) Breast, (h) Rib, (i) Shank, (j) Leg, (k) Proses Diseksi 44 2. (a) Saat Pemeliharaan di Kandang dan (b) Saat akan Dilakukan Pemotongan 46 3. Batas-batas Potongan Komersial Karkas 47 4. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Potong 48 5. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Karkas Segar 48 6. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Karkas Dingin 48 7. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Non Karkas 48 8. Hasil Uji Analisis Ragam Karkas Segar/Bobot Potong 48 9. Hasil Uji Analisis Ragam Karkas Dingin/Bobot Potong 48 10. Hasil Uji Analisis Ragam Tebal Lemak 48 11. Hasil Uji Analisis Ragam Luas Udamaru 49 12. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Daging 49 13. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Lemak 49 14. Hasil Uji Analisis Ragam Bobot Tulang 49 15. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Daging 49 16. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Lemak 49 17. Hasil Uji Analisis Ragam Persentase Tulang 49 18. Hasil Uji Analisis Ragam Otot Pada Potongan Shoulder 50 19. Hasil Uji Analisis Ragam Otot Pada Potongan Rack 50 20. Hasil Uji Analisis Ragam Otot Pada Potongan Loin 50 21. Hasil Uji Analisis Ragam Otot Pada Potongan Leg 50 22. Hasil Uji Analisis Ragam Otot Pada Potongan Breast 50 23. Hasil Uji Analisis Ragam Otot Pada Potongan Flank 50 24. Hasil Uji Analisis Ragam Otot Pada Potongan Shank Depan 50 25. Hasil Uji Analisis Ragam Lemak Pada Potongan Shoulder 51 26. Hasil Uji Analisis Ragam Lemak Pada Potongan Rack 51 xiii

27. Hasil Uji Analisis Ragam Lemak Pada Potongan Loin 51 28. Hasil Uji Analisis Ragam Lemak Pada Potongan Leg 51 29. Hasil Uji Analisis Ragam Lemak Pada Potongan Breast 51 30. Hasil Uji Analisis Ragam Lemak Pada Potongan Flank 51 31. Hasil Uji Analisis Ragam Lemak Pada Potongan Shank Depan 51 32. Hasil Uji Analisis Ragam Tulang Pada Potongan Shoulder 52 33. Hasil Uji Analisis Ragam Tulang Pada Potongan Rack 52 34. Hasil Uji Analisis Ragam Tulang Pada Potongan Loin 52 35. Hasil Uji Analisis Ragam Tulang Pada Potongan Leg 52 36. Hasil Uji Analisis Ragam Tulang Pada Potongan Breast 52 37. Hasil Uji Analisis Ragam Tulang Pada Potongan Flank 52 38. Hasil Uji Analisis Ragam Tulang Pada Potongan Shank Depan 52 xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang potensial di Indonesia. Jumlah populasi ternak domba semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, populasi domba sekitar 10.198.766 ekor dan meningkat pada tahun 2010 menjadi 10.725.488 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Domba juga merupakan salah satu ternak penghasil daging. Daging domba diketahui telah menjadi salah satu menu favorit masyarakat Indonesia. Namun, daging domba juga memiliki kelemahan, yaitu mempunyai bau yang lebih tajam dibandingkan dengan daging ternak lainnya. Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan kualitas daging yang dihasilkan. Salah satunya dengan pemotongan pada usia muda. Pemotongan pada masa ini diketahui mampu menghasilkan karkas dengan kualitas yang lebih baik yaitu dengan tingkat keempukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak dewasa sehingga lebih disukai masyarakat. Domba garut dan domba Ekor Tipis merupakan ternak lokal yang mempunyai potensi unggul untuk dijadikan sebagai sumber protein hewani. Dombadomba tersebut dikenal memiliki keunggulan mampu beranak sepanjang tahun dan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang kurang baik. Namun, secara spesifik kedua domba ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar. Domba Ekor Tipis memiliki ukuran tubuh yang kecil dan menghasilkan persentase karkas yang cukup rendah. Pertumbuhannya pun berjalan sangat lambat sehingga bobot potong yang dihasilkan juga sangat rendah. Lain halnya dengan domba garut yang memiliki ukuran tubuh yang relatif besar dan persentase karkas yang cukup besar pula. Karkas merupakan bagian dari tubuh domba yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Komponen dari karkas terbagi menjadi tiga yaitu daging, tulang dan lemak. Semakin bertambahnya umur, maka semakin bertambah pula komposisi karkas dari masing-masing jaringan. Pemberian ransum yang mengandung nutrisi lengkap dan protein tinggi diharapkan mampu meningkatkan sifat pertumbuhan dan karakteristik karkas dari domba Ekor Tipis. Salah satu ransum yang memiliki kualitas baik adalah ransum yang mengandung Indigofera sp. Sebagai faktor pembanding digunakan domba garut yang dikenal memiliki pertumbuhan dan karakteristik karkas yang tinggi. 1

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan komposisi jaringan dalam potongan-potongan karkas komersial pada domba garut dan domba Ekor Tipis umur sebelas bulan menggunakan ransum penggemukkan mengandung Indigofera sp. 2

TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba garut merupakan domba yang telah lama dikembangkan di daerah Garut dan biasanya berasal dari daerah Garut, Bogor. Berdasarkan sifat genetiknya, domba garut merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal, domba Ekor Gemuk dan domba Merino yang telah mengalami adaptasi lingkungan dan seleksi bertahun-tahun di daerah Garut (Balai Informasi Pertanian, 1990). Domba ini telah dikenal masyarakat luas sebagai domba aduan karena memiliki kerangka tubuh yang besar dan postur tubuh yang kokoh. Bobot badan domba garut jantan hidup dapat mencapai mencapai 60-80 kg sedangkan bobot badan domba betina hidup mencpai sekitar 30-40 kg. Domba garut memiliki daun telinga yang relative kecil dan kokoh, bulu cukup banyak serta domba jantan memiliki tanduk besar, kokoh, kuat dan melingkar sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk (Mason, 1980). Sedangkan menurut Damayanti et al. (2001), domba garut termasuk bangsa domba yang memiliki jarak beranak pendek dan pada domba jantan memiliki libido tinggi, kemudian bobot hidup jantan dan betina dewasa masing - masing mencapai 40-85 kg dan 34-59 kg. Ekor berbentuk sedang, kuat, pangkal agak lebar dan meruncing pada ujungnya, kaki cukup kuat, tegap dan bediri tegak. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis memiliki karakteristik reproduksi yang spesifik karena dipengaruhi oleh gen prolifikasi dan dapat beranak sepanjang tahun (Subandriyo dan Djajanegara, 1996). Domba Ekor Tipis memiliki tubuh yang kecil dimana jantan dengan umur sekitar 1-1,5 tahun bobotnya dapat mencapai 25 kg sedangkan domba betina dewasa bobot dapat mencapai 25-35 kg (Ilham, 2008). Domba ini kurang produktif karena karkas yang dihasilkan sangat rendah dan pertumbuhannya lambat. Domba Ekor Tipis memiliki tubuh ramping, bercak hitam pada sekitar mata dan hidung, pola warna tubuh sangat beragam, kualitas wol yang rendah (kasar), serta ekor tipis, pendek, dan tidak tampak timbunan lemak serta domba jantan memiliki tanduk sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk. Domba Jonggol termasuk domba Ekor Tipis. Domba ini rata-rata mempunyai performa produksi yang lebih baik dibandingkan domba lokal lainnya, seperti domba Donggala, domba Kisar dan domba Rote (Sumantri et al, 2007). 3

Pemeliharaan Domba Sistem pemeliharaan yang baik merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ternak, salah satunya ternak domba. Sistem pemeliharaan yang umumnya terdapat di masyarakat dibagi menjadi tiga cara, diantaranya sistem pemeliharaan intensif, sistem pemeliharaan semi intensif dan sistem pemeliharaan ekstensif. Menurut Parakkasi (1999), tiga cara sistem pemeliharaan domba tersebut didefinisikan sebagai berikut : (1) Sistem Ekstensif, dimana seluruh aktivitas perkawinannya, pembesaran, pertumbuhan dan penggemukan dilakukan di padang penggembalaan. Domba dilepas di padang penggembalaan dengan rumput dan pertumbuhan domba ini sangat tergantung dari kualitas padangnya, (2) Sistem Semi Intensif merupakan perpaduan antara sistem ekstensif dan intensif, dan sering disebut juga dengan sistem pertanian campuran (mixed farming). Ternak pada siang hari dapat diumbar di padang penggembalaan dan pada malam hari ternak dikandangkan dan pakan diberikan di dalam kandang, (3) Sistem Intensif, dimana pemeliharaan dengan sistem ini biasanya ternak dikandangkan terus menerus (sepanjang hari). Pemeliharaan sistem intensif ini biasanya menggunakan ransum yang bernutrisi tinggi (penguat). Penggemukan Domba Usaha penggemukkan adalah pembesaran anak domba lepas sapih berumur 6-9 bulan dengan pengaturan lingkungan yang optimal sehigga bakalan domba tersebut dapat tumbuh cepat dan merupakan hasil seleksi bakalan yang ada di peternak rakyat atau pasar hewan (Yamin et al., 2009). Usaha penggemukan domba digemari sebagai usaha ternak komersial karena dinilai lebih ekonomis, relatif cepat, rendah modal, serta lebih praktis. Ternak domba yang digemukan biasanya bakalan domba lepas sapih yang berumur 8-12 bulan (masa tumbuh). Bakalan yang dipilih adalah domba kurus dan sehat. Penggemukan pada umumya terdapat tiga kategori yaitu penggemukan jangka waktu pendek (± 1 bulan), jangka waktu sedang (± 2 bulan) dan jangka waktu panjang (± 3 bulan) (Parakkasi, 1999). Pakan yang digunakan selama penggemukan akan sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan. Selain faktor pakan, ada faktor lain yang juga berpengaruh yaitu bangsa dan jenis kelamin domba serta manajemen pemeliharaan dan kondisi lingkungan. Penggemukan umumnya dilakukan lewat pemberian pakan kaya energi, 4

yaitu karbohidrat dan lemak, seperti biji-bijian dan umumnya dikombinasikan dengan rumput (Ensminger, 2002). Tujuan usaha penggemukan domba antara lain untuk memperoleh pertambahan bobot badan yang relatif lebih tinggi dengan memperhitungkan nilai konversi pakan dalam pembentukan jaringan tubuh termasuk otot, daging dan lemak, serta menghasilkan karkas dan daging yang berkualitas tinggi (Anggorodi, 1990). Namun, waktu penggemukan yang semakin lama maka akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang semakin menurun. Walaupun pertambahan bobot badan menurun, tetapi persentase karkas akan meningkat seiring dengan lama penggemukan. Beberapa hasil penelitian penggemukan domba dengan berbagai macam pakan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pertambahan Bobot Badan (PBBH) dari Berbagai Macam Pakan yang Berbeda No. Jenis Domba 1 Domba Bobot Badan (kg) PBBH (g/ekor/hari) Perlakuan 9,9 123 Pakan 70% rumput dan 30% Indigofera sp. 2 Ekor 15,23 71,42 Pakan 75% rumput dan 25% ampas tahu 3 Tipis 34,57 173,78 Seleksi ternak cepat tumbuh dan lambat tumbuh 4 9,8 138 Pakan 70% rumput dan 30% Indigofera sp. Domba 5 17,5 129 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK Garut 6 40 97 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK 7 Domba 9-14 145,83 50% Konsentrat + 50% Limbah Tauge 8 Ekor 17,5 173 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK 9 Gemuk 40 156 Pakan 16% PK, 24% PK dan 32% PK Sumber : No. 1 dan 4 (Farid, 2012) No. 5, 6, 8 dan 9 (Herman, 1993) No. 2 (Purnomo, 2006) No. 7 (Wandito, 2011) No. 3 (Yamin et al., 2009) Pakan Indigofera sp. Indigofera sp. merupakan tanaman dari kelompok kacangan (family Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di Benua Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara. Sekitar tahun 1900 Indigofera sp. dibawa ke Indonesia, oleh kolonial Eropa, serta terus berkembang secara luas (Tjelele, 2006). Taksonomi tanaman Indigofera sp. sebagai berikut : Kerajaan Divisi : Plantae : Magnoliophyta 5

Kelas : Magnoliopsida Ordo : Fabales Family : Fabaceae Bangsa : Indigofereae Genus : Indigofera Ciri-ciri legum Indigofera sp. adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas menyebabkan sifat agronominya sangat diinginkan. Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, fosfor dan kalsium. Kandungan legum Indigofera sp. dapat dilihat pada Tabel 2: Tabel 2. Komposisi Nutrisi Legum Indigofera sp. No. Nutrisi Komposisi 1 Bahan Kering (BK) 21,97% 2 Protein Kasar (PK) 24,17% 3 Serat Kasar (SK) 15,25% 4 Energi 4.038 kkal/kg 5 Kalsium 0,22% 6 Phosfor 0,18% Sumber : Tjelele (2006) dan Departemen Pertanian (2012) Indigofera sp. yang telah dijadikan pelet mengalami nilai sifat fisik yang lebih baik, seperti berat jenis dan nilai kerapatan yang lebih tinggi. Nilai rataan Pellet Durability Index sebesar 94,95% menunjukkan bahwa pellet daun Indigofera sp. memiliki kualitas baik sehingga tidak mudah hancur. Pellet Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari menunjukkan kualitas fisik yang relatif konstan atau tidak berubah sehingga pelet Indigofera sp. dapat disimpan dalam waktu dua bulan (Sholihah, 2011). Kandungan senyawa sekunder berupa total fenol, total tannin dan condense tannin yang dapat menghambat degradasi protein dalam rumen tergolong sangat rendah, jauh di bawah ambang batas 50 g/kg BK yang dapat bersifat anti nutrisi (Min et al., 2005). Pakan Indigofera sp. memiliki kandungan yang baik untuk pengganti pakan ternak kambing. Standar penggunaannya berkisar antar 25 hingga 75% dari total bahan kering (Simanuhuruk dan Sirait, 2009). 6

Gambar 1.Legum Indigofera sp. Pertumbuhan Domba Setiap ternak mengalami kecepatan pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda-beda. Berg dan Butterfield (1976) mengatakan bahwa kecepatan pertumbuhan setiap ternak dipengaruhi oleh bangsa dan individu ternak, terutama perbedaan ukuran tubuh dewasa. Lebih lanjut dijelaskan Soeparno (2005) bahwa perbedaan komposisi tubuh dan karkas diantara bangsa ternak, terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan bobot saat ternak dewasa. Bangsa tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan banyak mengandung protein, proporsi tulang yang tinggi serta lemak yang lebih rendah dibandingkan bangsa tipe kecil. Domba garut dan domba Ekor Tipis memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan berjalan dalam waktu yang relatif lama dibandingkan domba Eropa. Menurut Gatenby (1991), domba di daerah tropis mencapai umur dewasa kelamin saat 5-6 bulan. Pertumbuhan domba diawali dengan fase yang cepat hingga mencapai fase pubertas dan akan melambat saat telah tercapai fase kedewasaan (Tillman et al., 1984). Pertumbuhan domba ini akan membentuk kurva sigmoid dimana pertumbuhan bobot karkas segera setelah lahir mengandung proporsi daging yang tinggi, relatif banyak mengandung tulang, dan kadar lemak rendah. Menjelang bobot badan dewasa, proporsi urat daging dalam pertambahan bobot badan menurun sedikit, komponen tulang dari pertambahan bobot badan hampir tidak bertambah, dan proporsi lemak dalam pertambahan bobot badan tinggi dan terus meningkat (Parakkasi, 1999). Kisaran PBBH di Indonesia berkisar antara 20-200 g/ekor/hari (Gatenby, 1991) sedangkan menurut Hasnudi (2004), pertambahan bobot hidup 7

domba lokal dengan pakan konsentrat kualitas tinggi (pakan komersial) adalah 100 g/ekor/hari. Pemberian ransum yang memiliki kandungan protein tinggi akan mampu mempercepat pencapaian bobot potong ternak dan PBBH yang cukup tinggi (Herman, 1993). Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Sejak Lahir sampai Ternak Mati Sumber : Brody, 1945 Keterangan : Y = Bobot hidup, Pertambahan bobot badan harian atau persen laju pertumbuhan X = Umur C = Pembuahan B = Kelahiran M = Dewasa tubuh D = Mati P = Pubertas Pada awal pertumbuhan ternak terjadi penyebaran distribusi otot pada ternak dari arah yang berbeda-beda. Hal ini dijelaskan oleh Berg dan Butterfield (1976) bahwa terdapat dua arah gelombang tumbuh-kembang pada ternak, yaitu: (1) arah antero-posterior yang dimulai dari arah cranium (tengkorak) di bagian depan tubuh menuju ke belakang ke arah pinggang (loin), dan (2) arah centripetal dimulai dari daerah distal kaki ke atas ke arah proximal tubuh menuju bokong (pelvis) dan pinggang (loin) yang merupakan bagian tubuh yang paling akhir mencapai pertumbuhan maksimal (late maturity). Tumbuh-kembang jaringan otot bisa juga dari paha belakang ke arah cranial. Adanya perbedaan pola arah tumbuh-kembang ini kemungkinan mengikuti pola tumbuh-kembang lemak, dimana lemak bersifat masak lambat (late maturity) dan terakhir terdeposisi di daerah pinggang (loin). 8

Karkas Karkas merupakan salah satu bagian dari produk ternak yang memiliki nilai ekonomi. Semakin besar bobot karkas yang dihasilkan maka nilai ekonominya akan semakin tinggi. Karkas merupakan bagian dari tubuh domba atau kambing sehat yang telah disembelih secara halal sesuai CAC/GL. 24-1997, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus atau karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Berikut ini sifat fisik karkas yang dihasilkan dari bangsa domba garut dan Ekor Tipis: Tabel 3. Sifat Karkas Domba Garut, Domba Ekor Tipis, dan Kambing Bangsa Domba Kambing*** No. Peubah Garut* Ekor Tipis** 1 Bobot Potong 24,9 25,00 16,85 2 Bobot Karkas 12,160 9,789 7,31 3 Persentase Karkas (%) 48,84 39,04 43,14 Sumber : *Herman (1993), **Rianto et al. (2006) dan *** Musahidin (2006) Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi karkas seekor ternak menurut Davendra dan Mc Leroy (1982) adalah bangsa, jenis kelamin, laju pertumbuhan, bobot potong dan nutrisi. Bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar (Soeparno, 2005). Persentase karkas dipengaruhi juga oleh bobot non karkas. Menurut Satriawan (2011), domba Ekor Tipis dengan bobot potong sebesar 18-22 kg mampu menghasilkan bobot karkas sebesar 8,17 kg dengan persentase karkas sebesar 39,95% serta bobot non karkas sebesar 12,4 kg. Potongan Komersial Karkas Pemasaran karkas biasanya dijual dalam bentuk potongan-potongan karkas yang disebut dengan potongan komersial karkas. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2008), karkas domba dibagi menjadi tujuh potongan komersial yaitu kaki depan, shoulder, rack, loin, leg, shank, breast, flank. Potongan komersial domba dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan satu, dua dan tiga. Potongan komersial 9

karkas golongan satu terdiri dari potongan tenderloin dan loin, golongan dua terdiri dari potongan leg, shoulder dan rack, sedangkan golongan tiga terdiri dari potongan breast, flank, dan shank. Saparto (1981) menjelaskan bahwa potongan leg mengalami masak dini sehingga pertumbuhannya paling cepat dibandingkan bagian tubuh lainnya. Menurut Dagong et al. (2012), domba Ekor Tipis memiliki persentase daging tertinggi terdapat pada potongan leg dengan persentase sebesar 66,48% sedangkan tulang pada potongan rack sebesar 28,77% dan lemak pada potongan breast sebesar 17,62%. Komponen Karkas Karkas dan potongan karkas dapat diuraikan secara fisik menjadi komponen jaringan daging tanpa lemak (lean), lemak, dan tulang. Komposisi karkas dengan meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas. Perubahan komponen karkas sebanding dengan bertambahnya bobot karkas itu sendiri (Davendra dan Mc Leroy, 1982). Daging Komponen utama daging terdiri dari otot, sejumlah jaringan ikat dan pembuluh syaraf. Daging merupakan salah satu komponen dari karkas. Daging domba memiliki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsistensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat dibawah kulit yaitu antara otot dan kulit, dagingnya sedikit berbau amonial (prengus) (Muzarmis, 1982). Berdasarkan penelitian Herman (1993) dan Verawati (2002), persentase otot domba priangan yang didapat masing-masing sebesar 62,28% dan 69,34%. Lebih lanjut dijelaskan oleh Pena et al. (2005) bahwa persentase otot domba Segurena dapat mencapai 54%. Tulang Tulang adalah jaringan pembentuk kerangka tubuh, yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ternak. Menurut Soeparno (2005), tulang sebagai kerangka tubuh merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini kemudian disusul oleh daging atau otot dan yang paling akhir jaringan lemak. Herman (1993) dan Verawati (2002) menyatakan bahwa persentase tulang dalam 10

karkas domba garut masing-masing dapat mencapai 17,05% dan 13,59%. Menurut Pena et al. (2005), persentase tulang domba Segurena dapat mencapai 20%. Lemak Menurut Parakkasi (1999), pertumbuhan lemak pada awalnya lamban, segera diikuti oleh pertumbuhannya yang cepat bahkan lebih cepat daripada kedua jaringan yang lain (daging dan tulang). Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perlemakan pada karkas yaitu komposisi pakan yang diberikan, factor genetik ternak atau keterkaitan antara kedua factor tersebut (Leat, 1976). Ransum tidak terlalu memberikan perubahan pada kandungan lemak ternak ruminansia dan hanya mempengaruhi persentase lemak dalam karkas. Urut-urutan yang lebih lengkap tentang perkembangan kedewasaan lemak depot adalah intermuskular, perirenal atau canel, lemak ginjal, lemak subkutan dan omental atau caul (Soeparno, 2005). Persentase lemak dalam karkas domba garut dapat mencapai 18,67% (Herman, 1993). Menurut Pena et al. (2005), persentase lemak domba Segurena sebesar 16%. 11

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan selama lima bulan (bulan Mei hingga bulan September 2011). Pemeliharaan ternak dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor sedangkan analisis komposisi dan kualitas karkas dilakukan di Laboratorium Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba garut dan domba Ekor Tipis yang berjenis kelamin jantan. Domba-domba ini berasal dari MT Farm, Indocemen, UP3J dan peternak rakyat. Jumlah domba yang digunakan yaitu empat ekor domba garut dan empat ekor domba Ekor Tipis yang memiliki kisaran umur delapan bulan dan juga memiliki kisaran bobot badan yang hampir sama, yaitu 14,5±1,47 kg (koefisien keragaman = 10,14%). Ternak-ternak tersebut kemudian digemukkan selama tiga bulan. Ternak domba garut dan domba Ekor Tipis yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3. (a) Gambar 3. (a) Domba Garut Muda dan (b) Domba Ekor Tipis Muda (b) 12

Obat-obatan Obat-abatan ternak yang digunakan adalah extopar (obat ektoparasit), kalbazen (obat cacing), obat suntik intermectin (obat kulit, obat kutu), cendo (obat mata), dan obat herbal (ekstrak daun jambu). Kandang Kandang yang digunakan sebanyak 8 buah kandang individu dengan ukuran masing-masing 1,5 x 0,75 m. Konstruksi kandang berupa kandang panggung yang terbuat dari besi dengan alas berupa bambu. Kandang juga dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari plastik ataupun bak kayu dan tempat minum dengan menggunakan ember plastik kecil. Peralatan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tempat pakan, tempat minum, pisau skalpel, tirai penutup kandang, lampu, ember, alat vaksin, alat desinfektan, timbangan, gelas ukur, label, thermometer, hygrometer (air raksa basah kering, digital, jarum), spidol, plastik, alat tulis (buku dan pulpen), dan alat kebersihan (sapu lidi, sekop). Pakan Pakan yang diberikan dalam bentuk pelet. Pakan disusun dengan komposisi rasio hijauan dan konsentrat sebesar 30 : 70. Kadar zat makanan ransum disesuaikan dengan kebutuhan domba masa pertumbuhan (National Research Council, 2007). Pakan dan air minum akan diberikan ad libitum, tapi tetap terukur dan diberikan saat pagi dan sore hari. Pelet yang digunakan terdapat pada Gambar 3 serta komposisi analisis nutrisi ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Gambar 4. Pelet Indigofera sp. 13

Tabel 4. Komposisi Bahan Ransum Indigofera sp. Bahan Pakan Ransum Indigofera sp. (%) Indigofera sp 30 Onggok 12 Jagung 10 Bungkil Kelapa 32 Bugkil Kedelai 8 Molases 5 CaCO3 2,5 NaCl 0,3 Premix 0,2 Jumlah 100 Komposisi Kimia BK 100 PK 18 SK 12,07 Lemak 5,44 Ca 0,8 P 0,84 TDN 73,82 Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan dibersihkan, baik lantai, atap, dinding, ventilasi, tempat pakan maupun kolong tempat kotoran ternak. Setelah itu disterilisasikan dengan menggunakan desinfektan penyemprotan obat extoparasit. Semua peralatan yang digunakan juga dicuci bersih dengan menggunakan sabun dan disterilkan dengan menggunakan disenfektan. Sebagian kandang juga direnovasi untuk kandang yang kurang layak, baik meliputi lantai, pintu, maupun bak pakannya.43 Persiapan Pakan Bahan dasar pakan yang digunakan yaitu tanaman legum Indigofera sp.. Tanaman legume Indigofera sp. kering dibeli dari dari peternak domba (binaan 14

UP3J) di Jonggol. Bahan baku pakan lainnya dibeli dari penjual pakan yang sekaligus digunakan sebagai pengguna jasa pembuatan pakan menjadi bentuk pellet. Persiapan Ternak Ternak yang baru datang ditimbang terlebih dahulu sebagai bobot badan awal ternak. Kemudian dibersihkan dengan pemandian, pencukuran bulu, dan pemotongan kuku. Pemberian vaksin juga dilakukan untuk pencegahan penyakit pada ternak. Setelah itu dilakukan pengacakan letak kandang untuk masing-masing ternak. Sebelum data penelitian dikoleksi, dilakukan masa adaptasi lingkungan dan pakan bagi ternak percobaan hingga domba terbiasa untuk mengkonsumsi pakan sesuai dengan perlakuan dan memiliki tingkat pertumbuhan yang relative seragam. Masa adaptasi ini memerlukan waktu yang cukup lama yaitu 20 hari. Hal tersebut dikarenakan masih adanya endo dan ektoparasit pada beberapa domba percobaan. Pemeliharaan Pemeliharaan intensif dilakukan selama tiga bulan. Pemeliharaan dilakukan di dalam kandang inividu. Pemberian masing-masing ransum dan minum secara ad libitum dan dilakukan setiap hari setelah sisa pemberian pada hari sebelumnya ditimbang terlebih dahulu. Ternak diberikan pakan perlakuan secara bertahap untuk menyesuaikan system percernaannya terhadap pakan baru. Pakan yang diberikan sebanyak 1 kg sedangkan air minum sebanyak 2 liter untuk masing-masing domba yang diteliti. Air minum yang diberikan tetap dijaga kesegarannya dengan dikontrol setiap beberapa jam setelah pemberian pada pagi hari. Dengan demikian konsumsi ransum dan minum setiap hari dapat diketahui. Penimbangan bobot hidup selanjutnya dilakukan setiap dua minggu sekali. Pengukuran suhu dan kelembaban juga dilakukan setiap pagi, siang dan sore. Pemotongan dan Penguraian Karkas Sebelum pemotongan, ternak dipuasakan terlebih dahulu selama 18 jam. Hal tersebut guna mengurangi jumlah digesta dalam saluran pencernaan. Domba ditimbang sebelum dipotong, untuk menentukan bobot potongnya. Domba dipotong pada persendian tulang atlas memotong vena jugularis, oseophagus dan trachea, pada bagian leher ternak. Darah yang keluar ditampung. Setelah itu, domba 15

digantung pada tendon achile-nya untuk dilakukan pemotongan kepala dan keempat kaki, pengulitan dan eviserasi, sehingga diperoleh karkas. Bagian kepala dipotong pada persendian occipito atlatis, bagian kaki depan dipotong pada persendian carpal-metacarpal dan bagian kaki belakang dipotong pada persendian tarsus-meta-tarsus. Masing-masing bagian tersebut kemudian ditimbang beratnya. Jeroan (isi seluruh rongga perut) juga dikeluarkan dan ditimbang beratnya. Kemudian karkasnya ditimbang dan disimpan terlebih dahulu kedalam chiller untuk dilayukan selama 16 sampai 24 jam. Setelah proses pelayuan, karkas ditimbang kembali untuk memperoleh data karkas dingin. Kemudian karkas dibelah menjadi dua bagian yang sama pada tulang belakang yaitu bagian kiri dan bagian kanan. Salah satu bagian karkas ditimbang kembali (karkas bagian kiri) sebagai bobot setengah karkas dingin, kemudian diuraikan menjadi sembilan potongan komersial yaitu paha (leg), pinggang (loin), rack, bahu (shoulder), perut dada (breast), kaki depan (fore shank), dan lipat paha (flank) (Gambar 5). Setelah didapatkan potongan komersial, masing-masing bagian tersebut ditimbang dan dipisahkan antara daging, tulang, dan lemak. Masing-masing jaringan tersebut (daging, tulang dan lemak) dari tiap potongan komersial ditimbang untuk mengetahui bobot masing-masing bagian tersebut. Rancangan dan Analisis Data Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perbedaan bangsa (domba garut dan domba Ekor Tipis) merupakan perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini. Setiap perlakuan dilakukan dengan empat kali ulangan pada masing-masing bangsanya. Rumus yang digunakan yaitu : Y ij = µ + P i + ε ij Keterangan : Y ij = Komposisi jaringan karkas domba umur 11 bulan berdasarkan perbedaan bangsa ke-i dan ulangan ke-j µ = Rataan komposisi jaringan karkas domba umur 11bulan P i ε ij = Pengaruh perbedaan bangsa ke-i (Garut dan Ekor Tipis) = Pengaruh galat percobaan pada taraf perbedaan bangsa ke-i pada ulangan ke-j 16

Gambar 5. Potongan Komersial Karkas Domba Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2008 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji T (t-test). Kedua bangsa yang berbeda dibandingkan dan dilihat pengaruhnya terhadap komposisi jaringan karkas yang dihasilkan dengan masing-masing bangsa terdiri dari empat ulangan. Berikut ini rumus uji T yang digunakan : Keterangan: Xi Xj s n = Rata-rata Perlakuan ke-i = Rata-rata Perlakuan ke- j = Simpangan Baku = Jumlah individu sampel t = Χi - Χj Do s 1 + s 1 n n Do = Selisih dua rataan yang berbeda = 0 Peubah Bobot Potong. Bobot potong adalah bobot domba sebelum dipotong namun setelah dipuasakan selama 18 jam Bobot Tubuh Kosong. Bobot tubuh kosong adalah selisih antara bobot potong dengan bobot isi rongga perut, saluran pencernaan, vesica urinaria, dan empedu. Bobot Karkas Segar. Bobot karkas adalah bobot tubuh ternak setelah dibersihkan dari darah, kepala, keempat kaki, kulit, isi rongga perut, isi rongga dada dan ekor. 17

Bobot Karkas Dingin. Bobot karkas dingin merupakan bobot karkas yang telah dilayukan di dalam chiller selama 16 hingga 24 jam. Bobot Non Karkas. Bobot non karkas merupakan bobot dari bagian-bagian tubuh yang tidak termasuk karkas, seperti darah, kepala, keempat kaki, isi rongga perut, isi rongga dada dan ekor. Persentase Karkas. Persentase karkas segar/bobot potong merupakan perbandingan antara bobot karkas segar dengan bobot potong dikalikan 100%. Persentase karkas dingin/bobot potong merupakan perbandingan antara bobot karkas dingin dengan bobot potong dikalikan 100%. Persentase karkas segar/tubuh kosong merupakan perbandingan antara bobot karkas segar dengan bobot tubuh kosong dikalikan dengan 100%. Tebal Lemak. Pengukuran tebal lemak subkutan permukaan otot Longissimus dorsi (LD), diantara rusuk ke-12 dan 13, kemudian diukur menggunakan jangka sorong. Luas Urat Daging Mata Rusuk (Udamaru). Luas urat daging mata rusuk dihitung pada irisan antara rusuk ke-12 dan 13. Permukaan irisan ditempel dengan plastik transparan, kemudian diilustrasikan dengan spidol. Gambar bidang permukaan urat daging mata rusuk diukur dengan menggunakan alat ukur planimeter untuk menentukan luasannya. Bobot dan Persentase Otot Karkas. Bobot daging karkas adalah hasil penimbangan total otot karkas setelah dipisahkan dari lemak dan tulang. Persentase daging karkas merupakan perbandingan antara bobot daging dengan bobot karkas dingin dikalikan 100%. Bobot dan Persentase Tulang Karkas. Bobot tulang karkas adalah hasil penimbangan total tulang karkas setelah dibersihkan dari daging dan lemak. Persentase tulang karkas merupakan perbandingan antara bobot tulang dengan bobot karkas dingin dikalikan 100%. 18

Bobot dan Persentase Lemak Karkas. Bobot lemak karkas adalah hasil penimbangan total lemak karkas. Persentase lemak karkas merupakan perbandingan antara bobot lemak dengan bobot karkas dingin dikalikan 100%. Bobot Komposisi Jaringan Karkas pada Masing-masing Potongan Komersial Karkas. Bobot komposisi jaringan karkas yaitu bobot daging, lemak, dan tulang yang sudah diuraikan pada masing-masing potongan komersial karkas. 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan di kandang Lapangan Percobaan, Blok B Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak domba garut dan domba Ekor Tipis yang digunakan telah diseleksi dengan baik, sehingga memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Namun, bobot awal yang digunakan saat awal perlakuan pada domba garut dan Ekor Tipis cukup beragam. Namun, rataan bobot awal domba masih memiliki koefisien keragaman yang cukup rendah, yaitu 10,14%. Rataan bobot awal kedua bangsa yaitu 14,5 kg dengan bobot minimum 12,6 kg dan bobot maksimum 17,6 kg. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Bobot Awal Domba Garut dan Domba Ekor Tipis Domba Ternak Rataan (gram) KK (%) Minimum (gram) Maximum (gram) Domba garut 4 15400 9,78 14200 17600 Domba Ekor Tipis 4 13600 5,76 12600 14400 Rataan 4 14500 10,14 12600 17600 Hewan membutuhkan lingkungan yang cocok untuk kebutuhan fisiologisnya, jika tidak sesuai dengan lingkungannya, misalnya dengan kondisi terlalu panas atau terlalu dingin maka akan menyebabkan stres dan berakibat terhadap produktivitasnya, sehingga pertumbuhan, perkembangan atau produksi ternak akan menurun (Johnston, 1983). Oleh karena itu, modifikasi lingkungan juga menjadi hal yang harus diperhatikan dalam memelihara ternak untuk mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas ternak. Ternak dipelihara di kandang individu dengan konstruksi kandang berupa kandang panggung. Rataan suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang diperoleh berdasarkan waktu pengukuran yang berbeda, yaitu pada pagi hari (pukul 07.00), siang hari (pukul 13.00) dan sore hari (pukul 16.00). Data rataan suhu dan kelembaban kandang dapat dilihat pada Tabel 6. Suhu dan kelembaban di dalam dan di luar kandang cukup berbeda. Suhu di dalam kandang lebih rendah dibandingkan suhu di luar kandang. Suhu di dalam kandang relative nyaman pada pagi dan sore hari yaitu pada suhu 24 C dan 31 C. 20

Hal ini sesuai dengan pendapat Yousef (1985) bahwa daerah TNZ untuk domba dalam pemeliharaan berada pada suhu lingkungan antara 22-31 C. Ternak lebih banyak melakukan tingkah laku makan pada saat itu. Namun, pada siang hari suhu cukup tinggi sekitar 32 C menyebabkan ternak lebih banyak istirahat dan minum air untuk mengurangi panas tubuhnya. Kelembaban di dalam kandang lebih tinggi yaitu dengan kisaran 77 hingga 91%. Kelembaban relative yang baik untuk ternak domba menurut Yousef (1985) yaitu berada pada kisaran di bawah 75%. Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban di Lingkungan Kandang Lokasi Waktu Suhu ( C) Kelembaban (%) Pagi 24±0,80 91±2,14 Dalam Kandang Siang 32±1,26 77±7,22 Sore 31±1,80 81±8,56 Pagi 26±1,10 85±1,73 Luar Kandang Siang 36±0,45 72±3,08 Sore 34±0,90 75±3,08 Sistem sirkulasi udara di dalam kandang cukup baik dilengkapi dengan ventilasi pada bagian depan dan belakang kandang. Kebersihan kandang selalu diperhatikan serta lantai kandang selalu dibersihkan setiap harinya sehingga tidak terdapat tumpukan kotoran ternak. Sistem pemeliharaan yang diterapkan pada saat penelitian yaitu sistem pemeliharaan intensif dimana ternak dikandangkan sepanjang hari dengan pemberian pakan dan minum di dalam kandang. Selama pemeliharaan dilakukan juga perawatan berupa pemandian, pencukuran bulu, dan pemotongan kuku (Gambar 6). Pemberian vaksin juga dilakukan untuk pencegahan penyakit pada ternak. Ternak yang terlihat sakit segera dilakukan pengobatan. Suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi hari dan malam hari menyebabkan beberapa ternak mengalami penyakit diare ataupun batuk, terutama pada ternak yang berada dekat ventilasi kandang. Selain itu, penyakit lain yang sering terjadi pada ternak adalah scabies, sakit mata, batuk dan diare. Ternak yang diberi pakan Indigofera sp. baik pada domba garut maupun domba Ekor Tipis, memiliki pertumbuhan yang cukup baik. Namun terdapat perbedaan nyata pada PBBH yang dihasilkan dari masing-masing bangsa dimana 21

PBBH domba Ekor Tipis (136±12 ab gram/ekor/hari) lebih tinggi dibandingkan domba garut (99±38 b gram/ekor/hari) (Farid, 2012). Kisaran PBBH tersebut sesuai dengan kisaran PBBH di Indonesia. Angka standar untuk pertambahan bobot badan domba local yang ada di Indonesia berkisar antara 20-200 g/ekor/hari (Gatenby, 1991) sedangkan menurut Hasnudi (2004), pertambahan bobot hidup domba local dengan pakan konsentrat kualitas tinggi (pakan komersial) adalah 100 g/ekor/hari. Nilai PBBH domba Ekor Tipis muda cenderung terus meningkat dibandingkan domba garut. Hal ini dapat dikarenakan konsumsi harian domba Ekor Tipis (765±47 gram/ekor/hari) lebih tinggi daripada garut (674±126 gram/ekor/hari). (a) (b) Gambar 6. (a) Pemeliharaan Ternak dan (b) Perawatan Ternak Bobot Potong, Bobot Tubuh Kosong, Bobot Karkas, Bobot Non Karkas, Persentase Karkas, Tebal Lemak dan Luas Udamaru Bobot potong merupakan bobot ternak sesaat sebelum dilakukan pemotongan dimana telah dilakukan pemuasaan terlebih dahulu. Besarnya bobot potong akan mempengaruhi bobot karkas dan persentase karkas yang akan dihasilkan. Soeparno (2005) menyatakan bahwa bobot potong yang semakin meningkat menghasilkan karkas yang semakin meningkat pula, sehingga dapat diharapkan bagian dari karkas yang berupa daging menjadi lebih besar. Karkas merupakan bagian dari tubuh domba atau kambing sehat yang telah disembelih secara halal sesuai CAC/GL. 24-1997, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala dan kaki mulai dari tarsus atau karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih (Badan Standardisasi Nasional, 2008). Tebal lemak dan luas udamaru biasa digunakan sebagai pendugaan komposisi jaringan dalam karkas dimana tebal lemak sebagai 22

pendugaan jumlah lemak sedangkan luas udamaru sebagai pendugaan jumlah daging. Namun kedua pendugaan ini tidak dapat dipastikan menghasilkan nilai yang akurat. Penggemukan domba garut dan domba Ekor Tipis muda dengan pakan factor Indigofera sp. memberikan respon yang sama terhadap sifat-sifat karkas. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sifat-sifat Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp. Variabel Bobot Potong (kg) Bobot Tubuh Kosong (kg) Bobot Karkas Segar (kg) Bobot Karkas Dingin (kg) Garut 23,100±3,427 20,665±2,405 10,781±1,288 10,382±1,191 Bangsa Ekor Tipis 24,000±0,938 21,789±1,082 11,861±0,812 11,383±0,716 Rata-rata 23,550±2,375 21,226±1,828 11,321±1,152 10,882±1,055 Bobot Non Karkas (kg) 11,525±1,872 9,676±2,339 10,600±2,196 Karkas Segar/Tubuh Kosong (%) 52,165±1,265 54,405±1,327 53,285±1,695 Karkas Segar/Bobot Potong (%) 46,847±0,002 49,390±1,956 48,118±0,002 Karkas Dingin/Bobot Potong (%) 45,130±0,002 47,400±1,407 46,265±0,002 Tebal Lemak (mm) 1,550±0,000 1,975±0,591 1,762±0,000 Luas Udamaru (cm 2 ) 9,600±0,001 10,275±1,359 9,937±0,001 Berdasarkan hasil analisis ragam di atas, data menunjukkan bahwa semua variabel yang diujikan (bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas segar, bobot karkas dingin, bobot non karkas, persentase karkas segar/tubuh kosong, persentase karkas segar/bobot potong, persentase karkas dingin/bobot potong, tebal lemak dan luas udamaru) dari kedua bangsa domba tidak berbeda nyata (P>0,05). Herman (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh menyebabkan bobot karkas segar dan persentase karkas yang akan dihasilkan semakin tinggi. Domba garut yang memiliki bobot potong sebesar 23,100 kg menghasilkan bobot tubuh kosong, bobot karkas segar, bobot karkas dingin, dan bobot non karkas berturut-turut yaitu 20,665 kg, 10,781 kg, 10,382 kg, dan 11,525 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Herman (1993) yang menyatakan 23

bahwa domba garut dengan bobot potong 24,9 kg mampu menghasilkan bobot karkas sebesar 12,16 kg. Namun, hasil ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Sunarlim et al. (1999) yang menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 23,08 kg menghasilkan bobot karkas 9,54 kg dan persentase karkas 40,13%. Persentase karkas segar/tubuh kosong pada Tabel 7 menghasilkan data yang cukup besar, yaitu sebesar 52,165% sedangkan persentase karkas segar/bobot potong sebesar 46,847%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan Verawati (2002 ) yang menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 20,93 kg yang diberi pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde menghasilkan persentase karkas segar/tubuh kosong sebesar 48,34%. Herman (1993) menyatakan bahwa domba garut dengan bobot potong 24,9 kg menghasilkan persentase karkas sebesar 48,84%. Hasil analisis ragam menujukkan bahwa domba Ekor Tipis yang dipelihara menghasilkan sifat-sifat karkas yang tidak jauh berbeda dengan domba garut. Domba Ekor Tipis dengan bobot 24,000 kg mampu menghasilkan bobot tubuh kosong, bobot karkas segar dan bobot karkas dingin masing-masing 21,789 kg, 11,861 kg dan 11,383 kg sedangkan bobot non karkas sebesar 9,676 kg. Data tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang menyatakan bahwa domba Ekor Tipis dengan bobot potong 25,00 kg menghasilkan bobot karkas panas sebesar 9,789 kg dan bobot karkas dingin sebesar 9,311 kg. Dagong et al. (2011) menyatakan bahwa domba Ekor Tipis yang memiliki bobot potong 25,73 kg dengan genotip gen CAST-22 dan pemberian pakan rumput lapang dan konsentrat komersial dengan protein 13% menghasilkan bobot badan kosong, karkas segar dan karkas dingin masing-masing 20,46 kg, 11,02 kg, dan 10,76 kg. Persentase karkas segar/tubuh kosong yang dihasilkan pada Tabel 7 sebesar 54,405%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Dagong et al. (2011) yang memperoleh persentase karkas/bobot kosong sebesar 54,54%, Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7, domba garut dan domba Ekor Tipis yang memiliki bobot potong 23,550 kg menghasilkan rataan bobot karkas segar dan bobot karkas dingin berturut-turut yaitu 11,321 kg dan 10,882 kg. Secara umum, hasil ini tidak jauh berbeda dengan domba Churra Tensina yang memiliki bobot potong 22,9 kg dengan perlakuan drylot menghasilkan bobot karkas segar sebesar 11,7 kg dan bobot karkas dingin sebesar 11,4 kg (Carrasco et al., 2009). Rataan 24

persentase karkas segar/bobot potong dan persentase karkas dingin/bobot potong domba garut dan domba Ekor Tipis berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7 menunjukkan hasil sebesar 48,118% dan 46,265%. Secara umum, persentase karkas segar/bobot potong dan karkas dingin/bobot potong yang dihasilkan dari kedua bangsa tersebut tergolong memenuhi standar persentase karkas yaitu dengan kisaran 46-49 %. Hasil ini sesuai dengan persentase yang dinyatakan oleh Johnston (1983) bahwa persentase karkas domba berkisar antara 45-50%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Purbowati et al. (2005) bahwa domba lokal yang dipotong pada umur sembilan dan dua belas bulan menghasilkan persentase karkas masing-masing 43,62% dan 48,64%. Menurut Velasco et al. (2004) yang menggunakan domba Talaverana diberi pakan gandum dengan bobot potong 25,51 kg (setelah penggemukan) memperoleh persentase karkas dingin sebesar 44.36% dan juga dari hasil penelitian Carrasco et al. (2009) yang menyatakan bahwa domba Churra Tensina yang diberi perlakuan drylot dengan bobot potong 22,9 kg menghasilkan persentase karkas segar sebesar 51,09% dan persentase karkas dingin sebesar 49,78%. Persentase karkas segar/tubuh kosong yang dihasilkan cukup tinggi, yaitu 53,205%. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan domba Segurena yang menghasilkan persentase karkas segar/tubuh kosong sebesar 55,6% dari bobot potong 22,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005). Menurut Berg dan Butterfield (1976), persentase karkas dipengaruhi oleh bobot karkas, bobot ternak, kondisi, bangsa ternak, proporsi bagian-bagian non karkas, ransum yang diberikan dan cara pemotongan. Data yang diperoleh menujukkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup berarti dari bobot non karkas terhadap persentase karkas yang dihasilkan. Artinya, semakin besar bobot non karkas akan semakin kecil persentase karkas yang dihasilkan. Salah satu factor yang dapat mempengaruhi bobot potong dan bobot karkas tersebut adalah pakan. Konsumsi pakan, tingkat kecernaan ternak dan palatabilitas terhadap pakan mempengaruhi tingginya bobot karkas yang dihasilkan. Ransum Indigofera memiliki palatabilitas yang cukup rendah karena terdapat zat antinutrisi berupa fenol, tannin, dan condensed tannin. Walaupun demikian, secara kualitas Indigofera sp. mengandung protein tinggi dan serat yang rendah (Rahayu et al., 25

2011). Menurut Min et al. (2005) kandungan senyawa sekunder berupa total fenol, total tannin dan condense tannin dalam legume Indigofera sp. masih tergolong sangat rendah, jauh di bawah ambang batas 50 g/kg BK yang dapat bersifat anti nutrisi. Oleh karena itu, pemberian pakan pelet Indigofera sp. masih dinilai aman untuk dikonsumsi oleh ternak. Pemberian pakan Indigofera sp. memberikan pengaruh berbeda terhadap konsumsi harian kedua bangsa domba sehingga berpengaruh juga terhadap bobot potong dan bobot karkas yang dihasilkan. Konsumsi harian domba Ekor Tipis (765±47 gram/ekor/hari) lebih tinggi daripada garut (674±126 gram/ekor/hari). Tingginya konsumsi harian domba Ekor Tipis dapat dikarenakan ternak tersebut sudah beradaptasi lama dengan pakan Indigofera sp. dimana domba Ekor Tipis dan pakan yang digunakan berasal dari daerah yang sama. Oleh karena itu, konsumsi harian domba Ekor Tipis lebih tinggi dibandingkan domba garut yang baru mengalami adaptasi pakan. Ransum Indigofera sp. yang diberikan diketahui memiliki kandungan protein kasar yang tinggi, yaitu sebesar 18%. Nilai protein pada ransum Indigofera sp. ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar kebutuhan protein pada domba saat proses pertumbuhan. Menurut Gatenby (1991), jumlah protein kasar minimum yang diperlukan domba untuk hidup pokok sebesar 8% dari bahan kering sedangkan domba yang sedang tumbuh atau laktasi memerlukan protein kasar sebesar 11% dari bahan kering. Hal ini tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap tingkat pertumbuhan domba. Pada kenyataannya hal ini dapat membantu meningkatkan proses pertumbuhan domba. Menurut Lestari et al. (2005), bobot daging karkas yang semakin meningkat disebabkan oleh konsumsi protein pakan yang juga semakin meningkat. Konsumsi protein yang tinggi mengakibatkan deposisi protein juga semakin tinggi. Semakin tinggi deposisi protein maka produksi dan pertumbuhan ternak juga semakin baik. Hal ini didukung juga oleh pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa pemberian ransum yang memiliki kandungan protein tinggi akan mampu mempercepat pencapaian bobot potong ternak dan PBBH yang cukup tinggi. Shackelford et al. (1995) dan Soeparno (2005) mengatakan bahwa luas area mata rusuk merupakan suatu indicator yang dapat digunakan untuk menaksir jumlah daging pada karkas. Faktor koreksi lain adalah tebal lemak punggung pada rusuk ke- 12, bobot karkas panas dan persentase lemak ginjal, pelvis dan jantung. Berg dan 26

Butterfield (1976) menyebutkan bahwa terdapat dua arah gelombang tumbuhkembang pada ternak, yaitu: (1) arah antero-posterior yang dimulai dari arah cranium (tengkorak) dibagian depan tubuh menuju kebelakang ke arah pinggang (loin), dan (2) arah centripetal dimulai dari daerah distal kaki ke atas ke arah proximal tubuh menuju bokong (pelvis) dan pinggang (loin) yang merupakan bagian tubuh yang paling akhir mencapai pertumbuhan maksimal (late maturity). Tumbuhkembang jaringan otot bisa juga dari paha belakang ke arah cranial. Oleh karena itu, dapat diharapkan pengukuran pada bagian pinggang (loin) telah dapat mewakili keseluruhan daging dan lemak di dalam karkas. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa bangsa yang memiliki luas udamaru lebih besar akan memiliki tebal lemak yang besar pula. Hasil analisis ragam pada nilai luas udamaru dan tebal lemak punggung pada kedua bangsa menujukkan nilai yang tidak berbeda nyata, meskipun terdapat kecenderungan luas udamaru dan tebal lemak pada domba Ekor Tipis lebih tinggi dibandingkan domba garut. Rendahnya nilai luas udamaru pada domba garut dibandingkan pada domba Ekor Tipis dapat dikarenakan dewasa tubuhnya lebih lambat sehingga pertumbuhannya belum optimal, meskipun pertumbuhan lemak sudah mulai terlihat. Luas udamaru pada domba garut sebesar 9,600 cm 2 sedangkan pada domba Ekor Tipis sebesar 10,275 cm 2. Luas udamaru domba garut ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Verawati (2002) yang menyatakan bahwa domba garut yang dipelihara setelah sembilan minggu dengan perlakuan pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde dan memiliki bobot potong 20,93 kg menghasilkan luas udamaru sebesar 9,99 cm 2. Snowder et al. (1994) memperoleh nilai luas udamaru sebesar 12,9 cm 2 dan tebal lemak punggung sebesar 2,5 cm dari domba Rambouillet yang memiliki bobot potong 53,3 kg. Selain itu, menurut Johnson et al. (1997) penggunaan urat daging mata rusuk sebagai indicator perdagingan hanya terbatas pada karkas dengan bobot tinggi dimana menurut Johnston (1983) persentase karkas pada domba yang kurus dan kondisinya buruk dapat kurang dari 40% sedangkan pada domba yang gemuk dapat melebihi 60%. Bobot dan Persentase Komposisi Jaringan Komponen utama karkas terdiri atas jaringan otot, tulang dan lemak. Ketiga imbangan tersebut akan sangat mempengaruhi kualitas karkas yang dihasilkan. Sifat 27

karkas yang dituntut oleh konsumen pada masa sekarang adalah karkas yang memiliki proporsi lemak optimum, proporsi daging maksimum dan proporsi tulang minimum serta kadar lemak dan kolesterol yang rendah (Natasasmita, 1978). Komposisi karkas dengan meningkatnya berat karkas disebabkan pertumbuhan diferensial jaringan karkas. Hasil analisis ragam bobot dan persentase jaringan pada karkas domba garut dan Ekor Tipis dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Komposisi Jaringan Setengah Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp. Variabel Garut Jenis Domba Ekor Tipis...kg......%... Rataan Otot 3,244 ±0,419 3,339±0,222 3,291±0,315 Lemak 0,577 b ±0,070 0,877 a ±0,122 0,727±0,184 Tulang 1,244±0,183 1,173±0,180 1,209±0,172 Otot 64,047 a ±0,000 61,992 b ±0,001 63,020±0,001 Lemak 11,420 b ±0,000 16,303 a ±0,002 13,861±0,003 Tulang 24,532 a ±0,000 21,705 b ±0,002 23,118±0,002 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil komponen karkas diketahui bahwa perbedaan signifikan (P<0,05) hanya terjadi pada bobot lemak. Hasil analisis komponen jaringan karkas kedua bangsa diilustrasikan pada Gambar 8. Berbeda halnya dengan bobot masingmasing komponen jaringan karkas, persentase jaringan karkas menujukkan bahwa persentase daging, lemak dan tulang dalam karkas pada kedua bangsa berbeda nyata (P<0,05). Hasil analisis persentase komposisi jaringan karkas kedua bangsa diilustrasikan pada Gambar 7. 28

kg b a Jaringan Gambar 7. Histogram Bobot Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis Daging Garut Ekor Tipis Menurut Muzarmis (1982) daging domba memilki serat yang lebih halus dibandingkan dengan daging lainnya, jaringannya sangat padat, berwarna merah muda, konsitensinya cukup tinggi, lemaknya terdapat di bawah kulit yaitu antara otot dan kulit, dagingnya sedikit berbau amonial (prengus). Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa bobot daging untuk kedua jenis domba menujukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu sebesar 3,291 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan domba lokal yang memiliki bobot potong 25,80 kg menghasilkan bobot daging sebesar 3,572 kg (Sunarlim dan Usmiati, 2006). Hal ini berarti kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi ternak dapat diserap dengan baik oleh kedua bangsa ternak tersebut karena bobot daging yang dihasilkan cukup tinggi. Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 8 menujukkan bahwa domba garut memiliki persentase daging yang lebih besar dibandingkan domba Ekor Tipis. Persentase daging yang dihasilkan pada domba garut sebesar 64,047%. Hasil ini masih lebih tinggi dari pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa persentase otot domba priangan muda yang memiliki bobot potong 25 kg menghasilkan persentase otot 29

sebesar 62,28%. Namun, hasil ini tergolong lebih rendah dibandingkan pendapat Verawati (2002) yang mengatakan bahwa domba priangan jantan dengan bobot potong 20,93 kg setelah penggemukan selama sembilan bulan melalui pemberian pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde menghasilkan persentase otot dalam karkas sebesar 69,56%. Persentase daging domba Ekor Tipis yang dihasilkan sebesar 61,992%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang mengatakan bahwa domba Ekor Tipis yang memiliki bobot potong 25 kg dengan pemberian perlakuan berupa pakan rumput gajah ditambah dedak padi 200 gram menghasilkan persentase daging sebesar 68,64%. Lebih lanjut dijelaskan Prakoso et al. (2009) bahwa domba lokal jantan dengan bobot potong 22,56 kg yang diberi perlakuan pakan protein rendah TDN rendah menghasilkan persentase daging 58,80%. Pena et al. (2005) menjelaskan bahwa persentase otot domba Segurena dapat mencapai 53,9% dari bobot potong 22,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial. Lemak Lemak merupakan jaringan tubuh yang masak lambat dan pertumbuhannya akan terus meningkat seiring bertambahnya umur ternak. Menurut Parakkasi (1999) dua bangsa yang diberikan makanan yang sama sampai pada umur/bobot hidup tertentu salah satu diantaranya akan mempunyai karkas yang lebih banyak mengandung lemak (yang bersifat masak dini) dibandingkan dengan bangsa yang lainnya. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lemak pada domba Ekor Tipis nyata lebih tinggi dibandingkan pada domba garut (P<0,05). Perbedaan bobot dan persentase lemak tersebut lebih disebabkan karena perbedaan bangsa. Hal ini sesuai dengan pendapat Berg dan Butterfield (1976) yang menyatakan bahwa bervariasinya lemak tubuh disebabkan adanya perbedaan tumbuh kembang tubuh yang tergantung pada bangsa, umur, jenis kelamin dan latar belakang pakan. Bobot lemak bangsa domba garut dan domba Ekor Tipis memiliki perbedaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan bobot otot dan tulang sehingga bobot lemak dari kedua bangsa dinyatakan berbeda nyata. Hal ini dikarenakan domba Ekor Tipis termasuk domba yang masak dini dibandingkan dengan domba garut. Domba Ekor Tipis jantan memiliki ukuran tubuh dewasa yang lebih kecil dibandingkan domba garut jantan, yaitu masing-masing 25 kg (Ilham, 2008) dan 40-85 kg (Damayanti et al., 2001). 30

Perbedaan ukuran tubuh dewasa ini menyebabkan pencapaian titik infleksi (bobot tubuh dewasa) pada domba garut menjadi lebih lambat dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Hal ini menyebabkan lemak lebih cepat terdeposisi pada domba Ekor Tipis dibandingkan domba garut. Soeparno (2005) menyatakan bahwa perbedaan komposisi tubuh dan karkas diantara bangsa ternak, terutama disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa atau perbedaan berat pada saat dewasa. Lebih lanjut dijelaskan oleh Berg dan Butterfield (1976) bahwa perbedaan laju pertumbuhan di antara bangsa dan individu ternak disebabkan oleh perbedaan ukuran tubuh dewasa. Pertumbuhan ternak terdiri atas tahap cepat yang terjadi mulai awal sampai pubertas dan tahap lambat yang terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai (Tillman et al., 1984). Pada waktu kecepatan pertumbuhan mendekati konstan, slope kurva pertumbuhan factor tidak berubah. Dalam hal ini pertumbuhan otot, tulang dan organ-organ penting mulai berhenti, sedangkan penggemukan (fattening) mulai dipercepat (Judge et al., 1989). Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 8, bobot lemak yang dihasilkan bangsa domba garut dan Ekor Tipis tidak berbeda nyata dengan rataan keduanya sebesar 0,727 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Sunarlim dan Usmiati (2006) yang menyatakan bahwa domba lokal yang memiliki bobot potong 25,80 kg menghasilkan bobot lemak sebesar 0,544 kg. Persentase komposisi jaringan dari kedua bangsa diilustrasikan pada Gambar 8. Perbandingan persentase lemak pada Gambar 8 menunjukkan bahwa domba Ekor Tipis memiliki persentase lemak yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan domba garut. Domba garut memiliki persentase lemak sebesar 11,420%. Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan pendapat Herman (1993) yang mengatakan bahwa persentase lemak dalam karkas domba garut yang memiliki bobot potong 25 kg mencapai 18,67%. Persentase lemak domba Ekor Tipis berdasarkan Tabel 8 sebesar 16,303%. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Rianto et al. (2006) yang memperoleh persentase lemak domba Ekor Tipis sebesar 9,76% dari bobot potong 25 kg dengan perlakuan berupa pakan rumput gajah ditambah dedak padi 200 gram. Secara umum, kedua bangsa domba tersebut memiliki persentase lemak yang tergolong masih lebih rendah dibandingkan dengan domba lokal yang memiliki persentase lemak sebesar 22,19% dari bobot potong 22,56 kg dengan perlakuan pakan protein rendah TDN 31

rendah (Prakoso et al., 2009). Namun, tidak berbeda jauh dengan domba Segurena yang memiliki persentase lemak mencapai 16% dari bobot potong 21,4 kg penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005). kg a b b a a b Bangsa Gambar 8. Histogram Persentase Komposisi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis Berdasarkan histogram pada Gambar 8 di atas diketahui bahwa domba garut memiliki persentase otot dan tulang yang lebih tinggi, namun rendah lemak dibandingkan dengan domba Ekor Tipis. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2005) bahwa bila perbandingan komposisi karkas didasarkan pada berat yang sama diantara bangsa tipe besar dan tipe kecil, maka tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan memiliki kandungan protein yang lebih tinggi, proporsi tulang yang tinggi dan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan bangsa tipe kecil. Perbedaan ini disebabkan karena pada berat yang sama, bangsa tipe besar secara fisiologis lebih muda dibandingkan bangsa tipe kecil. Tulang Pada awal pertumbuhan semua zat makanan diprioritaskan untuk pertumbuhan tulang, kemudian jaringan lean, dan jika masih berlebih baru untuk pembentukan lemak. Hasil analisis ragam pada Tabel 8 menunjukkan bahwa berdasarkan bobotnya tulang dari kedua bangsa tidak berbeda nyata. Bobot tulang 32

dari kedua bangsa domba memiliki rataan sebesar 1,209 kg. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan bobot tulang domba local yaitu sebesar 1,489 kg yang memiliki bobot potong 25,80 kg (Sunarlim dan Usmiati, 2006). Akan tetapi, terdapat perbedaan yang nyata pada persentase yang dihasilkan dimana persentase tulang pada domba garut nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan persentase tulang pada domba Ekor Tipis. Hal ini dapat dikarenakan domba garut memiliki bobot tulang yang lebih tinggi namun bobot karkas lebih rendah dibandingkan domba Ekor Tipis, meskipun nilainya tidak berbeda nyata. Perbedaan yang nyata pada persentase tulang tersebut sesuai dengan pendapat Herman (1993) yang mengatakan bahwa secara umum persentase otot, tulang dan jaringan pengikat selalu lebih tinggi sedangkan persentase lemak selalu lebih rendah pada domba garut. Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 8 diketahui bahwa kedua bangsa memiliki persentase tulang yang tidak jauh berbeda dengan domba Segurena yang memiliki persentase tulang sebesar 20% dari bobot potong 21,4 kg dengan penggemukan berbasis ransum buatan dan komersial (Pena et al., 2005). Lebih lanjut dijelaskan oleh Prakoso et al. (2009) bahwa domba lokal jantan yang memiliki bobot potong 22,56 kg dan diberi perlakuan pakan protein rendah TDN rendah menghasilkan persentase tulang sebesar 19%. Persentase tulang domba garut pada Tabel 8 menujukkan hasil sebesar 24,532%. Persentase ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa persentase tulang dalam karkas domba garut dengan bobot potong 25 kg sebesar 17,05% serta lebih tinggi juga dibandingkan dengan penelitian Verawati (2002) yang memperoleh persentase tulang dalam karkas domba garut sebesar 13,59% dari bobot potong 20,93 kg yang diberi pakan 30% bungkil inti sawit terlindungi formaldehyde Persentase tulang domba Ekor Tipis berdasarkan hasil analisis ragam Tabel 8 sebesar 21,705%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Rianto et al. (2006) yang memperoleh persentase tulang domba Ekor Tipis sebesar 21,60% dari bobot potong 25 kg dengan pemberian perlakuan berupa pakan rumput gajah ditambah dedak padi 200 gram. Bobot Potongan Komersial Karkas Potongan komersial karkas ditentukan oleh spesies ternak dan selera konsumen. Komposisi dari masing-masing tiap potongan komersial karkas memiliki berat yang berbeda-beda. Keragaman bobot setiap potongan komersial karkas dapat 33

disebabkan oleh keragaman bobot penyusunnya termasuk lemak subkutan dan intermuskular. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Distribusi Jaringan Karkas Domba Garut dan Domba Ekor Tipis yang Diberikan Ransum Indigofera sp. Komposisi Bangsa Domba Karkas Garut Ekor Tipis Rata-rata...Gram... Shoulder Otot 982,75± 165,76 1014,00± 114,00 998,38 ± 132,76 Lemak 195,50 a ± 24,29 277,25 b ± 50,10 236,38 ± 56,91 Tulang 447,25 ± 63,15 425,00 ± 108,54 436,12 ± 83,06 Rack Otot 231,25 ± 66,27 251,50 ± 42,93 241,38 ± 52,82 Lemak 53,25 ± 10,24 70,75 ± 17,23 62,00 ± 16,11 Tulang 110,00 ± 15,42 117,50 ± 29,94 113,75 ± 22,42 Loin Otot 248,25 ± 85,83 332,25 ± 34,33 290,25 ± 75,35 Lemak 49,25 a ± 12,69 83,75 b ± 18,83 66,50 ± 23.69 Tulang 92,00 ±26,08 103,25 ± 40,18 97,62 ± 31,93 Leg Otot 1233,75 ± 183,48 1220,50 ± 58,61 1227,13 ± 126,29 Lemak 132,00 a ± 25,52 222,50 b ± 67,56 177,25 ± 67,64 Tulang 369,25 ± 84,32 308,50 ± 66,19 338,88 ± 77,33 Breast Otot 249,25 ± 13,40 255,00 ± 56,06 252,12 ± 37,86 Lemak 101,00 a ± 20,56 159,00 b ± 32,63 130,00 ± 39,98 Tulang 116,00 ±19,49 119,00 ± 35,04 117,50 ± 26,30 Flank Otot 65,75 ± 42,98 67,75 ± 31,60 66,75 ± 34,94 Lemak 31,75 ± 16,46 48,75 ± 26,41 40,25 ± 22,31 Tulang - - - Shank Depan Otot 233,25 ± 15,12 198,00 ± 44,34 215,62 ± 35,99 Lemak 14,75 ± 5,57 15,00 ± 2,70 14,87 ± 4,05 Tulang 110,25 ± 8,92 90,50 ± 8,89 105,38 ± 9,75 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Otot tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Meskipun rata-rata bobot otot domba garut pada tiap potongan lebih besar dibandingkan bobot otot domba Ekor Tipis. Bobot otot tertinggi pada kedua bangsa terdapat pada potongan leg sedangkan bobot otot terendah terdapat pada potongan flank. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunarlim dan Setiyanto (2005) yang menyatakan bahwa 34

persentase daging kambing dan domba tidak berbeda nyata dimana persentase daging paling tinggi adalah bagian leg yaitu sebesar 20,5-21,7% sedangkan persentase daging paling rendah adalah flank yaitu sebesar 1,7-2,3%. Kualitas daging domba dipengaruhi oleh berbagai factor meliputi umur, factor keturunan, bangsa, ukuran tubuh, pakan dan komposisi kimia (Devendra dan Burns, 1994). Berdasarkan bobot lemak, pada beberapa potongan komersial, domba Ekor Tipis memiliki bobot lemak yang nyata lebih tinggi (P<0,05) jika dibandingkan dengan domba garut, terutama terdapat pada potongan shoulder, loin, breast dan leg. Perbedaan deposisi lemak pada loin, shoulder, breast dan leg diantara kedua bangsa dapat dikarenakan pada bagian-bagian tersebut domba Ekor Tipis lebih sedikit mengalami pergerakan dibandingkan dengan domba garut sehingga lebih banyak terjadi penimbunan lemak. Seperti telah dibahas sebelumnya, domba Ekor Tipis mengalami dewasa tubuh yang lebih cepat dibandingkan domba garut sehingga pada saat berat yang sama, domba Ekor Tipis secara fisiologis lebih tua dari domba garut dan telah mengalami pertumbuhan yang lebih optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Saparto (1981) bahwa pada domba jantan otot pada shoulder, leg, loin, dan breast mengalami masak dini sehingga pertumbuhan lebih cepat dibandingkan potongan bagian tubuh lainnya. Bobot tulang kedua bangsa tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Sunarlim dan Setiyanto (2005) menyatakan bahwa persentase tulang paling tinggi adalah bagian leg dan shoulder sedangkan persentase tulang paling rendah adalah bagian flank. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2008), potongan komersial domba dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan satu, dua dan tiga. Potongan komersial karkas golongan satu terdiri dari potongan tenderloin dan loin, golongan dua terdiri dari potongan leg, shoulder dan rack, sedangkan golongan tiga terdiri dari potongan breast, flank, dan shank. Penggolongan ini didasarkan pada rendahnya kandungan lemak pada tiap potongan. Berdasarkan penggolongan tersebut, dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa domba garut memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan domba Ekor Tipis karena mengandung lemak yang rendah dan otot yang tinggi, terutama pada potongan komersial karkas golongan satu, yaitu loin. 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggemukan dengan ransum yang mengandung Indigofera sp. menghasilkan perbedaan yang signifikan pada komposisi jaringan karkas dimana domba garut memiliki persentase daging dan tulang yang tinggi, namun rendah lemak dibandingkan dengan domba Ekor Tipis (P<0,05). Lemak karkas pada domba Ekor Tipis lebih tinggi terdapat potongan shoulder, loin, breast, dan leg sehingga secara umum kualitas karkas domba garut lebih baik daripada domba Ekor Tipis. Kedua jenis domba yang dipotong pada bobot rata-rata 24 kg menghasilkan persentase karkas dan persentase daging masing-masing 48,12% dari bobot potong dan 63,02% dari bobot karkas dingin. Saran Perlu dilakukan penelitian dengan penyetaraan bobot badan awal ternak pada saat penelitian dimulai. Kondisi lingkungan tempat pemeliharaan juga perlu diperhatikan untuk meminimalisasi ternak terkena penyakit. Peningkatan produktivitas ternak domba Ekor Tipis yang dikenal memiliki tubuh kecil dan pertumbuhan yang lambat dapat dilakukan dengan pemeliharaan menggunakan ransum Indigofera sp. 36

UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, dan pengikutnya sampai akhir zaman. Terima kasih kepada Bapak Muhammad Baihaqi, S.Pt, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Rudy Priyanto sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga kepada Ibu Ir. Sri Rahayu, M.Si yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam mengikuti PUF (Penelitian Unggulan Fakultas) ini. Ucapan terima kasih kepada tim karkas Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar atas bantuannya selama penelitian. Ucapan terima kasih kepada dosen penguji saat ujian sidang Bapak Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. dan Bapak Dr. Ir. Mohammad Yamin, M.Agr.Sc serta bapak wakil departemen saat ujian sidang bapak Dr. Ir. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr. Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada staf pengajar Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih kepada Ibu Ir. Hj. Komariah, M.Si. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah mendukung penulis selama menjalani perkuliahan ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang teramat dalam kepada kedua orang tua penulis, Bapak Ir. Suprapto dan Ibu Sudarti, yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa dan dukungannya. Terima kasih juga kepada kakak-kakakku tersayang, Kakak Bambang, Kakak Agus, Kakak Fitri, Kakak Monica, Kakak Elis dan Kakak Aldy serta adikku tersayang Nayla. Terima kasih penulis sampaikan kepada sahabat terkasih, Artadi Nugraha, Rullyana, Febynia, Septyaningtyas, Rina, Gusvita, Septina, Yunia, Zakir, Menix, Aria dan Ariandanu, yang selalu menemani dan memberikan dukungan. Terima kasih pula kepada teman-teman tim PUF (Penelitian Unggulan Fakultas), tim karkas PUF (Yuanisti, Siska, dan Sugma). Terima kasih kepada Bebby, Syiva, Tika, Ade, Laita, Eva dan Insan, teman-teman IPTP 45 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, teman-teman PKM, teman-teman angkatan 46 dan 47, serta teman-teman TPB B-23. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2012 Penulis 37

DAFTAR PUSTAKA Alwi, M. 2009. Bobot potong, bobot karkas dan non karkas domba Ekor Tipis jantan pada berbagai level penambahan kulit singkong dalam ransum. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 2008. Mutu Karkas dan Daging Kambing/Domba. Standar Nasional Indonesia. 3925 : 2008, Jakarta Balai Informasi Pertanian. 1990. Pengusahaan Ternak Kambing dan domba di Indonesia. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta Berg, R. T. & R. Butterfield. 1976. New Concept of Cattle Growth. Sidney University Press, Sidney. Brody, S. 1945. Bioenergetics and Growth. Reinhold Publishing Co., Inc., New York. Carrasco, S., G. Ripoll, B. Panea, J. Álvarez-Rodríguez, & M. Joy. 2009. Carcass tissue composition in light lambs : Influence of feeding system and prediction equations. Livest. Sci. doi:10.1016/j.livsci.2009.06.006. Damayanti, T. L., D. C. Budinuryanto, & K. Hidayat. 2001. Performa produksi dan reproduksi domba priangan. J. Pengem. Pet. Trop. Edisi Spesial. Fakultas Peternakan Universitas Dipenogoro, Semarang. Dagong, M. I. A., R. Herman, C. Sumantri, R.R. Noor & M. Yamin. 2012. Karakteristik karkas dan sifat fisik daging domba Ekor Tipis (DET) berdasarkan variasi genotip gen kalpastatin (CAST). J.ITV Vol. 17( 1) : 13-24 Departemen Pertanian. 2012. Indigofera sp. sebagai sumber protein. : http://lolitkambing.litbang.deptan.go.id [20 April 2012] Devandra, C. & G. B. Mc. Leroy. 1982. Goat and Sheep Production In The Tropics. Longman Group Ltd, Singapore. Devendra, C., & M. Burns.1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB, Bandung. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan. Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta. Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat Science. Interstate Publisher, Inc., Illinois. Farid, A. 2012. Performa domba jonggol dan domba garut jantan dengan ransum komplit mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gatenby, R. M. 1991. The Tropical Agriculturist Sheep. Mc Millan Education Ltd., London and Basingtone. 38

Hasnudi. 2004. Kajian tumbuh kembang karkas dan komponennya serta penampilan domba sungei putih dan lokal sumatera yang menggunakan pakan limbah kelapa sawit. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hassen, A., N. F. G. Rehthman, W. A. Z. Apostolides, & Van Niekerk. 2008. Forage production and potential nutritive value of 24 shrubby Indigofera accessions under field conditions in South Africa. Tropical Grasslands. 42: 96-103. Herman, R. 1993. Perbandingan pertumbuhan, komposisi tubuh dan karkas antara domba priangan dan Ekor Gemuk. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ilham, F. 2008. Karakteristik pertumbuhan pra dan pasca sapih domba lokal di unit pendidikan dan penelitian peternakan jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J- IPB). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor Johnson, E. R., R. Priyanto, & D. G. Taylor. 1997. Investigation into the accuracy of prediction of beef carcass compotition using subtaneous fat thickness and carcass weight II. Improving the accuracy of prediction. J. Meat Sci. 46 (2) : 193-200 Johnston, R. G. 1983. Introduction to Sheep Farming. Granada Publishing Ltd, London. Judge, M.D, Aberle E.D, Forrest J.C, Hedrick H.B & Merkel R.A. 1989. Principles of Meat Science. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Co. Leat, W. M. F. 1976. Growth & Productivity in Meat Animals. Plenum Press, New York Lestari, C.M., S. Dartosukarno & I. Puspita. 2005. Edible portion domba lokal Jantan yang diberi pakan dedak padi dan rumput gajah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Mason, I. L. 1980. Prolific Tropical Sheep. Food and Agricultural Organization of The United Nations, Rome Min, B. R, S. P. Hart, T. Sahlu, & L. D. Satter. 2005. The effect of diet on milk production and composition, and on lactation curves in pastured dairy goats. J. Dairy Sci 88: 2604-2615. Muzarmis, E. 1982. Pengolahan Daging. CV Yasa Gun, Jakarta. Musahidin. 2006. Nilai mutu daging dan perdagingan kambing kacang dan domba lokal dengan jenis kelamin yang berbeda yang dipelihara secara intensif (dikandangkan). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Natasasmita, A. 1978. Body compotition of swamp buffalo (Bubalus bubalis) a study of development growth and sex differences. Ph.D. Thesis. University of Melbourn, Melbourn 39

National Research Council. 2007. Nutrient Requirement of Sheep. 6 th. Revised Edition. National Academy Press, Washington. Pamungkas, D., L. Afandi, D. B. Wijono, & K. Maksum. 1996. Karakteristik usaha pemeliharaan domba Ekor Gemuk di daerah sentra bibit pedesaan Jawa Timur. Prosiding Temu Ilmiah. Hasil Hasil Penelitian Peternakan. Ciawi, Bogor, 9 11 Januari 1996. Balai Penelitian Ternak. Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. 241-248. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pena, F, T. Cano, V. Domenech, M.J. Alcalde, J. Martos, A. Garcıa Martinez, M. Herrera, & E. Rodero. 2005. Influence of sex, slaughter weight and carcass weight on non-carcass and carcass quality in Segure na lambs. Small Rum. Res. 60 : 247 254 Prakoso, M.R.B., F. Mulia, F.A. Setyawatie, S. Dartosukarno, S. Mawati, E. Rianto, R. Adiwinarti & Soedarsono. 2009. Pengaruh imbangan protein dan total digestible nutrients yang berbeda terhadap persentase karkas, edible portion, meat bone ratio dan yield grade domba lokal jantan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian, Bogor. Purbowati, E., C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S. Budhi & W. Lestariana. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian, Bogor. Purnomo, D. 2006. Penampilan produksi domba ekor tipis jantan dengan rasio pakan rumput lapang dan ampas tahu yang berbeda. Skripsi. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rahayu, S., D. A. Astuti, K. B. Satoto, R. Priyanto, L. Khotijah, T. Suryati, & M. Baihaqi. 2011. Produksi domba balibu UP3 jonggol melalui strategi perbaikan pakan berbasis Indigofera sp. dan limbah tauge. Laporan Penelitian Unggulan Fakultas IPB, Bogor. Rianto, E., E. Lindasari, & E. Purbowati. 2006. Pertumbuhan dan komponen fisik karkas domba Ekor Tipis jantan yang mendapat dedak padi dengan aras berbeda. J. Anim. Prod. Vol. 8 (1) : 28 33 Saparto. 1981. Pertumbuhan perkembangan potongan karkas domba. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Satriawan, W. 2011. Bobot karkas, non karkas, potongan komersial karkas dan komponen karkas domba Ekor Tipis jantan pada genotip gen calpastatin yang berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Shackelford, S.D, M, Koohmaraie, & TL Wheeler. 1995. Effect of slaughter age on meat tenderness and USDA maturity scores of beef females. J. Anim. Sci. 73:3304-3309. 40

Sholihah, U. I. 2011. Pengaruh diameter pellet dan lama penyimpanan terhadap kualitas fisik pellet daun legum Indigofera sp. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Simanihuruk, K. & J. Sirait. 2009. Pemanfaatan leguminosa pohon Indigofera sp. sebagai pakan basal kambing Boerka fase pertumbuhan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian, Bogor. Snowder, G. D., H. A. Glimpl, & R. A. Field. 1994. Carcass characteristics and optimal slaughter weights in four breeds of sheep. J. Anim. Sci. (1994) 72 : 932-937 Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. 4 th Ed. Gadjah Mada Universitas Press, Yogyakarta. Subandriyo & A. Djajanegara. 1996. Potensi produktivitas ternak domba di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian Bogor, Bogor Sumantri, C., A. Eintiana, J.F. Salamena & I. Inounu. 2007. Keragaan dan hubungan phylogenik antar domba lokal di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. JITV 12(1): 42-54. Sunarlim, R., I. Inounu, Triyantini dan H. Setiyanto. 1999. Upaya meningkatkan bobot badan, proporsi daging dan cita rasa dengan cara persilangan domba garut dengan domba Mioulton Charollaiss dan Hairssheep. Bull. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Edisi Tambahan Desember 1999. hlm. 207 211. Sunarlim, R & H. Setiyanto. 2005. Potongan komersial karkas kambing kacang jantan dan domba lokal jantan terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi daging. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. 672-679 Sunarlim, R & S. Usmiati. 2006. Profil karkas ternak domba dan kambing. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Departemen Pertanian, Bogor. Tillman, A.D., Hartadi, N., Reksohadiprodjo, S., Prawirokusumo, S., & Lebdosoekojo S,. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Tjelele, T.J. 2006. Dry matter production, intake and nutritive value of certain Indigofera Spesies. Tesis. Pretoria. M.Inst. Agrar. University of Pretoria. Velasco, S., V. Caneque, S. Lauzurica, C. Pe rez, & F. Huidobro. 2004. Effect of different feeds on meat quality and fatty acid composition of lambs fattened at pasture. Meat Science 66 : 457 465 41

Verawati, D. 2002. Karakteristik karkas dan daging domba priangan jantan yang diberi konsentrat diproteksi formaldehyde dengan lama penggemukan berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wandito, D. S. 2011. Performa dan morfometrik domba ekor gemuk dengan pemberian pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yamin, M. C. Sumantri, S. Rahayu, M. Duldjaman, M. Baihaqi, & E. L. Aditia. 2009. Pengaruh seleksi domba cepat tumbuh terhadap produksi dan kualitas karkas. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB, Bogor. Yousef, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock : Basic Principles. CRC Press, Florida. 42

LAMPIRAN 43

Lampiran 1. Gambar Karkas dan Potongan Komersial Karkas (a) Karkas dalam Chiller, (b) Penimbangan Karkas, (c) Pototngan Komersial, (d) Loin, (e) Flank, (f) Shoulder, (g) Breast, (h) Rib, (i) Shank, (j) Leg, (k) Proses Diseksi (a) Karkas dalam Chiller (b) Penimbangan Karkas (c) Potongan komersial (d) Loin (e) Flank (f) Shoulder 44

(g) Breast (h) Rib (i) Shank (j) Leg (k) Proses Diseksi 45

Lampiran 2. (a) Saat Pemeliharaan di Kandang dan (b) Saat akan Dilakukan Pemotongan (a) Saat Pemeliharaan di Kandang (b) Saat akan Dilakukan Pemotongan 46