BAB II LANDASAN TEORI. yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini berjudul Upaya Meningkatkan Kemandirian Rencana Studi Lanjut Menggunakan

MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK USIA 4-5 TAHUN MELALUI TOILET TRAINING DI PAUD AL-AMIN BIMASDA KECAMATAN SETU TANGERANG SELATAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. variabel yang akan diteliti. Penelitian ini memerlukan teori-teori yang dapat mendukung

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II KAJIAN TEORI Motivasi Belajar Pengertian Motivasi Belajar. Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam bab ini disajikan uraian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TOERI

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan PTK ini dilakukan di kelas V SDN 72 Kota Timur Kota Gorontalo.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Meningkatkan optimisme siswa menguasai materi pelajaran matematika di Kelas

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENGARUHNYA TERHADAP SELF-ESTEEM SISWA. Kata kunci: self-esteem; layanan bimbingan kelompok; siswa

UPAYA MENINGKATKAN PERILAKU PRO-SOSIAL MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE SOSIODRAMA. Arni Murnita SMK Negeri 1 Batang, Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan salah satunya adalah

BAB II KAJIAN TEORI. mesin gasoline tersebut, kalau bahan bakarnya tidak ada. Sama halnya dengan

BAB II KAJIAN TEORI. sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dan guru

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Secara rinci pembahasan tentang hal-hal tersebut dikemukakan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Rusman (2012:4) mengemukakan proses

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan

BAB I PENDAHULUAN. Di lingkungan sekolah Guru tidak hanyan mendidik siswa dalam aspek kognitif saja,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepadaorang lain. Kemandirian dalam kamus psikologi yang disebut independence yang

LAYANAN KONSELING KELOMPOK

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diberikan gambaran umum mengenai bidang-bidang bimbingan yang ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. akan diteliti. Uraian teori dalam bab II ini mengenai teori tentang Motivasi

MENINGKATKAN PERCAYA DIRI MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK. Novi Wahyu Hidayati dan Hassana Nofari

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah

BABII TINJAUAN PUSTAKA. efektif bagi anggota kelompok dalam mengembangkan aspek-aspek positif

NURUL ILMI FAJRIN_ Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu bentuk Organisasi. Organisasi menggambarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum Lanjut Usia dan Permasalahannya. Menurut Undang-undang RI No.3 tahun 1986 tentang

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

KEDISIPLINAN, KONFLIK, KEPUASAN KERJA, STRESS & FRUSTASI DALAM PERKERJAAN. Pertemuan 9. 10/9/2016 Nova Yanti Maleha,S.E.MM 1

BAB II KAJIAN TEORETIS. A. Deskripsi Konseptual Dan Subfokus Penelitian 1. Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling Belajar

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II KAJIAN TEORITIS. diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Bekerja. Kata motivasi ( motivation) berasal dari bahasa latin movere, kata dasar

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5. Pilihlah salah satu dari pilihan di bawah ini yang merupakan KELEMAHAN anda! (Jawablah dengan sejujur-jujurnya)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Bimbingan Kelompok dengan Teknik Symbolic Modeling a. Bimbingan Kelompok 1) Pengertian Bimbingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB II LANDASAN TEORI. dalam psikologi sosial disebut konformitas (Sarwono, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB II KAJIAN TEORETIS. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang tidak lain juga merupakan produk kegiatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Pengertian Keterampilan Sosial. tersebut cocok bagi suatu kelompok atau lingkungan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

PENGGUNAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA DI SEKOLAH

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. aktivitas hidupnya dan melanjutkan garis keturunannya. Dalam menjalin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Komunikasi Interpersonal. Komunikasi interpersonal (interpersonal communication) atau

KEWIRAUSAHAAN. Ahsin Zaedi, S.Kom Direktur GMP Nusantara Berkarya Owner Griya Sehat Sejahtera Owner Sekolah Panahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Adang Daradjatun: Penjaga Harmoni Masyarakat. Oleh: Niniek L. Karim, Bagus Takwin, Dicky Pelupessy, Nurlyta Hafiyah

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Oleh: Indiati Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Magelang. Abstraction

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

C. Macam-Macam Metode Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian

PENGGUNAAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI PADA SISWA KELAS XI SMK

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Kemandirian adalah kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah yang dihadapi tanpa bergantung pada orang lain (Monk, 1989). Dengan kata lain kemandirian merupakan suatu kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individuasi, yaitu proses realisasi kedirian dan proses menuju kesempurnaan. Diri adalah inti dari kepribadian dan merupakan titik pusat yang menyelaraskan dan mengoordinasikan seluruh aspek kepribadian. Menurut Steinberg (dalam Suherman, 2008) kemandirian dapat diartikan sebagai self governing person, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menguasai diri sendiri. Lebih lanjut kemandirian dapat diartikan kemampuan untuk menguasai, mengatur atau mengelola dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Dari definisi tersebut di atas, maka dapatlah diambil pengertian kemandirian adalah dimana individu yang memiliki kemampuan berdiri sendiri karena mempunyai disiplin dan komitmen tumbuh dan berkembang sehingga, dapat menentukan diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai. 9

2.1.2 Aspek-Aspek Kemandirian Menurut Masrun (1986) mengatakan bahwa orang yang mandiri mempunyai ciri: a. Bebas bertindak, ditunjukkan dengan aktivitas sendiri, tindakan yang dilakukan atas kehendaknya sendiri, bukan karena orang lain dan tidak tergantung orang lain. b. Kemandirian diri atau aspek percaya diri, ditunjukkan rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima diri sendiri, memperoleh kepuasan dari usaha sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. c. Inisiatif, ditunjukkan dengan mempunyai kreatifitas, mempunyai ide-ide atau gagasan sendiri, menyukai hal-hal baru, suka mencoba-coba dan tidak suka meniru orang lain. d. Pengendalian diri ditunjukkan dengan cara mampu mengendalikan emosi, mampu mengendalikan tindakan, menyukai penyelesaian masalah secara damai, berpikir dulu sebelum bertindak dan mampu mendisiplinkan diri. e. Progresif dan ulet ditunjukkan dengan adanya usaha untuk mengejar prestasi, tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah, tekun dalam usaha mengejar pretasi, mempunyai rencana untuk mewujudkan harapannya, melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan dan menyukai hal-hal yang menantang. 10

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Ali dan Asrori (2008) mengemukakan bahwa ada sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut: a. Gen atau keturunan orang tua Orang tua yang memiliki kemandirian yang tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian pula. b. Pola asuh orang tua Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang kepada anaknya tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancara perkembangan anak. c. Sistem pendidikan di sekolah Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratis pendidikan dan cenderung menekankan indroktriasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian. Demikian pula dengan proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman juga dapa menghambat perkembangan kemandirian dan sebaliknya jika proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian 11

reward dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar perkembangan kemandiriannya. d. Sistem kehidupan di masyarakat Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja sebaliknya, apabila lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan dan tidak terlalu hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandiriannya. 2.1.4 Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian Ali dan Asrori (2008) mengutip pendapat Lovinger tentang tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai berikut: a. Tingkatan pertama adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Ciri dari tingkatan ini adalah peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain. Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistik. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum game. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya. 12

b. Tingkatan kedua adalah tingkat komformistik. Ciri dari tingkatan adalah peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial. Cenderung berpikir strereotype dan klise. Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian. Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya intropeksi. Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal. Takut tidak diterima kelompok. Tidak sensitif terhadap keindividualan. Merasa berdosa jika melanggar aturan. c. Tingkatan ketiga adalah tingkat sadar diri. Ciri dari tingkatan ini adalah Mampu berpikir alternatif dan memikirkan cara hidup. Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. Penyesuaian terhadap situasi dan peranan. d. Tingkatan keempat adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri dari tingkatan ini adalah bertindak atas dasar nilai-nilai internal. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan. Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain. Sadar akan tanggung jawab dan mampu melakukan kritik dan penilaian diri. Peduli akan hubungan mutualistik. Memiliki tujuan jangka panjang. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis. 13

e. Tingkatan kelima adalah tingkat individualistis Ciri dari tingkatan ini adalah Peningkatan kesadaran individualitas. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan ketergantungan. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain. Mengenal eksistensi perbedaan individual. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan. Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya. Mengenal kompleksitas diri. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial. f. Tingkatan keenam adalah tingkat mandiri. Ciri dari tingkatan ini adalah Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan. Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun orang lain. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial. Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan. Toleran terhadap ambiguitas. Peduli terhadap pemenuhan diri. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal. Responsif terhadap kemandirian orang lain. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain. Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan. 2.2 Bimbingan Kelompok 2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari istilah guidance. Sesuai dengan istilahnya maka bimbingan secara umum sebagai suatu bantuan atau tuntunan. 14

Menurut Crow dan Crow (dalam Surya,1988) bimbingan diartikan bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai, kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengembangkan kegiatankegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihan sendiri dan memikul bebannya sendiri. Menurut Winkel (dalam Nursalim dan Suradi, 2002) bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan. Senada dengan pendapat diatas Djumhur dan Surya (dalam Nursalim dan Suradi, 2002) bimbingan kelompok adalah suatu teknik yang dipergunakan untuk membantu siswa atau sekelompok siswa dalam memecahkan masalah-masalah melalui kegiatan kelompok. Menurut Sukardi (2002) bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersamasama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama dari konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Dalam bimbingan kelompok merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan ini bagi dirinya sendiri. 15

Jadi dapat disimpulkan bimbingan kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling yang diberikan kepada sejumlah individu dalam bentuk kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas topik tertentu yang dipimpin oleh pemimpin kelompok bertujuan menunjang pemahaman, pengembangan dan pertimbangan pengambilan keputusan atau tindakan individu. 2.2.2 Manfaat Bimbingan Kelompok Melalui bimbingan kelompok menurut Slameto (dalam Nursalim dan Suradi, 2002) diperoleh keuntungan sebagai berikut: a. Anak dapat mengenal dirinya melalui hidup bergaul dengan teman lain, sehingga dapat mengukur kemampuan dirinya lebih pandai atau kurang, sehingga anak lalu mengambil sikap bagaimana kalau lebih dan bagaimana kalau kurang. b. Dalam interaksi sosial terpengaruh sifat dan sikapnya menjadi baik, misalnya mempunyai rasa toleransi, menghargai pendapat orang lain, kerjasama yang baik, tanggung jawab, disiplin, kreatif, saling mempercayai dan sebagainya. c. Dapat mengurangi rasa malu, agresif, penakut, emosional, pemarah, emosional dan sebagainya. d. Dapat mengurangi ketegangan emosional, konflik, frustasi. e. Dapat mendorong anak lebih gairah di dalam melaksanakan tugas, suka berkorban kepada kepentingan orang lain, suka menolong, bertindak teliti dan hati-hati. 16

2.2.3 Ciri-Ciri Bimbingan Kelompok Menurut Nursalim dan Suradi (2002) dalam kehidupan sebuah kelompok dinilai baik atau kurang baik, terdapat lima hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Saling hubungan yang dinamis antar anggota Dalam hubungan yang saling dinamis antar anggota kelompok, menunjuk pada suasana antar hubungan itu sendiri, khususnya suasana perasaan yang tumbuh di dalam kelompok itu sendiri. Suasana perasaan yang dimaksud seperti rasa diterima atau ditolak, rasa senang dan benci, rasa berani. 2. Tujuan bersama Tujuan bersama adalah pusat dari kegiatan kehidupan kelompok. Tujuan yang nyata hendak dimengerti dan diterima oleh semua anggota kelompok, sehingga mereka benar-benar mengarahkan dan mewujudkan diri masing-masing sesuai dengan tujuan itu. Tanpa adanya tujuan bersama yang jelas, dimengerti dan diterima, maka kelompok itu akan kacau, bahkan para anggota merasa tidak menentu dan suasana mencekampun dapat terjadi. 3. Hubungan antara besarnya kelompok dengan sifat kelompok Adanya hubungan langsung antar besarnya kelompok dengan sifat kelompok itu. Misalnya: 17

a. Kelompok yang terdiri atas 2 individu adalah kelompok paling ideal untuk tercapainya keakraban, kekurangannya bila terjadi pertentangan pendpat diantara kedua individu. b. Kelompok yang terdiri atas 3 individu. Dinamika saling hubungan diantara mereka dapat tumbuh subur, hanya bahayanya bila dua indivisu siantaranya membentuk klik, maka yang seorang akan menjadi terisolir. c. Kelompok yang terdiri 4-8 individu. Kelompok ini termasuk kelompok sedang. Kelompok ini tergolong baik untuk melaksanakan hubungan kelompok. Tanpa dipimpin oleh konselor, kelompok dapat memilih pimpinannya sendiri atau setidaknya dapat menentukan aturan-aturan sendiri yang dapat dijadikan pegangan untuk semua anggota. d. Kelompok yang terdiri 8-30 individu adalah kelompok yang baik untuk tujuan pendidikan tertentu, misalnya: latihan kepemimpinan. 4. Iktikad dan sikap para anggota Itikad baik dalam arti tidak mau menang sendiri, tidak sekedar menanggapi atau menyerang pendapat orang lain adalah sangat penting dalam kehidupan kelompok. sikap para anggota yang dimaksud bahwa setiap anggota dapat memberi waktu dan kesempatan pada anggota lain untuk mengemukakan pendapat secara leluasa. Jika sikap ini berkembang, maka kehidupan kelompok yang baik dapat tumbuh dan 18

sebaliknya jika dalam kelompok itu para anggotanya merasa terpaksa berada dalam kelompok, maka kehidupan kelompok tidak akan tumbuh. 5. Kemampuan mandiri Setiap anggota kelompok tidak begitu saja terbawa oleh pendapat orang lain. Dalam kelompok, anggota diharapkan dapat mengembangkan diri dan mewujudkan dirinya masing-masing. Namun perlu diingat bahwa dalam rangka mengembangkan diri dan mewujudkan tersebut tidak boleh melanggar unsure itikat dan sikap kehidupan kelompok.kehadiran setiap anggota kelompok perlu disertai dengan sikap tenggang rasa yang selaras, serasi dan seimbang 2.2.4 Tahap Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995) ada empat tahapan, yaitu : Tahap I Pembentukan Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses 19

pelaksanaannya, mereka akan mengerti bagaimana cara menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada mereka. Tahap II Peralihan Tahap kedua merupakan jembatan antara tahap pertama dan ketiga. Ada kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap kegiatan kelompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas, membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. Adapun yang dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: a. Menjelaskan kegiaatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya b. Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya c. Membahas suasana yang terjadi d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota e. Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin, yaitu: 1. Menerima suasana yang ada secara sabar dan terbuka 20

2. Tidak mempergunakan cara-cara yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaannya. 3. Mendorong dibahasnya suasana perasaan. 4. Membuka diri, sebagai contoh dan penuh empati. Tahap III Kegiatan Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok. ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu: 1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan. 2. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu. 3. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas. 4. Kegiatan selingan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan 21

dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan. Tahap IV Pengakhiran Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasil-hasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu: 1. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri. 2. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan. 3. Membahas kegiatan lanjutan. 4. Mengemukakan pesan dan harapan. Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari. 22

2.3 Teknik Permainan Simulasi 2.3.1 Pengertian Permainan Simulasi Menurut Romlah (1989) teknik permainan simulasi terdiri dari kata permainan dan simulasi. Permainan dapat disebut sebagai alat untuk mengembangkan pengenalan terhadap lingkungan. Dengan demikian bermain merupakan cara belajar yang menyenangkan dengan bermain remaja akan belajar sesuatu tanpa menyadarinya. Apa yang dipelajari akan mudah diserap, disimpan dalam pikirannya dan akan dipadukan menjadi satu-kesatuan dengan pengalaman lain yang kadang-kadang tanpa disadarinya. Permainan simulasi merupakan gabungan antara permainan dan simulasi, para pemain melakukan aktivitas simulasi dan mereka memperoleh balikan dari aktivitas permainan tersebut. menurut Adams ( dalam Romlah, 1989) Permainan simulasi adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya. 2.3.2 Cara Melaksanakan Permainan Simulasi Romlah (1989) mengemukakan langkah pertama yang perlu dilakukan dalam memainkan permainan simulai adalah menentukan peserta permainan. Peserta permainan adalah mereka yang terlibat dalam permainan simulasi yang terdiri dari: a. Fasilitator Yaitu, individu yang bertugas memimpin permainan simulasi. Tugas fasilitator adalah menjelaskan tujuan dari permainan, mendorong 23

pemain dan penonton untuk aktif ikut berdiskusi, membantu memecahkan masalah yang timbul selama permainan, menjawab pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh peserta lain, mengarahkan diskusi dan memberi tugas penulis untuk mencatat hasil diskusi dan melaporkan hasilnya. b. Penulis Penulis bertugas mencatat segala sesuatu yang terjadi selama permainan berlangsung. c. Pemain Yaitu, individu yang memegang tanda bermain, menjawab dan mendiskusikan pesan-pesan permainan simulasi. d. Pemegang peran Yaitu, individu yang berperan sebagai tokoh yang ada dalam scenario permainan.tugasnya adalah memberikan pendapat pada masalah yang menyangkut bidangnya untuk memperjelas informasi. e. Penonton Yaitu, mereka yang ikut menyaksikan permainan simulasi dan berhak mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan serta ikut berdiskusi. Menurut Romlah (1989) langkah-langkah yang yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan permainan sebagai berikut: a. Menyediakan alat permainan beserta kelengkapannya. b. Fasilitator menjelaskan tujuan permainan. 24

c. Menentukan pemain, pemegang peran dan penulis. d. Menjelaskan aturan permainan e. Bermain dan berdiskusi f. Menyimpulkan hasil diskusi setelah seluruh permainan selesai dan mengemukakan masalah-masalah yang belum sempat diselesaikan pada saat itu. g. Menutup permainan dan menentukan waktu dan tempat bermain berikutnya. h. Dalam menentukan topik permainan simulasi, tergantung dari kreativitas konselor berdasarkan hasil pengamatannya terhadap kebutuhan. Pesanpesannya dijabarkan dari elemen-elemen positif dan negatif yang diindentifikasi dari masing-masing topik. 2.4 Layanan Bimbingan Kelompok Dalam Meningkatkan Kemandirian Kemandirian adalah dimana individu yang memiliki kemampuan berdiri sendiri karena mempunyai disiplin dan komitmen tumbuh dan berkembang sehingga, dapat menentukan diri sendiri yang dinyatakan dalam tindakan dan perilaku yang dapat dinilai. Kemandirian merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi dalam pembentukannya ditentukan bagaimana individu mempelajari sesuatu dan merupakan hasil bentukan dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu yang lain dan lingkungannya. Tercapainya kemandirian tidak terlepas dari dukungan dari keluarga dan lingkungannya. Selaras dengan pendapat yang dikemukakan Mu tadin (2002) 25

bahwa untuk dapat mandiri individu membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan terutama dari lingkungan keluarga dalam hal ini orang tua dan lingkungan sekitanya. Kemandirian terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungan. Salah satu cara untuk meningkatkan kemandirian dengan bimbingan kelompok. Hal tersebut bertujuan agar individu dapat berinteraksi dengan anggota lain, mereka dapat belajar memberi dan menerima, dan belajar memecahkan masalah berdasarkan masukan dari orang lain. Layanan bimbingan kelompok merupakan proses pemberian informasi dan bantuan pada sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok guna mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam layanan bimbingan kelompok interaksi antar individu antar anggota kelompok merupakan suatu yang khas yang tidak mungkin terjadi pada konseling perorangan. Karena dalam layanan konseling kelompok terdiri dari individu yang berbeda terutama dari latar belakang dan pengalaman mereka masing-masing. Dengan bimbingan kelompok anak mengharapkan kehidupannya lebih baik, dapat memecahakan masalah dan dapat membantu orang lain untuk menjadi anak yang lebih mandiri. 2.5 Temuan-Temuan Yang Relevan. Menurut hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Dwi (2010) yang berjudul upaya meningkatkan pengendalian emosi melalui layanan bimbingan kelompok pada remaja dipanti asuhan Yayasan Al-Hidayah Desa Desel Sadeng Kecamatan Gunung Pati Semarang dengan hasil analisis yang diperoleh peneliti sebelum 26

diberi layanan Bimbingan Kelompok, skor sebesar 166 atau 60,79 % masuk kategori pengendalian emosi tingkat sedang. Sedangkan sesudah layanan Bimbingan Kelompok tingkat pengendalian emosi remaja mengalami peningkatan sebesar 9,73 % dari kategori sedang menjadi kategori tinggi, yang semula 166 atau 60,79 % naik menjadi 192,5 atau 70,01 %. Dari uji wilcoxon diperoleh Z hitung = 3,40 > Z tabel = 0,03. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan pengendalian emosi antara sebelum dan sesudah layanan. Menurut hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Fatimah (2010) yang berjudul peningkatan kemampuan pengambilan keputusan melalui bimbingan kelompok pada siswa kelas X 5 di SMA Negeri 2 Ungaran dengan hasil penelitian yang diperoleh, tingkat pengambilan keputusan sebelum diberi layanan bimbingan kelompok tergolong dalam kategori sedang dengan skor rata-rata presentase 63,81 %. Setelah diberi layanan bimbingan kelompok, tingkat pengambilan keputusan mengalami peningkatan sebesar 8,19 % menjadi 72 % termask dalam kategori tinggi. Dari hasil perhitungan Uji Wilcoxon diperoleh Z hitung = -3,062 pada taraf signifikan 5% dan N = 12 di dapat Ztabel sebesar 0,002. Dengan demikian nilai Zhitung = -3,062 > Ztabel = 0,002, harga ini menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok. Menurut hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Noor (2011) yang berjudul upaya meningkatkan pengendalian emosi melalui layanan bimbingan kelompok siswa kelas VIII A MTS Ma ahid Kudus dengan hasil layanan bimbingan kelompok pada siklus I, pengendalian emosi meningkat sebesar 15,6 % dengan hasil skor peningkatan 23 sehingga menjadi kategori kurang dengan rata-rata 27

persentase 45,9 % dengan skor 147. Sedangkan pada siklus II pengendalian emosi terus meningkat sebesar 38,1% dengan skor peningkatan 145 sehingga menjadi kategori sangat baik dengan perolehan rata-rata persentase 84 % dengan skor 269. Dengan demikian hasil peningkatan pra siklus sampai siklus II adalah 53,7 % dengan skor peningkatan 145. Hal ini menunjukkan layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan pengendalian emosi pada siswa kelas VIII B MTS. Ma ahid Kudus. 2.6 Hipotesis Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ada peningkatan yang signifikan kemandirian remaja di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali dengan permainan simulasi. 28