TINJAUAN PUSTAKA. Suplementasi Lemak dalam Pakan Ruminansia

dokumen-dokumen yang mirip
KETAHANANN AMIDA DALAM SISTEM RUMEN DAN EFEKTIVITASNYA MEMODIFIKASI KOMPOSISI ASAM LEMAK PADA TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL PASCARUMEN SITTI WAJIZAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

PENGANTAR. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan telah mendorong manusia untuk

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

DHA dalam plasma sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK (RK-45) lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian ransum dengan CMEK (RM-45).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lipid adalah senyawa berisi karbon dan hidrogen yang tidak larut dalam air tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

I. PENDAHULUAN. energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak merupakan sumber energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi lemak yang berlebih dapat membentuk plak yang mampu. merapuhkan pembuluh darah dan menghambat aliran dalam pembuluh darah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

PENGANTAR. Latar Belakang. Konsumsi daging telah dikenal dan menjadi pola hidup masyarakat sejak

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. lapisan terluar beras yaitu bagian antara butir beras dan kulit padi berwarna

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

Sumber asam lemak Lemak dalam makanan (eksogen) Sintesis de novo dari asetil KoA berasal dari KH / asam amino (endogen)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rata-rata Kadar Kolesterol Daging pada Ayam Broiler Ulangan

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

BAB I PENDAHULUAN. Suplemen berfungsi sebagai pelengkap bila kebutuhan gizi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LIPID. Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

A. RUMUS STRUKTUR DAN NAMA LEMAK B. SIFAT-SIFAT LEMAK DAN MINYAK C. FUNGSI DAN PERAN LEMAK DAN MINYAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

JENIS LIPID. 1. Lemak / Minyak 2. Lilin 3. Fosfolipid 4 Glikolipid 5 Terpenoid Lipid ( Sterol )

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

I. PENDAHULUAN. Kolesterol adalah salah satu komponen lemak yang dibutuhkan oleh tubuh dan

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

PENDAHULUAN. Jawa Barat dikenal sebagai sentra populasi domba mengingat hampir

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia.

Pencernaan, penyerapan dan transpot lemak -oksidasi asam lemak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. dipertahankan. Ayam memiliki kemampuan termoregulasi lebih baik dibanding

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah melebihi kebutuhan konsumsi anaknya dan mampu memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

Perbedaan minyak dan lemak : didasarkan pada perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar : - lemak berwujud padat - minyak berwujud cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

Peranan asam lemak omega-3 (n-3), yakni EPA (Eicosapentaenoic acid) Banyak hasil penelitian telah membuktikan adanya pengaruh EPA dan DHA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

Lipid. Dr. Ir. Astuti,, M.P

HASIL DAN PEMBAHASAN

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

PROSES SINTESIS ASAM LEMAK (LIPOGENESIS)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. yang jika disentuh dengan ujung-ujung jari akan terasa berlemak. Ciri khusus dari

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah Friesian Holstein (FH) merupakan salah satu jenis sapi perah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

LIPIDA. Universitas Gadjah Mada

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

BAB I PENDAHULUAN. alat pengolahan bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mitos dan Fakta Kolesterol

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

Transkripsi:

5 TINJAUAN PUSTAKA Suplementasi Lemak dalam Pakan Ruminansia Lipid adalah suatu substansi yang tidak larut air, tetapi larut dalam pelarut organik (eter, kloroform, heksan, dll). Lipid dalam bahan pakan biasanya dalam bentuk trigliserida yang terutama ditemukan dalam biji-bijian sereal, biji-bijian penghasil minyak, dan lemak hewan. Selain itu, lipid dalam bahan pakan juga terdapat dalam bentuk glikolipida yang terutama ditemukan dalam hijauan rumput-rumputan dan leguminosa, dan sejumlah kecil terdapat dalam bentuk fosfolipid (Wattiaux & Grummer 2006). Ginsberg dan Karmally (2000) membagi asam lemak dalam diet menjadi 3 kelompok utama, yaitu asam lemak jenuh atau saturated fatty acids (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal atau monounsaturated fatty acids (MUFA), dan asam lemak tak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty acids (PUFA). Perbandingan berdasarkan bobot antara PUFA dan SFA dikenal dengan rasio PUFA : SFA. Asam lemak utama yang terdapat dalam triasilgliserol diet (lemak dan minyak) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Asam lemak utama dalam diet Kelompok asam lemak Nama asam lemak Asam lemak jenuh Asam laurat (12:0) Asam miristat (14:0) Asam palmitat (16:0) Asam stearat (18:0) Asam lemak tak jenuh Asam oleat (18:1n-6) trans-16:1n-9 dan trans-18:1n-9 Omega 6 Asam linoleat (18:2n-6) Omega 3 Asam α-linoleat (18:3n-3) Asam eikosapentanoat (20:5n-3) Asam dokosaheksanoat (22:6n-3) Sumber: Ginsberg & Karmally (2000)

6 Lazimnya, pakan ternak produksi mengandung sedikit atau tanpa penambahan lemak. Sumber asam lemak satu-satunya terdapat secara alami dalam bahan pakan. Penggunaan lemak terutama terbatas pada pakan unggas dan pengganti susu pada ruminansia muda. Namun demikian, akhir- akhir ini terjadi perkembangan yang pesat dalam penambahan lemak pada pakan ternak produksi. Pemberian lemak biasanya dimaksudkan untuk meningkatkan kepadatan energi dalam pakan, di samping memiliki keuntungan lain, seperti meningkatkan penyerapan nutrien larut lemak dan mengurangi debu pada pakan (Palmquist 1988). Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan tentang pengaruh asam lemak tertentu pada kandungan lemak darah, dikeluarkanlah rekomendasi internasional menyangkut jumlah dan komposisi lemak diet yang dikonsumsi. Lemak hewan ternyata tidak direkomendasikan karena terlalu banyak mengandung SFA dan terlalu sedikit PUFA. Di samping itu, pentingnya PUFA n-3 telah lama diketahui sehingga rasio n-3: n-6 menjadi penting. Usaha untuk mendapatkan pangan asal hewan yang lebih sehat bertujuan untuk mengubah pola asam lemak produk, agar sedapat mungkin sesuai dengan rekomendasi kesehatan (Leibetseder 1997). Ponnampalan et al. (2001) menambahkan bahwa tipe lemak pada pakan ternak domestikasi dapat mempengaruhi komposisi asam lemak total dan lemak netral pada jaringan otot. Asam lemak jenuh bila diberikan melebihi kebutuhan akan dideposit pada jaringan lemak sebagai trigliserida cadangan, sedangkan PUFA terutama n-3 sebagian besar dideposit dalam fosfolipid struktural. Mayoritas lipid sel terdiri atas fosfolipid dan kolesterol, yang memainkan peranan penting dalam menentukan struktur lipoprotein plasma, juga sangat mempengaruhi fungsi protein membran seperti aktivitas insulin pada jaringan lemak otot. Komposisi asam lemak pada domba dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kastrasi, dan pakan. Ternak yang gemuk biasanya berumur tua, sehingga pengaruh umur pada komposisi asam lemak menjadi relevan. Domba yang berumur di atas satu tahun kandungan lemaknya menjadi lebih keras, dengan peningkatan kandungan asam stearat dan penurunan kandungan asam oleat. Komposisi asam lemak pada domba betina dan domba jantan kastrasi hanya sedikit berbeda,

7 namun terdapat perbedaan yang besar antara komposisi asam lemak subkutan pada domba jantan dan domba jantan kastrasi. Perbedaan ini disebabkan domba betina dan domba jantan kastrasi lebih gemuk daripada domba jantan pada umur yang sama. Pengaruh penambahan lemak pada pakan relatif kecil dalam mempengaruhi komposisi lemak karena asam lemak segera terhidrogenasi dalam rumen, kecuali bila diberikan dalam bentuk terproteksi. Komponen pakan selain lemak mempunyai pengaruh yang besar pada jenis asam lemak dalam depot lemak, dalam kaitannya dengan sintesis asam lemak de nuvo (Enser 1991). Komposisi asam lemak depo dari beberapa jenis ternak dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Asam lemak komponen lemak depo ternak (%) Hewan Komposisi asam lemak 12:0 14:0 16:0 18:0 20:0 16:1 18:1 18:2 18:3 20:1 Sapi - 6.3 27.4 14.1 - - 49.6 2.5 - - Babi - 1.8 21.8 8.9 0.8 4.2 53.4 6.6 0.8 0.8 Domba - 4.6 24.6 30.5 - - 36.0 4.3 - - Kambing 3.5 2.1 25.5 28.1 2.4-38.4 - - - Kuda 0.4 4.5 25.9 4.7 0.2 6.8 33.7 5.2 16.3 2.3 Ayam 1.9 2.5 36.0 2.4-8.2 48.2 0.8 - - Kalkun 0.1 0.8 20.0 6.4 1.3 6.2 38.4 23.7 1.6 - Sumber: deman (1997). Suplementasi lemak merupakan alternatif yang relatif murah dalam formulasi pakan ternak pedaging, dan penggunaannya dapat memodifikasi komposisi asam lemak daging. Namun, pemberian lemak dalam ransum ruminansia terbatas sampai tingkat yang relatif rendah untuk mencegah timbulnya masalah pada fermentasi rumen. Pemberian lemak dapat menurunkan pencernaan serat karena menghambat fermentasi mikrob yang terjadi dalam rumen. Penurunan kecernaan serat lebih parah pada pemberian sumber lemak yang tak jenuh dibandingkan sumber lemak jenuh. Kandungan lemak dalam ransum ruminansia berkisar antara 4-5%, sementara pada tingkat yang lebih tinggi berpengaruh negatif pada fermentasi mikrob dalam rumen. Rekomendasi yang

8 umum untuk kandungan lemak dalam ransum tidak melebihi 6-7% dari bahan kering ransum (Jenkins 1998; Bauman et al. 2003). Penambahan lemak dalam pakan ruminansia dapat mengganggu fermentasi dalam rumen, sehingga menyebabkan menurunnya kecernaan energi dari sumber bukan lemak. Kecernaan karbohidrat struktural dalam rumen dapat menurun 50% atau lebih dengan penambahan lemak kurang dari 10%. Penurunan kecernaan berbarengan dengan turunnya produksi metan, hidrogen, dan VFA, serta turunnya rasio asetat:propionat. Metabolisme protein dalam rumen juga mengalami perubahan dengan terganggunya fermentasi rumen akibat penambahan lemak. Penurunan kecernaan protein dalam rumen berbarengan dengan turunnya konsentrasi amonia, dan meningkatnya aliran N ke dalam duodenum (Jenkins 1993). Sintesis asam lemak de novo dipengaruhi oleh densitas energi pakan. Pakan hijauan mempunyai densitas yang rendah, sehingga membatasi deposisi lemak. Penambahan konsentrat biji-bijian yang kaya pati pada hijauan akan meningkatkan densitas energi. Pati akan difermentasi dalam rumen menjadi asam lemak terbang atau volatile fatty acids (VFA), terutama asam asetat dan asam propionat yang segera diserap dan digunakan sebagai substrat dalam sintesis asam lemak (Enser 1991) Penambahan lemak dalam ransum ruminansia juga dapat mengakibatkan turunnya kecernaan asam lemak, yang umumnya berhubungan dengan sifat dari komposisi asam lemak itu sendiri. Pada kondisi tertentu, kecernaan SFA dapat lebih rendah dibandingkan kecernaan PUFA. Bilangan Iod atau Iodine Value (IV) 50 atau lebih berpengaruh kecil pada kecernaan asam lemak. Namun demikian, kecernaan menurun bila IV menurun di bawah 50, terutama bila IV jatuh dari nilai 27 menjadi 11. Pada asupan asam lemak yang rendah, kecernaan asam lemak sejati masing-masing mencapai 89% untuk lemak dengan IV>40 dan 74% untuk lemak dengan IV<40. Namun demikian, kecernaan asam lemak semakin menurun dengan meningkatnya asupan asam lemak dengan IV>40 (Jenkins 1998). Komposisi lemak daging mencerminkan metabolisme lipid ransum dalam rumen. Jaringan tubuh ruminansia tidak mensintesis PUFA, sehingga konsentrasinya dalam jaringan tubuh bergantung pada jumlah yang keluar dari

9 rumen. Untuk mendapatkan produk daging yang lebih sehat, terutama dengan peningkatan PUFA dan mendapatkan rasio n-3:n-6 yang lebih baik, dilakukan penambahan sumber PUFA n-3 dalam pakan ternak, terutama yang berasal dari minyak ikan. Minyak ikan mengandung dua jenis asam lemak rantai panjang atau long chain fatty acids (LCFA), yaitu EPA dan DHA yang biasanya diberikan dalam bentuk lemak terlindungi (Chilliard et al. 2000; Bauman et al. 2003). Metabolisme Lemak dalam Rumen Demeyer dan Doreau (1999) menjelaskan bahwa hidrolisis merupakan langkah pertama metabolisme lipid dalam rumen. Triasilgliserol, fosfolipid, dan galaktosil lipid dalam pakan hijauan dan konsentrat segera mengalami hidrolisis dalam rumen oleh lipase ekstraselular yang dihasilkan oleh sejumlah kecil bakteri. Beberapa aktivitas kemungkinan berhubungan dengan fraksi protozoa. Produk akhir yang dihasilkan berupa asam lemak bebas, selain itu juga gliserol dan galaktosa yang diubah menjadi VFA. Tingkat hidrolisis sangat tinggi terutama pada lemak yang tidak terproteksi mencapai 85-95%, persentase hidrolisis lebih tinggi pada pakan kaya lemak dibandingkan dengan pakan konvensional, dimana sebagian besar lemak terdapat dalam struktur sel (Tamminga & Doreau 1991). Hidrogenasi terjadi oleh berbagai jenis bakteri, dimulai dengan isomerisasi oleh enzim bakteri (Gambar 1). Asam linolenat (C18:3 n-3) umumnya mengalami hidrogenasi sempurna menjadi asam stearat (C18:0). Sebaliknya hidrogenasi asam linoleat (C18:2 n-6) berlangsung tidak sempurna. Hidrogenasi menghasilkan asam stearat dan asam trans-vaksenat (C18:1 n-7), menunjukkan tingkat hidrogenasi yang tinggi terhadap asam linoleat dan asam linolenat. Rata-rata hanya kurang dari 10% asam linoleat dan kurang dari 5% asam linolenat yang terbebas dari hidrogenasi. Tingkat hidrogenasi asam trans-vaksenat menjadi asam stearat bergantung pada kondisi rumen. Hidrogenasi menjadi asam stearat dipacu oleh adanya cairan rumen bebas sel dan partikel pakan, tetapi dihambat oleh asam linoleat dalam jumlah besar (Tamminga & Doreau 1991; Jenkins 1993)

10 Lipolisis dan biohidrogenasi Lemak pakan teresterifikasi lipase galaktosidase fosfolipase FFA tak jenuh (Cth: cis-9, cis-12, C18:2) cis-9, trans-11 C18:2 trans-11 C18:1 C18:0 isomerase reduktase reduktase Gambar 1 Tahap kunci lemak pakan teresterifikasi menjadi asam lemak jenuh oleh lipolisis dan biohidrogenasi dalam rumen (Jenkins 1993). Jenkins (1993) juga menambahkan bahwa tingkat hidrogenasi pada asam lemak tak jenuh bergantung pada derajat ketidakjenuhan suatu asam lemak serta jumlah dan frekuensi pemberiannya dalam pakan. Hidrogenasi yang dialami PUFA dalam rumen diperkirakan berkisar 60-90%, sedangkan asam lemak rantai panjang hanya mengalami sedikit degradasi dalam rumen. Sebagian besar asam lemak yang disintesis oleh mikrob rumen bergabung dalam fosfolipid. Kira-kira 85-90% asam lemak yang meninggalkan rumen merupakan asam lemak bebas, dan sekitar 10-15% adalah fosfolipid mikrob. Karena asam lemak bersifat hidrofobik, maka akan terikat pada partikel pakan dan mengangkutnya menuju duodenum. Lipolisis dalam rumen berlangsung sangat efisien. Oleh sebab itu, hampir semua lemak yang teresterifikasi yang mencapai duodenum dalam bentuk sel mikrob. Namun demikian, lipolisis dan biohidrogenasi menurun pada ph rumen yang rendah, seperti pada pakan kaya biji-bijian (Palmquist 1988). Lipid yang terdapat dalam duodenum ruminansia terbagi menjadi 3 fraksi (Gambar 2), yaitu: lipid pakan yang lolos dari transformasi mikrob, lipid pakan setelah mengalami transformasi mikrob, dan lipid mikrob. Lipid pakan yang

11 mengalami transformasi dan lipid mikrob dalam isi duodenum tersimpan dalam jaringan ruminansia (Jenkins 1994). Fraksi lipid dalam duodenum ruminansia DIET DL a RUMEN DL DLt VFA c b c Mikroba DUODENUM DL ML DLt Gambar 2 Lipid dalam duodenum ruminansia terdiri atas lipid pakan yang mencapai duodenum tanpa perubahan (DL), lipid pakan setelah hidrogenasi oleh mikrob rumen (DLt), dan lipida mikrobial (ML). Huruf merujuk pada a) konversi DL menjadi DLt oleh biohidrogenasi, b) sintesis lipid secara de novo oleh mikrob rumen dari VFA, dan c) asupan langsung DL dan DLt oleh mikrob rumen (Jenkins 1994). Jenkins (1993) melaporkan bahwa kandungan lipid total dari massa bakteri kering dalam rumen berkisar antara 10-15%, baik yang berasal dari sumber eksogen (asupan diet LCFA) maupun sumber endogen (sintesis de novo). Sebagian asam lemak yang ditemukan dalam rumen merupakan komponen fosfolipid membran mikrob. Asam lemak yang disintesis secara de novo terutama terdiri atas C18:0 dan C16:0. Asam lemak bakteri mengandung 15-20% MUFA, yang disintesis melalui jalur anaerobik (Gambar 3). Bakteri rumen biasanya tidak mensintesis PUFA, kecuali dari kelompok cyanobacteria. Namun demikian, PUFA yang dilaporkan terdapat dalam mikrob rumen tampaknya berasal dari asupan eksogen dari asam lemak yang membentuk PUFA. Tingkat suplementasi lemak dan komposisinya dapat berpengaruh pada komposisi asam lemak dari mikroorganisme rumen (Bauman et al. 2003). Lipid pascarumen terutama terdiri atas asam lemak jenuh tidak teresterifikasi atau Non-

12 esterified Fatty Acids (NEFA) yang berasal dari pakan dan mikrob (70%), dan sejumlah kecil (10%-20%) fosfolipid mikrob. Umumnya, koefisien penyerapan asam lemak individual dalam usus halus berkisar antara 80% (untuk SFA) sampai 92% (untuk PUFA) pada pakan konvensional dengan kandungan lemak rendah (2-3% bahan kering) (Bauchart 1993). Sintesis asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh tunggal oleh mikrob VFA C10 β-hidroksi C10 β, γ α, β Dehidrasi cis-3-dekanoat trans-2-dekanoat Tanpa reduksi Dekanoat ---------Pemanjangan rantai-------- C16:1 C16:0 ---------Penambahan unit C2------- C18:1 C18:0 Gambar 3 Sintesis MUFA oleh mikrob rumen melalui jalur anaerob (Jenkins 1993). Pemberian sejumlah besar EPA dan DHA diduga dapat menurunkan tingkat hidrogenasinya, baik secara in vitro maupun in vivo dalam percobaan jangka pendek (3 hari). Pasokan EPA dan DHA, melalui mekanisme yang belum diketahui juga meningkatkan trans-mufa dan conjugated linoleic acids (CLA) (Chilliard et al. 2000).

13 Tipe Lemak dan Kolesterol Tingginya konsumsi lemak dan SFA dipercaya secara luas berkonstribusi terhadap meningkatnya kasus penyakit jantung koroner atau coronary heart disease (CHD), yang merupakan penyebab kematian utama pada sebagian negara industri. Adanya korelasi positif antara konsumsi lemak asal hewan dan kematian yang disebabkan CHD, tampaknya sangat dipengaruhi oleh konsentrasi lipoprotein berdensitas rendah atau low density lipoproteins (LDL) yang merupakan faktor risiko timbulnya CHD. Lipoprotein merupakan kompleks protein-lipid dalam darah, yang terdiri atas tiga tipe: lipoprotein berdensitas rendah atau low density lipoproteins (LDL) yang molekulnya terdiri atas 46% kolesterol; lipoprotein berdensitas tinggi atau high density lipoproteins (HDL) yang mengandung 20% kolesterol, dan lipoprotein berdensitas sangat rendah atau very low density lipoproteins (VLDL) yang mengandung 8% kolesterol. Tingginya kandungan kolesterol dalam LDL merupakan penyebab utama timbulnya CHD, sebaliknya HDL berperan sebagai pelindung (Bender 1992; Bandara 1997). Bender (1992) menyatakan bahwa tingginya kandungan kolesterol total darah sangat berhubungan dengan tingginya kejadian CHD, dan tingginya asupan SFA dapat meningkatkan kandungan kolesterol darah. Miristat dan palmitat merupakan SFA utama dalam diet yang menyebabkan meningkatnya kolesterol darah, sehingga meningkatkan LDL. Stearat yang juga merupakan SFA yang utama dalam diet tidak memperlihatkan pengaruh yang sama. Hal ini karena stearat diubah menjadi oleat yang merupakan MUFA. Asam lemak dengan panjang rantai yang lebih pendek tampaknya juga tidak berpengaruh. Seperempat dari SFA dipasok dari lemak asal daging, sehingga konsumsi daging sendiri berada dalam ancaman. Komposisi lemak dari beberapa ternak dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

14 Tabel 3 Komposisi lemak berbagai jenis ternak (%) Jenis lemak Lemak total Persentase dari lemak total SAFA MUFA PUFA Lemak sapi 67 43 48 4 Lemak domba 72 50 39 5 Lemak babi 71 37 41 15 Ayam, daging, dan kulit 18 33 42 19 Itik, daging, dan kulit 43 27 54 12 Hati sapi 7 30 18 26 Sumber: Bender (1992). Gurr (1992) mendeskripsikan CHD sebagai suatu kondisi ketika arteri utama (coronary) yang memasok darah ke jantung kehilangan kemampuan untuk memasok darah dan oksigen dalam jumlah yang cukup ke otot jantung (myocardium). Tahapan perkembangan penyakit ini dimulai dengan menyempitnya arteri utama oleh endapan campuran kompleks lemak pada dinding arteri, proses tersebut dikenal dengan asteriosklerosis. Tahapan yang fatal ketika terbentuknya gumpalan darah (thrombosis) yang menghambat aliran darah melalui arteri yang telah menyempit. Menurunnya aliran darah ke otot jantung menyebabkan otot jantung kekurangan oksigen sehingga terjadi kerusakan yang ekstensif, yang dikenal dengan serangan jantung (myocardial infraction). Asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) terutama dari seri n-3 mempunyai pengaruh yang menguntungkan dalam menekan kejadian CHD, karena dapat mencegah terjadinya asteriosklerosis dan komplikasi karena trombosis. Asam lemak n-3 yang berasal dari laut memiliki pengaruh antitrombosis, memodifikasi agregasi platelet, menurunkan kekentalan darah, dan meminimalisir respons inflamasi dalam dinding pembuluh darah. Pemberian PUFA n-3 pada ruminansia bertujuan meningkatkan konsentrasinya dalam jaringan tubuh untuk meningkatkan produksi dan kesehatan, serta meningkatkan asam lemak nutraceuticals untuk meningkatkan kesehatan manusia (Jenkins 2004).

15 Minyak Ikan dan Peranannya Ditemukannya hubungan antara lemak diet dengan penyakit pembuluh darah jantung atau cardiovascular (CVD), telah menelurkan rekomendasi yang menyarankan penggantian kolesterol dan SFA dalam diet dengan PUFA. Kelompok PUFA ditandai dengan adanya ikatan rangkap pada rantai karbonnya. Dua kelompok PUFA yang penting adalah PUFA n-6 dan PUFA n-3, yang masing-masing posisi ikatan rangkap pertamanya pada atom karbon keenam dan ketiga dari ujung metil rantai karbon. Kelompok PUFA n-6 penting dalam diet dan terutama terdapat dalam minyak tumbuhan. Asam linoleat (18:2n-6) yang merupakan sumber PUFA n-6 dalam diet terdapat dalam jumlah yang melimpah dalam minyak tumbuhan (kedelai, jagung, dan safflower), dan merupakan prekursor asam arakidonat (20:4n-6). Kelompok PUFA n-3 terkandung dalam jumlah yang sedikit dalam kebanyakan bahan makanan, kecuali ikan. Asam linolenat (18:3n-3) terdapat dalam konsentrasi yang rendah dalam jaringan tumbuhan dan minyak kedelai. Ikan laut merupakan sumber yang kaya asam eikosapentanoat atau EPA (20:5n-3) dan asam dokosaheksanoat atau DHA (22:6n-3). Asam linolenat juga merupakan prekursor EPA dan DHA (Kinsella 1987; Cunnane & Griffin 2002). Bukti epidemiologis yang berhubungan dengan meningkatnya asupan PUFA n-3 dari ikan dengan turunnya kejadian CHD, mendorong penelitian yang intensif mengenai pengaruh minyak ikan pada resiko CHD. Secara nyata terlihat bahwa PUFA n-3 dari minyak ikan lebih efektif dalam menurunkan hiperlipidemia dibandingkan PUFA n-6 dari minyak tumbuhan, karena lebih efektif dalam menghambat sintesis asam lemak dan pembentukan lipoprotein dalam hati, serta meningkatkan katabolisme lipoprotein. Selain itu, PUFA n-3 dari minyak ikan berpengaruh langsung pada kesehatan CVD, melalui pengaruhnya pada fungsi platelet. Agregasi platelet yang berlebihan dapat menyebabkan stroke yang menyebabkan trombosis dan menyumbat arteri ke otak. Beberapa PUFA n-3 seperti EPA dan asam DHA menghasilkan eikosanoid dengan pengaruh imflamasi yang rendah, menyebabkan vasodilatasi, dan menghambat agregasi platelet dibandingkan dengan PUFA n-6 dari minyak tumbuhan (Kinsella 1987; Azain 2004).

16 Menyangkut fungsinya sebagai prekursor eikosanoid, EPA mendapat perhatian khusus yang penting secara fisiologis. Asam ini termasuk kelompok substansi yang secara fisiologis potensial, yaitu prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Ketiga substansi ini terbentuk dari prekursor asam lemak dengan masuknya atom oksigen ke dalam rantai asam lemak. Asam lemak terpenting yang bertindak sebagai prekursor untuk sintesis eikosanoid adalah asam arakidonat. Proses oksigenasi terjadi dalam dua jalur utama, yaitu jalur siklik yang membentuk prostaglandin dan tromboksan, dan jalur linear yang menghasilkan leukotrien. Pembentukan prostaglandin dan tromboksan menjadi penting karena perannya dalam agregasi platelet. Ada dua jenis PUFA yang terlibat dalam produksi kedua substansi tadi, yaitu asam linoleat sebagai prekursor asam arakidonat dan asam linolenat sebagai prekursor EPA dan DHA (Gambar 4)(Groff & Gropper 2000; McCowen & Bistrian 2003). Jalur n-6 Jalur n-3 18:2n-6 (asam linoleat) 18:3n-3 (asam linolenat) 20:3n-6 inhibisi 20:4n-3 20:4n-6 (asam arakidonat) 20:5n-3 (EPA dari minyak ikan) Prostanoid seri-2 Prostanoid seri-3 Leukotrien seri-4 Leukotrien seri-5 Gambar 4 Jalur metabolisme asam lemak esensial dari prekursor n-3 dan n-6 (McCowen & Bistrian 2003) Proses oksigenasi siklik dari asam arakidonat akan menghasilkan prostaglandin E 2 (PGE 2 ) yang mengganggu fungsi sistem imunitas karena berperan dalam menghasilkan sel-sel T penekan. Konsumsi ikan laut yang menyediakan EPA dalam jumlah tinggi dapat melindungi manusia dari trombosis dan serangan jantung karena mengandung rasio PGI 3 /TXA 3 yang terbaik. Tempat sintesis dan pengaruh prostaglandin pada agregasi platelet dapat dilihat pada Tabel 4 (Lands 1982; Kelley et al. 1988; Marinetti 1990; Terry et al. 2003).

17 Tabel 4 Tempat sintesis dan pengaruh prostaglandin pada agregasi platelet Prostaglandin Tempat sintesis Pengaruhnya pada agregasi TXA 2 Platelet Stimulasi PGI 2 Sel endotel Inhibisi TXA 3 Platelet Tidak berpengaruh PGI 3 Sel endotel Inhibisi Sumber: Marinetti (1990) Pemberian minyak ikan juga diketahui dapat menekan produksi prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat, sehingga membatasi pengaruh inflamasi dengan menghasilkan prostaglandin dan leukotrien seri 3 dan 5. Meningkatnya asupan EPA dan DHA dari minyak ikan akan meningkatkan proporsi EPA dan DHA dalam plasma dan fosfolipid eritrosit, berbarengan dengan menurunnya proporsi asam arakidonat dalam plasma dan fosfolipid eritrosit dan menurunnya asam linoleat dalam fosfolipid eritrosit. Selain menghambat agregasi platelet, minyak ikan juga berpengaruh dalam hipolipidemia dan menurunkan kolesterol plasma, yang pada akhirnya akan meminimalisir pembentukan plak. EPA dalam minyak ikan juga dapat menurunkan produksi faktor pengaktif platelet atau platelet activating-factor (PAF), dan bersifat antiinflamasi karena menekan produksi leukotrien-b 4 dalam leukosit yang menyebabkan respons inflamasi pada leukosit (Marinetti 1990; McCowen & Bistrian 2003; Trebble et al. 2003). Minyak ikan mengandung berbagai jenis asam lemak, terutama dari kelompok PUFA n-3. Ikan menyerap dan menyimpan berbagai asam lemak yang tersedia dalam pakannya, selanjutnya juga mengubah komponen lain dari diet seperti alkohol dari ester lilin menjadi asam lemak dan menyimpannya dalam jaringan tubuh. Ikan juga mampu mensintesis asam lemak secara de novo serta melakukan desaturasi dan perpanjangan dari asam lemak yang tersedia. Asam lemak utama dalam minyak ikan adalah EPA dan DHA, yang jumlahnya mencapai 20% atau lebih pada beberapa minyak, di samping sejumlah kecil asam α-linolenat atau α-linolenic acid (LNA), seperti terlihat pada Tabel 5 (Enser 1991).

18 Tabel 5 Kandungan PUFA n-3 pada beberapa jenis ikan (%) Jenis ikan LNA (18:3) EPA (20:5) DHA (22:6) EPA + DHA (20:5 + 22:6) Atlantic mackerel 0.1 0.9 1.6 2.5 King mackerel 0.0 1.0 1.2 2.2 Chub mackerel 0.3 0.9 1.0 1.9 Atlantic salmon 0.1 0.6 1.2 1.8 Pacific herring 0.1 1.0 0.7 1.7 Atlantic herring 0.1 0.7 0.9 1.6 Lake trout 0.4 0.5 1.1 1.6 Bluefin tuna 0.0 0.4 1.2 1.6 Chinook salmon 0.1 0.8 0.6 1.4 Anchovy, Eropa 0.0 0.5 0.9 1.4 Atlantic bluefish 0.0 0.4 0.8 1.2 Sockeye salmon 0.1 0.5 0.7 1.2 Sarden, kaleng 0.5 0.4 0.6 1.1 Chum salmon 0.1 0.4 0.6 1.0 Pink salmon jarang 0.4 0.6 1.0 Sumber: Nettleton (1995). Dalam tinjauannya Azain (2004) mengungkapkan bahwa pemberian minyak ikan untuk nonruminan dapat meningkatkan kandungan PUFA n-3 dalam jaringan tubuh. Irie dan Sakimoto (1992) melaporkan bahwa pemberian diet dengan 6% minyak ikan untuk babi selama 4 minggu, dapat meningkatkan kandungan EPA dan DHA dalam daging masing-masing 5 dan 10 kali lipat. Untuk memanipulasi profil asam lemak dalam jaringan tubuh ruminansia lebih sulit. Meskipun ada peningkatan PUFA n-3 dalam fosfolipid otot pada pemberian minyak ikan, fraksi tersebut hanya sejumlah kecil dari keseluruhan lemak daging. Namun demikian, peningkatan PUFA n-3 pada daging tanpa lemak (lean) masih dimungkinkan untuk mendapat daging yang mengandung PUFA n-3 dalam jumlah yang cukup berarti (Nettleton 1994). Pengujian terhadap komposisi kelompok lipid plasma menunjukkan bahwa EPA terinkorporasi lebih baik dibandingkan DHA ke dalam cholesteryl ester dan

19 ini mencerminkan aktivitas dari lechitin cholesteryl acyl transferase. Fraksi cholesteryl ester mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh atau unsaturated fatty acids (UFA). Komposisi asam lemak dari triasilgliserol dan asam lemak bebas dalam plasma serupa dengan dalam digesta abomasum, yang mencerminkan pencernaan dan transfer lemak diet. Kandungan EPA dan DHA dalam triasilgliserol plasma tidak tercermin dalam triasilgliserol jaringan lemak. Tidak adanya inkorporasi EPA atau DHA ke dalam triasilgliserol jaringan adiposa menunjukkan bahwa pada tingkat intestinal asam lemak tersebut tergabung ke dalam kilomikron triasilgliserol, tetapi tidak ditransfer dari pool plasma ke dalam jaringan adiposa. Hal ini berbeda dari EPA dan DHA yang diserap oleh kelenjar susu dan terinkorporasi ke dalam triasilgliserol susu. Suplementasi minyak ikan tuna pada ruminansia menurunkan kandungan triasilgliserol dan kolesterol plasma karena adanya penghambatan sintesis dalam usus dan hati (Kitessa et al. 2001). Demirel et al. (2004) melaporkan bahwa perlakuan minyak linseed bersama minyak ikan pada domba meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA secara nyata dalam fosfolipid otot dan fraksi lemak netral dan polar dalam hati, dibandingkan dengan pemberian minyak linseed secara tunggal. Perlakuan tersebut juga meningkatkan rasio PUFA:SFA dalam hati dan jaringan adiposa tetapi tidak dalam otot dan memperbaiki rasio PUFA n-6:n-3. Percobaan Gulati et al. (1999) terhadap dosis minyak ikan yang diberikan pada domba menunjukkan adanya hidrogenasi yang cukup besar terhadap EPA dan DHA bila konsentrasi minyak ikan kurang dari 1 mg/ml cairan rumen, sedangkan produksi asam lemak trans-c18:1 sangat tinggi. Pada konsentrasi minyak ikan yang lebih tinggi, isomer ini menurun yang menandai adanya penghambatan biohidrogenasi. Perlindungan Asam Lemak dalam Rumen Ruminansia dan populasi mikrob yang hidup bersamanya berkembang hanya dengan kandungan lemak yang rendah dalam pakan. Kelebihan lemak 2-3% dari bahan kering pakan dapat menghambat aktivitas mikrob, terutama bakteri selulolitik dan metanogenesis. PUFA lebih bersifat toksik terhadap beberapa mikrob rumen, terutama protozoa dan bakteri metanogen. Pemberian lemak juga memperlihatkan penurunan kecernaan serat kasar, terutama pada domba.

20 Turunnya kecernaan serat kasar karena lemak melapisi partikel pakan, sehingga mencegah pelekatan bakteri selulolitik. Pengaruh penghambatan meningkat seiring tingkat kelarutan, karenanya asam lemak dengan rantai sedang (C 12-14) dan asam lemak tak jenuh (minyak tumbuhan, minyak ikan) merupakan penghambat yang kuat. Asam lemak yang tidak teresterifikasi memiliki efek hambat yang lebih tinggi dari bentuk teresterifikasi, dan minyak bebas lebih menghambat dibandingkan biji-bijian yang diberi utuh (Palmquist 1988; Van Nevel 1991). Pemberian minyak ikan yang kaya PUFA n-3 dapat mengubah profil asam lemak pada jaringan dan organ tubuh ruminansia, terutama dengan penggabungan EPA dan DHA, sehingga didapatkan produk ternak yang menguntungkan bagi kesehatan manusia. Namun demikian, adanya biohidrogenasi asam lemak yang ekstensif dalam rumen dapat menurunkan keuntungan pemberian PUFA n-3 seperti yang diharapkan. Untuk itu dilakukan perlindungan asam lemak yang dapat mencegah PUFA n-3, terutama EPA dan DHA, mengalami perubahan dalam rumen, sehingga memungkinkan penggabungannya dalam jaringan tubuh ruminansia (Jones et al. 2005). Berbagai pengaruh negatif dari pemberian lemak dalam jumlah tinggi pada fermentasi rumen dapat diatasi dengan memungkinkan lemak dapat lolos dari rumen. Teknik perlindungan lemak yang paling tua adalah melapisi emulsi lemak dengan protein yang mendapat perlakuan formaldehid. Ikatan ini kemudian terurai dalam abomasum sehingga asam lemak dapat diserap dalam usus halus. Cara ini cukup efektif dalam meloloskan sejumlah besar PUFA dari degradasi dalam rumen, tetapi ikut menurunkan produksi trans-mufa dan CLA. Karena dinyatakan berbahaya bagi kesehatan manusia, teknik penggunaan formaldehid sekarang dipertanyakan untuk produksi ternak dan berpengaruh buruk pada citra produk. Penggunaan garam kalsium (Ca) merupakan teknik yang paling populer karena kemampuannya dalam mencegah interaksi antara asam lemak dan mikrob, terutama asam lemak dari minyak kelapa sawit yang tingkat kejenuhannya tinggi. Garam tersebut tidak larut dalam rumen dan dapat mencegah penghambatan terhadap kecernaan serat. Asam lemak dibebaskan dalam abomasum, sedangkan Ca diserap dalam duodenum dan asam lemak diserap dalam jejunum. Namun

21 demikian, dilaporkan adanya hidrogenasi parsial terhadap asam lemak dalam rumen, karena sabun yang terbentuk mengalami disosiasi dalam rumen. Disosiasi meningkat jika ph rumen menurun dan kejadian ini lebih tinggi pada PUFA dibandingkan asam lemak jenuh. Teknik terbaru yang mulai dikembangkan adalah perlindungan asam lemak dalam bentuk amida asam lemak (Palmquist 1988; Tamminga & Doreau 1991; Chilliard et al. 2000). Amida asam lemak dihasilkan dengan mereaksikan asam lemak dengan amina. Berdasarkan laju degradasi amida yang rendah oleh suspensi populasi bakteri dan kebutuhan gugus karboksil bebas untuk biohidrogenasi oleh mikrob rumen, Fotouhi dan Jenkins (1992a) menyatakan bahwa amida dari UFA akan tahan terhadap biohidrogenasi oleh mikrob rumen. Mikrob rumen memerlukan gugus karboksil bebas untuk menghilangkan ikatan rangkap dari UFA. Dari dua percobaan in vitro terlihat penurunan kehilangan asam linoleat pada kultur rumen jika UFA diberikan sebagai amida dibandingkan sebagai asam lemak bebas. Pemberian linoleamida juga mengurangi destruksi ruminal dari asam linoleat dibandingkan dengan pemberian asam linoleat tidak terlindungi atau kalsium linoleat (Fotouhi & Jenkins 1992b). Jenkins (1995) mensintesis amida skunder dari butilamina dan minyak kedelai mengikuti metode Feairheller et al. (1994), untuk mengukur ketahanannya terhadap biohidrogenasi dalam rumen. Dengan penambahan masing-masing 5% butilsoyamida dan minyak kedelai pada pakan, ternyata dapat meningkatkan konsentrasi asam linoleat plasma 22% pada pemberian minyak kedelai dan 58% pada pemberian butilsoyamida dibandingkan kontrol. Jenkins (1997) juga mensintesis amida dengan mereaksikan minyak kedelai dengan ethanolamina menghasilkan N-hidroksietilsoyamida. Butilsoyamida dan N- hidroksietilsoyamida yang dihasilkan tidak mengganggu fermentasi rumen dan kecernaan serat serta dapat bertahan terhadap degradasi rumen, sehingga dapat meningkatkan aliran asam lemak tersebut dalam rumen. Linolamida yang dihasilkan dari kombinasi asam linoleat dan urea juga mampu mempertahankan konsentrasi asam lemak C18:2n-6 dalam kultur rumen dan isi doudenum domba lebih tinggi dibandingkan dengan asam linoleat bebas (Jenkins & Adams 2002).

22 Pada percobaan in vivo, Lundy et al. (2004) mengevaluasi biohidrogenasi asam oleat dan linoleat dalam bentuk minyak kedelai, kalsium minyak kedelai, dan amida minyak kedelai pada sapi perah laktasi. Aliran asam lemak pascarumen dan laju biohidrogenasi diukur dari sampel omasal, dan didapatkan bahwa pemberian minyak kedelai dalam bentuk garam kalsium dan amida belum mampu menurunkan biohidrogenasi asam linoleat secara berarti, namun amida mampu menurunkan biohidrogenasi asam oleat secara nyata. Tampaknya efektivitas ketahanan garam kalsium atau amida terhadap biohidrogenasi bergantung pada jenis asam lemak dan komposisi asam lemak.