MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN METODE PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PENGARUHNYA TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DI SMP NEGERI 4 KUNINGAN

MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN GROUP TERHADAP PRESTASI BELAJAR

Pendidikan Teknik Elektro, Universitas PGRI Madiun Madiun, 63118, Indonesia 2

Keefektifan CTL Berbantuan Macromedia Flash Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis pada Materi Segiempat

KEEFEKTIFAN METODE PERMAINAN MONOPOLI MATERI OPERASI HITUNG TERHADAP MINAT DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS I SD NEGERI 1 KEDUNGSUREN KENDAL

STUDI KOMPARASI PENGARUH MODEL KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT DENGAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

KEEFEKTIFAN HUKUMAN TERHADAP MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD N 1 MAGELUNG KENDAL

PENERAPAN MODEL INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI GERAK HARMONIK SEDERHANA DI KELAS XI IPA MAN SANGGAU LEDO

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 5 PALU

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI REAKSI REDOKS

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X SMAN 1 SUNGAI RAYA KABUPATEN BENGKAYANG

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROCAL TEACHING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA MATERI SEGIEMPAT DI SMP

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMPN 22 PADANG

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No.2, pp , May 2015

Unnes Physics Education Journal

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TEKNIK PROBING-PROMPTING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

PENGARUH PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING

KEEFEKTIFAN MODEL PAIKEM BERBANTU MEDIA MONOPOLI TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DI SDN PALEBON 01 SEMARANG

UNESA Journal of Chemical Education ISSN: Vol. 4, No. 2, pp , May 2015

Oleh Warniatul Ulfah ABSTRAK

Mahasiswa Progam Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI Sumatera Barat 2

PENGARUH CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

Safrina Yulistiani 1 Prodi Pendidikan Matematika UPGRIS

Arista Umalasari Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNIKAL Jl. Sriwijaya No 3 Pekalongan, ABSTRAK

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, 1-5 ISSN:

KEEFEKTIFAN MEDIA BOCI

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP KARTIKA 1-7 PADANG ARTIKEL OLEH: ZUMRATUN HASANAH

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Puji Asih Program Studi Pendidikan Matematika ABSTRAK

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN LEARNING CELL TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP KENAMPAKAN ALAM

GERAM (Gerakan Aktif Menulis) P-ISSN Volume 5, Nomor 1, Juni 2017 E-ISSN X

THE IMPLEMENTATION OF PROBLEM BASED LEARNING IN STUDENT S LEARNING OUTCOMES

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM POSING DENGAN PENDEKATAN PMRI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA

STUDI KOMPARASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DAN MAKE A MATCH TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN PECAHAN

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF MENGENAL KONSEP UKURAN ANAK KELOMPOK B

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

Dila Sari dan Ratelit Tarigan Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan

Hannaning dkk : Penerapan pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

PENERAPAN MODEL CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII SMPN 29 PADANG

Kata Kunci : strategi belajar peta konsep, hasil belajar, penelitian eksperimen, kurikulum KTSP.

BAB III METODE PENELITIAN

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 KUWARASAN TAHUN AJARAN 2013/2014

PERBEDAAN PENGGUNAAN METODE JARIMATIKA DAN METODE EKSPOSITORY TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA KANTONG BILANGAN TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PENJUMLAHAN BILANGAN SECARA BERSUSUN

PENGARUH METODE PICTURE AND PICTURE TERHADAP KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI

BAB IV PENGGUNAAN STRATEGI JOEPARDY GAME

Oleh Nike Yesika Saragih ABSTRAK

PENERAPAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA MATERI KELAINAN DAN PENYAKIT REPRODUKSI MANUSIA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS IX SMP

Nuriah Habibah*, Erviyenni**, Susilawati*** No.

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERHITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

BAB I PENDAHULUAN. yang baik, di antaranya kemampuan pemecahan masalah; kemampuan. penalaran dan bukti; kemampuan komunikasi; kemampuan koneksi; dan

ALSA MIFTAHUL HUDA. Program Studi Pendidikan Matematika. Unversitas PGRI Yogyakarta ABSTRACT

J. Pijar MIPA, Vol. X No.1, Maret 2015: ISSN (Cetak) ISSN (Online)

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X MA DINIYAH PUTERI PEKANBARU

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

Kata Kunci: Problem Based Learning (PBL), Ekspositori, dan Hasil Belajar. Abstract

Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 1 No. 1 Februari 2017

Iramaya Fridayanti Sinaga dan Nurdin Siregar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

INFLUENCE LEARNING METHOD OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TO STUDENT S ANALYSIS ABILITY ON MULTICULTURAL SOCIETY CONCEPTION

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

PENGARUH MODEL PBL TERHADAP KEMAMPUAN KERJA ILMIAH SISWA PADA PEMBELAJARAN IPA DI SD

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 1 ISSN

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING SSCS (SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE) DALAM KOMPETENSI MENDIAGNOSIS GANGGUAN SIMTEM REM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) BERBASIS KARTU DOMINO TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP HITUNG CAMPURAN

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V

PENGGUNAAN TEKNIK PEMETAAN KONSEP TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP ORGANISASI KEHIDUPAN. (Artikel) Oleh: Dian Yustie Anggraeni

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PBL DAN TPS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN AKTIF TIPE INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI SISTEM GERAK.

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR KOMIK BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA MATERI SEGIEMPAT

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBING PROMPTING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA.

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI JAMUR DI KELAS X SMK NEGERI 1 RAMBAH TAHUN PEMBELAJARAN 2014/2015

PENGARUH BERMAIN BOLA WARNA MODIFIKASI TERHADAP KEMAMPUAN MENGENAL KONSEP BILANGAN 1-10 PADA ANAK KELOMPOK A

BAB III METODE PENELITIAN. terletak di Jalan Raya Tangkuban Perahu Km. 22 Desa Cikole Kecamatan

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE TRUE OR FALSE

1 2

PENERAPAN METODE INQUIRY PADA MATERI HIMPUNAN

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL TIME TOKEN DENGAN MEDIA VISUAL TERHADAP KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN MASA PEMERINTAHAN RAJA-RAJA

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 19 Bandar Lampung yang terletak di

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

PENERAPAN STRATEGI REACT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS X SMAN 1 BATANG ANAI

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

Transkripsi:

MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DI SEKOLAH DASAR Oleh : Ryky Mandar Sary, Djariyo, Ihtiya Kusuma Dewi UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Abstract The purpose of this study was to determine the increase students' critical thinking skills mathematics courses before and after application of problem based learning model. This type of research is quantitative. Data in this study were obtained through the test of critical thinking skills with narrative form, documentation, and observation. The study design used is one group pretestposttest design. Based on the analysis of research data after getting treatment with problem based learning model, showed an increase in students' critical thinking skills. T test coefficient of 6.0125 and the coefficient is significant at the 5% level, as obtained thitung> ttable ie t = 6.0125> table = 2.093. It can be concluded that there is an increase in students' critical thinking skills mathematics courses before and after application of problem based learning model. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika sebelum dan setelah penerapan model Problem Based Learning. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan berpikir kritis dengan bentuk uraian, dokumentasi, dan observasi. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posttest design. Berdasarkan hasil analisis data penelitian setelah mendapatkan perlakuan dengan model Problem Based Learning, menunjukkan adanya perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa. Koefisien uji t sebesar 6,0125 dan koefisien tersebut signifikan pada taraf 5%, karena didapat t hitung > t tabel yaitu t hitung = 6,0125 > t tabel = 2,093. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika sebelum dan setelah penerapan model Problem Based Learning. Kata Kunci: model Problem Based Learning, kemampuan berpikir kritis Berdasarkan Standar Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI, ruang lingkup mata pelajaran matematika meliputi aspek bilangan, geometri, pengukuran, dan pengolahan data. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah atau problem solving, diantaranya kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh (dalam BSNP, 2006). Menurut Susanto (2014) pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran guru bertugas membimbing siswa. Sumber informasi siswa tidak hanya dari guru, siswa dapat mencari sumber informasi lain yang dapat mendukung kegiatan belajar mengajar. Menurut Supinah (2010) pembelajaran hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah atau dengan mengajukan masalah-masalah yang lebih nyata dengan mengaitkan pembelajaran pada kehidupan sehari-hari siswa dan kemudian secara bertahap siswa dapat dibimbing menguasai konsep dengan melibatkan siswa secara langsung untuk aktif selama proses pembelajaran. Indikator untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas adalah perilaku guru dalam pembelajaran, perilaku dan dampak belajar siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran yang berkualitas dan kualitas media pembelajaran. Faktor penting dalam merangsang pemikiran kritis dari peserta didik terhadap materi yang dipelajari adalah pemilihan metode dan model pembelajaran. Berdasarkan teori perkembangan kognitif, Piaget (Susanto, 2014), anak Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkret, berada pada jenjang usia 7-11 tahun. Pada tahap ini siswa sudah mulai memahami aspek-aspek kumulatif materi, misalnya volume dan jumlah. Selain itu, peserta didik sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. Maka dari itu perlu dilatih kembali kemampuan berpikir kritis siswa untuk mempermudahnya maka diperlukan permasalahan yang konkret atau nyata. Siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, siswa cenderung kesusahan dalam mengerjakan soal yang bersifat kompleks. Mereka kesulitan dalam mengerjakan soal yang menuntut mereka untuk berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis siswa cukup rendah karena siswa kurang mampu mengerjakan soal-soal yang tingkat kesukaran telah dikembangkan oleh guru. Faktanya sesuai dengan indikator berpikir kritis (Susanto, 2014) yaitu (1) memberikan penjelasan sederhana, siswa tidak dapat menganalisis pertanyaan berupa soal cerita yang diberikan guru. (2) Membangun keterampilan dasar, siswa tidak mengamati kembali hasil jawaban yang sudah dikerjakan. (3) Menyimpulkan, siswa tidak mempertimbangkan kesimpulan dari jawaban yang telah dibuat. (4) Memberikan penjelasan lanjut, siswa tidak dapat menjawab apabila terdapat istilah yang tidak diketahuinya. (5) Mengatur strategi dan taktik, siswa tidak bisa berinteraksi dengan baik saat menyampaikan jawaban. Kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran sangatlah penting dimana kemampuan berpikir kritis dapat dipakai sebagai acuan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa dalam belajar. Kemampuan berpikir kritis siswa cukup rendah karena guru dalam menyampaikan pembelajaran kurang bermakna bagi siswa. Kenyataan di lapangan kemampuan berpikir kritis siswa di sekolah dasar masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar masih bersifat konvensional dengan metode yang kurang bervariasi. Hal ini disebabkan karena upaya guru yang belum optimal dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, metode, pendekatan, dan evaluasi yang masih tradisional atau terpancang pada strategi pembelajaran yang menerapkan teacher center. Dalam pembelajaran di kelas, dapat dilihat hanya beberapa peserta didik saja yang

menjawab pertanyaan dari guru. Pertanyaan peserta didik juga belum menunjukkan pertanyaan kritis mengenai materi yang sedang dipelajari. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa penguasaan mata pelajaran matematika masih rendah, dari 20 siswa yang mengikuti UTS salah satu mata pelajaran baru delapan siswa yang tuntas (40%) sedangkan 12 siswa (60%) lainnya masih mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) atau belum memenuhi belajar tuntas. Guru menjelaskan secara langsung bagaimana cara mengerjakan soal dengan rumus di papan tulis. Sebagian siswa bingung bagaimana menyelesaikan soal tersebut. Hal ini terjadi karena siswa masih belum dapat mencerna soal tersebut dengan baik karena jauh dari kehidupan keseharian siswa. Guru kurang membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan permasalahan yang dihadapi siswa, melainkan secara langsung memberi jawaban tanpa mendorong siswa untuk berpikir secara mandiri atau melakukan penyelidikan secara langsung terhadap masalah tersebut. Dalam Problem Based Learning atau yang lebih dikenal dengan PBL, suasana pembelajaran berbasis masalah akan mendorong siswa untuk menemukan terlebih dahulu cara atau strategi sebelum menyelesaikan permasalahan yang diajukan. Ini berarti bahwa pembelajaran akan lebih bermakna dengan berbasis pada suatu permasalahan. Menurut Supinah (2010), salah satu kriteria situasi masalah yang baik adalah masalah harus autentik. Artinya masalah harus berasal dari dunia nyata siswa bukan hanya berasal dari satu mata pelajaran tertentu. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berkeinginan meneliti mengenai kemampuan berpikir kritis siswa yang rendah. Menurut Susanto (2014), berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubungan dengan konsep yang diberikan atau materi yang dipaparkan. Kemampuan berpikir kritis siswa menjadi rendah karena kemampuan guru dalam mengadakan pembelajaran yang membangkitkan aktivitas berpikir kritis siswa masih rendah. Guru bukan hanya memberi informasi saja tetapi juga dapat memberi petunjuk agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sehingga siswa mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul dalam kehidupan. Penelitian yang membahas tentang berpikir kritis dan relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Siswanto dan Mustofa pada tahun 2012 dengan judul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Media Audio-Visual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran kontekstual dengan media audio-visual lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis dan kreatif dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan media lembar jawab siswa, dengan hasil penelitian berpikir kritis thit > ttab (thit = 4,48 > ttab = 1,99) dan hasil penelitian berpikir kreatif thit > ttab (thit = 2,17 > ttab = 1,99). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika sebelum dan setelah penerapan model Problem Based Learning. METODE Tempat penelitian dilaksanakan salah satu SD di Kendal. Penelitian fokus pada mata pelajaran matematika bab jaring-jaring bangun ruang. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pra Experimental Design dengan bentuk One Group Pretest-Posttest Design. Dalam desain ini diberikan tes awal dan tes akhir yang akan memberikan perbandingan sebelum dan setelah subjek diberikan perlakuan (Soegeng, 2007). Adapun rancangan penelitian onegroup pretestposttest design sebagai berikut: Tabel 1 One Group Pretest Posttest Design Pretest Perlakuan Postest T1 X2 T2 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V, sampel penelitiannya adalah siswa kelas V. Dalam teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan nonprobability sampling jenis sampling jenuh. Teknik pengumpulan data sebagai penunjang dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode yaitu sebagai berikut. Tes digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang. Tes pada penelitian ini diberikan sebanyak dua kali sebelum dan setelah diberikan perlakuan. Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi untuk memperkuat data yang diperoleh dari lapangan yaitu meliputi daftar nama siswa yang menjadi sampel dalam penelitian serta foto yang diambil selama proses pembelajaran berlangsung. Metode Observasi digunakan untuk mengamati saat pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan untuk meninjau kondisi siswa yang menjadi sampel penelitian berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis siswa pada soal yang diberikan guru saat proses pembelajaran berlangsung. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan selama dua minggu dengan menerapkan model PBL setelah siswa melaksanakan pretest. Peneliti bertindak langsung menjadi guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji coba dengan 25 soal kemampuan berpikir kritis dengan bentuk uraian. Dari hasil uji coba 25 butir soal, didapatkan 16 soal valid dan sisanya 9 soal tidak valid. Kemudian 10 dari 16 soal yang dinyatakan valid tersebut digunakan sebagai soal pretest dan posttest dalam penelitian.perbedaan nilai pretest dan posttest siswa, dengan klasifikasi nilai tertinggi, nilai terendah dan rata-rata. Tabel 2 Daftar Nilai Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Keterangan Pretest Posttest Nilai Tertinggi 7,5 8,5 Nilai Terendah 2,75 4,25 Rata-rata 5 6,175

10 8 6 4 2 0 Nilai Tertinggi Nilai Terendah Rata-rata Pretest Posttest Gambar 1 Histogram Nilai Rata-rata pretest dan posttest Uji normalitas awal diperoleh dari nilai pretest siswa. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Lilliefors pada taraf signifikansi 5%. Hipotesis uji normalitas dalam penelitian ini adalah Ho: data dalam penelitian berdistribusi normal Ha: data dalam penelitian berdistribusi tidak normal Berdasarkan uji normalitas diperoleh Lo= 0,150. Harga Lo dikonsultasikan dengan Ltabel menggunakan = 5% diperoleh Ltabel= 0,190. Jadi Lo (0,150) lebih kecil dari Ltabel (0,190), sehingga Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data hasil pretest siswa berdistribusi normal. Uji normalitas dalam tahap akhir menggunakan uji Lillefors yang diperoleh dari perhitungan nilai posttest siswa setelah diberikan perlakuan menggunakan model PBL. Berdasarkan uji normalitas diperoleh Lo= 0,129. Harga Lo dikonsultasikan dengan Ltabel menggunakan = 5% diperoleh Ltabel= 0,190. Jadi Lo (0,150) lebih kecil dari Ltabel (0,129), sehingga Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa data hasil posttest siswa berdistribusi normal. Perhitungan Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika sebelum dan setelah menerapkan model PBL. Hasil dari kegiatan pembelajaran tersebut merupakan nilai pretest dan posttest kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus uji t. Dari hasil perhitungan diperoleh to= 6,0125. Dengan d.b= n-1 = 19 pada taraf signifikan 5% diperoleh ttabel= 2,093. Karena to > ttabel, maka Ho ditolak atau Ha diterima dan dapat dinyatakan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah dilakukan pengujian hipotesis dapat disimpulkan sebagai berikut. H0: μ 1 < μ 2 maka, tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika kelas V SD Al Hikmah sebelum dan setelah menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning Ha: μ 1 μ 2 maka, ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika kelas V SD Al Hikmah sebelum dan setelah menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yaitu, ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika kelas V SD Al Hikmah sebelum dan setelah menerapkan model pembelajaran PBL.

Sebelum siswa diberikan perlakuan, siswa menggunakan pembelajaran konvensional karena pembelajaran dilakukan dengan dominasi metode ceramah menjadikan siswa kurang aktif. Pertanyaan yang diubah guru menjadi lebih kompleks, tidak mudah diselesaikan siswa karena kesempatan siswa dalam berpikir kritis kurang. Sikap siswa yang kurang aktif/pasif menjadikan rendahnya kemampuan berpikir kritis siswa. Berpikir kritis merupakan pola berpikir yang menggunakan pemikirannya sendiri. Siswa harus mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang diterimanya dengan memberikan alasan-alasan yang mendukung. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Susanto (2014) berpikir kritis adalah suatu kegiatan melalui cara berpikir tentang ide atau gagasan yang berhubungan dengan konsep yang diberikan atau masalah yang dipaparkan. Pelaksanaan perlakuan dilakukan dengan memberikan soal pretest kepada siswa untuk mengetahui nilai awal kemampuan berpikir kritis siswa. Pelaksanaan tersebut dilakukan sebelum siswa diberikan perlakuan menggunakan model PBL. Soal yang digunakan untuk mengukur pretest adalah soal kemampuan berpikir kritis dengan bentuk uraian yang berjumlah 10 soal. Soal telah diuji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran. Nilai rata-rata pretest siswa adalah 5,00. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui normalitas awal yaitu menggunakan hasil pretest siswa sebelum menerapkan model PBL. maka berdasarkan uji normalitas diperoleh Lo= 0,150. Harga Lo dikonsultasikan dengan Ltabel menggunakan = 5% diperoleh Ltabel= 0,190. Jadi Lo (0,150) lebih kecil dari Ltabel (0,190), sehingga Ho diterima dan dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal. Dalam penelitian ini ada dua pertemuan, pada setiap akhir pertemuan diberikan evaluasi untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika materi jaring-jaring bangun ruang. Pada akhir pertemuan diberikan posttest untuk mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan model PBL dengan sebelum menggunakan model PBL. Pada pertemuan pertama nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 5. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dengan model PBL sehingga siswa perlu memahami masalah yang disajikan lebih mendalam. Hal ini sesuai dengan teori kognitif Piaget yang menyebutkan bahwa Kelas V Sekolah Dasar pada usia 10-11 tahun termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka siswa kelas V pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak (Susanto, 2014). Pada pertemuan kedua nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 6,2. Nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan. Hal ini karena siswa mulai terbiasa dengan model PBL yang membuat siswa bekerjasama dalam kelompok sehingga siswa dapat menerapkan model PBL dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan ciri PBL menurut Arends (2008) PBL ditandai oleh siswa-siswa yang bekerjasama dengan siswa lain, secara berpasangan maupun dalam bentuk kelompok kecil. Pada pertemuan ketiga nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 6,5. Hal ini dikarenakan siswa mulai memahami model PBL sehingga siswa lebih mudah untuk menerapkan fase PBL tersebut dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model PBL dapat mengorganisasikan pengajaran diseputar pertanyaan dan masalah yang penting secara sosial dan bermakna bagi siswa, yaitu dengan siswa dihadapkan pada situasi kehidupan nyata (Arends, 2008). Dalam penelitian ini, situasi kehidupan nyata siswa disajikan secara konkret. Setelah memberikan perlakuan didapatkan nilai rata-rata posttest sebesar 6,175. Perhitungan yang digunakan untuk mengetahui normalitas akhir menggunakan hasil posttest siswa setelah siswa diberikan perlakuan menggunakan model PBL, maka berdasarkan perhitungan diperoleh Lo= 0,129. Harga Lo dikonsultasikan dengan Ltabel menggunakan =5% diperoleh Ltabel= 0,190. Jadi Lo (0,150) lebih kecil dari Ltabel; (0,129), sehingga Ho diterima dan dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal. Dari data hasil analisis statistik dibuktikan ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika sebelum dan setelah menerapkan model PBL. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan uji t. Dari hasil uji t didapatkan thitung 6,0125, dan ttabel sebesar 2,093 karena thitung > ttabel maka ho ditolak atau ha diterima. Pada pembelajaran dengan model PBL, siswa terlibat dalam kegiatan menemukan, mendefinisikan, mengumpulkan, menyusun, menyelidiki, menyempurnakan, menyimpulkan, dan menguji solusi permasalahan sehingga siswa menjadi lebih aktif. Penerapan model PBL terdapat delapan fase. Fase pertama menemukan masalah, siswa disajikan permasalahan berstruktur yang memungkinkan siswa untuk melakukan penyelidikan. Dari permasalahan yang disajikan guru tersebut, kemudian siswa mencoba untuk memahami dan menemukan inti dari permasalahan tersebut. Fase kedua yaitu mendefinisikan masalah, setelah siswa memahami dan menarik inti permasalahan, kemudian pada tahap ini siswa mulai mendefinisikan permasalahan dengan menggunakan kalimatnya sendiri. Dari permasalahan yang telah diubah dengan kalimatnya sendiri tersebut, siswa menjadi lebih mudah dalam mengumpulkan fakta-fakta. Fase ketiga yaitu mengumpulkan fakta-fakta, siswa mengaitkan pengalaman yang sudah diperolehnya dengan pengetahuan awal untuk mengumpulkan informasi-informasi yang terkait dalam permasalahan. Siswa mulai berfikir mengenai apa saja yang diketahui dari permasalahan yang telah disajikan. Fase keempat adalah menyusun dugaan sementara, siswa menyusun dugaan bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang telah disajikan. Dugaan sementaran yang disusun siswa memuat apa saja yang dipikirkan siswa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, membuat hubungan atau keterkaitan, dugaan jawaban, dan penalaran langkah-langkah penyelesaian permasalahan yang logis. Fase kelima yaitu menyelidiki, siswa melakukan penyelidikan dari informasi yang diperoleh, serta membuat struktur belajar berupa LKS untuk membantu siswa dalam menyelidiki permasalahan, kemudian siswa menyelidiki jawaban yang paling tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang disajikan. Sehingga, membuat siswa lebih aktif dan mudah menggali informasi yang belum mereka ketahui.

Fase keenam yaitu menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan, siswa menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan gambaran nyata yang telah dipahami siswa. Sehingga dapat memfokuskan penyelidikan, dan informasi yang perlu dicari, serta tujuan yang jelas untuk menganalisis data. Fase ketujuh yaitu menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif, siswa mendiskusikan bersama kelompok mengenai data, informasi, dan hasil penyelidikan. Kemudian menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan permasalahan. Fase kedelapan yaitu menguji solusi permasalahan, siswa meneliti kembali hasil penyelidikan. Siswa membuat sketsa/ menulis/ debat/ membuat plot untuk mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya dalam menguji alternatif pemecahan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan matematika di Sekolah Dasar (Depdiknas, 2008) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa setelah menerapkan model PBL, sesuai dengan indikator berpikir kritis (1) kemampuan mengidentifikasi asumsi yang diberikan, (2) kemampuan merumuskan pokokpokok permasalahan, (3) kemampuan menentukan akibat dari suatu ketentuan yang diambil, (4) kemampuan mendeteksi adanya bias berdasarkan sudut pandang yang berbeda, (5) kemampuan mengungkapkan data/definisi/teorema dalam menyelesaikan masalah, (6) kemampuan mengevaluasi argumen yang relevan dalam penyelesaian suatu masalah, maka setelah menerapkan model PBL siswa lebih aktif dalam menyelesaikan masalah dan menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan pengertian pembelajaran matematika menurut Susanto (2014) pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Oleh karena itu pembelajaran matematika menekankan pada pemahaman siswa dalam berpikir dan mendefinisikan permasalahan. Setelah menerapkan model PBL, kemampuan berpikir kritis siswa cenderung tinggi, karena pembelajaran dilakukan dengan mengaitkan dunia nyata siswa, sehingga siswa dapat berpikir lebih mendalam dan kritis dengan pertanyaan yang berkaitan. Siswa menjadi lebih aktif, karena dalam berdiskusi siswa diminta untuk menggali masalah dan menemukan solusi dalam permasalahan tersebut sehingga tidak membatasi siswa dalam berpikir. Penerapan model PBL dapat menjadikan lebih aktif dalam pembelajaran karena siswa diminta untuk berdiskusi dan diberikan permasalahan yang sesuai dengan dunia nyata siswa sehingga lebih mudah dipahami siswa. Dalam berdiskusi siswa diminta untuk berpikir menemukan pokok permasalahan, menemukan solusi permasalahan dan mengujinya dengan disertai alasan-alasan yang mendukung. Terbukti bahwa pembelajaran menggunakan model PBL meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran PBL merupakan model pembelajaran yang mempengaruhi pola berpikir siswa. Selama kegiatan

pembelajaran berlangsung perlu pengaturan untuk mengelola kelas secara keseluruhan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yazdani (dalam Nur, 2011) yang menyatakan bahawa kelebihan model PBL antara lain (1) siswa menjadi terlibat dalam pembelajaran bermakna, (2) meningkatkan pengarahan diri siswa, (3) pemahaman siswa lebih tinggi dan pengembangan keterampilan akan lebih baik, (4) mengutamakan interaksi antar siswa dan keterampilan interpersonal, (5) menumbuhkan sikap memotivasi diri sendiri, (6) hubungan yang lebih kondusif antara guru dan siswa, dan (7) tingkat pembelajaran siswa lebih baik. Penggunaan model PBL dalam penelitian ini sesuai dengan adanya hasil penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Siswanto dan Mustofa pada tahun 2012 dengan judul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Media Audio-Visual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran kontekstual dengan media audio-visual lebih baik daripada kemampuan berpikir kritis dan kreatif dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan media lembar jawab siswa, dengan hasil penelitian berpikir kritis thit > ttab (thit = 4,48 > ttab = 1,99) dan hasil penelitian berpikir kreatif thit > ttab (thit = 2,17 > ttab = 1,99). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika kelas V SD Al Hikmah sebelum dan setelah menerapkan model PBL. SIMPULAN Hasil uji t didapatkan thitung sebesar 6,0125, hasil thitung dibandingkan dengan ttabel dari tabel diperoleh ttabel sebesar 2,093, karena thitung > ttabel maka Ho ditolak atau Ha diterima. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa mata pelajaran matematika kelas V SD Al Hikmah sebelum dan setelah menerapkan model Problem Based Learning. Dari hasil penelitian, maka saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut. 1. Hendaknya guru menggunakan model pembelajaran PBL dalam pembelajaran Matematika, karena dengan menggunakan model pembelajaran tersebut dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran Matematika. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi penelitian lanjutan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran dan model pembelajaran yang lebih cocok dengan tipe belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Arend, Richard I. 2008. Learning To Teach Belajar untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI. https://efullama.files.wordpress.com (diunduh 16 Desember 2014) Depdiknas. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Kemendiknas RI Nur, Mohamad. 2011. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Siswanto, Joko dan Mustofa. 2012. Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kontekstual dengan Media Audio-Visual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa. IKIP PGRI Semarang. https://ejurnal.upgrismg.ac.id (diunduh 16 April 2015) Soegeng, A.Y. 2007. Dasar-Dasar Penelitian. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press. Supinah, Titik Sutanti. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Matematika Susanto, Ahmad. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana