1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melalui serangkaian proses ilmiah (Depdiknas, 2006). Pembelajaran IPA tidak

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB III METODE PENELITIAN. metode yang ditujukan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan objek

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

ANALISIS KEMAMPUAN INKUIRI SISWA SMP, SMA DAN SMK DALAM PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY PADA PEMBELAJARAN FISIKA

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB II LEVELS OF INQUIRY MODEL DAN KEMAMPUAN INKUIRI. guru dengan siswa dalam berinteraksi. Misalnya dalam model pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tingkat SMA/MA, mata pelajaran IPA khususnya Fisika dipandang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SMK

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat penting bagi siswa. Seperti

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rahmat Rizal, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nokadela Basyari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hermansyah, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sains diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gresi Gardini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENINGKATAN KECAKAPAN AKADEMIK SISWA SMA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

PENERAPAN PENDEKATAN DEMONSTRASI INTERAKTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN DASAR PROSES SAINS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran Fisika merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMAN 02 BATU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Yetty Wadissa, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

2015 PEMBELAJARAN LEVELS OF INQUIRY (LOI)

BAB I PENDAHULUAN. Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (selanjutnya disebut IPA) diartikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman pada kegiatan proses pembelajaran IPA. khususnya pada pelajaran Fisika di kelas VIII disalah satu

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan mata pelajaran fisika pada jenjang Sekolah Menengah Atas. (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Biologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (natural science) yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

PENGARUH LEVELS OF INQUIRY-INTERACTIVE DEMONSTRATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA PADA MATA PELAJARAN FISIKA KELAS X

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dirancang dan dilaksanakan menggunakan metode penelitian. berbagai aspek (Wardhani dan Wihardit 2008:4).

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai negara yang memiliki sumber

BAB I PENDAHULUA N A.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hayati Dwiguna, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

I. PENDAHULUAN. tentang alam. Belajar sains merupakan suatu proses memberikan sejumlah pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

II._TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri berasal dari kata bahasa Inggris Inquiry yang dapat diartikan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

PENERAPAN METODE INKUIRI DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Heni Sri Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran Fisika seyogyanya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar untuk memahami suatu fenomena dan mengkaji fenomena tersebut dengan kajian ilmiah. Fisika termasuk salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu suatu fenomena alam secara sistematis dan bukan hanya sekedar penguasaan konsep saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Hal ini sejalan dengan yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyatakan bahwa: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. (Depdiknas, 2006). Proses pembelajaran Fisika diharapkan bukan sekedar kumpulan fakta atau prinsip, tetapi menemukan dan membangun konsep dasar sendiri sehingga dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika siswa menemukan dan membangun konsep dasar sendiri selama proses pembelajaran maka proses belajar pada siswa akan lebih bermakna dan berkesan sehingga berpengaruh terhadap otak siswa dalam menyimpan memori belajar yang lebih lama. Pengalaman siswa dengan berperan aktif dalam proses pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Fisika mengandung cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan prinsip yang diperoleh dengan beberapa tahap yaitu mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, mengumpulkan data, interpretasi data, dan menyimpulkan hasil percobaan. Sejalan dengan yang tercantum pada KTSP sekolah menengah menyatakan bahwa: Pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah. Serangkaian proses ilmiah tersebut

2 diharapkan dapat mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tulisan. (Depdiknas, 2006) Pada pembelajaran IPA dalam membangun penguasaan kompetensi melalui serangkaian proses ilmiah. Dalam pembelajaran hal yang terpenting adalah pengalaman langsung siswa dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan serangkaian proses dalam pembelajaran Fisika diharapkan dapat mengembangkan pengalaman siswa. Sehingga siswa dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan. Apabila siswa dari awal proses pembelajaran sampai akhir proses pembelajaran melakukan percobaan secara mandiri maka dapat melatih sikap ilmiah siswa. Mulai dari proses menemukan suatu masalah sampai menghasilkan suatu produk serta dapat mengkomunikasikan hasil produk. Pembelajaran IPA secara keseluruhan mempelajari prinsip-prinsip ilmiah baik proses, produk, maupun sikap ilmiah. Sejalan dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyatakan bahwa: Salah satu upaya untuk menyajikan IPA khususnya pada pembelajaran Fisika sebagai produk dan proses penemuan adalah dengan dilaksanakannya inkuiri ilmiah. (BSNP,2006). Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Gulo (Trianto, 2009: 166) bahwa: Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuanya dengan penuh percaya diri. Maka dalam pembelajaran IPA ditekankan untuk mempelajari proses menemukan fakta sendiri, dapat menghasilkan suatu produk dari hasil penyelidikan yang dilakukan mandiri sehingga dapat mengasah sikap ilmiah pada siswa. Dengan demikian perlu suatu pendekatan pembelajaran yang berbasis inkuiri yang dapat melatih kemampuan inkuiri siswa.

3 Pada jurnal The levels of inquiry model of science teaching (2011) yang dikembangkan Carl J. Wenning memperkenalkan sebuah proses pembelajaran berbasis inkuiri yang dikenal dengan Levels of Inquiry. Pada jurnal tersebut Wenning mengelompokan kedalam lima tingkat kesulitan dalam penerapan proses pembelajaran yang berbasis inkuiri berdasarkan kecerdasan intelektual siswa. Kelima level inkuiri tersebut adalah discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab dan hypothetical inquiry. Pada setiap level mempunyai lima tahap siklus pembelajaran atau sintaks yang sama yaitu observation, manipulation, generalization, verification, dan application. Pada setiap level pada levels of inquiry model melatihkan kemampuan inkuiri yang berbeda. Indikator kemampuan inkuiri siswa yang dilatihkan dari level discovery learning sampai hypothetical inquiry adalah mengamati, merumuskan konsep, memperkirakan, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan hasil, mengelompokkan hasil, memprediksi, menjelaskan, memperoleh dan mengolah data, merumuskan dan merevisi penjelasan ilmiah menggunakan logika dan bukti, mengenali dan menganalisis penjelasan pengganti atau model, mengukur, mengumpulkan dan mencatat data, membangun sebuah tabel data, merangcang dan melakukan penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika selama investigasi, mendeskripsikan hubungan, menetapkan hukum empiris berdasarkan bukti dan logika, menjelaskan hipotesis awal, menganalisis dan mengevaluasi argumen ilmiah, menganalisis prediksi melalui proses deduksi, merevisi hipotesis awal dengan bukti baru, dan memecahkan masalah dalam komplek dunia nyata. Terdapat 23 indikator kemampuan inkuiri yang dilatihkan levels of inquiry model. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada saat proses pembelajaran di salah satu SMK Negeri Kota Kuningan. Pada proses pembelajaran dengan melakukan percobaan mengenai hukum Archimides. Pada awal proses pembelajaran peran guru masih mendominasi. Guru menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan siswa dan guru menjelaskan prosedur percobaan serta memberitahu cara pengolahan data hasil percobaan. Siswa dapat melakukan percobaan dengan baik karena siswa terlebih dahulu dijelaskan cara melakukan

4 percobaan. Siswa hanya mengambil data percobaan saja, untuk pengolahan data dan penarikan kesimpulan menjadi tugas rumah. Pembahasan mengenai hasil percobaan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Hal itu dilakukan karena keterbatasan alokasi waktu sehingga beberapa siswa tidak dapat menyelesaikan dalam satu kali pertemuan. Dapat disimpulkan bahwa siswa kurang mandiri dalam melaksankan percobaan karena peran guru masih mendominasi dalam melakukan percobaan. Peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan di salah satu SMKN di kota Kuningan. Observasi dilakukan untuk melihat kemampuan inkuiri yang dimiliki siswa berdasarkan indikator kemampuan siswa pada levels of inquiry model. Hasil observasi untuk melihat indikator yang diharapkan muncul berdasarkan indikator kemampuan inkuiri pada levels of inquiry model diketahui bahwa skor kemampuan inkuiri siswa adalah sebesar 30,44 berada dalam kategori kurang. Ini menunjukkan bahwa kemampuan inkuiri yang dimiliki siswa berdasarkan indikator kemampuan inkuiri siswa berdasarkan levels of inquiry model adalah sangat rendah. Dari 23 indikator kemampuan inkuiri hanya tujuh indikator yang dimiliki oleh siswa. Tujuh indikator yang dimiliki oleh siswa adalah mengamati, menarik kesimpulan, mengkomunikasikan hasil, mengumpulkan dan mencatat data, meggunakan teknologi dan matematika selama investigasi, dan menetapkan hukum empiris berdasarkan bukti dan logika. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan inkuiri siswa sangat rendah disebabkan siswa kurang terlatih dalam proses pembelajaran yang berbasis inkuiri. Walaupun siswa melakukan percobaan tetapi kemampuan inkuiri yang dilatihkan pada siswa sangat terbatas. Pada umumnya proses pembelajaran untuk melatihkan kemampuan inkuiri dengan melakukan percobaan. Kemampuan inkuiri siswa yang dilatihkan pada percobaan biasanya melakukan pengamatan, menentukan hipotesis, memperoleh dan mencatat data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil percobaan. Hal ini terjadi juga pada proses pembelajaran yang peneliti amati. Siswa melakukan percobaan berdasarkan LKS yang telah dibuat oleh guru. Siswa mengambil data percobaan dengan dibantu bimbingan oleh guru. Disini masih

5 banyak peran guru dalam mendampingi dan memberikan arahan pada siswa dalam melakukan percobaan. Untuk hasil belajar siswa diperoleh dua nilai yaitu nilai praktikum dan laporan. Siswa memperoleh hasil rata-rata nilai praktikum sebesar 81,61 dan nilai dari penulisan laporan sebesar 80,36. Nilai praktikum dan laporan tergolong baik. Ada perbedaan antara hasil kemampuan inkuiri siswa dengan nilai praktikum dan laporan. Kemampuan inkuiri siswa tergolong rendah sedangkan nilai praktikum dan laporan tergolong baik. Disini ada kesenjangan antara kemampuan inkuiri yang dilatihkan dengan nilai hasil praktikum dan laporan. Hal ini terjadi karena penilaian guru hanya melihat hasil akhir dari laporan yang dibuat siswa. Selama proses pembelajaran guru tidak melakukan penilaian terhadap sikap pada saat melakukan percobaan. Maka nilai praktikum yang didapatkan siswa hanya dilihat dari hasil penulisan laporan dan tidak memperhatikan aktivitas siswa selama proses percobaan. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dengan adanya permasalah tersebut, maka perlu adanya upaya untuk perbaikan dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan inkuiri siswa, kemandirian siswa, dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran terutama ketika melakukan percobaan. Kebanyakan siswa tidak mengetahui tujuan dari percobaan yang mereka lakukan selama proses pembelajaran, mereka hanya melakukan apa yang diperintahkan guru untuk melakukan percobaan. Siswa tidak mempunyai pengetahuan dasar sebelum melakukan percobaan, siswa hanya diberi tahu mengenai prosedur percobaan. Dan juga penilaian siswa hanya ada nilai praktikum dan laporan. Nilai praktikum hanya diperoleh dari penilaian hasil penulisan laporan saja. Sehingga dapat dikatakan guru menilai dari hasil percobaan dan tidak menilai proses kerika siswa melakukan percobaan. Pembelajaran dengan menggunakan levels of inquiry model menuntut siswa bersifat aktif dalam proses pembelajaran dengan siswa melakukan pengamatan langsung terhadap fenomena yang diberikan guru. Sehingga menemukan permasalahn sendiri, menemukan variabel penelitian melalui diskusi kelompok, merumuskan hipotesis, merancang kegiatan penyelidikan, melakukan

6 penyelidikan, mendapatkan data, menganalisis data, sehingga siswa dapat menyelesaikan permasahannya sendiri. Melalui tahapan-tahapan tersebut diharapkan siswa dapat bersifat aktif pada proses pembelajaran sehingga dapat melatihkan kemampuan inkuiri siswa. Dan dengan menggunakan levels of inquiry model dapat menilai selama proses pembelajaran menggunakan pengamatan terhadap aktivitas siswa selama percobaan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan selain dapat melatihkan kemampuan inkuiri siswa dengan menggunakan levels of inquiry model dalam proses pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan hasil belajar pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Proses pembelajaran menggunakan levels of inquiry model melatihkan kemampuan inkuiri siswa dengan melakukan percobaan untuk membangun konsep dasar sendiri dari pengalaman siswa. Oleh karena itu perlu ada penelitian yang lebih lanjut untuk melatihkan kemampuan inkuiri siswa SMK dalam mata pelajaran Fisika. Informasi yang diperoleh tentang kemampuan inkuiri siswa SMK tersebut dinilai sangat penting sebagai bahan masukan dan evaluasi terhadap pembelajaran yang dilakukan guru Fisika dikelas. Dari permasalahan penulis melakukan penelitian berjudul Profil Kemampuan Inkuiri dan Hasil Belajar Siswa SMK Melalui Penerapan Levels of Inquiry. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kemampuan inkuiri siswa dan hasil belajar siswa melalui penerapan Levels of Inquiry?. Untuk lebih terarah penelitian ini, maka rumusan masalahnya dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana profil kemampuan inkuiri siswa SMK melalui penerapan Levels of Inquiry? 2. Bagaimana profil hasil belajar siswa SMK melalui penerapan Levels of Inquiry?

7 1.2 Batasan Masalah Pada level hypothetical inquiry indikator kemampuan yang dilatihkan adalah menjelaskan hipotesis awal, menganalisis dan mengevaluasi argumen ilmiah, menghasilkan prediksi melalui proses deduksi, merevisi hipotesis awal dalam bukti baru, dan memecahkan masalah yang kompleks dunia nyata. Hasil belajar siswa pada ranah kognitif hanya dilihat dari hapalan (C1) dengan kata operasional menunjukkkan, menyebutkan, dan memasangkan, pemahaman (C2) yaitu menjelaskan dan membedakan, penerapan (C3) yaitu menghitung dan menentukan, dan pada analisis (C4) yaitu menganalisis. Dalam penelitian ini hasil belajar pada ranah afektif yang diamati untuk setiap level meliputi A 1 (Receiving) yaitu merapihkan dan membersihkan kembali alat percobaan, A 2 (Responding) yaitu ikut serta dalam diskusi kelompok, A 3 (Valuing) yaitu mengkomunikasikan hasil penyelidikan, A 4 (Organization) yaitu bertanggung jawab terhadap tugas, dan A 5 (Characterization) yaitu kerjasama dalam melakukan percobaan. Hasil belajar pada ranah psikomotor yang dilihat dalam penelitian pada setiap level meliputi P 1 (Imitation) yaitu menggunakan alat ukur listrik setelah diperlihatkan cara penggunaannya, P 2 (Manipulation) yaitu mempersiapkan alatalat percobaan, P 3 (Precission) yaitu melakukan pengukuran dengan tepat, P 4 (Articulation) yaitu merangkai alat untuk suatu percobaan, dan P 5 (Naturalization) yaitu terampil dalam melakukan percobaan. 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kemampuan inkuiri siswa SMK dan profil peningkatan hasil belajar melalui penerapan levels of inquiry model. Tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis profil kemampuan inkuiri siswa yang terlihat melalui penerapan levels of inquiry model. 2. Menganalisis profil hasil belajar siswa melalui penerapan levels of inquiry model.

8 1.5 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat secara teoritis: a. Penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa dalam proses pembelajaran Fisika dengan menerapkan levels of inquiry model merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berbasis inkuiri yang dapat melatih kemampuan inkuiri siswa. b. Penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa dengan menerapkan levels of inquiry model selama proses pembelajaran Fisika mengetahui hasil belajar siswa pada ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. 2. Manfaat secara praktik: a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dampak positif dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran Fisika dengan siswa lebih aktif dan lebih menarik perhatian siswa. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melatih keterampilan inkuiri siswa dengan membangun pengetahuan dasar siswa dengan penerapan pembelajaran levels of inquiry model. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai proses pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif dalam upaya mengidentifikasi kesulitan siswa dalam belajar inkuiri. 1.6 Variabel Penelitian Dalam penelitian ini levels of inquiry model sebagai variabel bebas, sedangkan kemampuan inkuiri dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikat. 1.7 Struktur Organisasi Skripsi Dalam struktur organisasi skripsi, berisi tentang penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam penelitian. Adapun struktur organisasi dalam penulisan skripsi ini adalah BAB I. Pendahuluan. Dalam Bab I membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian,

9 manfaat penelitian, variabel penelitian, dan struktur organisasi skripsi. BAB II. Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran. Bab II meliputi tinjauan teori tentang levels of inquiry model, kemampuan inkuiri siswa, hasil belajar, hubungan kemampuan inkuiri dengan hasil belajar siswa, serta kerangka pemikiran. BAB III. Metode Penelitian. Bab III mengemukakan mengenai metodologi penelitian yang dilakukan oleh penulis yang meliputi: lokasi dan subjek populasi atau sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur penelitian dan alur penelitian, teknik pengolahan data, hasil uji coba tes belajar pada ranah kognitif. BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab IV mengemukakan mengenai pelaksanaan penelitian, kemampuan inkuiri, hasil belajar siswa, keterlaksanaan levels of inquiry model, temuan dari hasil pengolahan data, dan faktor-faktor yang menyebabkan kurang maksimalnya penelitian. BAB V. Kesimpulan, dan Saran. Bab V mengemukakan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran.