Tabel 2 Pengaruh inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N terhadap tinggi tanaman kedelai Wilis pada 30 HST, 60 HST, dan 90 HST

dokumen-dokumen yang mirip
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI WILIS YANG DIINOKULASI DENGAN Bradyrhizobium japonicum DAN PEMBERIAN PUPUK KIMIA DI TANAH ASAM YOAN RAMASITA

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Toleran Asam Bakteri Bintil Akar

BAHAN METODE PENELITIAN

PENGGUNAAN INOKULAN Bradyrhizobium japonicum TOLERAN ASAM - ALUMINIUM UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI PADA TANAH MASAM

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

APLIKASI INOKULAN Bradyrhizobium japonicum PADA TANAMAN KEDELAI VARIETAS WILIS DI TANAH ASAM DMITRY ARDITYA HARSYA PRIANGGA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL. Bj 11 (wt) Bj 11 (19) Bj 11 (5) 6 mm 6 mm

I. PENDAHULUAN. pangan masyarakat antara lain dengan penganekaragaman pola makan sehari-hari

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1 Pengaruh perlakuan terhadap pertambahan tinggi tanaman kedelai dan nilai AUHPGC

Oleh: Norma Rahmawati Dosen Pembimbing: Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si.

PENGARUH INOKULASI Rhizobium japonicum TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KULTIVAR KEDELAI DI LAHAN PASIR PANTAI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

PENGARUH MACAM DAN ph MEDIA KARIER TERHADAP KEEFEKTIFAN RHIZOBIUM ILETRISOY-2 PADA KEDELAI DI LAHAN MASAM

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

leguminosa sangat bervariasi, tergantung pada jenis leguminosanya, kultivarnya, spesies dan galur (strain) bakterinya (Gardner et al. (1991).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

RESPON TIGA VARIETAS KEDELAI (Glycine max L. Merill) PADA INOKULASI Rhizobium

PENGARUH BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merill)

PENGUJIAN GALUR-GALUR HARAPAN KEDELAI HASIL PERSILANGAN VARIETAS MALABAR DAN KIPAS PUTIH PADA DOSIS PUPUK FOSFOR (P) RENDAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR. Latar Belakang. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak ruminansia.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember Maret 2012,

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENGARUH APLIKASI RHIZOBIUM INDIGEN TERHADAP PERTUMBUHAN KEDELAI PADA ENTISOL DAN INCEPTISOL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Analisis Kimia Tanah Masam Lampung. Tabel 1: Ringkasan hasil analisis kimia tanah masam Lampung

PENGARUH PERENDAMAN BENIH DALAM AIR PANAS TERHADAP DAYA KECAMBAH DAN PERTUMBUHAN BIBIT LAMTORO (Leucaena leucocephala)

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI Azolla pinnata TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.))

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR

I. PENDAHULUAN. Indonesia, namun sampai saat ini perhatian masyarakat petani kepada kacang

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

PEMBERIAN ABU JERAMI PADI DAN PUPUK KANDANG AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) DI LAHAN GAMBUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

VI. UBI KAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 41

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Pembentukan Bintil Akar Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merrill) dengan Perlakuan Jerami pada Masa Inkubasi yang Berbeda

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

TEKNIK APLIKASI PUPUK MIKROBA PADA KACANG TANAH DI LAHAN KERING IKLIM KERING SEMIN, GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA.

EFEKTIVITAS BIOCHARCOAL DAN Rhizobium TERHADAP NODULASI Mucuna bracteata ASAL BIJI DAN STEK

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

LAMPIRAN. A. Penanaman (Trapping) Kedelai Pada Tanah Gambut. Pengambilan sampel tanah gambut. Penanaman Kedelai. Pemanenan kedelai

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

TINJAUAN PUSTAKA Bradyrhizobium japonicum Penambat Nitrogen

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Bintil Akar

APLIKASI Bradyrhizobium japonicum DAN Aeromonas salmonicida PADA PENANAMAN KEDELAI DI TANAH ASAM DALAM PERCOBAAN RUMAH KACA

BAB V HASIL PENELITIAN. Hasil analisis statistika menunjukkan adaptasi galur harapan padi gogo

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

JURNAL SAINS AGRO

PENGARUH APLIKASI LEGIN DAN PUPUK KOMPOS TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) VARIETAS JERAPAH

I. PENDAHULUAN. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan lahan-lahan yang subur lebih banyak

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang pada bulan Agustus

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mendorong permintaan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah. Kelompok fungsional mikroba

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

THE EFFECT OF APPLICATION INOKULUM RHIZOBIUM AND ORGANIC FERTILIZER ON GROWTH AND PROODUCTION PEANUTS (Arachis hypogaea L.)

PENGARUH PUPUK ORGANIK FERMENTASI PADAT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L) Merrill) ARTIKEL ILMIAH NURUL HIDAYAH

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Rhizobium sp. merupakan hal yang penting dalam bidang pertanian saat ini. Salah

PENGARUH PEMUPUKAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DI LAHAN KERING

Penggunaan Rhizobium pada Tanaman Kedelai i

BAB I PENDAHULUAN. sumber protein di Indonesia (Sumarno, 1983). Peningkatan produksi kedelai di Indonesia dari

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI VARIETAS MEKONGGA TERHADAP KOMBINASI DOSIS PUPUK ANORGANIK NITROGEN DAN PUPUK ORGANIK CAIR

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai memiliki biji berbentuk polong, setiap polong berisi 1-4 biji.

Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Rawa Lebak dengan Aplikasi Pupuk Hayati dan Kimia

VI. UBIKAYU. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 23

Transkripsi:

3 Pemeliharaan Tanaman dan Pemanenan. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menyiramnya, mengamati kondisi tanaman, dan membersihkan gulma setiap hari. Pemanenan dilakukan dalam dua tahap yaitu 45 hari setelah tanam (HST) dan 90 HST. Pengamatan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai. Tinggi tanaman diukur setiap 2 minggu sekali. Pengukuran tinggi tanaman yang diambil pada saat 30 HST (Lampiran 3), 60 HST, dan 90 HST. Pemanenan tanaman yang pertama dilakukan pada 45 HST untuk menghitung bobot tajuk (basah dan kering), berat akar (basah dan kering), jumlah bintil, berat bintil (basah dan kering), dan aktivitas nitrogenase. Pemanenan yang kedua pada 90 HST untuk mengamati jumlah polong, jumlah biji, berat biji, bobot 100 biji, dan kadar N biji menggunakan metode Kjedhal. Pengujian Aktivitas Nitrogenase. Pengujian aktivitas nitrogenase dilakukan pada ke-45 HST dengan menggunakan metode reduksi asetilen (Lampiran 4) di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta, IPB. Kadar N biji diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl (Lampiran 5) di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, FMIPA, IPB, Bogor. HASIL Tinggi Tanaman Hasil pengukuran tinggi tanaman menunjukkan adanya pengaruh inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N dalam meningkatkan tinggi tanaman (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian terlihat pada saat 30 HST perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), K + N (50%), BJ 11(wt) + N (100%), BJ 11(19) + K + N (100%), BJ 11(wt) + N (50%), dan BJ 11(19) + N (50%) memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan kontrol. Pada saat 60 HST terlihat perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), K + N (100%), dan BJ 11(wt) + N (50%) memiliki rata-rata tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dan memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman yang cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol, kontrol BJ 11(19), kontrol BJ 11(wt), N (50%), dan N (100%). Pada saat 90 HST terlihat perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), BJ 11(19) + K + N (100%), dan K + N (100%) memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata terhadap kontrol, kontrol BJ 11(19), kontrol BJ 11(wt), N (50%), N (100%), dan BJ 11(19) + K + N (50%) Tabel 2 Pengaruh inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N terhadap tinggi tanaman kedelai Wilis pada 30 HST, 60 HST, dan 90 HST Perlakuan Tinggi (cm) 30 HST 60 HST 90 HST Kontrol 5,83 ± 5,11e 9,17 ± 8,04 f 13,33 ± 11,56 g Kontrol BJ 11(19) 10,83 ± 2,08 de 16,67 ± 4,51ef 22,33 ± 1,76 efg Kontrol BJ 11(wt) 11,17 ± 2,02 cde 14,50 ± 1,80 ef 20,67 ± 1,04 fg N (50%) 11,78 ± 5,99 cde 26,00 ± 18,1 de 28,90 ± 17,76 def N (100%) 11,12 ± 2,77 cde 25,30 ± 2,95 de 29,90 ± 1,65 cdef K + N (50%) 18,77 ± 3,31 ab 32,60 ± 10,93 bcd 39,40 ± 8,14 bcd K + N (100%) 14,54 ± 4,18 bcd 43,30 ± 0,66 ab 45,27 ± 2,11 ab BJ 11(19) + N (50%) 16,15 ± 0,39 abcd 31,73 ± 5,89 bcd 39,00 ± 5,63 bcd BJ 11(19) + N (100%) 15,47 ± 3,10 bcd 32,85 ± 6,81 bcd 38,70 ± 7,81 bcd BJ 11(19) + K + N (50%) 14,70 ± 1,30 bcd 27,43 ± 2,41 cde 31,70 ± 1,87 cdef BJ 11(19) + K + N (100%) 16,80 ± 4,29 abcd 35,02 ± 6,67 bcd 45,97 ± 5,86 ab BJ 11(wt) + N (50%) 16,97 ± 2.17 abcd 39,97 ± 4,15 abc 42,63 ± 4,34 bc BJ 11(wt) + N (100%) 17,87 ± 2,71 abc 34,03 ± 3,54 bcd 36,76 ± 2,73 bcd BJ 11(wt) + K + N (50%) 13,43 ± 4,78 bcd 30,37 ± 3,32 bcd 34,47 ± 5,42 bcde BJ 11(wt) + K + N (100%) 22,33 ± 3,05 a 50,30 ± 6,55 a 56,90 ± 5,60 a Keterangan: Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Duncan s Multiple Range Test (DMRT) Data rataan diambil dari 3 kali ulangan (petak) ± Standar Deviasi (SD).

4 Tabel 3 Pengaruh inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N terhadap berat basah dan kering tajuk, berat basah dan kering akar, jumlah bintil, berat basah dan kering bintil total, dan aktivitas nitrogenase pada tanaman kedelai Wilis Perlakuan Berat basah tajuk (g) Berat kering tajuk (g) Berat basah akar (g) Berat kering akar (g) Jumlah bintil Berat basah bintil total (g) Berat kering bintil total (g) Kontrol 3,40 ± 1,12 g 0,64 ± 0,11 h 1,32 ± 0,27 d 0,10 ± 0 g - - - - Aktivitas nitrogenase (µmol/jam/ bintil) Kontrol BJ 11(19) 3,80 ± 0,63 g 0,81 ± 0,07 gh 2,33 ± 0,38 cd 0,27 ± 0,11 fg 4.0 ± 0,1 e 0.02 ± 0 de 0,01 ± 0,01 d 0,02 ± 0,009 b Kontrol BJ 11(wt) 8,13 ± 2,13 fg 1,59 ± 0,38 fgh 3,21 ± 0,77 cde 0,33 ± 0,27 efg 10,5 ± 0,3 e 0,09 ± 0 de 0,.02 ± 0,01 d 0,03 ± 0,04 b N (50%) 56,37 ± 0,03 b 12,82 ± 1,53 bc 8,63 ± 1,36 abcd 1,87 ± 0,21 abc 49,0 ± 11,3 bcde 0,40 ± 0 cd 0,13 ± 0,01 cd 0,09 ± 0,03 ab N (100%) 30,05 ± 9,19 cde 6,61 ± 0,15 def 9,73 ± 1,74 abc 1,25 ± 0,21 bcdef 0,5 ± 0,7 e 0,20 ± 0 de 0,05 ± 0,07 cd 0,001 ± 0,001 b K + N (50%) 26,08 ± 7,89 def 5,23 ± 1,41efgh 7,03 ± 3,46 abcde 1,29 ± 0,48 bcde 102 ± 67, ab 0,20 ± 0 de 0,18 ± 0,11 bc 0,34 ± 0,28 ab K + N (100%) 46,37 ± 1,31 bcd 11,07 ± 1,88 bcd 8,60 ± 1,88 abcd 1,67 ± 0,56 bcd 82,5 ± 27,6 abcd 0,65 ± 0 c 0,13 ± 0,05 cd 0,28 ± 0,14 ab BJ 11(19) + N (50%) 42,56 ± 29,31 bcd 9,75 ± 5,44 bcde 10,12 ± 7,79 abc 1,28 ± 0,21 bcdef 54,0 ± 55,1 bcde 0,17 ± 0 de 0,09 ± 0,04 cd 0,30 ± 0,37 ab BJ 11(19) + N (100%) 55,85 ± 2,76 b 15,32 ± 2,99 ab 10,46 ± 4,08 ab 2,20 ± 0,82 ab 54,0 ± 14,4 bcde 0,60 ± 0 c 0,19 ± 0,09 bc 0,09 ± 0,01 ab BJ 11(19) + K + N (50%) 14,92 ± 2,52 efg 3,15 ± 0,07 fgh 4,78 ± 0,46 bcde 0,73 ± 0,04 defg 17,0 ± 21,2 de 0,05 ± 0 de 0,04 ± 0,05 cd 0,17 ± 0,22 ab BJ 11(19) + K + N (100%) 49,38 ± 14,48 bc 10,50 ± 4,81 bcde 7,21 ± 1,34 abcde 1,38 ± 0,22 bcd 41,0 ± 7,07 bcde 0,35 ± 0 cde 0,06 ± 0,06 cd 0,13 ± 0,01 ab BJ 11(wt) + N (50%) 30,30 ± 1,29 cde 7,00 ± 0,71 def 5,55 ± 0,74 bcde 1,06 ± 0,42 cdefg 31,5 ± 12,0 cde 0,20 ± 0 de 0,15 ± 0,08 cd 0,41 ± 0,08 a BJ 11(wt) + N (100%) 33,11 ± 2,23 cde 6,30 ± 0,28 defg 5,84 ± 3,26 bcd 0,99 ± 0,52 cdefg 55,5 ± 16,3 bcde 0,65 ± 0 c 0,18 ± 0,11 bc 0,10 ± 0,05 ab BJ 11(wt) + K + N (50%) 43,96 ± 5,03 bcd 9,29 ± 1,90 cde 7,63 ± 4,26 abcde 1,91 ± 0,11 abc 90,0 ± 42,4 abc 1,75 ± 0 a 0,35 ± 0,04 a 0,05 ± 0,02 ab BJ 11(wt) + K + N (100%) 95,74 ± 5,65 a 18,55 ± 3,.32 a 13,40 ± 0,59 a 2,75 ± 0,21 a 143 ± 9,9 a 1,30 ± 0 b 0,31 ± 0,04 ab 0,12 ± 0,01 ab Keterangan : Angka pada setiap kolom diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT). Data rataan adalah 2 ulangan (tanaman) ± standar deviasi (SD). (-) Tidak ada bintil. 4

5 Pada saat 30 HST, 60 HST, dan 90 HST perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%) memiliki tinggi tanaman rata-rata yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain (Tabel 2). Berat Basah dan Kering Tajuk, Berat Basah dan Kering Akar Pemberian inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N memberikan pengaruh nyata pada berat tajuk maupun berat akar (Tabel 3). Berat basah tajuk tertinggi terdapat pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%) yaitu sebesar 95,74 g yang berbeda nyata dengan perlakuan lain. Berat kering tajuk pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%) dan BJ 11(19) + N (100%) memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata dan cenderung lebih berat dibandingkan perlakuan lain. Berat basah akar pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), BJ 11(19) + N (100%), BJ 11(19) + N (50%), N (100%), N (50%), K + N (100%), BJ 11(wt) + K + N (50%), BJ 11(19) + K + N (100%), dan K + N (50%) memiliki nilai ratarata yang tidak berbeda nyata dan cenderung lebih berat dibandingkan dengan perlakuan lain. Berat kering akar yang memiliki rata-rata cenderung lebih berat dan tidak berbeda nyata terdapat pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), BJ 11(19) + N (100%), BJ 11(wt) + K + N (50%) dan N (50%), tetapi berbeda nyata terhadap kontrol, kontrol BJ 11(19), BJ 11(wt), dan BJ 11(19) + K + N (50%). Jumlah Bintil, Berat Basah dan Kering Bintil, dan Aktivitas Nitrogenase Pemberian inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bintil, berat basah bintil total, berat kering bintil total, dan aktivitas nitrogenase (Tabel 3). Jumlah bintil cenderung lebih banyak pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), K + N (50%), BJ 11(wt) + K + N (50%), dan K + N (100%) dan berbeda nyata terhadap kontrol BJ 11(19), kontrol BJ 11(wt), dan N (100%) (Lampiran 6). Berat basah bintil total terberat pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (50%) yang berbeda nyata dengan perlakuan lain. Berat kering bintil total pada perlakuan BJ 11 (wt) + K + N (50%) dan BJ 11(wt) + K + N (100%) tidak berbeda nyata dan cenderung lebih berat dibandingkan perlakuan K + N (50%), BJ 11(19) + N (100%), dan BJ 11(wt) + N (100%). Aktivitas nitrogenase pada perlakuan BJ 11(wt) + N (50%) memiliki rata- rata yang cenderung lebih tinggi dan berbeda nyata terhadap kontrol BJ 11(19), kontrol BJ 11(wt), dan N (100%). Jumlah Polong, Jumlah Biji, Berat Biji, Bobot 100 Biji, dan Kadar Nitrogen Biji Pemberian inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N berpengaruh nyata terhadap jumlah polong, jumlah biji, berat biji, bobot 100 biji, dan kadar N biji (Tabel 4). Jumlah polong paling banyak terdapat pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), BJ 11(19) + K + N (100%), dan K + N (100%) yang berbeda nyata dengan perlakuan lain. Jumlah biji pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), BJ 11(19) + K + N (100%), dan K + N (100%) memiliki rata-rata jumlah biji paling banyak dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lain. Berat biji paling banyak terdapat pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), K + N (100%), dan BJ 11(19) + K + N (100%) yang berbeda nyata dengan perlakuan lain. Bobot 100 biji memiliki rata-rata yang tidak berbeda nyata kecuali dengan kontrol. Kadar N biji tertinggi terdapat pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%) sebesar 0,34% dan berbeda nyata dengan perlakuan lain. PEMBAHASAN Bradyrhizobium japonicum termasuk bakteri pembentuk bintil akar tanaman kedelai yang tumbuh lambat akan tetapi mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menambat N 2 di atmosfir (Somasegaran & Hoben 1994). Bakteri tersebut efektif membentuk bintil dan menambat N 2 melalui simbiosisnya dengan tanaman kedelai. Di dalam bintil, bakteri bintil akar mengubah nitrogen menjadi amonia sebagai suplai nitrogen bagi pertumbuhan tanaman kedelai (Atlas & Bartha 1998). Secara umum bakteri B. japonicum tumbuh lambat toleran terhadap ph rendah dibandingkan bakteri tumbuh cepat Rhizobium. Bakteri Rhizobium dapat tumbuh cepat pada medium garam yang mengandung manitol dengan waktu inkubasi 3-5 hari. B. japonicum pada penelitian ini tumbuh lambat pada medium yang sama dengan waktu inkubasi 5-7 hari (Holt et al. 1994). Ciri koloni B. japonicum yaitu berlendir, berbentuk bundar, berelevasi cembung, teksturnya bergranula, dan berdiameter tidak lebih dari 1 mm, serta memiliki waktu generasi 6-8 jam pada media YMA (Holt et al. 1994). Bakteri bintil akar hidup secara aerob

6 Tabel 4 Pengaruh inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N terhadap jumlah polong, jumlah biji, berat biji, bobot 100 biji, dan kadar N biji pada tanaman kedelai Wilis Perlakuan Jumlah Polong/tanam an Jumlah Biji/tanaman Berat biji/petak m 2 (g) Bobot 100 biji (g) Kadar nitrogen biji (%) Kontrol 0,3 ± 0,6 d - - - - Kontrol BJ 11(19) 3,7 ± 0,6 cd 3,3 ± 4,16 de 0,27 ± 0,46 c 5,67 ± 3,75 b 0,03 ± 0,02 b Kontrol BJ 11(wt) 3,0 ± 1,0 cd 7,6 ± 1,53 cde 0,67 ± 1,17 c 8,00 ± 1,19 a 0,02 ± 0,03 b N(50%) 13,3 ± 1,52 bc 21,6 ± 25,1 bcde 17,99 ± 25,39 bc 8,17 ± 0,54 a 0,14 ± 0,04 b N(100%) 13,3 ± 1,5 bc 21,2 ± 4,3 bcde 16,71 ± 2,30 bc 8,74 ± 0,37 a 0,11 ± 0,05 b K+N(50%) 21,4 ± 7,3 b 38,3 ± 11,5 bc 42,33 ± 2,18 b 8,87 ± 0,26 a 0,07 ± 0,02 b K+N(100%) 40,3 ± 19,7 a 80,3 ± 34,9 a 92,79 ± 14,00 a 9,18 ± 0,27 a 0,06 ± 0,03 b BJ 11(19)+N(50%) 20,9 ± 8,4 b 41,7 ± 17,6 b 36,70 ± 17,45 b 8,59 ± 0,14 a 0,12 ± 0,06 b BJ 11(19)+N(100%) 24,1 ± 8,9 b 44,6 ± 19,8 b 40,41 ± 18,35 b 8,38 ± 0,29 a 0,05 ± 0,03 b BJ 11(19)+K+N(50%) 15,9 ± 5,9 bc 28,9 ± 7,8 bcde 27,06 ± 10,37 bc 8,54 ± 0,55 a 0,11 ± 0,04 b BJ 11(19)+K+N(100%) 44,9 ± 5,3 a 81,2 ± 6,7 a 82,25 ± 9,.94 a 8,,61 ±0,69 a 0,07 ± 0,02 b BJ 11(wt)+N(50%) 23,3 ± 3,5 b 40,4 ± 5,5 b 42,17 ± 15,79 b 8,49 ± 0,33 a 0,08 ± 0,06 b BJ 11(wt)+N(100%) 22,2 ± 10,8 b 33,1 ± 18,8 bcd 36,35 ± 10,53 b 8,78 ± 0,61 a 0,04 ± 0,03 b BJ 11(wt)+K+N(50%) 15,4 ± 3,2 bc 28,9 ± 7,2 bcde 27,44 ± 6,86 bc 8,66 ± 0,48 a 0,05 ± 0,02 b BJ 11(wt)+K+N(100%) 50,3 ± 5,2 a 91,8 ± 16,4 a 102,64 ± 30,99 a 8,65 ± 0,36 a 0,34 ± 0,44 a Keterangan : Angka pada setiap kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% (DMRT). Data rataan diambil dari 3 kali ulangan (petak) ± SD. (-) Tidak ada jumlah biji. dan bersifat kemoorganotrof dengan memanfaatkan beberapa macam karbohidrat. Pertumbuhan pada media yang mengandung karbohidrat biasanya diikuti dengan pembentukan lendir polisakarida (EPS) yang diproduksi sebagai fungsi toleransi asam (Lounch & Miller 2000). Inokulasi B. japonicum tersebut pada tanaman kedelai dapat meningkatkan kemampuan bertahan dan menodulasi tanaman pada kondisi asam dan alumnium. Keberhasilan penambatan N 2 di udara oleh Rhizobium tergantung pada interaksi antara faktor-faktor berikut, yaitu keserasian galur Rhizobium dengan tanaman inang, kemampuan berkompetisi dengan Rhizobium indigenos, kemampuan tanaman inang untuk menyediakan nutrisi bagi Rhizobium yang bersimbiosis dengannya, serta faktor lingkungan terutama faktor pembatas dalam tanah seperti ph, suhu, kelembaban tanah, dan ketersediaan hara makro dan mikro (Saraswati et al. 2003). Tujuan dilakukan inokulasi pada biji atau tanah untuk membentuk populasi galur Rhizobium yang cukup efektif agar terjadi kolonisasi dan infeksi pada perakaran legum (Gardner et al. 1991). Koloni bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar tanaman legum akan membentuk bintil akar yang berperan dalam pengikatan nitrogen. Rhizobium yang bersimbiosis dengan tanaman legum mampu mengikat 100-300 Kg N/Ha dalam satu musim dan meninggalkan sejumlah N untuk tanaman berikutnya (Gardner et al. 1991). Kebutuhan N pada tanaman kedelai dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu kandungan N pada tanaman kedelai, pupuk N, dan penambatan N hayati. Walaupun kedelai mampu menambat N 2 dari udara tanpa pemupukan N tanaman tidak mampu menghasilkan biji dengan maksimum (Mulatsih 2007). Hasil percobaan inokulasi kedelai dengan pupuk hayati B. japonicum pada tanah podsolik merah kuning di Tamanbogo (Lampung Tengah) menunjukkan bahwa tanpa pemupukan N (urea) tingkat hasil kedelai lebih rendah dibandingkan yang diberi N, tetapi tingkat efisiensi penambatan N lebih tinggi. Hal ini berarti bahwa pemupukan kimia masih diperlukan oleh tanaman kedelai sampai batas dimana tidak menganggu fiksasi N 2 oleh B. japonicum. Pupuk N yang optimum diberikan untuk menghasilkan biji yang maksimum tanpa menganggu fiksasi N oleh B. japonicum yaitu sebesar 25 Kg/Ha. Pemupukan dosis yang lebih tinggi (50 Kg/Ha) dapat menurunkan aktivitas B. japonicum dalam melakukan fiksasi N 2 seperti diindikasikan menurunnya bobot kering bintil (Simanungkalit 2001). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pemberian inokulan B. japonicum kompos, dan pupuk N dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif kedelai. Pemberian inokulan B. japonicum, kompos, dan pupuk N berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat basah dan kering tajuk, berat basah dan kering akar, jumlah bintil, berat basah dan kering bintil, dan aktivitas nitrogenase. Dari 15 perlakuan diperoleh

7 perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%) cenderung memberikan respon pertumbuhan dan produksi kedelai lebih baik dibandingkan perlakuan lain. Hal ini membuktikan bahwa simbiosis antara B. japonicum dengan tanaman kedelai mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai. Berdasarkan penelitian Nainggolan (2004) bahwa simbiosis antara B. japonicum dan tanaman kedelai mampu meningkatkan tinggi tanaman. Tinggi tanaman kedelai pada 30 HST, 60 HST, dan 90 HST cenderung lebih tinggi pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%). Berat basah dan kering dari tajuk maupun akar cenderung lebih berat pada perlakuan kedelai yang ditambahkan dengan inokulan BJ 11(wt), kompos, dan pupuk N (100%). Hasil ini sesuai penelitian Situmorang (2008) bahwa kedelai yang ditambahkan dengan penambahan inokulan BJ 11(19) dan BJ 11(wt) mampu meningkatkan tinggi tanaman, berat basah dan kering tajuk, serta berat basah dan kering akar dibandingkan dengan kontrol +N maupun kontrol tanpa N yang ditanam di polybag. Pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai tidak semata-mata dipengaruhi oleh B. japonicum tetapi juga dipengaruhi oleh adanya penambahan kompos maupun pupuk N. Kompos cenderung berperan menjaga fungsi tanah agar unsur hara mudah diserap oleh tanaman. Pemberian kompos juga dapat meningkatkan ph tanah dan mampu meningkatkan kandungan unsur hara dalam tanah. Hal ini disebabkan kompos mengandung sebagian unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman (Yuwono 2006). Bahan organik yang terkandung dalam kompos merupakan sumber karbon untuk pertumbuhan mikrob sehingga aktivitas mikrob akan meningkat dan berdampak positif terhadap proses mineralisasi unsur hara sehingga ketersediaan unsur hara bagi tanaman meningkat. Kompos yang digunakan pada penelitian mengandung bakteri pelarut fosfat dan tidak mengandung kotoran hewan maupun bakteri lain. Pemupukan nitrogen pada awal pertumbuhan kedelai perlu dilakukan dalam 1 minggu pertama. Pada keadaan tersebut, akar tanaman belum bersimbiosis dengan B. japonicum secara optimal sehingga fiksasi N 2 belum optimal sehingga perlu adanya penambahan pupuk. Pada tanah yang subur apabila pemupukan yang diberikan terlalu tinggi maka akan menurunkan infeksi bakteri melalui akar rambut, menghambat kerja enzim nitrogenase, dan dapat menurunkan jumlah bintil akar efektif sehingga fiksasi N 2 tidak berlangsung secara optimal (Padmini 1997). Pada penelitian ini tanah yang digunakan adalalah tanah asam dengan kadar N rendah (0,2%) sehingga pemberian pupuk N masih diperlukan untuk meningkatkan aktivitas nitrogenase. Aktivitas nitrogenase cenderung lebih tinggi pada perlakuan BJ 11(wt) + N (50%). Hal ini sesuai dengan penelitian (Habibah 2008) bahwa pemberian B. japonicum dapat meningkatkan aktivitas nitrogenase. Demikian dengan adanya penambahan pupuk N (50%) sebagai pemberian awal untuk memenuhi kebutuhan N sebelum bintil mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang maksimum (Padmini 1997). Berdasarkan hasil terlihat bahwa jumlah bintil cenderung lebih banyak pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%). Berat basah dan kering bintil total cenderung lebih berat pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (50%). Hal ini sesuai penelitian (Endarini 1994) bahwa peningkatan jumlah bintil akar tidak selalu diikuti dengan peningkatan berat bintil akar. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif kedelai, B. japonicum juga mampu meningkatkan pertumbuhan generatif kedelai seperti jumlah polong, jumlah biji, berat biji, bobot 100 biji, dan kadar N biji. Berdasarkan penelitian jumlah polong, jumlah biji, dan berat biji paling banyak terdapat perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%), BJ 11(19) + K + N (100%), dan K + N (100%). Berdasarkan penelitian Saraswati (1999) memperlihatkan inokulasi Rhizobium efektif mempengaruhi pembentukan polong tanaman kedelai. Polong yang telah terbentuk selanjutnya akan diisi oleh fotosintat sehingga terbentuklah biji. Jumlah biji sangat ditentukan oleh jumlah dan ukuran polong, sehingga semakin banyak polong maka jumlah biji yang ada semakin banyak pula (Harun & Anmar 2001). Tanaman yang diberikan penambahan BJ 11(19) maupun BJ 11(wt) memiliki jumlah biji yang relatif tinggi dibandingkan kontrol. Selain itu penambahan pupuk K + N (100%) bertujuan untuk memenuhi kebutuhan N yang tinggi pada pengisian polong sehingga suplai N dapat mencukupi untuk pertumbuhan dan produksi kedelai varietas Wilis. Berdasarkan penelitian Mulatsih (1997) bahwa tanpa pemupukan N tanaman kedelai tidak mampu menghasilkan biji yang maksimum. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa varietas Slamet yang ditanam pada musim pertama menghasilkan berat biji yang lebih besar yaitu 12 g pada perlakuan BJ 11(wt) +

8 SK dan BJ 11(19) + GK (Mubarik et al. 2008). Hal ini menunjukkan bahwa kedelai varietas Wilis tidak terlalu tahan di tanah asam dibandingkan varietas Slamet sehingga pertumbuhan dan produksi kedelai varietas Wilis lebih rendah dibandingkan dengan varietas Slamet. Berat biji pada penelitian ini (10,26 g) pada BJ 11(wt) + K + N (100%) lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian oleh Harun & Anmar (2001) yang melakukan inokulasi kedelai Wilis dengan Bradyrhizobium galur Hup + (3,45 g). Hal ini menunjukkan bahwa BJ 11(19) dan BJ 11(wt) mampu meningkatkan berat biji kedelai dibandingkan galur Bradyrhizobium lain. Bobot 100 biji cenderung lebih berat pada perlakuan K + N (100%). Hal ini menunjukkan bahwa kompos dan pupuk N dapat meningkatkan bobot 100 biji. Ukuran biji yang tidak seragam menyebabkan bahwa peningkatan jumlah biji dan berat biji tidak selalu diikuti dengan peningkatan jumlah bobot 100 biji. Kadar N biji cenderung lebih tinggi pada perlakuan BJ 11(wt) + K + N (100%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Bertham (2006) yaitu isolat B. japonicum yang diuji mampu meningkatkan kadar N biji melebihi tanaman kontrol. Nitrogen hasil fiksasi oleh bakteri meningkatkan asimilasi N pada tanaman yang akhirnya meningkatkan kandungan N pada daun, biji, dan dapat meningkatkan bobot tanaman dan biji (Situmorang 2008). Adanya penambahan kompos dan pupuk N juga mampu meningkatkan kadar N dalam biji. SIMPULAN Pemberian inokulan Bradyrhizobium japonicum, kompos, dan pupuk N (100%) dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif kedelai seperti tinggi tanaman, berat basah dan kering dari tajuk maupun akar, jumlah bintil, berat basah bintil total, berat kering bintil total, dan aktivitas nitrogenase. Selain itu pemberian inokulan Bradyrhizobium japonicum, kompos, dan pupuk N (100%) juga dapat meningkatkan pertumbuhan generatif kedelai seperti jumlah polong, jumlah biji, berat biji, bobot 100 biji, dan kadar N biji. Adanya penambahan kompos dan pupuk N juga memberikan pasokan N dalam pertumbuhan dan produksi kedelai Wilis di tanah asam. DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto T. 2005. Kedelai. Jakarta: Penebar Swadaya. Anas I, Muluk T. 2003. Pedoman Pengukuran Metana dan Uji ARA Menggunakan Kromatografi Gas Shimadzu (GC-17A). Bogor: Laboratorium Biologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Atlas RM, Bartha R. 1998. Microbial Ecology Fundamentals and Application. Ed ke-4. Menlo Park : Addison Wesley Longman, Inc. Bertham YH. 2006. Pemanfaatan CMA dan Bradyrhizobium dalam meningkatkan produktivitas kedelai pada sistem agroforestri kayu bawang (Scorodocarpus borneensis Burm.F) di tanah ultisol. [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Balai Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. Jakarta. http://www.bps.go.id [29 Desember 2009]. Endarini T, Wahyudi AT, Tedja-Imas. 1995. Seleksi galur Bradyrhizobium japonicum indigenous toleran media asamaluminium. Hayati 2: 74-79 Gardner FP, Pearce RB, Mitchel RL. 1991. Fisiologi Tanaman budidaya. Ed. Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia Pr. Goenadi DH, Isroi. 2003. Aplikasi Bioteknologi dalam Upaya peningkatan Efisiensi Agrobisnis yang Berkelanjutan. Bogor: Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Habibah H. 2008. Efektivitas inokulan Bradyrhizobium japonicum toleran asamaluminium terhadap pertumbuhan kedelai kultivar Slamet [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Harun MU, Ammar M. 2001. Respon kedelai (Glycine max) terhadap Bradyrhizobium japonicum strain Hup + pada tanah masam. J Pertan Indones 3:111-115. Holt JG, Krieg NR, Sheath PHA, Stalley JT, Williams ST. 1994. Bergey s Manual of Deteminative Bacteorology. Edisi ke-9. Baltimore: Williams & Wilkins. Lounch AH, Miller. 2001. Synthesis of lowmoleculer-weight-for exopolysaccharide by Bradyrhizobium japonicum UCDA 110. Appl Environ Microbiol 2 : 1011-1014.