BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR PUSTAKA. Antonio, Muhammad Syafi i, 2002, Bank Syariah, Dari Teori ke Praktek, Gema Insani Press, Jakarta.

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

Dasar-Dasar Pembiayaan Bank Syariah

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

BAGIAN XI LAPORAN LABA RUGI

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS JUAL BELI

Akuntansi Istishna' ED PSAK 104 (Revisi 2006) Hak Cipta 2006 IKATAN AKUNTAN INDONESIA ED

ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH THALIS NOOR CAHYADI, S.H. M.A., M.H., CLA

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANKAN SYARIAH SISTEM DAN OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI ISTISHNA' IKATAN AKUNTAN INDONESIA

III.2. ISTISHNA. B. Dasar Pengaturan 01. SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. 02. PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

AKUNTANSI ISTISHNA. Materi: 9. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 104 AKUNTANSI ISTISHNA'

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keadilan dan keterbukaan, yaitu Perbankan Syariah. operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil.

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

BAB 6 SISTEM OPERASIONAL PERBANKAN SYARIAH. AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH: Teori dan Praktik Kontemporer

Bab 10 AKUNTANSI TRANSAKSI SALAM DAN SALAM PARALEL

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan. Oleh karena itu peranan

AKUNTANSI MURABAHAH. Materi: 5-6. Afifudin, SE., M.SA., Ak.

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. sejauh ini perbankan syariah telah menunjukkan eksistensinya dalam roda

BAB II Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Antonio (2001) ada beberapa syarat khusus yang mengatur. 1) Penjual memberitahukan modal kepada nasabah

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

PERBANKAN SYARIAH TRANSAKSI SALAM AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH (AKAD SALAM) OLEH : Dian Magfirawati A Dwi Kartini Wardaningsi A

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI BANK SYARIAH. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN. Sistem perbankan ganda (sistem konvensional dan sistem syariah)

Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

LAMPIRAN: Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-./BL/. Tanggal : PENERBITAN EFEK SYARIAH DI PASAR MODAL

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERBANKAN SYARIAH MUDHARABAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

BAB I PENDAHULUAN. bank-bank konvensional. Esensi bank Islam tidak hanya dilihat dari

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Penerapan Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

AKUNTANSI ISTISHNA DAN ISTISHNA PARAREL (FINANCING)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

Bank Konvensional dan Syariah. Arum H. Primandari

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk menggunakan dual system,

Perbedaan antara Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini kehidupan perekonomian di dunia tidak dapat dipisahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/ 19 /PBI/2004 TENTANG PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH

PERBANKAN SYARIAH IJARAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

AKUNTANSI BANK SYARIAH. Imam Subaweh

KODIFIKASI PRODUK PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. masalah perekonomian. Allah SWT berfirman QS;17:9 Sesungguhnya Al Qur an ini

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dalam kegiatannya mengeluarkan produk-produk syari ah dan

PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

AKUNTANSI BANK SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Khairunisa, 2001)

I. PENDAHULUAN. keberadaan bank sebagai lembaga keuangan telah bertansformasi menjadi dua

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB II LANDASAN TEORI. juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi. sebagai tempat untuk memindahkan uang, menerima segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB II DASAR TEORI. Fungsi utama bank yakni sebagai financial intermediary atau

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK.

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur an

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

Bank Kon K v on e v n e sion s al dan Sy S ar y iah Arum H. Primandari

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. Islam di Tanah Air sebenarnya sudah dimulai secara formal dan informal jauh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berdasarkan prinsip syariah. penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat). 2. Instrumen Kebijakan Bank Syariah

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Akuntansi Umun dan Akuntansi Syariah akuntansi bisa didefinisikan secara tepat dengan menjelaskan tiga karakteristik penting dari akuntansi: identifikasi, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi keuangan tentang entitas ekonomi kepada pemakai yang berkepentingan. Karakteristik-karakteristik ini telah dipakai untuk menjelaskan akuntansi selama beratus-ratus tahun. Namun, selama 30 tahun terakhir suatu entitas ekonomi telah berubah secara signifikan baik dari segi ukuran, segi jumlah maupun keragaman pemakai yang berkepentingan. Sedangkan menurut para ahli mengenai Akuntansi yaitu : Menurut Mamduh dan Abdul Halim (2005:27) Akuntansi bisa didefinisikan sebagai proses pengindentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pengkomunikasian, informasi ekonomiyang bisa dipakai untuk penilaiandan pengambilan keputusan oleh pemakai informasi tersebut. Menurut Suwardjono (2005 : 99) Akuntansi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari perekayasaan penyedian jasa secara nasional berupa informasi keuangan kuantitatif unit-unit organisasi dalam suatu lingkungan negara tertentu dan cara penyampaian informasi tersebut kepada pihak yang berkepentingan untuk dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi. 7

8 Menurut supardjo (2006 : 1) Konsep menenai perlakuan akuntansi adalah dengan pengakuan dan pengukuran yang tepat tersebut maka akan memudahkan tindakan pemakai dimasa yang akan datang. Menurut Ningsih (2012) Akuntansi adalah seni mencatat, mengklasifikasi dan mengikhtisarkan transaksi-ttransaksi kejadian yang sekurang-kurangnya atau sebagaian bersifat keuangan dengan cara menginterpretasikan hasil-hasilnya. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi adalah suatu proses identifikasi, pencatatan, dan mengkomunikasikan segala kejadian ekonomi yang terjadi dalam suatu entitas kepada pihak-pihak yang berkepentingan baik itu pihak internal maupun eksternal. Akuntansi Syariah secara etimologi yaitu akuntansi dalam bahasa Arab biasa disebut musabahah. Kata musabahah berasal dari kata kerja hasaba, dan bisa juga diucapkan hisab, hasibah, muhasabah, dan hisaba, artinya menghitung, menimbang, mendata, atau menghisab yaitu menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dengan pengertian yang sama, yaitu berujung dengan jumlah atau angka, seperti firman Allah SWT : (Al -Thalaaq (65) : 8) : "Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan rasul-rasul-nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. (al-israa' (17) : 12) : Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan

9 tahun-tahun dan perhitungan. Dan, segala sesuatu telah kami terangkan dengan jelas". Menurut Muhammad baiquni syihab (2010) Bai istishna atau biasa disebut dengan istishna merupakan kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni ) dan penjual (penjual). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Syariah adalah suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, dan pelaporan melalui dalam mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung riba, masyir (judi), gharar (penipuan), barang yang haram dan membahayakan. B. Fungsi Bank Syariah B.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Menurut Sudarsono (2004 : 27 ) Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah. Definisi lain menurut IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) 2008 adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak-pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran.

10 Sedangkan pengertian bank umum atau konvensional menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dalam lalu lintas pembayaran. Perbedaanya menurut Akuntansinya yaitu : Akuntansi Syari ah 1. Keaadaan entitas didasarkan pada bagi hasil. 2. Kelangsungan usaha tergantung pada persetujuan kontrak antara kelompok yang terlibat dalam aktivitas bagi hasil. 3. Setiap tahun dikenai zakat, kecuali untuk pertanian yang dihitung setiap panen. 4. Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah SWT, masyarakat dan individu. 5. Berhubungan erat dngan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi untuk memenuhi kewajiban. 6. Berhubungan dengan pengukuran dan pemenuhan tugas atau kewajiban kepada Allah AWT, masyarakat dan individu. 7. Pemilihan teknik akuntansi dengan memperhatikan dampak baik buruknya pada masyarakat.

11 Akuntansi Konvensional 1. Keadaan entitas dipisahkan antara bisnis dan pemilik. 2. Kelangsungan bisnis secara terus menerus, yaitu didasarkan pada realisasi aset. 3. Periode akuntansi tidak dapat menunggu sampai akhir kehidupan perusahaan dengan mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan. 4. Bertujuan untuk pengambilan keputusan. 5. Reabilitas pengurang digunakan dengan dasar pembuatan keputusan 6. Dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi pembuatan keputusan. 7. Pemilihan teknik akuntansi yang sedikit berpengaruh pada pemilik. Dari pengertian akuntansi syari ah yang telah dijelaskan secara teoritis tidak ada bedanya dengan akuntansi konvensional, hanya saja dalam akuntansi syariah ditekankan pada nilai-nilai Islami yang diatur dalam bagian mu amalah dan konsep-konsep yang telah diatur dalam Al-Qur an sebagai sumber utamanya. Sedangkan akuntansi konvensional sendiri berasaskan nilai-nilai kapitalis dan sosialis yang diadopsi dari negara-negara barat. B.2 Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah Dalam operasionalnya bank syariah didasarkan pada prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa sesuai dengan syariah islam. Prinsip-prinsip syariah yang digunakan oleh bank syariah sebagai dasar kegiatan usahanya, yaitu :

12 a. Murabahah, yaitu akad jual-beli dengan menyertakan harga perolehan dan keuntungan (margun) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. b. Salam, yaitu akad jual-beli barang pesanan dengan dengan penangguhan pengiriman penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu. c. Istishna, yaitu akad jual-beli antara pembeli dan produsen yang bertindak sebagai penjual. Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan barang pesanan sesuai spesifikasi yang diinginkan oleh pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati bersama. d. Mudharabah, yaitu akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan bersama. e. Musyarakah, yaitu akad kerjasama antara pemilik modal yang mencampuri modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. f. Ijarah, yaitu akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atau objek yang disewakan. g. Wadiah, yaitu titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. h. Qardh, yaitu penyediaan dana atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan dan kesepakatan

13 antara peminjam dengan pihak yang meminjamkan mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu. B.3 Produk Operasional Bank Syariah Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Untuk membantu masyarakat dalam kegiatan bermuamalahnya, menurut muhammad (2005 : 177) bank syariah mengelompokkan produk menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Produk penghimpun dana, seperti : giro wadiah, tabungan, tabungan mudharabah, dan deposito mudharabah. b. Produk penyaluran dana, seperti : pembiayaan mudharabah, musyarakah,. dan ijarah c. Produk jasa, seperti : kafalah, hiwalah, dan wakalah. B.4 Asumsi Dasar Asumsi dasar konsep akuntansi bank syariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secara umum yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual. Pendapatan untuk tujuan perhitungan bagi hasil menggunakan dasar kas.

14 a. Dasar akrual Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan dalam periode yang bersangkutan. Laporan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas dimasa depan serta sumber daya yang mempresentasikan kas yang akan diterima dimasa depan. b. Kelangsungan usaha Laporan keuangan disusun berdasarkan atas asumsi kelangsungan usaha perusahaan akan melanjutkan usahanya dimasa depan, dimana perusahaan diasumsikan tak bermaksud atau tidak berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. c. Dasar kas Perhitungan pendapatan untuk tujuan bagi hasil menggunakan dasar kas. Dengan kata lain, dasar akrual digunakan dalam penyusunan laporan keuangan secara menyeluruh, kecuali laporan arus kas, sedangkan dalam pembagian hasil kepada pihak-pihak yang terkait dengan bank syariah, dasar kas-lah yang diterapkan dalam perhitungan pendapatan yang akan dibagikan.

15 C Pembiayaan Istishna Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Menurut Slamet (2005 : 108) pengertian Istishna adalah akad jual-beli antara pembeli ( al-mustashni ) dan as-shani ( produsen yang juga sebagai pembeli ). Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan barang pesanan (al-mashnu) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan penjualnya. Menurut Sofyan Syafri (2005) : Istishna adalah akad jual beli antara almustashni (pembeli) Dan as-shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual Pembiayaan Istishna digunakan bagi pembiayaan pembelian barang yang diperjualbelikan memerlukan proses untuk mengadakannya. Dalam pembiayaan konsumer, pembiayaan Istishna diaplikasikan bagi pembelian rumah indent, yaitu rumah yang memerlukan proses untuk dibangun terlebih dahulu. Dalam pembiayaan produktif, akad istishna dapat dimanfaatkan untuk membiayai proyek investasi atau pembangunan (kontruksi) dan pengadaan barang ( goods in proses) seperti pembangunan ruko, gedung, dan pabrik.

16 C.1 Landasan Hukum Istishna Landasan hukum Istishna yang memperbolehkan adalah sebagai berikut : a. Al-Quran Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (Al-Baqarah : 275 ) b. Hadist barang siapa yang melakukan salaf (istishna), hendaknya dia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui. (HR. Iman As-Sittah). C.2 Rukun dan Syarat Istishna Rukun transaksi istishna meliputi : 1. Transaktor, yakni pembeli ( mushtashni ) dan penjual ( shani ) 2. Objek akad meliputi barang dan harga barang istishna 3. Ijab dan Kabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli istishna kedua belah pihak 1 Transaktor Transaktor terdiri atas pembeli dan penjual. kedua transaktor dinyatakan memiliki kompetensi berupa akil baligh dan kemampuan memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa, dan yang lain lain sejenisnya. adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan izin dan pantauan dari walinya. terkait dengan penjual, DSN mengharuskan agar penjual menyerahkan barang tepat pada

17 waktunya dengan kualitas dan jumlah yang disepakati. penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntun dalam hal pesanan sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk menerima barang istishna dan melaksanakan semua ketentuan dalam kesepakatan istishna. akan tetapi, sekiranya pada barang yang dilunasi terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,pemesanan memiliki hak khiyar ( hak memilih ) untuk melanjutkan atau membatalkan akad. 2. OBJEK Istishna Rukun objek akad transaksi jual-beli istishna meliputi barang yang diperjualbelikan dan harga barang tersebut. terkait dengan barang istishna. DSN dalam fatwanya menyatakan bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. ketentuan tersebut dalah : 1. Harus jelas spesifikasinya. 2. Penyerahan dilakukan kemudian. 3. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan. berdasarkan kesepakatan. 4. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. 5. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. 6. Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati.

18 7. Barang yang harus diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan. Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya di awal akad. Ketentuan harga barang pesaulnan tidak dapat berubah selama angka waktu akad. alat bayar dapat berupa uang, barang, atau manfaat, pembayaran harus dilakukan sesuai kesepakatan. Pembayaran itu sendiri tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang. 3 Ijab dan Kabul Ijab dan Kabul istishna merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan cara penawaran dari penjual ( bank syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh pembeli (nasabah). pelafalan perjanjian dapat dilakukn dengan lisan, isyarat ( bagi yang tidak bisa bicara ), tindakan mupun tulisan,bergantung pada praktik yang lazim di masyarakat dan menunjukkan keridhaan satu pihak untuk menjual barang istishna dan pihak lain untuk membeli barang istishna.menurut PSAK 104 paragraf 12, pada dasarnya istishna tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi : 1. Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya. 2. Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksaan atau penyelesaian akad.

19 Syarat-syarat Istishna sebagai berikut : 1. Kedua belah pihak yang bertransaksi, cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual-beli. 2. Ridha/kerelaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji. 3. Shani (penjual) menyatakan sanggup untuk membuat barang. 4. Apabila bahan baku berasal dari mustashni (pembeli), maka akad ini bukan lagi Istishna, tetapi berubah menjadi ijarah. 5. Apabila isi akad mensyaratkan shani hanya bekerja saja, maka akad ini juga bukan Istishna, tetapi berubah menjadi ijarah. 6. Mashnu (barang) yang dipesan mempunyai kriteria yang jelas seperti jenis, ukuran, mutu dan jumlahnya. 7. Barang yang dipesan tidak termasuk kategori yang dilarang syara seperti (najis, haram/tidak jelas atau menimbulkan kemudharatan). C.3 Syarat Transaksi Istishna Paralel Berdasarkan fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000 disebutkan bahwa akad istishna kedua (antara bank sebagai pembeli dengan subkontraktor sebagai penjual ) harus dilakukan terpisah dari akad pertama. adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. 1. Pengawasan Syariah Transaksi Istishna dan Istishna Paralel Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli istishna dan istishna paralel, DPS biasanya melakukan pengawasan

20 syariah secara periodik. berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk : a. Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam b. Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang disepakati c. Memastikan akad istishna dan akad istishna paralel dibuat dalam akad yang terpisah d. Memastikan bahwa akad istishna yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi, antara lain (i) kedua belah pihak setuju untuk menghentikan akad istishna dan (ii) akad istishna batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad. Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menuntut bank syariah untuk hati hati dalam melakukan transaksi jual beli istishna dan istishna paralel dengan para nasabah. 2 Alur Transaksi istishna dan istishna paralel Pada istishna paralel terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu bank, nasabah dan pemasok. Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atas tagihan pemasok selama masa periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa pembiayaan dari bank. Atas pembiayaan terhadap pembangunan barang, maka bank mendapatkan

21 margin dari jual beli barang yang terjadi. Margin diperoleh dari selisih harga beli bank kepada pemasok dengan harga jual akhir kepada nasabah. Dimungkinkan juga, bank mendapatkan pendapatan selain margin berupa pendapatan administrasi. Pengertian yang dibuat atau dibangun dalam istishna menunjukkan periode yang diperlukan ( antara akad jual-beli dengan penyerahan barang ) untuk suatu pekerjaan penyelesian barang. Pekerjaan ini dapat berupa pekerjaan manufaktur atau konstruksi (bangunan/ kapal /pesawat), rakit, assemble (kendaraan / mesin), instalasi ( mesin atau software) atau istilah teknis engineering lainnya. adapun skema transaksi istishna paralel ditunjukkan pada Transaksi istishna sebagai berikut : Pertama, nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negoisasi kesepakatan antara penjual dengan pembeli terkait transaksi istishna yang dilaksanakan. Kedua, selanjutnya secara terpisah membuat akad istishna dengan produsen barang istishna. Ketiga, setelah menyepakati transaksi istishna dalam jangja waktu tertentu,pemasok kemudian mulai melakukan pengerjaan barang yang dipesan. Keempat, selama mengerjakan barang yang dipesan,pemasok melakukan tagihan kepada bank syariah senilai tingkat penyelesaian barang pesanan. Kelima, bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar nilai yang ditangguhkan

22 Keenam, bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdasarkan tingkat penyelesaian barang Ketujuh, pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli Kedelapan, pemasok mengirimkan bukti pengiriman kepada bank syariah Kesembilan, nasabah melunasi pembayaran barang istishna sesuai dengan akad yang telah disepakati. Tabel 2.1 Bagan Alur Transaksi Istishna Paralel Bank Syariah sebagai penjual (shani ) pada istishna 1 dan pembeli (mustashni ) pada istishna 2 1. Negoisasi, pesan barang dan Akad Istishna 9. Pelunasan Pembayaran 6. memberikan tagihan kepada nasabah 4. Kirim Tagihan Penyelesaian Barang 8.Kirim Dokumen Pengiriman Nasabah sebagai pembeli (mustashni ) Pemasok 7.Kirim 5.Bayar ( Shani ) 3.Buat barang 2. Negoisasi, pesan barang dan Akad Istishna Nara Sumber (Slamet :2005)

23 C.4 Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Istishna 1. Ketentuan tentang Pembayaran : a. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,barang,atau manfaatnya. b. Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan. c. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang. 2. Ketentuan tentang Barang : a. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang. b. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya. c. Penyerahannya dilakukan kemudian d. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan. e. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya. f. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan. g. Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memilikihak memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad. 3. Ketentuan Lain : a. Dalam hal pesanan jika sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat. b. Semua ketentuan dalam jual-beli salam yang tidak disebutkan

24 diatas berlaku pula pada jual beli istishna. c. Jika salah satu pihak tidak menuaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. perbedaan antara akad Istishna dan akad Salam menurut Syafi i Antonio yaitu SUBJEK SALAM ISTISHNA KETERANGAN Pokok Muslam Mashnu Barang Ditangguhkan dengan Kontrak Fi ih spesifikasi Harga Dibayar saat kontrak Sifat Kontrak Kontrak Paralel Mengikat secara asli (thabi i) Salam paralel Nara Sumber (Syafi i :2002) Bisa saat kontrak, bisa diangsur, bisa dikemudian hari Mengikat secara ikutan (taba i) Istishna paralel Cara penyelesaian pembayarannya merupakan perbedaan utama antara salam dan istishna Salam mengikat semua pihak sejak awal, sedangkan istishna menjadi pengikat untuk melindungi produsen sehingga tidak ditinggalkan begitu saja oleh konsumen secara tidak bertanggung jwb. Baik salam paralel maupun istishna paralel sah apabila kedua kontrak tersebut secara hukum adalah terpisah. C.5 Penyatuan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.104 1. Pengakuan dan Pengukuran 1.a Pengakuan pendapatan dengan metode persentase penyelesaian Berdasarkan PSAK 104 paragraf 18 disebutkan bahwa jika metode persentase penyelesaian digunakan, maka :

25 1. Bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam periode tersebut, diakui sebagai pendapatan istishna pada periode yang bersangkutan; 2. Bagian margin keuntungan istishna yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan kepada aset istishna dalam penyelesaian. 3. Pada akhir periode harga pokok istishna diakui sebesar biaya istishna yang telah dikeluarkan sampai dengan periode tersebut. Pada proyek dengan periode pembuatan atau konstruksi aset istishna yang melewati suatu periode laporan keuangan, maka timbul konsekuensi bahwa bank tidak dapat mengakui bahwa adanya pendapatan. Untuk itu, bank cenderung memilih penggunaan metode persentase penyelesaian dan menyusun jadwal pembayaran piutang dari nasabah yang besarnya disesuaikan kemampuan arus kas nasabah. Hal ini akan menghindari tiadanya pendapatan bank terlalu lama yang ujungnya mengakibatkan bagi hasil untuk nasabah deposan menurun atau rendah pada periode tersebut. 1.b Pengakuan pendapatan dengan metode akad selesai Berdasarkan PSAK 104 paragraf 17, disebutkan bahwa pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Adapun metode akad selesai, dapat digunakan jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan (PSAK 104 paragraf 19). Akad dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli. Berdasarkan PSAK 104

26 paragraf 19, disebutkan bahwa pada metode akad selesai melekat beberapa ketentuan berikut : 1. Tidak ada pendapatan istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai 2. Tidak ada harga pokok istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai 3. Tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna dalam penyelesaian sampai dengan pekerjaan tersebut selesai, dan 4. Pengakuan pendapatan istishna, harga pokok istishna, dan keuntungan dilakukan hanya pada saat penyelesaian pekerjaan. 1.1 Transaksi biaya praakad ( bank sebagai penjual ) Berdasarkan PSAK 104 paragraf 25, disebutkan bahwa biaya perolehan istishna terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. biaya langsung meliputi baya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan. adapun biaya tidak langsung adalah biaya overhead termasuk biaya akad dan biaya praakad. Selanjutnya, pada paragraph 36 disebutkan bahwa biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna jika akad disepakati. Contoh jurnalnya yaitu: Biaya Prakad Tangguhan Kas

27 1.2 Penandatanganan akad dengan pembeli (bank sebagai penjual) Pada saat akad ditandatangani antara bank dengan pembeli, tidak ada jurnal yang harus dibuat untuk mengakui adanya jual-beli istishna. Akan tetapi, adanya kesepakatan jual beli istishna ini menyebabkan pengeluaran-pengeluaran praakad diakui sebagai biaya istishna. Berdasarkan PSAK 104 paragraf 26 dinyatakan bahwa biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna jika akad disepakati. Contoh jurnalnya yaitu : Biaya Istishna Beban Praakad Tangguhan 1.3 Pembuatan akad istishna parallel dengan pembuat barang (bank sebagai pembeli) Seperti halnya saat akad istishna disepakati, pada saat akad istishna parallel disepakati dengan pembuat barang, tidak ada jurnal yang harus dibuat terkait dengan kesepakatan. jual beli istishna. Jurnal dilakukan jika terdapat transaksi pembayaran uang kepada pembuat barang oleh Bank Syariah. 1.4 Penerimaan dan pembayaran tagihan kepada penjual (pembuat) barang istishna Berdasarkan PSAK 104 paragraf 36 disebutkan bahwa pembeli mengakui aset istishna sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual

28 yang dalam hal ini pembuat barang dan sekaligus mengakui utang istishna kepada pembuat barang tersebut. Contoh jurnalnya yaitu : Aset Istishna dalam penyelesaian Hutang Istishna kontraktor 1.6 Penagihan piutang istishna pada pembeli Penagihan dilakukan penjual sesuai dengan kesepakatan dalam akad dan tidak selalu sesuai dengan persentase penyelesaian pembuatan barang pesanan (PSAK 104 paragraf 24). Berdasarkan PSAK 104 paragraf 23 disebutkan bahwa tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna dan termin istishna (billing) pada pos lawannya. Karena istishna yang dilakukan adalah istishna parallel, maka termin yang ada dibedakan antara termin bank-pemasok dengan termin bank-nasabah. Keduanya tidak harus sama karena bergantung kepada kondisi setiap pihak yang terlibat. Contoh jurnalnya yaitu : Piutang Istishna nasabah Termin Istishna 1.7 Penerimaan Pembayaran piutang istishna dari pembeli Pembayaran piutang istishna oleh nasabah dilakukan setelah menerima tagihan istishna dari bank. Oleh karena itu termin istishna merupakan pos lawan dari piutang istishna maka pada waktu pembayaran piutang, bank sebagai penjual perlu menutup termin istishna. pada saat

29 yang sama, bank juga mengkredit aset istishna dalam penyelesaian untuk mengakui adanya pengalihan aset kepada pembeli sebesar jumlah yang dibayar. Contoh jurnalnya yaitu : Kas Piutang Istishna 1.8 Variasi transaksi dan kebijakan akuntansi Perlakuan akuntansi terhadap beban praakad jika transaksi tidak jadi disepakati. Berdasarkan PSAK 104 paragraf 26 disebutkan kalau akad tidak jadi disepakati maka biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan. Contoh jurnalnya yaitu : Beban Lain- lain Beban Praakad Tangguhan