BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai status intimacy pada pria homoseksual di X Bandung dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dirinya adalah seorang homoseksual. Hal ini karena di Indonesia masih banyak

DAFTAR ISI. ABSTRAK... iii. KATA PENGANTAR. v. DAFTAR ISI.ix. DAFTAR SKEMA... xii. DAFTAR TABEL xiii. DAFTAR LAMPIRAN xiv

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan disajikan tabel-tabel yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

ABSTRAK Studi Kasus mengenai Status Intimacy pada Istri yang Memiliki Anak Autistik di Pondok Terapi X, di Kota Bandung

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran individu lain tersebut bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya, terutama kebutuhan interpersonal dan emosional. Selain bertumbuh secara

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang muncul biasanya pada area sosial, emosi, kognisi, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu tugas perkembangan seorang individu adalah

BAB I PENDAHULUAN. struktur nilai dan norma-norma pada masyarakat. Salah satunya, terjadi pada

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

media sosial. 6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

materi tambahan dari diskusi kelas PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN oleh Dr. Triana Noor Edwina D.S., M.Si Fakultas Psikologi Mercu Buana Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

Abstrak. v Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam

Perkembangan Sepanjang Hayat

Selamat Membaca dan Memahami Materi Perkembangan Kepribadian Rentang Perkembangan Manusia II

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan orang lain yang meliputi interaksi di lingkungan. sekitarnya. Salah satu bentuk hubungan yang sering terjalin dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang tabu bagi beberapa orang. seksualitas mereka. Kemunculan mereka bukannya datang tiba-tiba.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

Special dedication for Papa, mama, mba ivie dan Adhitya Agusta Sembiring

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PERKEMBANGAN KOGNITIF (INTELEKTUAL) (PIAGET) Tahap operasional formal (operasi = kegiatan- kegiatan mental tentang berbagai gagasan) Dapat berpikir lo

2015 POLA ASUH PANTI ASUHAN AL-FIEN DALAM PENANAMAN KEMANDIRIAN ANAK

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat. Artinya,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pernikahan adalah lembaga yang memungkinkan seorang laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. individu saling mengenal, memahami, dan menghargai satu sama lain. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya disebut juga dengan mahluk sosial, karena. membutuhkan keberadaan individu lain untuk mendukung kelangsungan

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman yang melaju sangat pesat dan persaingan global

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Setelah akhir dari perkuliahan ini, mahasiswa mampu mengembangkan lingkungan pendidikan yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi peserta

BAB I PENDAHULUAN. diulang kembali. Hal-hal yang terjadi di masa awal perkembangan individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Semua ini membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki jalan dan cara masing-masing dalam menjalani,

BAB III METODE PENELITIAN. kuantatif. Kuantitatif merupakan pendekatan yang memungkinkan dilakukan

ABSTRAK. i Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

dasar peran 1. Kepercayaan dasar >< Ketidakpercayaan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tugas perkembangannya di periode tersebut maka ia akan bahagia, namun

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa dituntut kreatif, inovatif dan berperan aktif dalam berinteraksi

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI BANGSAL MELATI RSUD TUGUREJO SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan membutuhkan interaksi dengan sesama. Ketergantungan dengan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. itu kebutuhan fisik maupun psikologis. Untuk kebutuhan fisik seperti makan,

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Setiap warga negara Indonesia harus berperan serta secara positif untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Komersial) merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Formation. Marcia menyatakan bahwa pembentukan identitas diri dapat digambarkan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN. peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia marak beredar buku-buku filsafat yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. pada rentang usia tahun mulai membangun sebuah relasi yang intim

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

Lampiran 1 - KISI-KISI ALAT UKUR. No. Item + - Aspek Sub Aspek Indikator

NEGERI MALANG YANG BERTEMPAT TINGGAL DI RUMAH KOST DITINJAU DARI JENIS KELAMIN DAN STATUS IDENTITAS

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. tidak tinggal bersama (Long Distance Relationship) dalam satu rumah karena

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian, objek penelitian ini menjadi sasaran dalam penelitian untuk

Psikologi Konseling Konseling Analisis Transaksional

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh

B A B I I. kelembutan dan kepercayaan terhadap pasangan. Kemampuan membentuk sebuah. dirinya atau berpura-pura menjadi pribadi yang lain.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh suatu gambaran mengenai status intimacy pada pria homoseksual di X Bandung dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari pria homoseksual yang diteliti pada tempat X Bandung, sebagian besar berada pada status stereotype dan sisanya sebagian tersebar hampir secara merata pada status intimacy yang lainnya, yaitu 21,42% pria homoseksual berada pada status intimate, 14,28% pria homoseksual pada status pre-intimate, 14,28% pada status isolate, dan 7,14% berstatus pseudointiamte. 2. Pria homoseksual dengan status stereotype memiliki aspek komitmen yang rendah dan terdapat derajat yang bervariasi dalam setiap subaspeknya yang sebagian besar berada pada derajat yang rendah. Subaspek yang berada pada derajat yang rendah adalah kekuasaan dan pengambilan keputusan, subaspek perspective taking, subaspek perhatian dan kasih sayang, dan subaspek penerimaan keterpisahan pasangan. Sedangkan subaspek yang berada pada derajat yang tinggi adalah mempertahankan minat pribadi, sebagian besar dari mereka menunjukkan derajat yang tinggi. 3. Aspek kedalaman relasi pria homoseksual status stereotype yang kurang mendalam terlihat dari subaspek komunikasi mereka yang tidak terlalu 130

131 tinggi dan sebagian besar dari mereka menunjukkan subaspek pengetahuan akan sifat-sifat pasangan yang cukup/sedang. 4. Faktor kepribadian cukup berpengaruh pada pencapaian status intimacy pria homoseksual status stereotype dengan tipe kepribadian ekstrovert yang aktif tetapi kurang memiliki kedalaman relasi dalam menjalani hubungan. 5. Sebagian pria homoseksual status stereotype menunjukkan status identitas moratorium dimana mereka belum dapat menerima diri mereka sebagai pria homoseksual dan keraguan mereka terhadap identitas diri mereka membuat mereka ragu terhadap hubungan mereka dengan pasangan. 6. Berikutnya dari pria homoseksual yang diteliti sebagian berada pada status intimate, dimana sebagian besar subaspek dalam aspek komitmen menunjukkan derajat yang tinggi, yaitu subaspek perhatian kasih sayang, subaspek perspective taking, subaspek mempertahankan minat pribadi, dan subaspek penerimaan keterpisahan pasangan. Sedangkan dalam subaspek kekuasaan dan pengambilan keputusan sebagian besar menunjukkan derajat yang rendah. 7. Pada aspek kedalaman relasi pria homoseksual status intimate sebagian besar menunjukkan derajat yang tinggi pada kedua subaspeknya, yaitu komunikasi dan pengetahuan akan sifat-sifat pasangan. 8. Sebagian besar pria homoseksual status intimate memiliki kepribadian yang ekstrovert dimana keterbukaan mereka tehadap pasnagan

132 memungkinkan mereka untuk mencapai kedalaman relasi yang mendalam dan dapat menguatkan ikatan hubungan mereka dengan pasangan. 9. Sebagian pria homoseksual yang diteliti berada pada status pre-intimate dimana mereka memiliki aspek komitmen yang rendah dan terdapat derajat yang bervariasi dalam subaspeknya. Sebagian besar subaspeknya menunjukkan derajat yang rendah, yaitu subaspek perspective taking, subaspek kekuasaan dan pengambilan keputusan, dan subaspek penerimaan terhadap keterpisahan pasangan. Pada subaspek mempertahankan minat pribadi, mereka menunjukkan derajat yang tinggi, dan pada subaspek perhatian dan kasih sayang mereka menunjukkan derajat yang bervariasi, yaitu ada yang menunjukkan derajat yang tinggi, dan ada yang menunjukkan derajat yang rendah. Dalam aspek kedalaman relasi pria homoseksual status pre-intimate, sebagian besar menunjukkan derajat yang tinggi pada kedua subaspeknya. 10. Pria homoseksual dengan status pre-intimate menunjukkan tipe kepriabdian ekstrovert dimana memungkinkan mereka untuk dapat terbuka dan mengungkapkan perasaan mereka kepada pasangan yang dapat membuat mereka memiliki kedalaman relasi yang cukup mendalam kepada pasangan. 11. Semua pria homoseksual status pre-intimate dan sebagian besar pria homoseksual status intimate menunjukkan status identitas foreclosure, dimana mereka sudah dapat menerima diri mereka sebagai pria homoseksual, tetapi mereka juga masih ragu dengan identitas diri sebagai

133 pria homoseksual sehingga membuat mereka masih mempertimbangkan kelanjutan hubungan mereka dengan pasangannya 12. Sebagian pria homoseksual yang diteliti berikutnya berada pada status isolate. Sebagian pria homoseksual status isolate menunjukkan derajat yang rendah pada sebagian besar subaspek dalam aspek komitmen. Tetapi sebagian lagi menunjukkan bahwa sebagian subaspek pada aspek komitmen berada pada derajat yang tinggi, yaitu subaspek kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat pribadi, dan penerimaan keterpisahan pasangan. Rendahnya aspek kedalaman relasi mempengaruhi juga subaspek yang berada pada aspek komitmen. 13. Semua pria homoseksual dengan status isolate menunjukkan tipe kepribadian yang introvert, dimana hal ini membuat kedalaman relasi mereka dengan pasangan menjadi kurang mendalam. 14. Semua pria homoseksual status isolate menunjukkan status identitas moratorium, dimana mereka bingung dan tidak yakin dengan identitas diri mereka sebagai pria homoseksual. Hal ini membuat mereka tidak yakin dengan hubungan yang sedang mereka jalani bersama dengan pasangannya dan mempengaruhi komitmen dan kedalaman relasi mereka yang rendah. 15. Sebagian kecil pria homoseksual yang diteliti berada pada status pseudointimate. Pria homoseksual status pseudointimate menunjukkan bahwa sebagian sub aspek dalam aspek komitmen berada pada derajat yang rendah, yaitu sub aspek kekuasaan dan pengambilan keputusan, mempertahankan minat pribadi, dan penerimaan keterpisahan pasangan

134 yang disebabkan karena faktor ketergantungn responden terhadap pasangan sehingga membuat ia tidak mampu mengambil keputusan sendiri dan terpisah dari pasangan. Ketergantungan terhadap pasangan ini membuat ia menjadi mampu untuk menjalani hubungan dalam jangka waktu yang lama dan disertai dengan tingginya sub aspek perhatian kasih sayang dan perspective taking membuat ia mampu untuk memahami pasangannya dan mengenal pasangannya. 16. Pria homoseksual dengan status pseudointimate menunjukkan tipe kepribadian introvert dimana kepribadian mereka yang cenderung tertutup membuat mereka cenderung memiliki kedalaman relasi yang kurang mendalam. 17. Pria homoseksual dengan status pseudointimate menunjukkan status identitas achievement dimana ia sudah dapat menerima identitas diri sebagai pria homoseksual dan sudah yakin dengan hubungan yang ia jalani dengan pasangannya. 18. Status identitas yang tinggi (achievement) tidak menyertai pencapaian status intimacy yang tinggi pula (status intimate). Sehingga dapat disimpulkan dalam penelitian ini, status ego identity pada pria homoseksual yang diteliti tidak menyertai pencapaian status intimacy. 19. Pria homoseksual dengan status intimate dan pre-intimate cenderung memiliki faktor kognitif afeksi yang tinggi, dimana mereka mampu mengolah dan menunjukkan atau menyampaikan perasaannya kepada

135 pasangan. Hal ini memungkinkan mereka untuk memiliki kedalaman relasi yang mendalam. 20. Faktor kognitif afeksi yang tinggi juga ditemui pada sebagian pria homoseksual dengan status stereotype dan isolate. Namun terlihat bahwa kurang adanya pengaruh yang signifikan dalam faktor kognitif afeksi yang tinggi pada mereka. 5.2 Saran 5.2.1 Saran Teoretis Bagi peneliti selanjutnya, dapat diteliti lebih lanjut dengan responden yang lebih banyak untuk mendapatkan gambaran yang lebih umum mengenai status intimacy pada pria homoseksual. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai korelasi antara faktorfaktor yang berpengaruh terhadap pencapain status intimacy, yaitu faktor ego identity, faktor kognitif afeksi, dan faktor kepribadian secara lebih mendalam. 5.2.2 Saran Praktis Bagi pria homoseksual di X Bandung diharapkan dapat membina relasi dengan pasangan dengan mempertimbangkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Diharapkan melalui penelitian ini konselor atau psikolog yang memiliki klien pria homoseksual dapat memiliki gambaran mengenai status intimacy

136 pada pria homoseksual, sehingga dapat membantu pria homoseksual memahami hubungan yang mereka jalani dengan pasangannya dan mengarahkan mereka sesuai dengan ajaran agama dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada keluarga, teman, atau kerabat pria homoseksual agar mereka dapat mendampingi serta mengarahkan pria homoseksual dalam menjalani suatu relasi / hubungan berpacaran dengan sesama pria homoseksual. Hal ini bertujuan agar pria homoseksual dapat mencapai status intimacy yang maksimal.