IX. KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
VIII. PEMBAHASAN 8.1 Kebijakan Pengembangan Klaster

IV. METODOLOGI 4.1 Kerangka Pemikiran Konseptual

V. ANALISA SISTEM. 5.1 Agroindustri Nasional Saat Ini

BAB V KONFIGURASI DAN PEMODELAN SISTEM

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

BAB I PENDAHULUAN jiwa (Central Intelligence Agency (CIA),2017). Indonesia merupakan

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI UNGGULAN MENGGUNAKAN KOMPETENSI INTI DI DAERAH KABUPATEN DAN KELEMBAGAANNYA AIDIL JUZAR

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

MODEL KONSEPTUAL KELEMBAGAAN

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

PEMODELAN SISTEM Konfigurasi Model

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya dapat menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia. Dalam hal

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

X. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Model Pengembangan Usaha Agroindustri Nenas AINI-MS yang dihasilkan

ANALISIS KEBUTUHAN INVESTASI BIDANG USAHA UNGGULAN BERBAHAN BAKU PERTANIAN DALAM SUBSEKTOR INDUSTRI MAKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

VI. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI DI SEKTOR AGROINDUSTRI TERHADAP OUTPUT SEKTORAL, PENDAPATAN TENAGA KERJA DAN RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. tetapi sebagai tempat usaha yang cukup banyak menyerap tenaga kerja.

METODOLOGI PENELITIAN

BOKS 2. A. Latar Belakang

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRACT...

PROGRAM KERJA 2009 & RENCANA KERJA 2010 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

ANALISIS SUBSEKTOR AGROINDUSTRI UNGGULAN JAWA BARAT

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memiliki berbagai kebutuhan. Resesi dan depresi ekonomi, krisis nilai

KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

MODEL SISTEM KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TALAS

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN IV TAHUN 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2014

BAB V KESIMPULAN dan SARAN. dan Korelasi Pearson, Indikator Industri Unggulan SLQ-DLQ dan SSLQ-DSLQ

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang memberikan dampak sangat

Form A Kuesioner Profil Usaha Tani Program Penelitian Pemberdayaan Agroindustri Nilam di Pedesaan dalam Sistem Klaster

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK. Peneliti : Dr. Lilis Yuliati, S.E., M.Si 1 Mahasiswa Terlibat : - Sumber Dana : BOPTN Universitas Jember Tahun 2014

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2015

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB IV ANALISA SISTEM

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 3 TAHUN

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III METODE PENELITIAN

III. LANDASAN TEORI. Tabel 3.1 Matriks Model Multi Sectoral Qualitative Analysis (MSQA)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

No. 43/08/94/ Th. V, 3 Agustus 2015 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI PAPUA TRIWULAN II-2015

DIREKTORI PERUSAHAAN INDUSTRI DI KOTA DENPASAR TAHUN 2016 KECAMATAN DENPASAR TIMUR

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN IV TAHUN 2014


I. PERTUMBUHAN (q to q) PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2015 DI JAWA TENGAH

VI. VERIFIKASI DAN VALIDASI MODEL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya sumberdaya alam dan mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN I TAHUN 2014

Boks 2. PERINGKAT DAYA SAING INVESTASI DAERAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

PEMODELAN SISTEM 6.1. KONFIGURASI MODEL

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG (IBS) DAN INDUSTRI MIKRO KECIL (IMK) TRIWULAN II TAHUN 2017

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN II TAHUN 2014

I.1. Latar Belakang strategi Permasalahan Dari sisi pertanian

No. 05/08/81/Th.VII, 1 Agustus 2017

Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Provinsi Papua Triwulan III 2015

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

AGROINTEK Volume 7, No.2 Agustus

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN II TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

-2- Mesin dan/atau Peralatan Industri kecil dan/atau Industri menengah; Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kement

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2017 (dalam US$ juta)

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

AGRIBISNIS DAN AGROINDUSTRI

Transkripsi:

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan sistem menghasilkan Model Strategi Pengembangan Klaster Agroindustri Unggulan Menggunakan Kompetensi Inti Daerah dalam bentuk Sistem Pendukung Keputusan (SPK) yang diberi nama Model StraKlas dengan konfigurasi yang terdiri dari Sistem Manajemen Basis Data, Sistem Manajemen Basis Model, Sistem Pengolahan Terpusat dan Sistem Manajemen Dialog. Model dapat mendukung proses pengambilan keputusan untuk perencanaan strategi pengembangan klaster agroindustri. Dukungan dilakukan melalui proses identifikasi kompetensi inti daerah dan atribut kelompok agroindustri dengan menggunakan submodel: Kompetensi Inti, Konsentrasi Industri, Tingkat Pertumbuhan, Kemampuan Ekspor, Keterkaitan dengan Usaha Lain, Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Tambah. 2) Sintesis keluaran submodel dengan metode Analytical Hierarchy Process menghasilkan peringkat kelompok agroindustri unggulan daerah yang berpotensi menjadi klaster. 3) Pemetaan calon klaster melalui identifikasi industri inti menghasilkan konfigurasi klaster, yaitu: Pasar, Produk Ekspor, Pemosok dan Infrastruktur dengan masing-masing komponennya. 4) Strukturisasi dan klasifikasi subelemen sistem pengembangan dengan menggunakan teknik Interpretive Structural Modelling menghasilkan subelemen kunci dan subelemen dengan driver power yang kuat pada setiap elemen sistem pengembangan. 5) Pemeringkatan tingkat kepentingan elemen Peran Pemerintah dan elemen Aktivitas Dunia Usaha dalam mencapai elemen Tujuan dengan menggunakan teknik Independent Preference Evaluation, menunjukkan bahwa pengembangan klaster agroindustri membawa implikasi akan perlunya pengembangan kelembagaan, pengembangan infrastruktur,

185 pengembangan sumber daya manusia, pengembangan teknologi dan pengembangan pasar. 6) Klasifikasi dan strukturisasi subelemen Pelaku yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengembangkan sistem kelembagaan klaster agroindustri melalui subelemen -subelemen Pelaku yang saling berkaitan. Model kelembagaan klaster agroindustri yang dikembangkan merupakan organisasi industri yang mempunyai bentuk struktur jaringan. Penerapan Sistem Pendukung Keputusan Model StraKlas untuk perancangan strategi pengembangan agroindustri unggulan menggunakan kompetensi inti memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1) Berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2000 (KBLI 2000) untuk industri 3-digit, agroindustri di Kabupaten Bogor terkelompok dalam Makanan; Minuman; Kulit; Kayu, Rotan dan Bambu; Kertas dan Barang dari Kertas; Karet dan Barang dari Karet. 2) Identifikasi kompetensi inti daerah untuk setiap kelompok agroindustri yang dirancang dengan teknik MSQA menghasilkan bobot sebagai berikut: Makanan dengan bobot 0,2009; Minuman dengan bobot 0,1843; Kulit dengan bobot 0,1526; Kayu, Rotan dan Bambu dengan bobot 0,1529; Kertas dan Barang dari Kertas dengan bobot 0,1242; Karet dan Barang dari Karet dengan bobot 0,1851. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok Makanan mempunyai bobot kompetensi inti tertinggi. 3) Identifikasi konsentrasi industri untuk setiap kelompok agroindustri yang dirancang dengan metode Location Quetient berdasarkan tenaga kerja menghasilkan: Makanan dengan bobot 0,1753; Minuman dengan bobot 0,2717; Kulit dengan bobot 0,2060; Kayu, Rotan dan Bambu dengan bobot 0,0797; Kertas dan Barang dari Kertas dengan bobot 0,2061; Karet dan Barang dari Karet dengan bobot 0,1612. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok Minuman mempunyai bobot LQ tertinggi. 4) Identifikasi tingkat pertumbuhan daerah untuk setiap kelompok agroindustri yang dirancang dengan metode Shift Share berdasarkan jumlah tenaga kerja, menghasilkan bobot komponen Differensial Shift sebagai berikut: Makanan dengan bobot 0,1818; Minuman dengan bobot

186 0,1364; Kulit dengan bobot 0,2273; Kayu, Rotan dan Bambu dengan bobot 0,2273; Kertas dan Barang dari Kertas dengan bobot 0,1818; Karet dan Barang dari Karet dengan bobot 0,0455. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok Kulit; Kayu, Rotan dan Bambu mempunyai bobot Differensial Shift tertinggi. 5) Identifikasi kemampuan ekspor untuk setiap kelompok agroindustri yang dirancang dengan metode Heuristic menghasilkan bobot kemampuan ekspor sebagai berikut : Makanan dengan bobot 0,1889; Minuman dengan bobot 0,1441; Kulit dengan bobot 0,1589; Kayu, Rotan dan Bambu dengan bobot 0,1693; Kertas dan Barang dari Kertas dengan bobot 0,1805; Karet dan Barang dari Karet dengan bobot 0,1582. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok Makanan mempunyai bobot kompetensi inti tertinggi. 6) Identifikasi keterkaitan dengan usaha lain untuk setiap kelompok agroindustri yang dirancang dengan metode Heuristic menghasilkan bobot jumlah tenaga kerja sebagai berikut: Makanan dengan bobot 0,1889; Minuman dengan bobot 0,1441; Kulit dengan bobot 0,1589; Kayu, Rotan dan Bambu dengan bobot 0,1693; Kertas dan Barang dari Kertas dengan bobot 0,1805; Karet dan Barang dari Karet dengan bobot 0,1582. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok Makanan mempunyai bobot keterkaitan usaha tertinggi. 7) Identifikasi jumlah tenaga kerja untuk setiap kelompok agroindustri yang dirancang dengan metode Heuristic menghasilkan bobot jumlah tenaga kerja sebagai berikut: Makanan dengan nilai bobot 0,2186; Minuman dengan bobot 0,0367; Kulit dengan bobot 0,2595; Kayu, Rotan dan Bambu dengan bobot 0,2443; Kertas dan Barang dari Kertas dengan bobot 0,1124; Karet dan Barang dari Karet dengan bobot 0,1285. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok kulit mempunyai nilai bobot tertinggi. 8) Identifikasi nilai tambah untuk setiap kelompok agro industri yang dirancang dengan metode Heuristic menghasilkan bobot nilai tambah sebagai berikut: Makanan dengan bobot 0,2657; Minuman dengan bobot

187 0,0867; Kulit dengan bobot 0,1411; Kayu, Rotan dan Bambu dengan bobot 0,1502; Kertas dan Barang dari Kertas dengan bobot 0,1994; Karet dan Barang dari Karet dengan bobot 0,1569. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok Makanan mempunyai bobot tertinggi. 9) Hasil perhitungan bobot elemen Tujuan pada pemilihan agroindustri unggulan dengan metode AHP menunjukkan bahwa Meningkatkan Pendapatan Daerah mempunyai bobot 0,0445; Memperluas Lapangan Kerja mempunyai bobot 0,5396; Memperluas Pasar Domestik dan Ekspor mempunyai bobot 0,2741; Meningkatkan Produktivitas Usaha mempunyai 0,1418. Dengan demikian bobot tertinggi untuk elemen Tujuan adalah Memperluas Lapangan Kerja. 10) Hasil perhitungan bobot pada elemen Kriteria menunjukkan bahwa Kompetensi Inti mempunyai bobot 0,1312; Konsentrasi Industri mempunyai bobot 0,0426; Tingkat Pertumbuhan mempunyai bobot 0,1323; Kemampuan Ekspor mempunyai bobot 0,2695; Keterkaitan Usaha mempunyai bobot 0,1007; Nilai Tambah mempunyai bobot 0,3193; Jumlah Tenaga Kerja mempunyai bobot 0,0043. Dengan demikian bobot tertinggi untuk elemen Kriteria adalah Nilai Tambah. 11) Hasil perhitungan bobot pada elemen Alternatif Kelompok Agroindustri menunjukkan bahwa Makanan mempunyai bobot 0,2042; Minuman mempunyai bobot 0,1412; Kulit mempunyai bobot 0,1544; Kayu, Rotan dan Bambu mempunyai bobot 0,1649; Kertas dan Barang dari Kertas mempunyai bobot 0,1740; Karet dan Barang dari Karet mempunyai bobot 0,1612. Dengan demikian bobot tertinggi untuk elemen Alternatif Kelompok Agroindustri Unggulan Daerah adalah kelompok Makanan. 12) Hasil identifikasi industri inti untuk industri 5-digit KBLI 2000 pada kelompok agroindustri unggulan yang memiliki peringkat tertinggi adalah Industri pengolahan teh dan kopi yang kemudian diikuti secara berturut-turut oleh Industri roti dan sejenisnya; Industri ransum pakan ternak dan ikan; Industri makaroni, mie, spagheti, bihun dan sejenisnya; Industri makanan dari cokelat dan kembang gula; Industri susu; Industri pengasinan dan pemanisan buah-buahan dan sayuran; Industri

188 pengalengan buah-buahan dan sayuran; Industri pelumatan buah-buahan dan sayuran. 13) Model strukturisasi dan klasifikasi elemen dengan teknik ISM menempatkan subelemen Meningkatkan keterkaitan antar sektor dan subelemen Memanfaatkan sumber daya alam daerah sebagai subelemen kunci pada elemen Tujuan; subelemen Pemerintah daerah sebagai subelemen kunci pada elemen Pelaku; subelemen Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, subelemen Perbedaan kepentingan antar perusahaan sebagai subelemen kunci pada elemen Kendala; subelemen Melakukan koordinasi antar instansi yang terkait; dan subelemen Membangun komunikasi dan kerjasama antar anggota sebagai subelemen kunci pada elemen Peran Pemerintah; serta subelemen Mendirikan asosiasi khusus anggota; dan subelemen Mengumpulkan dan mendesiminasi data dan informasi yang dibutuhkan sebagai subelemen kunci pada elemen Aktivitas Dunia Usaha. 14) Hasil pengolahan tingkat kepentingan subelemen pada elemen Peran Pemerintah yang sangat penting dan penting dalam pencapaian tujuan pengembangan klaster agroindustri adalah Melakukan koordinasi antar instansi yang terkait; Membangun komunikasi dan kerjasama antar anggota; Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan; Menerbitkan peraturan yang mendukung terbentuknya persaingan yang sehat; Melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan pada perguruan tinggi dan lembaga riset pemerintah; Menyediakan fasilitas umum dan sosial di daerah ; dan Melakukan upaya menarik investor ke dalam klaster. 15) Hasil pengolahan tingkat kepentingan subelemen pada elemen Aktivitas Dunia Usaha yang sangat penting dan penting dalam mencapai tujuan pengembangan klaster agroindustri adalah Mendirikan asosiasi khusus anggota klaster; Mensponsori kegiatan penelitian dan pengembangan sesuai kebutuhan spesifik klaster; Melakukan usaha pemasaran bersama anggota klaster; Melakukan promosi dagang dan investasi bersama

189 pemerintah daerah; Melaksanakan kursus dan seminar untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan anggota klaster. Kebijakan pengembangan klaster agroindustri unggulan menggunakan kompetensi inti daerah memberi implikasi sebagai berikut : 1) Pengembangan kelembagaan untuk mengkoordinasikan berbagai aktivitas agar menghasilkan aktivitas yang sinergis. 2) Pengembangan infrastruktur baik fisik maupun non fisik untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi perkembangan agroindustri. 3) Pengembangan sumber daya manusia agar lebih mampu berinovasi. 4) Pengembangan teknologi untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam berproduksi. 5) Pengembangan pasar untuk meningkatkan pangsa pasar yang lebih besar. 9.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan beberapa hal berikut : 1) Menerapkan Model StraKlas pada berbagai tingkatan wilayah administratif untuk mengidentifikasi kelompok agroindustri yang berpotensi menjadi klaster unggulan di wilayah -wilayah tersebut. 2) Daerah-daerah yang secara geografis berbatasan agar menerapkan model StraKlas secara bersama-sama untuk mengidentifikasi potensi klaster agroidustri lintas batas di wilayah-wilayah tersebut. 3) Menggunakan Model StraKlas sebagai landasan penunjang keputusan untuk merancang pengembangan geografis wilayah kabupaten dan kota. 4) Menyediakan data industri kecil dan industri rumah tangga sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia 2000 (KBLI 2000), untuk melengkapi data pada penerapan model StraKlas.