BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan puskesmas maka pelayanan rumah sakit haruslah yang. berupaya meningkatkan mutu pelayanannya (Maturbongs, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.

repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. oleh tenaga kesehatan melalui program-program yang telah ditetapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Diharapkan) dengan rentang 3,2 16,6 %. Negara Indonesia data tentang KTD

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keselamatan pasien telah menjadi isu global yang sangat penting dilaksanakan oleh setiap rumah sakit, dan

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk. Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety)

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit (RS) memiliki lima macam isu diantaranya yaitu : keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

Keselamatan Pasien dalam Pelayanan Kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU DAN KINERJA PUSKESMAS NGEMPLAK SIMONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesalahan. Keselamatan pasien ( patient safety) telah menjadi isu gelobal termasuk juga

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENINGKATAN MUTU KLINIS DAN KESELAMATAN PASIEN PUSKESMAS PUJON

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya oleh pemerintah, namun juga masyarakat. Salah satu fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety),

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

POA (PLAN OF ACTION) PELAKSANAAN PROGRAM MANAJEMEN RESIKO PASIEN JATUH DI RUMAH SAKIT ISLAM UNISMA MALANG TAHUN 2013

LAPORAN EVALUASI PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, maka syarat mutu makin bertambah penting. Hal tersebut mudah saja

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) menjadi suatu prioritas utama dalam setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

MEMBANGUN KAPASITAS DAN KAPABILITAS UNTUK MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN. Compliance for QPS standard

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN. layanan kesehatan, maka fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama. seperti klinik harus selalu berusaha untuk memenuhinya dalam

Anna Ngatmira,SPd,MKM ( Jogjakarta, 25 November 2014)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Jenis Jenis Indikator Mutu Rumah Sakit: Haruskah RS Memiliki Semua

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

JCI - HEALTHCARE ORGANIZATION MANAGEMENT STANDARDS

BAB I PENDAHULUAN. dipisah-pisahkan. Keselamatan pasien adalah bagian dari mutu. Diantara enam sasaran mutu,

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa

LAMPIRAN 1. Instrumen Penelitian. Universitas Sumatera Utara

PANDUAN PENUNTUN SURVEI AKREDITASI UNTUK BAB PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN ====================================== ==========================

GAMBARAN KOMPETENSI MAHASISWA KEPERAWATAN TERHADAP PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RSUD UNGARAN KABUPATEN SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SASARAN KESELAMATAN PASIEN (SKP)

BAB I PENDAHULUAN. kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

Artikel Komunikasi Efektif SBAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Identifikasi Komunikasi Efektif SBAR (Situation, Background, Assesment, Recommendation) Di RSUD Kota Mataram ABSTRAK

Partinah Innovation In Health Care It Project Reservasi Pendaftaran Pasien Rawat Jalan. Surakarta : RSKU

UPAYA PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN (PMKP) RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. hampir semua aspek atau tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan (safety) telah menjadi issue global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima (5)

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

Lampiran 1 LEMBAR OBSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

BAB I PENDAHULUAN. banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada dirinya. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

100% 100% (2/2) 100% 100% (4142) (4162) (269) (307) (307) (269) (278) (263) (265) (264) 0% (638) 12 mnt. (578) 10 mnt

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Permenkes RI, 2011). Institusi yang kompleks memiliki arti bahwa rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, padat mutu dan padat risiko,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan adanya status terakreditasi karena standard- standard

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mampu melaksanakan fungsi manajemen keperawatan (Sitorus, R & Panjaitan,

PROGRAM KERJA BIDANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT TINGKAT III BALADHIKA HUSADA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

PEDOMAN PELAYANAN KLINIS PUSKESMAS TAROGONG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya kekhawatiran mengenai keselamatan pasien, telah meningkat secara

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat melalui pembangunan kesehatan. Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan pengawasan mutu pelayanan kesehatan salah satunya melalui rumah sakit (Depkes RI, 2011). Peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pelayanan secara efisien dan efektif yaitu dengan menyesuaikan standar profesi, standar pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, pemanfaatan teknologi tepat guna dan hasil penelitian untuk mengembangkan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga tercapai derajat kesehatan yang optimal (Nursalam, 2012). Peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit dapat dilakukan dengan mengembangkan akreditasi rumah sakit dimana indikator utamanya adalah International Patient Safety Goals (IPSG) atau Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) (JCI, 2011). Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta 1

2 implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011). Menurut Joint Commission International (JCI) (2011), keselamatan pasien terdiri dari 6 sasaran yaitu (1) Mengidentifikasi pasien dengan benar, (2) Meningkatkan komunikasi efektif, (3) Mencegah kesalahan pemberian obat, (4) Mencegah kesalahan prosedur, tempat dan pasien dalam tindakan pembedahan, (5) Mencegah risiko infeksi dan (6) Mencegah risiko pasien cidera akibat jatuh (JCI, 2011). Terdapat berbagai pasien dengan bermacam-macan kasus penyakit yang ada di rumah sakit. Pasien adalah pribadi yang unik dengan karakteristik masingmasing, yang berpengaruh terhadap cara pemberian pelayanan dan perawatan karena kondisi pasien yang berisiko. Salah satu risiko yang mungkin timbul adalah pasien jatuh (fall) (Syatriani, 2013). Jatuh merupakan penyebab umum terjadinya cidera. Menurut data dari US Centres for Disease Control and Prevention tahun 2014, diperoleh data bahwa lebih dari 1/3 orang dewasa berusia diatas 65 tahun mengalami jatuh setiap tahun. Lebih dari 500.000 kejadian jatuh di seluruh rumah sakit di Amerika setiap tahun, 150.000 diantaranya mengalami luka. Pasien akan mengalami peningkatan dalam risiko jatuh bila mempunyai gangguan

3 memori, mempunyai kelemahan otot, berusia lebih dari 60 tahun dan berjalan menggunakan tongkat atau walker (Setiowati, 2015). Data kejadian pasien jatuh di Indonesia berdasarkan Kongres XII PERSI (2012) melaporkan bahwa kejadian pasien jatuh tercatat sebesar 14%, padahal untuk mewujudkan keselamatan pasien angka kejadian pasien jatuh seharusnya 0%. Pelaksanaan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang tidak terlaksana dengan baik disebabkan oleh beberapa faktor di rumah sakit. Kejadian tidak diharapkan yang paling sering terjadi antara lain pasien jatuh (12.670 kasus), (Clinical Excellence Commission, 2013). Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cidera bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan rumah sakit (Kemenkes RI, 2011). Menurut Institute of Medicine, tindakan atau kelalaian yang bisa merugikan pasien, tetapi tidak menyebabkan kerusakan sebagai akibat dari kebetulan, pencegahan atau mitigasi nyaris cidera dan tidak ada insiden membahayakan dapat memberikan informasi berharga banyak yang tidak dapat ditangkap

4 oleh peristiwa yang merugikan sistem pelaporan. Oleh karena itu, melaporkan insiden tersebut harus didorong. Namun perlunya developing database yang besar dan mempekerjakan lebih banyak staf untuk pengelolaan data juga harus dipertimbangkan (Sheikhtaheri, 2014). Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien dengan menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil, memimpin dan mendukung staf dalam membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas, mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko dalam mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah (Kemenkes RI, 2011). Dalam mencapai sasaran tersebut, maka pada umumnya rumah sakit diharapkan mampu (1) melakukan pengkajian (penilaian = assessment) sedini mungkin risiko jatuh pasien dan melakukan pengkajian ulang jika di indikasikan (2) menilai apakah perlu dilakukan intervensi atau tidak, jika seandainya perlu, maka ada prosedur untuk hal tersebut.(3) melakukan pengawasan, tentu saja juga melalui pendokumentasian; apakah cara yang dilakukan berhasil dan apakah cukup efektif (4) menetapkan kebijakan serta panduan dalam mendukung pencapaian sasaran ini (Lawega, 2015).

5 Asesmen awal memastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko rumah sakit, melakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkahlangkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut (Kemenkes RI, 2011). Hasil penelitian Kurniadi (2013) menunjukkan sebagian besar petugas atau perawat harus melaksanakan dengan baik program manajemen pasien jatuh yang meliputi: penyaringan, pemasangan gelang identitas risiko jatuh, edukasi pasien dan keluarga tentang using leaflet edukasi, pengelolaan pasien risiko jatuh, penanganan pasien jatuh dan pelaporan insiden. Penetapan kebijakan dan implementasi prosedur yang diikuti dengan supervisi dan monitoring lebih menjamin keterlaksanaan instrumen. Supervisi adalah suatu usaha atau kegiatan pembinaan yang direncanakan untuk membantu bawahannya dalam melakukan pekerjaan secara efektif dan efisien. Model supervisi Proctor yang dikembangkan oleh Brigid Proctor merupakan model yang paling populer dalam supervisi. Hasil akhir dari kegiatan supervisi dikategorikan menjadi 3 komponen sesuai dengan model Proctor yaitu normatif, formatif dan restoratif. Untuk mengevaluasi kegiatan supervisi, dapat menggunakan instrumen kuesioner berdasarkan Manchester Clinical Supervision Scale atau Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ). Instrumen kuesioner yang sering digunakan untuk menilai keefektifan supervisi adalah dengan menggunakan Manchester Clinical Supervision Scale. Pernyataan yang ada pada instrumen disusun berdasarkan data

6 kualitatif melalui wawancara yang berasal dari sebuah penelitian di Inggris dan Scotlandia. Manchester Clinical Supervision Scale merupakan pengembangan dari model supervisi Proctor, yaitu normatif, formatif dan restoratif (Setiowati, 2015). Nursing Practice Innovation Falls Prevention (2011) menyatakan bahwa kepemimpinan dan lingkungan fisik dapat memberikan perbedaan dalam penerapan prosedur pengurangan risiko jatuh pasien di rumah sakit. Hasil penelitian Boediono (2014) diketahui bahwa penerapan prosedur pasien dengan resiko jatuh di rumah sakit yang diikuti supervisi dan monitoring lebih menjamin keterlaksanaan program. Hasil penelitian Patricia, et al (2013) diketahui bahwa pengorganisasian dapat meningkatkan penerapan prosedur risiko jatuh pasien di rumah sakit. Phillips (2011), menunjukkan bahwa kegiatan supervisi dapat meningkatkan produktivitas kerja perawat. Supervisees (penerima supervisi) yang mendapatkan dukungan dari supervisor (pelaksana supervisi) menunjukkan bahwa produktivitas kerjanya lebih tinggi dari pada yang tidak mendapat dukungan dari supervisor. Pelaksanaan supervisi tidak hanya dilakukan di rumah sakit namun di seluruh area pelayanan keperawatan baik di rumah sakit maupun di komunitas (Estes, 2013).

7 Driscoll (2008), mengemukakan pandangan bahwa jika pelaksanaannya benar maka supervisi klinis adalah pendorong terbesar dalam memajukan keunggulan dalam perawatan. Meskipun demikian, kurangnya pemahaman dikombinasikan dengan ketidakpercayaan oleh perawat masih dapat mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan supervisi kepada mereka yang membutuhkannya. Hasil penelitian Sandra, (2014) menunjukkan bahwa 16,7% dari pasien menunjukkan tidak ada risiko jatuh. 48,5% memiliki risiko rendah jatuh dan 34,8% memiliki risiko tinggi jatuh. Ketidaksesuaian dalam pelaksanaan asesmen, penerapan Skala Morse Fall (SMF). Dengan demikian, beberapa kontribusi untuk model supervisi klinis dalam keperawatan sehingga perawat dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam mencegah jatuh pasien (Sandra, 2014). Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang yang merupakan rumah sakit swasta pendidikan yang melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan demi kepuasan pelanggan. Dari survey awal kepada 4 perawat di Ruang Rawat Inap, mengatakan jarang melakukan asesmen resiko jatuh pada pasien yang ditandai dengan jarang mengorientasikan pasien atau penunggu tentang lingkungan ruangan/rumah sakit, meletakkan kewaspadaan resiko jatuh pada panel informasi pasien, memastikan pasien memiliki stiker penanda resiko jatuh, melakukan pemasangan fiksasi fisik apabila diperlukan.

8 Berdasarkan data wawancara dengan Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit mengatakan bahwa RSI Siti Rahmah sudah pernah mendapat pelatihan tahun 2015 tentang Penerapan patient safety, namun tidak semua perawat yang mengikuti, hanya perwakilan 2 orang perawat dari masing-masing ruangan. Hasil survey yang dilakukan masih ditemukan perawat pelaksana yang belum menerapkan patienst safety. Hasil wawancara dengan 4 orang perawat, bahwa tidak mengetahui standar pencapaian asesmen awal resiko jatuh, kepala ruangan jarang melakukan control buku rencana kegiatan harian yang menjadi pedoman perencanaan tindakan, termasuk perencanaan asesmen awal resiko jatuh, sehingga evaluasi kepala ruangan belum berjalan maksimal. Proses pengendalian menurut Manulang (2012) dapat dikategorikan dengan tiga tahap yaitu menetapkan alat pengukur (standard), mengadakan penilaian (evaluate), dan mengadakan tindakan perbaikan (corrective action) (Badarudin, 2014). Berdasarkan hasil wawancara terhadap 10 orang perawat terkait supervisi kepala ruangan terhadap penerapan pasien safety resiko pengurangan pasien jatuh awal pasien resiko jatuh di ruang rawat inap rumah sakit, didapatkan hasil bahwa dua orang perawat pelaksana mengatakan bahwa supervisi yang dilakukan kepala ruangan belum ada jadwal yang tetap akan waktu pelaksanaan supervisi, ada sekali-kali mempedulikan bimbingan penerapan risiko pasien jatuh, kepala ruangan tidak selalu mengingatkan dan mengajarkan penerapan penerapan risiko pasien jatuh, sehingga kadang perawat merasa itu tidak cukup penting dilakukukan selalu dengan alasan

9 fasilitas yang bagus perawat merasa sudah memberikan keamanan kepada pasien. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu: bagaimanakah hubungan supervisi kepala ruangan dengan penerapan patient safety pengurangan risiko pasien jatuh di ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan supervisi kepala ruangan dengan penerapan patient safety pengurangan risiko pasien jatuh di ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang. 2. Tujuan Khusus a. Teridentifikasinya distribusi frekuensi karakteristik perawat di ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang. b. Teridentifikasinya distribusi frekuensi penerapan patient safety pengurangan risiko pasien jatuh di ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang. c. Teridentifikasinya distribusi frekuensi supervisi kepala ruangan di RSI Siti Rahmah Padang

10 d. Teridentifikasinya hubungan supervisi kepala ruangan dengan penerapan patient safety pengurangan risiko pasien jatuh di ruang rawat inap RSI Siti Rahmah Padang. D. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan bermanfaat bagi semua pihak dalam pengembangan kualitas praktik keperawatan : 1. Manfaat Aplikatif Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen rumah sakit, khususnya bidang keperawatan. Serta memberikan masukan untuk peningkatan kualitas pelaksanaan peran supervisi kepala ruangan dan meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. 2. Manfaat Teoritik Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan supervisi yang dilakukan kepala ruangan dengan penerapan patient safety resiko pengurangan pasien jatuh. 3. Manfaat Metodelogik Menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan supervisi yang dilakukan kepala ruangan dengan penerapan patient safety risiko jatuh. Penelitian ini juga dapat dikembangkan lagi dengan menggunakan penelitian kualitatif untuk mendapatkan makna yang lebih dalam terkait fungsi supervisi kepala ruangan.