PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Cock (1985), ubikayu merupakan salah satu tanaman penghasil kalori penting di daerah tropik. Tanaman ubikayu ini dapat membentuk karbohidrat dengan efisien. Dalam Widodo et a/. (1993) disebutkan bahwa tanaman ubikayu merupakan penghasil bahan pangan ketiga terbesar setelah padi dan jagung di Indonesia. Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Lampung merupakan penghasil utama ubikayu di Indonesia. Rata-rata hasil ubikayu di lndonesia masih sangat rendah yaitu 12,3 ton per hektar pada tahun 1999 (BPS 1999), walaupun telah banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa produktivitas ubikayu dapat mencapai 40 ton per hektar (Cock 1985). Produksi ubikayu di lndonesia berfluktuasi antar waktu. Badan Pusat Statistik (1997a) menyatakan bahwa produksi ubikayu di lndonesia sebesar 17.285.235 ton (tahun 1993), 15.134.232 ton (tahun 1994), 15.441.481 ton (tahun 1995), 17.002.455 tan (tahun 1996) dan 15.134.021 ton (1997). Badan Pusat Statistik (1999) mencatat produksi ubikayu pada tahun 1998 sebesar 14.696.200 ton dan pada tahun 1999 sebesar 16.346.700 ton. Badan Pusat Statistik (1997b) menyatakan bahwa ragarn produksi ubikayu tersebut disebabkan oleh berfluktuasinya luas panen di Jawa maupun luar Jawa dan sebagian besar ubikayu dibudidayakan di lahan marginal sehingga produktivitasnya rendah. Meskipun ubikayu merupakan penghasil kalori penting di daerah tropik, nilai ekonorni ubikayu masih sangat rendah. Di lndonesia pemanfaatan ubikayu belum optimal. Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomi ubikayu, sekarang ini ada kecenderungan untuk memanfaatkan ubikayu sebagai bahan mentah berbagai
industri makanan dan juga untuk industri lainnya (Bokanga 1998). Ubikayu sekarang juga telah dimasukkan dalam pemasaran modern dan permintaan ubikayu semakin meningkat untuk keperluan industri. Berbagai industri makanan yang memanfaatkan ubikayu sebagai bahan baku diantaranya adalah industri kue, kecap, krupuk, penyedap rasa dan mie. Sedangkan industri non-makanan yang memanfaatkan ubikayu sebagai bahan baku diantaranya adalah industri pakan ternak, tekstil, farmasi, kertas, dan kimia (Anonim 1994). Pati dari umbi ubikayu dan turunannya seperti dekstrin, glukosa dan fruktosa telah menjadi produk andalan dari agro-industri ubikayu (Bokanga 1998). Karena sebagian besar ubikayu di tanam di lahan marginal terutama tanah Ultisol (Poespodarsono dan Widodo 1993, Poespodarsono 1996, BPS 1997b), sehingga produktivitasnya rendah (BPS 1997b), adanya peningkatan fungsi ubikayu (Anonim 1994, Munyikwa 1997, Bokanga 1998), dan terjadinya pergeseran pola penanaman ubikayu dari skala kecil untuk konsumsi segar ke skala besar untuk keperluan industri (Kawano et a/. 1998), maka perlu dirakit kultivar ubikayu yang toleran pada kondisi lahan marginal terutama tanah Ultisol. Menurut Poespodarsono dan Widodo (1993) hingga saat ini belum tersedia varietas unggul ubikayu yang khusus dikembangkan untuk tanah Ultisol. Lahan ultisol yang bersifat masam mendominasi lahan kering yang ada di Indonesia (Jagau 2000). Menurut Sanchez dan Salinaz (1981), luas areal tanah Ultisol di wilayah Asia tropik menduduki peringkat pertama yaitu 286.10~ hektar. Di Indonesia, seperti dikemukakan oleh Rochayati et a/. (1986), program perluasan pertanaman untuk meningkatkan produksi sebagian besar dilakukan pada lahan jenis ini.
Tanah Ultisol banyak mempunyai kendala fisik maupun kimia yang menghambat pertumbuhan tanaman. Namun demikian jika dilakukan penanganan dengan baik, tanah Ultisol dapat menjadi tanah yang paling produktif di dunia (Sanchez dan Salinas 1981, Fanning dan Fanning 1989, Miller dan Donahue 1990). Kendala tanah Ultisol yang menonjol adalah kandungan aluminium dapat ditukar tinggi yang dapat menghambat pertumbuhan akar sehingga akar tidak efisien dalam menyerap air dan unsur hara. Kendala tanah Ultisol dapat diatasi dengan pemupukan dan pengapuran (Sanchez dan Salinas 1981, Rochayati et a/. 1986, Didi et a/. 1986). Namun pendekatan ini memerlukan biaya yang relatif mahal (high input). Sehingga dipilih alternatif lain yaitu penanganan tanah dengan masukan rendah (low-input soil managemenf). Dalam ha1 ini ada tiga prinsip yang dapat dimasukkan yaitu (1) mengadaptasikan tanaman pada kendala tanah yang ada, (2) memaksimalkan hasil per unit jika dilakukan penambahan input dan (3) memanfaatkan keuntungan dari sifat tanah masam yang ada (Sanchez dan Salinas 1981). Pembentukan atau perbaikan suatu varietas untuk adaptasi terhadap tanah masam memerlukan adanya keragaman genetik karakter adaptasi pada tanah masam (Jagau 2000). Karena saat ini belum tersedia kultivar unggul ubikayu yang adaptif pada tanah Ultisol maka tahap awal yang hams dilakukan adalah menyeleksi koleksi plasma nutfah ubikayu yang ada untuk sifat toleransi terhadap lingkungan berkendala terutama pada lahan Ultisol yang banyak mendominasi pertanaman ubikayu di Indonesia. Kultivar ubikayu yang terseleksi selanjutnya dapat digunakan sebagai tetua persilangan dalam perbaikan kultivar ubikayu melalui metode pemuliaan tanaman.
Program pemuliaan ubikayu di Indonesia secara umum bertujuan untuk merakii varietas berumbi manis dan pahit dengan karakter : hasil tinggi, indeks panen tinggi, kadar pati tinggi, toleran terhadap hama dan penyakii utama, tidak bercabang intensif, bentuk umbi bagus, toleran pada kondisi tanah dan iklim tertentu, dan berumur genjah Cukup banyak karakter harapan yang harus dimiliki oleh varietas yang diinginkan. Hal ini memberi isyarat bahwa pencapaian tujuan tersebut memerlukan waktu dan usaha yang banyak, sekaligus memberikan gambaran keberhasilannya. Hershey (1987) menyatakan bahwa prospek kegiatan pemuliaan tanaman berbanding terbalik dengan banyaknya karakter yang harus dirakit. Oleh karena itu pencapaian tujuan secara bertahap perlu dilakukan. Perakian varietas unggul yang spesifik lingkungan atau lokasi tertentu harus lebih diprioritaskan dan sekaligus merupakan mata rantai yang lebih hulu dalam upaya perakiian varietas unggul beradaptasi luas. Seperti yang dikemukakan oleh Tigerstedt (1994) bahwa pada spesies margin, adaptasi merupakan kepentingan utama sedangkan hasil merupakan prioritas kedua. Mengingat ubikayu merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di lahan Ultisol maka perakiian varietas unggul ubikayu yang beradaptasi terhadap karakteristik tanah Ultisol merupakan salah satu wntoh pencapaian tujuan tersebut. Perakitan varietas yang adaptif hanya mungkin dilakukan apabila tersedia sumber karakter adaptif yang diperiukan dan karakter adaptif tersebut dapat diwariskan.
Tujuan Percobaan Percobaan ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji tanggap 10 genotipe ubikayu pada tanah Ultisol. 2. Mengidentifikasi genotipe ubikayu yang dapat digunakan sebagai sumber karakter yang diperlukan dalam upaya merakit varietas unggul yang adaptif pada tanah Ultisol. Hipotesis Percobaan 1. Terdapat banyak perbedaan dan jenis karakter yang mencirikan adaptasi terhadap tanah Ultisol diantara genotipe ubikayu yang berbeda. 2. Ekspresi karakter yang mencirikan adaptasi lebih mudah dideteksi pada kondisi yang diperbaiki secara agronomi daripada kondisi alaminya.