KUD hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungiawab dalam pengembalian

dokumen-dokumen yang mirip
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TEVJAUAN PUSTAKA

PAPER TUTORIAL PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN. Kebijakan Produksi (Intesifikasi melalui BIMAS)

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

STUB1 KELE. Cibereng - Kecamatau. Oleh. ( Studi Kasus di KUD M KUD Bina Tani

III KERANGKA PEMIKIRAN

PENGARUH PEMBERIAN KREDIT USAHA TANI TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KUD MASARAN AKUR SRAGEN

KERAGAAN KREDIT USAHATANI DALAM MENUNJANG PENINGKATAN PRODUKSI PANGAN

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

RINGKASAN. I GEDE CANDRAYASA H. Analisis Efektivitas Penyaluran Kredit Umum

BAB V PENUTUP. 1. Kebijakan yang diberikan PT. Bank Nagari Cabang Sijunjung dalam. a. Kredit Kepada Masyarakat yang Berpenghasilan Tetap (Kredit

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian dilaksanakan melalui 2 (dua) program. Program peningkatan ketahanan pangan dan (2) Program

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

IDENTIFIKASI PENYEBAB RENDAHNYA PENYALURAN KREDIT USAHATANI

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 85/KMK.017/2000 TENTANG

PERLINDUNGAN HAK PETANI DEBITOR KREDIT USAHA TANI (KUT) YANG TAAT UNTUK PEROLEHAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI (KKP-E) MELALUI MEDIASI PERBANKAN

No. 5/30/BKr Jakarta, 18 November 2003 S U R A T E D A R A N. kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negative terhadap tingkat pengembalian kredit TRI. Penelitian Sarianti (1998) berjudul faktor-faktor yang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BULETIN IKATAN VOL.3 NO. 1 TAHUN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Upaya membangun suatu unit usaha bank mikro yang melayani. masyarakat golongan kecil memerlukan suatu cara metode berbeda dengan

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/19/PBI/2012

PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

Cl'eh : I M,:I)E GESTONO A

Cl'eh : I M,:I)E GESTONO A

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI PAKPAK BHARAT

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E

IV. METODE PENELITIAN

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diusahakan dengan kemampuan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN DANA FLPP BAB I FASILITAS LIKUIDITAS PEMBIAYAAN PERUMAHAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR

I. PENDAHULUAN. Modal tanah, tenaga kerja dan manajemen adalah faktor-faktor produksi,

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penyaluran Kredit Perbankan Tahun (Rp Miliar).

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 5/20/PBI/ 2003 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Tidak perlu di ragukan lagi

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1973 TENTANG UNIT DESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

ANALISIS KERAGAAN DAN PENGARUH PENYALURAN DANA PUAP PADA GAPOKTAN SUBUR REJEKI DENGAN PENGELOLAAN DANA BERBASIS SYARIAH

STRATEGI PENINGKATAN PEMANFAATAN FASILITAS KREDIT PERBANKAN PADA USAHA TANI PADI SAWAH

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dalam Tesis ini dapat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Jaminan. Subsidi Bunga. Percepatan Penyediaan Air Minum

No.16/3 /DPTP Jakarta, 3 Maret 2014 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA DAN PT. PERMODALAN NASIONAL MADANI (PERSERO)

PROSEDUR PELAKSANAAN PEMBERIAN INSENTIF Rp,3.- (TIGA RUPIAH) PER-KILOGRAM GABAH KERING GILING KEPADA PETANI INSUS

BUPATI SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEPALA DESA PASIRMADANG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR PERATURAN DESA PASIRMADANG NOMOR: 10 TAHUN 2001 TENTANG

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010

BAB IV GAMBARAN UMUM. tersebut bisa dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Terlampir

PEMBAHASAN. 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian Kredit. Karakteristik responden baik yang lancar maupun yang menunggak dalam

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank merupakan salah satu sumber pendanaan bagi pembangunan

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1980 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V GAMBARAN UMUM PROGRAM PMUK DI KABUPATEN PELALAWAN

Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk

EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

MODAL DALAM PRODUKSI PERTANIAN. Oleh : Agustina BIDARTI, S.P., M.Si. Sosek Pertanian FP Unsri

BAB III METODE PENELITIAN. Usahatani tembakau sendiri merupakan salah satu usahatani yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. bank sebagai tambahan dana untuk modal usaha dengan pinjaman dana tersebut, maka

VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/PMK.03/2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BERITA DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 202 PERATURAN BUPATI KERINCI

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai tingkat suku

Transkripsi:

HAFNI HAFSAH. Efektivitas Penyaluran Kredit Usahatani : Perbandingan Antara Pola Khusus ( Executing) dan Pola Umum (Clzanneling). (Kasus di Wilayah Kerja BRI Cabang Karawang). Dibawah bimbingan MANGARA TAMBUNAN. Masalah ketahanan pangan merupakan suatu ha1 yang sangat penting dalam suatu negara. Demikian halnya di Indonesia, dimana beras sebagai makanan pokok, menjadikan padi sebagai komoditas yang bersifat politis. Untuk mencapai ketahanan pangan melalui peningkatan produksi, pemerintah berupaya memberikan bantuan permodalan bagi petani yang membutuhkan melalui penyaluran Kredit Usahatani yang merupakan salah satu kredit program yang disubsidi oleh pemerintah. Kredit Usahatani dalam sejarahnya merupakan kelanjutan dari Kredit Bimas yang diberlakukan sejak tahun 19S5, disebabkan tingginya tunggakan pada saat Bimas, sehingga pemerintah bemsaha mencari bentuk lain dalan~ pembiayaan mahataq;, dimana KUT bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui intensifikasi padi, palawija dan hortikultura. Berbagai perubahan terjadi dalam ketentuan dan persyaratan KUT, prosedur pennohonan, penyaluran dan pencairan serta dalam ha1 pengembalian. Disamping itu juga adanya perubahan dalam mekanisme penyaluran kredit dan dalam kelembagaan. Kelembagaan yang terlibat dalam pola penyaluran kredit pada pola executing Bank yaitu Bank Indonesia, Bank Penyalur. KUDKoperasi, PPL dan Kelompok Tani, sedangkan pada pola channeling Bank BI/Depkeu, Bank Penyalur, Kandepkop, KUDBoperasiLSM, PPL dan Kelompok Tani. Perubahan dalam kelembagaan ini menyebabkan jalur birokrasi penyaluran kredit semakin panjang. Pada saat executing Bank penyalur didasarkan pada dua pola yakni melalui KUD sebagai executing (Pola Khusus) yang berarti KUDKoperasi berhngsi sebagai pelaksana penyalur kredit dan bertanggungiawab dalam penyaluran dan pengembalian. Pada pola yang kedua dimana KUDKoperasi berfungsi sebagai channeling (Pola Umum) dengan demikian KUD hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungiawab dalam pengembalian kredit. Pada Channeling Bank, mekanisme penyaluran hanya melalui satu pola yaitu

KUDKoperasiLSM berfungsi sebagai Executing dengan Pemutus Kredit dan pertanggungjawaban berada pada Departemen Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas penyaluran Kredit Usahatani dengan membandingan antara Pola Executing dan Channeling. Pada pola Executing, Bank berfiwgsi sebagai pemutus kredit dalam penyaluran sedangkan pada Pola Channeling, Bank hanya berfungsi sebagai penyalw dan tidak bertanggungjawah atas pengembalian kredit. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah mengidentifikasi alokasi penggunaan Kredit Usahatani. Adapun tolok ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan beberapa kriteria dari pihak Bank seperti Tepat Jumlah, Tepat Sasaran, Tepat Waktu dun Tepat Pengembalian Sedangkan dari pihak petani efektivitas diukur berdasarkan beberapa parameter seperti penilaian terhadap Waktu Realisasi, Persyaratan Awal, Tingkat Bunga. Biaya Adminishasi, dun Prosedur Peminjaman dengan menggunakan teknik skoring melalui Ska!s Likert. Pengukurannya dilakukan dengan menghadapkan seorang responden ;&a sebuah pertanyaan, dan kenudian responden diminta untuk memberikan tanggapan atau penilaian yang terdiri dari tiga tingkatan atau kategori. Jawaban-jawaban tersebut diberi skor 1-3 dengan pemberian skor terbesar pada jawaban yang mendukung. Jawaban atau penilaian dari responden, kemudian dibuat dalam tabulasi silang dan dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimnpulkan bahwa penyalwan KUT, baik pada pola executing maupun pola channeling sama-sama tidak efektif. Efektivitas Penyaluran Kredit Usahatani oleh BRI Cabang Karawang berdasarkan perbandingan Pola Executing dc Pola Channeling bila ditinjau dari Tepat Sasarn, baik pada executing maupun channeling belum efektif, karena masih terdapat penyaluran kredit yang tidak mencapai sasaran. Pada executing sebesar 18,32% dan pada channeling sebesar 11,39%. Pada channeling juga terdapat 5,06% peminjam KUT yang bukan petani pemilik maupun petani penggarap, dan sebesar 17,72% peminjam KUT yang tidak dikenal oleh Ketua Kelompok Tani. Tepat Jumlah pada kedua pola, dapat dikatakan efektif, karena perbandigan antara permohonan kredit

dari petani sesuai dengan ketersediaan dana (plafond) yang direalisasikan. Meskipun pada pola executing dari tahun ke tahun plafo~d yag disediakan mengalami penunman, yang disebabkan besamya tunggakan. Tepat Waktu pada pola executing maupun pada channeling pada dasarnya adalah sama. Jangka waktu peuyaluran kredit pada kedua pola tersebut melebihi satu bulan lamanya. Sementara waktu yang ditentukan pada pola execf.ling adalah satu bulan dan pada channeling dalah 21 hari, dan berdasarkan juklak bulan Desember menunjukkan iamanya proses dalam penyaluran 21 hari pada kedua pola. Tepat Pengernbalian, pada pola executing belum efektif. Keadaan ini terlihat dari adanya tunggakan rata-rata seluruh Karawang dari MT95196-MT98199. Pada pola channeling, pengembalian KUT belum jatuh tempo pada saat penelitian dilakukan. Apabila dilihat dari tingkat suku bunga, pengembalian akan lebih efektif pada pola executing, disebabkan bunga yang dikenakan adalah bunga harian, yang akan mendorong petani membayar kredit tepat waktu. Meskipun demikian secara keseluruhan berdasarkan pengamatan di lapangan dan didukung oleh defz yang tersedia dapat dikatakan bahwa penyaluran Kredit Usahatani pada Bank Executing @ada pola khusus), lebih baik dibandingkan dengan Bank Channeling (Pola Umum). Adapun alasan-alasan yang mendukung ha1 tersebut diantaranya adalah jalur birokrasi kelembagaan yang terlibat dalam proses penyaluran yang lebii pendek, karena melibatkan lebih sedikit lembaga. Kemudian penyaluran kredit langsung oleh pihak Bank ke petani (Pola Khusus). Perhitungan bunga harian akan mendorong petani untuk melunasi kreditnya lebih awal. Pengembalian yang didasarkan pada tang-mg renteng akan meningkatkan kontrol pengembalian kredit (setidaknya tanggungjawab moral) diantara petani peminjam kredit. Pengalaman BanldTTA (Tenaga Teknis Administrasi) dalam menilai kelayakan kredit dan analisis kredit perbankan serta pelaksanaan uji petik di lapangan akan meningkatkan efektivitas penyaluran. Efektivkas penyaluran Kredit Usahatani berdzsarkan tanggapan dan penilaian petani secara keseluruhan tergolong efektif dengan perseritase sebesar 94.89% pada Executing Bank dan 90.22% pada Pola Channeling Bank. Berdasarkan perhitungan

yang diperoleh, terlihat juga bahwa kedua pola memiliki total skor untuk pola executing sebesar 427 dan 406 untuk pola channeling De~gan demikian jumlah kedua skor berada pada kriteria efektif yaitu antara 350-450. Penggunaan kredit oleh responden pada umumnya adalah untuk pembiayaan usahatani padi meskipun tidak menutup kemungkiian penggunaan kredit diluar kegiatan tersebut terutama pada saat Channeling Bank yang kreditnya jauh le'oih besar dari Executing Bank. Tanggapan responden mengenai manfaat KUT secara urnurn adalah untuk menambah modal usahatan padi yaitu 63,33% pada Executing Bank dan 76,66% pada Channeling Bank dan bila dikaitkan dengan pendapatan usahatani padi maka sebesar 60,00% responden menjawab tidak terjadi peningkatan pendapatan pada Executing Bank dan 66,66% pada Channeling Bank. Jawaban responden yang menyatakan tidak terjadi peningkatan pendapatan dengan adanya kredit yang dipinjam, terkait dengan beberapa faktor, yaitu resiko usahatani, keadaantkesuburan tanah, tingkat pengetahuan petani dalam penerapan teknologi pertanian serta tingkat harga yang berlaku. Hal ini tentunya disebabkan harga sarana produksi yang tens meningkat apalagi setelah krisis ekonomi yang ~~ijadi Indonesia dan pencabutan subsidi pupuk. Meskipun harga sarana produksi kian melambung, tetapi pada kenyataannya usahatani padi mash layak untuk dilaksanakan, karena mash memberikan keuntungan bagi petani, dengan catatan tentunya pemerintah berperan besar dalam penetapan harga dasar. Melalui identifikasi efektivitas penyaluran Kredit Usahatani dan alokasi penggunaan serta manfaat kredit bagi petani intensifikasi padi, maka pola penyaluran kredit yang dipilih untuk dikembangkan selanjutnya adalah pola Executing Bank, dengan mekanisme penyaluran kredit langsung dari pihak Bank ke petani (Pola Khusus). Pemilihan pola &eating Bank sebagai pola yang dikembangkan didasarkan pada beberapa alasan, yakni lernbaga yang terlibat dalam proses penyaluran kredit lebih sedikit sehinggga tanggungjawab dan pembagian tugas dari masiqg-masing pihak lebih jelas, pengawasan serta koordinasi lebih baik dnn lebih lnudah dilakukan. Dengan demikian tujuan dari penyaluran kredit 3S (sukses penyaluran, sukses penggunaan dan sukses pengembalian) dapat dicapai.

Pengembangan pola penyaluran alternatif ini dimaksudkan bagi tercapainya kesuksesan penyaluran dan pengembalian kredit. Adapun pihak atau lembaga yang hams dihilangkan dari jalur penyaluran kredit ini adalah Kandepkop, Pengusaha Kecil dan Menengah, KUDKoperasilLSM dan PPL, yang pada saat executing kenyaluran pada Pola Umum), lembaga-lembaga ini mash ada dalam jalur penyahran, sedangkan pada Pola Khusus (masih pada executing) KUDIKoperasi berfungsi hanya sebagai penyalur dan tidak bertanggungjawab dalam pengembalian kredit. Sementara Petugas Penyuluh Lapangan pada executing dan channeling ~nasih berperan sebagai pihak yang membantu petani dalam menyusun RDKK. Penghapusan lembaga-lembaga ini ditujukan agar tercipta keefisienan dalatn ha1 biaya dan waktu. Alternatif pengembangan yang disarankan dalam penyaluran KUT adalah dengan memotong jalur birokrasi kelembagaan dengan melibatkan sedikit mungkin pihak yang terlibat. Sumber pendanaan oleh pihak Bank dan Pemerintah, Bank berfungsi sebagai pelaksana penyaluran kredit, dengan memberdayakan Tenaga Fe-rldmping sebagai lembaga yang membantu petani dan pihak Bank. Tenaga Pendamping berada dibawah tanggungjawab Bank dan pemerintah serta melaksanakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Penyaluran kredit diberikan langsung kepada petani oleh Bank untuk menghindari kemungkinan tidak sampainya kredit pada sasaran.