1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat yang diikat norma sosial kerap kali muncul permasalahan menyangkut anak yang diduga melakukan tindak pidana. Ketika menangani anak yang diduga melakukan tindak pidana, dibutuhkan penanganan khusus sesuai dengan apa yang tertera di UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak. UU No. 11 tahun 2012 ini dibuat berdasarkan UU No 23 tahun 2002 pasal 2 tentang perlindungan anak menjelaskan bahwa anak-anak adalah bagian dari generasi muda penerus bangsa yang memiliki peranan strategis sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita dan perjuangan bangsa di masa yang akan datang. Sebagai awal, pada pasal 2 dari UU No. 11 Tahun 2012 menyebutkan bahwa anak memiliki ciri, hak dan sifat yang khusus. Didasari hal tersebut maka dijelaskan dalam pasal 21 mengenai proses penahanan anak harus selalu didampingi dan berasaskan pembinaan yang dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 84 dan 85. Pasal tersebut menjelaskan bahwa anak membutuhkan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara seimbang (Irawan, 2011). Berdasarkan data statistik staff administrasi dan orientasi di LPA Klas III Bandung, tercatat ada sebanyak 56 orang klien narapidana anak per Februari 2015. Ketika selesai menjalani proses hukum dan diputus harus menjalani masa pembinaan, anak akan dikirim ke lembaga pemasyarakatan guna menjalani masa binaan. Keberadaan Lembaga Pemasyarakatan Anak merupakan upaya dari apa yang dicanangkan dan diusahakan oleh pemerintah sebagai salah satu bentuk perlindungan khusus terhadap anak yang terlibat kasus hukum dan harus menjalani masa
2 binaan sesuai dengan UU NO 12 tahun 2012 yang menekankan bahwa proses pembinaan dan pendidikan anak harus diarahkan pada pengembangan diri, pengembangan potensi, minat dan bakat, serta rekreasi (Melani, 2004). UU No. 23 tahun 2003 pasal 1 menjelaskan bahwa rentang usia anak tercatat sampai usia 18 tahun. Di rentang usia tersebut klien anak yang terlibat kasus hukum dan harus menjalani masa binaan di Lapas Anak dan disebut Andikpas (anak didik lembaga pemasyarakatan). Andikpas yang menjalani masa binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak rata-rata berusia antara 14-20 tahun (Irawan, 2011). Di usia tersebut Andikpas termasuk ke dalam kategori fase remaja yang menurut Hurlock (2009) ada dalam fase storm and stress. Fase storm and stress adalah fase di mana ketegangan emosi meningkat sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningkatnya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi dan harapan baru sehingga harus diperhatikan kepentingan yang menyangkut pertumbuhan dan pemenuhan tugas perkembangannya baik secara fisik, psikologis, maupun sosial (Santrock, 2007). Menjalani kehidupan di Lapas merupakan bentuk pertangungjawaban yang harus dipenuhi oleh remaja yang terlibat kasus hukum. Selama menjalani masa binaan di Lapas, berbagai permasalahan dialami Andikpas. Di antaranya adalah perubahan hidup, hilangnya kebebasan, hak-hak yang semakin terbatas, dan perolehan label penjahat (Mandiana, 2005). Mereka yang masih tergolong remaja membutuhkan arahan, bimbingan, serta pendampingan agar mereka dapat berkembang ke arah pendewasaan yang lebih positif (Handayani, 2010). Terlibat kasus hukum dan harus menjalani masa binaan bagi remaja disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah harga diri yang rendah. Harga diri yang rendah juga dapat menyebabkan individu gagal berprestasi, kurang mandiri, menunjukan
3 perilaku bermasalah (Robin & Hendine, 2001). Hal ini berawal dari perasaan tidak mampu dan tidak berharga. Individu yang memiliki harga diri rendah cenderung memunculkan perilaku rendah yang disebabkan perasaan tidak mampu dan tidak berharga, kemudian mereka mencoba untuk mengompensasikannya dengan tindakan lain yang seolah-olah membuatnya merasa berharga (Rice & Dolgim 2008). Sebagai remaja secara psikologis, Andikpas yang masih remaja dituntut untuk memenuhi kebutuhannya agar diterima, disetujui, merasa mandiri, diakui, dan dipuji oleh lingkungan sekitarnya (Feist, 2007). Untuk itu, menurut Havirgurst (dalam Rice dan Dolgin, 2008) remaja perlu memenuhi tugas perkembangan remaja, yaitu: menyusun dan mempersiapkan masa depan dalam bidang pendidikan dan karir. Menurut teori Nurmi (1989) untuk memenuhi tugas perkembangan remaja menyusun dan mempersiapkan masa depan dalam bidang perkerjaan dan pendidikan ditunjang berbagai aspek di antaranya adalah konsep diri, intelegensi, usia, gender, self esteem, dukungan sosial, dan status sosio ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Kartono (1992) menyebutkan bahwa 50% remaja yang terlibat kasus hukum beresiko menjadi residivis. Menurut penjelasan secara singkat dalam KUHP, residivis adalah orang yang mengulangi pelanggaran sebelum lewat lima tahun dengan kasus serupa sejak menjalani putusan bebas (Muljono, 1998). Resiko residivis ini muncul karena Andikpas memiliki kesulitan untuk mempersiapkan diri secara ekonomis dengan cara memilih pekerjaan di bidang yang ingin ditekuni karena pendidikan yang kurang memadai. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya akses pada pekerjaan yang diinginkan dan diminati oleh Andikpas (Aviandari, 2008). Selain terbatasnya akses pada pekerjaan yang diminati, faktor psikososial seperti teman sebaya dan pengaruh keluarga juga mmpunyai andil yang besar saat berusaha untuk menata hidup selepas menjalani masa binaan. Di sisi lain kecurigaan,
4 ketakutan, ketidakpercayaan, dan kebencian dari masyarakat juga menjadi pemicu meningkatnya faktor residivis (Sitohang, 2012). Selain resiko residivis, kondisi di Lapas yang serba terbatas memungkinkan munculnya emosi negatif karena kecenderungan masalah yang akan dihadapi oleh Andikpas selepas menjalani masa pembinaan, di antaranya: takut tak diterima lingkungan, malu bergaul, harga diri rendah, dan masyarakat cenderung menjauhi mereka (Nies, 2001). Stigma negatif dari masyarakat pada Andikpas akan berpengaruh pada perkembangan psikologis dan mempengaruhi bagaimana mereka memandang dan menghargai dirinya sendiri. Pada akhirnya hal tersebut membuat remaja secara sadar menganggap diri mereka nakal, tidak berharga, jahat, dan lain sebagainya (Rice & Dolgin, 2008). Padahal menurut fase perkembangannya remaja masih sangat terikat dengan kebutuhan untuk melakukan interaksi sosial, mendapatkan feedback untuk mempertegas identitas diri, mengembangkan potensi dan memaknai pengalamannya (McCabe & Bernett, 2000). Faktor yang mempengaruhi kondisi dan situasi remaja untuk mengembangkan berbagai potensi yang menunjangnya untuk sanggup atau tidak memenuhi tugas perkembangan, di antararanya faktor sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan. Hal-hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi pola perkembangan anak dan pembentukan pola interaksi sosial, kesempatan, pengalaman, dan ruang eksplorasi untuk belajar yang didapatkan oleh remaja. (Rice & Dolgin, 2008) Sama seperti remaja lain, remaja yang menjalani masa binaan di Lapas dan menyandang status sebagai Andikpas pun memiliki tugas perkembangan yaitu menyusun orientasi masa depan di bidang karir. Penelitian yang dilakukan di Rumah Tahanan Bandung menyebutkan bahwa untuk menyusun orientasi masa depan Andikpas memerlukan masukan tentang bagaimana cara memaknai peristiwa dan pengalaman yang telah dilalui untuk meningkatkan kompetensi. Namun konsep
5 pemenjaraan terhadap Andikpas menyebabkan mereka jauh dari orangtua, teman sebaya, dan lingkunganya sehingga mereka merasa kesulitan mencari masukan (Yulianti, Srianti, & Widiasih, 2009). Konsep pemenjaraan yang serba dibatasi ini mengakibatkan adanya kondisi sosioekonomi, kesempatan belajar, dan interaksi anak dengan orang tua dan teman sebaya yang kurang sehinga Andikpas yang mengalami pemenjaran memilki orientasi masa depan pendidikan yang kurang terarah. Selain itu, konsep pemisahan akan menyebabkan remaja merasa mempersalahkan diri dan inferioritas, tak layak kembali ke masyarakat, dan menciptakan lingkaran residivis (Hidayat, 2006). Namun karena konsep pemenjaraan ini jugalah Andikpas memiliki motivasi yang tinggi mengenai masa depan di bidang karir. Hal ini dikarenakan Andikpas memiliki motivasi ingin cepat bebas dan menata masa depannya menjadi lebih baik. Akan tetapi ketika melakukan perencanaan-perencanaan mengenai karir, kerap kali perencanaan tersebut kurang terarah sehingga Andikpas kebingungan mesti melakukan apa selepas menjalani masa binaan (Yulianti, Srianti, & Widiasih,2009). Oleh karena itu, Andikpas membutuhkan evaluasi yang tinggi. Evaluasi bisa dilakukan dengan cara berdiskusi dengan sesama Andikpas atau staf pembinaan di Lapas. Evaluasi juga berguna untuk mengembangkan kemampuan interaksi sosial Andikpas (Bukhori, 2012). Interaksi sosial di dalam Lapas dengan sesama Andikpas merupakan kunci dari tingkat dukungan sosial yang Andikpas dapatkan (Nelfice, Elita, Dewi, 2014). Hal ini sejalan dengan yang disebutkan oleh Nurmi (1989), bahwa individu membutuhkan motivasi, perencanaan, dan evaluasi dari orang lain untuk mengembangkan orientasi masa depannya. Berbicara mengenai evaluasi, selain ada di dalam fase storm and stress yang identik dari Andikpas yang masih ada dalam kategori remaja adalah keterikatannya dengan peer group di mana remaja banyak terikat
6 dan dipengaruhi aturan yang ada dalam peer group. Peer group memegang peranan penting dalam membangun identitas diri remaja yang didapatkan dari interkasi sosial, value dan evaluasi dari peer groupnya (Feist, 2007). Remaja yang menjalani masa pembinaan di Lapas memiliki kesempatan untuk melakukan interaksi sosial yang terbatas. Hal ini menyebabkan setiap kesempatan untuk melakukan interaksi sosial bagi Andikpas menjadi sesuatu yang berarti (Sulastri, 2013). Interaksi sosial yang terjadi di dalam peer group bagi Andikpas mempengaruhi bagaimana mereka membentuk bagaimana keyakinan mengenai dirinya sendiri dan membangun dukungan sosial dari dan bagi sesama Andikpas (Bukhori, 2012). Interaksi sosial yang terjadi pada remaja merupakan implementasi dari yang dijelaskan oleh Weiss (dalam Cutrona, 1987) bahwa dukungan sosial membantu individu untuk menangani masalah mengenai perkembangan diri, konsep diri yang lebih baik, dan bagaimana cara mereka membangun hubungan dan kemampuan interaksi sosial yang lebih baik. Selain itu, dukungan sosial dalam bentuk emosional dapat membantu Andikpas untuk menangani stressor yang umum terjadi di Lapas (Solichatun, 2011) seperti jauh dari teman, jauh dari keluarga, perselisihan sesama penghuni, hilangnya kebebasan, kurangnya kepemilikan personal dan suasana yang mengganggu di Lapas (Maitland & Shudder, 1996). Keberadan teman sebaya dapat mempengaruhi harga diri remaja (Santrock, 2010). Penelitian yang dilakukan di Lapas anak Tangerang menyebutkan bahwa pengaruh dukungan sosial keluarga tidak terlalu berdampak besar pada harga diri remaja (Nelfice, Evita & Dewi, 2013). Remaja di Lapas lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya daripada dengan angota keluarga. Motzoi & Meyer (dalam Santrock, 2001) menyebutkan bahwa teman sebaya memainkan peranan kuat dalam kehidupan remaja. Remaja lebih bergantung pada teman-teman daripada orangtua untuk memenuhi kebutuhan mereka akan pertemanan, dukungan
7 yang berharga, dan keintiman (Santrock, 2001). Bretch (dalam Puspita, 2008) menyatakan bahwa harga diri dapat ditingkatkan melalui teman sebaya yang menerima apa adanya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Lapas Anak Tangerang yang menyebutkan bahwa dukungan sosial keluarga tidak menunjang harga diri remaja yang sedang menjalani masa binaan (Nelfice, Elita, & Dewi, 2014). Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh dukungan sosial yang didapatkan Andikpas dari rekan sesama Andikpas dan self esteem terhadap orientasi masa depan di bidang pekerjaan pada Andikpas selama masa pembinaan di LPA Klas III Bandung. Bagaimana Andikpas memperoleh dukungan sosial sesama Andikpas dan mengembangkan harga diri, kemudian membentuk aspirasi, konsep dan tujuan di masa depan adalah hal yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sesama Anak Didik Lapas dan Self esteem terhadap Orientasi Masa Depan di Bidang Pekerjaan pada Andikpas di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas III Bandung. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat pengaruh dukungan sosial sesama Andikpas terhadap orientasi masa depan di bidang pekerjaan pada Andikpas di LPA Klas III Bandung? 2. Apakah terdapat pengaruh self esteem terhadap orientasi masa depan di bidang pekerjaan pada Andikpas di LPA Klas III Bandung? 3. Apakah terdapat pengaruh dukungan sosial dan self esteem terhadap orientasi masa depan di bidang pekerjaan pada Andikpas di LPA Klas III Bandung? 1.3 Tujuan Penelitian
8 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data empiris mengenai pengaruh dukungan sosial dan self esteem terhadap orientasi masa depan pada Andikpas di LPA Klas III Bandung. 1.4 Manfaat Penelitian Dari tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, tentunya diharapkan penelitian ini mampu memberi manfaat. Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan konsep mengenai dukungan sosial teman sebaya, harga diri, dan orientasi masa depan di bidang pekerjaan pada remaja yang harus menjalani masa binaan di Lapas. Secara khusus, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk kajian psikologi khususnya psikologi perkembangan karena subjek pada penelitian ini adalah remaja yang sedang ada di tahap perkembangan di mana individu memiliki tugas perkembangan tertentu, harus merencanakan dan mencapai kepastian secara ekonomi yang merupakan bagian penting dari hidupnya, bukan hanya rencana yang sekedar ikutikutan. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat untuk perkembangan kajian studi psikologi forensik karena subjek yang terkait dalam penelitian ini adalah remaja yang terlibat kasus hukum dan harus menjalani masa binaan. Penelitian ini pun diharapkan berguna dalam bidang psikologi sosial, terutama mengenai patologi sosial yang menyangkut remaja dan perilakunya yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Peneliti pun berharap hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk staf pembinaan di LPA Bandung untuk menngembangkan program pembinaan yang lebih baik lagi sehingga dapat memiliki manfaat yang baik untuk Andikpas. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk para pembaca, terutama orang tua agar lebih dapat memfasilitasi dan memantau perkembangan remaja demi
9 terpenuhinya tugas perkembangan serta untuk mengetahui kebutuhankebutuhan psikologis beserta karakteristiknya yang dibahas dalam penelitian ini. 1.5 Sistematika Penulisan Struktur penulisan dalam skripsi adalah sebagai berikut BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi. BAB II DUKUNGAN SOSIAL, SELF ESTEEM, DAN ORIENTASI MASA DEPAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai teori dukungan sosial yang terdiri dari definisi dukungan sosial, aspek dalam dukungan sosial, faktor-faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya dukungan sosial dan ciri-ciri dukungan sosial berdasarkan faktor yang memengaruhinya. Kemudian akan membahas mengenai teori self-esteem yang terdiri dari definisi self-esteem faktorfaktor yang memengaruhi self-esteem dan aspek dalam selfesteem. Selanjutnya, akan dibahas mengenai orientasi masa depan yang terdiri dari definisi orientasi masa depan, aspekaspek orientasi masa depan, dan faktor-faktor yang memengaruhi orientasi masa depan. Kemudian, peneliti juga akan membahas perkembangan remaja dan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan tersebut. Selain itu, akan dibahas mengenai kerangka pemikiran serta hipotesis penelitian. Kerangka pemikiran membahas mengenai tahapan yang akan ditempuh untuk merumuskan hipotesis dan mengkaji hubungan teoritis antara variabeldukungan sosial, self-esteem, dan
10 orientasi masa depan. Hipotesis penelitian membahas mengenai jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya mengenai hubungan antara 3 variabel yaitu dukungan sosial, self-esteem, dan orientasi masa depan. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi pembahasan mengenai metode penelitian yang digunakan, lokasi, populasi, sampel dan teknik sampling penelitian. Kemudian membahas mengenai variabel dan definisi operasional dukungan sosial, self-esteem, dan orientasi masa depan, teknik pengumpulan data, dan instrumen penelitian. Selain itu juga dibahas mengenai proses pengembangan instrumen dan teknik analisis data yang terdiri dari uji normalitas dan uji regresi. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, akan dibahas mengenai penelitian dan pembahasan hasil analisis mengenai pengaruh dukungan sosial terhadap orientasi masa depan di bidang pekerjaan melalui self-esteem pada Andipas di LPA Klas III Bandung. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran yang didasarkan pada hasil penelitian ini.