BAB I PENDAHULUAN. tingkat kematian mencapai korban jiwa. 3 Sekitar 80% keracunan. dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad

BAB I PENDAHULUAN. memperkirakan bahwa sekitar satu juta orang keracunan insektisida secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dimana petani

BAB I PENDAHULUAN. Paparan pestisida pada petani cenderung lebih tinggi pada negara

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ASETILKOLINESTERASE DARAH DENGAN FUNGSI PARU PETANI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ASETILKOLINESTERASE DARAH DAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PETANI KENTANG DENGAN PAPARAN KRONIK PESTISIDA ORGANOFOSFAT

BAB I PENDAHULUAN. sistem pertanian di Indonesia. Pestisida digunakan untuk mengurangi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

BAB IV METODE PENELITIAN. Ngablak Kabupaten Magelang dari bulan Maret 2013.

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida merupakan salah satu teknologi pengendalian organisme

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. membunuh atau mengendalikan berbagai hama tanaman. Tetapi pestisida. lingkungan apabila tidak tepat dalam menggunakannya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ASETILKOLINESTERASE DARAH DAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PETANI KENTANG DENGAN PAPARAN KRONIK PESTISIDA ORGANOFOSFAT

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan pestisida di seluruh dunia (world-wide), tetapi dalam hal kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

HUBUNGAN ANTARA KADAR ASETILKOLINESTERASE DENGAN FUNGSI PARU PETANI YANG TERPAPAR KRONIK ORGANOFOSFAT JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kasus keracunan pestisida organofosfat.1 Menurut World Health

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keracunan Kronik Pestisida Organofosfat. lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk memberantas

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perubahan yang sangat cepat, baik dalam bidang ekonomi, dan motorisasi (Dharmawan, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. mengendalikan hewan atau tumbuhan pengganggu seperti binatang pengerat, termasuk

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkat tinggi setelah aplikasi pestisida. Penggunaan bahan-bahan beracun itu pada

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ASETILKOLINESTERASE DARAH DENGAN TEKANAN DARAH PETANI YANG TERPAPAR ORGANOFOSFAT

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS ASETILKOLINESTERASE DARAH DENGAN PERUBAHAN DENYUT JANTUNG SAAT VALSAVA MANEUVER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB I PENDAHULUAN. dunia dan menyebabkan angka kematian yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

HUBUNGAN ANTARA KADAR ASETILKOLINESTERASE DENGAN FUNGSI PARU PETANI YANG TERPAPAR KRONIK ORGANOFOSFAT

BAB I PENDAHULUAN. populasi dalam negara yang berbeda. Asma bronkial menyebabkan kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB IV METODE PENELITIAN

commit to user BAB V PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas sehingga jumlah tenaga kerja yang berkiprah disektor

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang lebih dari 25% populasi dewasa. (Smeltzer & Bare, 2001)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang optimal yang setinggi-tingginya sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki wilayah perkebunan kelapa sawit yang cukup luas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Food

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI

Hubungan Lama Penggunaan Obat Anti Nyamuk Bakar dengan Kadar Kolinesterase Darah pada Masyarakat Kelurahan Jati Rumah Gadang Padang

BAB 1 PENDAHULUAN. Senyawa kimia sangat banyak digunakan untuk mengendalikan hama. Di

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang beriklim tropis sehingga memiliki tanah yang subur dan cocok untuk berbagai macam jenis tanaman. Produktivitas dan mutu hasil pertanian dapat meningkat tidak lepas dari peran pestisida. 1 Pestisida digunakan agar mendapatkan keuntungan yang maksimal. Akan tetapi penggunaan pestisida yang berlebihan dan tidak terkendali akan memberikan risiko keracunan pada petani itu sendiri. 2 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1 5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa. 3 Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara-negara sedang berkembang. 4 Pestisida golongan organofosfat yang digunakan secara luas telah banyak dilaporkan menyebabkan keracunan baik akut maupun kronik. Menurut WHO, ada sekitar 1 juta orang per tahun yang masuk ke rumah sakit dengan kejadian keracunan dan 2 juta orang dengan kejadian bunuh diri. Dan diperkirakan lebih dari 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita keracunan tiap tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Prihadi pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sebesar 76,47 % petani di Desa Sumberejo Kecamatan Ngablak mengalami keracunan akibat pestisida dan 60,29% petani menderita anemia. Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan 1

2 keracunan pestisida adalah bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa seperti pusing, mual, dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. 2 Pestisida organofosfat dan karbamat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui inhibisi asetilkolinesterase pada saraf. 5 Pestisida organofosfat dan karbamat menghambat enzim asetilkolinesterase (AChE) melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Aktivitas AChE tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk kembali atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Penumpukan ACh yang terjadi akibat terhambatnya enzim AChE inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat. 6 Gejala klinik baru akan timbul bila aktivitas kolinesterase 50% dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi gejala dan tanda keracunan organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit biasa. 7 Manifestasi keracunan pestisida golongan organofosfat terjadi di berbagai organ dalam tubuh. Gejala ringan yang sering timbul adalah pusing, pandangan kabur, hipresalivasi, mual, muntah, diare, dan yang lebih parah dapat menyebabkan bronkospasme dan paralisis otot pernafasan dengan manifestasi sesak nafas, serta kelainan pada jantung yaitu terjadinya kardiak aritmia.

3 Persentase yang lebih tinggi dari pekerja yang terpapar melaporkan gejala pernafasan berulang dan berkepanjangan termasuk batuk (17%), dahak (19%), mengi (6%), dispnea (9%), sesak nafas (7%) dan asma bronkial (4%). Di antara terpajan, prevalensi gejala ini adalah 9, 11, 1, 2, 4, dan 1%, masing-masing. Hasil pengukuran fungsi paru secara signifikan lebih rendah pada pekerja yang terpapar dibandingkan dengan pekerja yang tidak terpapar. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa risiko gejala pernafasan meningkat 3,6 kali lipat pada pekerja organofosfat bila dibandingkan dengan kontrol. 8 Penelitian yang serupa menyebutkan pekerja pertanian memiliki prevalensi yang lebih besar pada gejala pernafasan atas dan bawah, dan penurunan yang cukup tercatat pada 48,9% dari pekerja pertanian dibandingkan dengan 22,7% dari kontrol, dan jenis gangguan paru restrictive lebih predominan. Asetilkolinesterase sel darah merah menurun pada 34,2% pekerja pertanian, dan penurunan tingkat AChE adalah positif berhubungan dengan terjadinya gejala pernafasan. 9 Pada paparan yang akut, pestisida golongan organofosfat dapat menyebabkan gangguan pernafasan. Gangguan yang terjadi pada pusat pernafasan akan menimbulkan gejala bradipneu progresif yang mengarah ke apneu. Gangguan pernafasan terjadi juga dikarenakan kelumpuhan otototot pernafasan. 10 Pada penelitian ini akan dianalisis hubungan aktivitas AChE darah dengan fungsi paru petani yang terpapar secara kronik pestisida

4 organofosfat. Gangguan fungsi paru diukur adalah jenis restrictice yang yang dinilai berdasarkan Forced Vital Capacity (FVC), Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV 1 ), dan Forced Expiration Volume Ratio (FEVR). 1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara aktivitas enzim astilkolinesterase darah dengan fungsi paru petani yang terpapar kronik pestisida organofosfat? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk Menganalisis hubungan antara aktivitas enzim asetilkolinesterase darah dengan fungsi paru petani yang terpapar kronik pestisida organofosfat. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan antara aktivitas asetilkolinesterase darah dengan FVC petani yang terpapar kronik pestisida organofosfat. b. Menganalisis hubungan antara aktivitas asetilkolinesterase darah dengan FEV 1 petani yang terpapar kronik pestisida organofosfat. c. Menganalisis hubungan antara aktivitas asetilkolinesterase darah dengan FEVR petani yang terpapar kronik pestisida organofosfat.

5 1.4 Manfaat Penelitian a. Di bidang pengetahuan Memberikan informasi tambahan mengenai hubungan aktivitas enzim asetilkolinesterase darah dengan pengaruh paparan kronik pestisida organofosfat pada petani terhadap fungsi tubuh terutama fungsi paru. b. Di bidang pelayanan Menjadi informasi kepada dokter dan pelayananan kesehatan lainnya dalam penggunaan pestisida organofosfat dengan harapan dapat mengurangi angka keracunan dan gangguan fungsi paru. c. Di bidang penelitian Dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian berikutnya tentang keracunan pestisida organofosfat dengan gangguan fungsi tubuh. 1.5 Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian NO JUDUL PENELITIAN/ PENELITI 1 Sreeparna Chakraborty.et.al, Chronic Exposures to Cholinesteraseinhibiting Pesticides Adversely Affect Respiratory Health of Agricultural Workers in India. 2009. METODE Jumlah sampel 327 pekerja pertanian yang tidak merokok dan 348 non-pekerja pertanian sebagai kontrol. Prevalensi gejala pernafasan diketahui dengan kuesioner dan tes fungsi paru menggunakan spirometri Desain : case control HASIL Pekerja pertanian memiliki prevalensi yang lebih besar pada gejala pernafasan Asetilkolinesterase sel darah merah menurun pada 34,2% pekerja pertanian, dan penurunan tingkat AChE adalah positif berhubungan dengan terjadinya gejala pernafasan

6 NO JUDUL PENELITIAN/ PENELITI 2 Yazdi Z. et. al, Respiratory Disorders of Symptoms Workers With Exposure to Organophosphates Materials 2011 METODE Sampel sejumlah 134 pekerja produksi yg terpapar organofosfat dan pekerja yang tidak terpapar. Pemeriksaan fungsi paru dilakukan pada kedua golongan tersebut. Desain : case control. HASIL Persentase yang lebih tinggi dari pekerja yang terpapar melaporkan gejala pernafasan berulang dan berkepanjangan. FVC, FEV1, dan FEV1/FVC secara signifikan lebih rendah pada pekerja yang terpapar dibandingkan dengan pekerja yang tidak terpapar Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan dilakukan pengambilan sampel pada populasi yang memiliki karakteristik tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda pula..