BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

HASIL WAWANCARA. Konteks Tatap Muka dalam Komunikasi Antarpribadi

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. keluarga dalam ikatan suatu perkawinan.ikatan perkawinan adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

KULIAH WARDAT 10 April 2012 Pertemuan ke 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. pangan dalam kehidupannya, yaitu dengan mengolah dan mengusahakan

BAB I PENDAHULUAN. Nan Tigo (wilayah yang tiga). Pertama adalah Luhak Agam yang sekarang

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

Hukum Adopsi menurut Hukum Adat

BAB IV PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI NAGARI PARIANGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB I PENDAHULUAN. garis keturunan berdasarkan garis bapak (patrilinial), sedangkan pada masyarakat

DAFTAR ISI BAB I. PENGANTAR... 1

BAB I PENDAHULUAN. tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebelum maupun selama perkawinan berlangsung.perkawinan adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN. istiadat yang mempunyai sistem kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah Negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. tanah ini dengan sendirinya menimbulkan pergesekan- pergesekan. kepentingan yang dapat menimbulkan permasalahan tanah.

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. terdahulu, dan harta ini berada dibawah pengelolahan mamak kepala waris (lelaki

PARENTAL SISTEM WARIS ADAT PARENTAL. Perhitungan sistem Parental 06/10/2016

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan beragam etnis dan budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN. pulau dan bersifat majemuk. Kemajemukan itu berupa keanekaragaman ras,

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

BAB V PARA AHLI WARIS

II TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah masyarakat tradisional atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya hukum waris yang terdapat di Indonesia ini masih bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. kaum ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki.1. Minangkabau sampai saat ini adalah manggadai. Di Minangkabau sendiri

Oleh RIAN PRIMA AKHDIAWAN

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari 5 ( lima ) pulau besar, pulau-pulau kecil 1, 366 suku 2, 5 agama

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan komunikasi. Dalam buku Komunikasi AntarBudaya, Jalaluddin Rakhmat dan Deddy

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT MINANGKABAU DALAM PEMBAGIAN WARISAN PADA MASYARAKAT MINANGKABAU DI ACEH (STUDI DI KECAMATAN TAPAKTUAN, ACEH SELATAN)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah

BAB III PRAKTEK PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI TIDAK BERGERAK DALAM MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU. A. Gambaran Umum Nagari Pariangan Kecamatan Pariangan

PERBANDINGAN HUKUM ADOPSI MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bali merupakan propinsiyang masyarakatnya menganut sistem

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan dan kelanjutan segala hak dan kewajiban yang dinamakan pewarisan. Pewarisan pada dasarnya merupakan suatu peristiwa hukum dimana meninggalnya seseorang yang menyebabkan peralihan atas hak-hak kebendaan dan segala harta kekayaan yang dimilikinya semasa hidupnya kepada ahli waris yang merupakan orang yang berhak atas peralihan hak-hak kebendaan dan segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia tersebut. Berbicara mengenai pewarisan, di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur sistem pewarisan yang dapat diberlakukan, yaitu berupa Hukum Waris Perdata, Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat. Perihal ketentuan sistem hukum yang akan dipergunakan dalam pewarisan hal ini dipengaruhi golongan masyarakat, agama dan pilihan hukum yang akan dipilih oleh para ahli waris untuk menentukan sistem pembagian waris atas harta peninggalan dari pewaris. 1

Sistem pewarisan adat dipengaruhi oleh sistem keturunan yang dianut dalam suatu masyarakat hukum adat. Secara teoritis sistem keturunan itu dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu 1 : 1. Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik dari garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita dalam pewarisan. Masyarakat adat yang menganut sistem Patrilinial ini seperti masyarakat adat daerah Gayo, Alas, Batak Nias, Lampung, Buru, Seram, Nusa Tenggara, dan Irian. 2. Sistem Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan laki-laki didalam pewarisan. Masyarakat adat yang menganut sistem keturunan ini seperti Minangkabau, Enggano, Timor. 3. Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak dan ibu), dimana kedudukan laki-laki dan perempuan tidak dibedakan dalam sistem pewarisan. Dianut oleh masyarakat adat Aceh, Sumatera Timur, Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi. Hukum waris di bumi Minang pada dasarnya memiliki prinsip sistem pembagian kewarisan kolektif di mana harta peninggalan diwarisi atau lebih tepat dikuasai oleh sekelompok ahli waris dalam keadaan yang tidak terbagibagi yang seolah-olah merupakan suatu badan hukum keluarga atau kekerabatan. 2 Harta peninggalan dalam sistem pewarisan Minang disebut sebagai Harta Pusako yang merupakan peninggalan dari suatu kaum atau seseorang yang tidak ada lagi, karena meninggal dunia yang berupa benda tetap (benda tidak bergerak) atau benda bergerak. 3 1 Hilman Hadikusuma, 1993, Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 23. 2 Hilman Hadikusuma, 1996, Hukum Waris Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama Hindu, Islam, PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 16. 3 Idrus Hakimi dan Biro Pembina Adat dan Syarak, Tanpa Tahun, Sako Pusako dan Sangsoko Menurut Adat MinangKabau, Arsip Direktorat Pembangunan Desa Provinsi Sumatera Barat, hlm. 40. 2

Harta pusako yang merupakan harta peninggalan dalam masyarakat adat Minang terbagi atas 4 : 1. Harta Pusako Tinggi, yang merupakan harta peninggalan yang diterima secara turun temurun dalam suatu kaum yang bertali darah menurut garis keturunan ibu. 2. Harta Pusako Randah, yaitu peninggalan yang bukan merupakan turun temurun, tetapi diperoleh dari seseorang dari hasil pencaharian suami istri atau perorangan dari mereka, atau dari hasil suarang atau bawaan sebelum menikah. Sistem pembagian kolektif atas harta peninggalan ini berlaku terhadap harta pusako tinggi. Harta pusako tinggi merupakan harta peninggalan secara turun temurun, yang hak warisnya ditarik dari garis keturunan perempuan atau ibu. Harta pusako randah, khususnya harta pencaharian, secara konsep yang menjadi harta warisan adalah harta yang telah dibagi dua oleh suami atau istri yang hidup terlama. Hal ini dikarenakan harta pencaharian merupakan harta bersama yang diperoleh selama perkawinan. Pembagian harta warisan atas harta pusako randah yang berupa harta pencaharian tersebut, memiliki sistem pewarisan yang berbeda dari pembagian warisan atas harta pusako tinggi. Pembagian harta warisan atas harta pusako randah, khususnya pembagian harta warisan untuk anak, pada masyarakat hukum adat Minang apabila harta warisan dari pewaris bersumber dari harta pencaharian, maka baik anak laki-laki maupun anak perempuan memiliki hak yang sama kedudukannya untuk dapat menjadi ahli waris. 4 Ibid. 3

Prakteknya pembagian harta warisan atas harta pencaharian tersebut, perempuan lebih dominan kedudukannya. Hal ini karena menurut kebiasaan yang ada anak perempuan pada masyarakat hukum adat Minang merupakan penerus garis keturunan yang memiliki kewajiban untuk menjaga orang tua, sehingga lebih dituntut untuk tetap berada di rumahnya. Anak laki-laki pada masyarakat hukum adat Minang memiliki kebiaaan untuk pergi merantau. Dominannya kedudukan perempuan ini dalam pewarisan juga dipengaruhi oleh konsep anak laki-laki keluar dari rumah. Setelah menikah anak laki-laki juga pada umumnya keluar dari rumah untuk tinggal dan menetap di rumah keluarga istri. Hal ini terjadi dalam perkawinan semenda menetap pada masyarakat hukum adat Minang, dimana laki-laki masuk kedalam lingkungan keluarga istri sebagai pendatang atau orang luar dengan tetap merupakan anggota kaum dalam keluarganya. Hukum Islam dalam perkembangannya, sangat mempengaruhi corak hukum adat pada masyarakat hukum adat Minang. Pengaruh hukum Islam dalam hukum adat Minang dapat terlihat dari falsafah adaik basandi syara, syara basandi kitabullah, yang memiliki arti adat bersumber pada syariat Islam, syariat bersumber pada Al-quran. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap pewarisan dikarenakan adaik basandi syara, syara basandi kitabullah telah menjadi ideologi dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat pada setiap daerah dalam wilayah masyarakat hukum adat Minang yang pada prinsipnya juga memiliki keanekaragaman dan kebiasaan yang berbeda-beda. Hal ini mempengaruhi 4

sendi-sendi kehidupan dalam masyarakat hukum adat Minang, dan juga mempengaruhi sistem pewarisan itu sendiri. Berdasarkan hasil prapenelitian dengan Sekretaris Kerapatan Adat Nagari Kanagarian Ampek Koto Sungai Rotan sistem pembagian harta warisan terhadap harta pusako randah yang berupa harta pencaharian masyarakat hukum adat Minang dewasa ini adalah dengan menurut ketentuan hukum Islam. Apabila ada perselisihan terhadap pembagian harta warisan yang diselesaikan oleh Karapatan Adat Nagari, maka Karapatan Adat Nagari menyelesaikan perselisihan tersebut dengan cara pembagian harta warisan menurut hukum Islam sesuai dengan falsafah adaik basandi syara, syara basandi kitabullah tersebut. 5 Sistem pewarisan dalam hukum Islam, secara garis besar dalam pembagian harta warisan untuk anak, bagian untuk anak perempuan hanya mendapatkan setengah dari bagian yang diperoleh anak laki-laki. Anak lakilaki pada hakekatnya dalam keadaan demikian lebih dominan sebagai ahli waris dari pada anak perempuan. 6 Pembagian harta warisan ini lebih menyerupai cara pembagian harta warisan pada sistem pewarisan individual. Pembagian harta warisan terhadap harta pusako randah yang berupa harta pencaharian bertolak belakang dengan sistem pembagian harta warisan kolektif atas harta pusako tinggi pada masyarakat hukum adat Minang, yang hak warisnya dimiliki oleh ahli waris berdasarkan garis keturunan ibu atau 5 Hasil Wawancara Prapenelitian Dengan Mahyudin, Sekretaris Kerapatan Adat Kanagarian Ampe Koto Sungai Rotan, Tanggal 17 Juni 2015. 6 Hasil Wawancara Prapenelitian Dengan Mahyudin, Sekretaris Kerapatan Adat Kanagarian Ampek Koto Sungai Rotan, Tanggal 17 Juni 2015. 5

perempuan. Selain itu juga bertentangan dengan sistem kekerabatan matrilineal pada masyarakat hukum adat Minang di mana perempuan dianggap dominan dan merupakan penerus garis keturunan dari sebuah keluarga. Hal ini dapat menjadi pertentangan para ahli waris dalam pelaksanaan pembagian harta warisan terhadap harta pencaharian yang dapat menimbulkan perselisihan antara para ahli waris bahkan menjadi sengketa dalam lingkup peradilan. Berdasarkan penjelasan umum dari latar belakang pelaksanaan pembagian harta warisan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut mengenai hal ini. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat diuraikan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian harta warisan untuk ahli waris anak laki-laki terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman? 2. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan ahli waris jika terjadi sengketa pewarisan terhadap Harta Pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain : 6

1. Untuk mengetahui dan mengkaji mengenai praktik pelaksanaan pembagian harta warisan untuk ahli waris anak laki-laki terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh upaya-upaya yang dilakukan ahli waris jika terjadi sengketa pewarisan terhadap Harta Pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa : 1. Manfaat Teoritis Agar dapat memberikan manfaat dijadikan sebagai bahan referensi dalam melakukan studi perbandingan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai tambahan bahan informasi kepustakaan mengenai hukum waris adat, khususnya hukum waris pada masyarakat hukum adat Minang. 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran bagi kemajuan masyarakat hukum adat Minang di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman khususnya mengenai proses pelaksanaan pembagian harta warisan yang dilakukan terhadap harta pencaharian dengan cara mengikuti ketentuan hukum 7

adat yang berlandaskan adaik basandi syara, syara basandi kitabullah. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan, ditemukan bahwa penelitian mengenai sistem pewarisan Matrilineal pada masyarakat hukum adat Minang juga pernah dilakukan dalam bentuk Tesis, yang diantaranya penelitian yang dilakukan oleh : 1. Tesis yang disusun oleh Antoni Yoseph tahun 2012, dengan judul Bentuk-bentuk Perkawinan dan Pembagian Waris di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman Ditinjau dari Hukum Adat Minangkabau. Penelitian sebelumnya mengkaji mengenai: a) Bentuk-bentuk perkawinan yang ada di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman; b) Pengaruh bentuk-bentuk perkawinan terhadap pembagian harta waris di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman; c) Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam pembagian harta waris di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman. 7 Persamaan dengan penelitian ini adalah pada lapangan kajian mengenai waris adat masyarakat hukum adat minang, namun perbedaanya adalah pada fokus kajian yaitu: a) mengkaji mengenai pelaksanaan pembagian harta warisan untuk anak laki-laki terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman; b) mengkaji upaya-upaya 7 Antoni Yoseph, 2012, Bentuk-bentuk Perkawinan dan Pembagian Waris di Nagari Kayutanam, Kecamatan Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman Ditinjau dari Hukum Adat Minangkabau, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hlm. 7. 8

yang dapat dilakukan jika terjadi sengketa waris terhadap Harta Pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. 2. Ria Agustar, 2008, yang melakukan penelitian dengan judul Pelaksanaan Pembagian Warisan Atas Harta Pencarian dalam Lingkungan Adat Minangkabau Di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. Penelitian sebelumnya mengkaji mengenai: a) Pelaksanaan pembagian warisan atas harta pencarian dalam lingkungan adat Minangkabau di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang; b) Hambatan-hambatan apa yang timbul dalam pelaksanaan pembagian warisan atas harta pencarian dalam lingkungan adat Minangkabau di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang dan upaya untuk mengatasi hambatan yang timbul. 8 Persamaan dengan penelitian ini adalah pada lapangan kajian mengenai waris adat masyarakat hukum adat minang, namun perbedaanya adalah pada fokus kajian yaitu: a) mengkaji mengenai pelaksanaan pembagian harta warisan untuk anak laki-laki terhadap harta pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman; b) mengkaji upaya-upaya yang dapat dilakukan jika terjadi sengketa waris terhadap Harta Pencaharian di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman. Atas dasar tersebut penulis dapat menyatakan bahwa penelitian mengenai Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Untuk Anak Laki-Laki Terhadap Harta Pencaharian Pada Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman, sampai pada saat ini belum pernah dilakukan, tetapi apabila 8 Ria Agustar, 2008, Pelaksanaan Pembagian Warisan Atas Harta Pencarian dalam Lingkungan Adat Minangkabau Di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Universitas Diponegoro, Semarang, hlm. 6. 9

ternyata sudah pernah dilakukan penelitian yang sama atau sejenis maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian sebelumnya. 10