BAB I PENDAHULUAN. lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sifat dari hukum adat termasuk hukum waris adat adalah bersifat dinamis, artinya dapat berubah dari waktu kewaktu mengikuti perkembangan masyarakat, dan dapat pula berbeda dari tempat yang satu dengan tempat yang lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran tersebut, antara lain: 1. Masuknya unsur agama khususnya agama islam 2. Kemajuan di bidang teknologi transportasi yang membuat mobilitas penduduk semakin cepat 3. Kemajuan di bidang teknologi informasi 4. Kemajuan di bidang pendidikan Sampai saat ini terdapat tiga sistem hukum yang mengatur tentang kewarisan yang berlaku di Indonesia, yaitu hukum waris Adat, hukum waris Islam dan hukum waris BW. Hal ini disebabkan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki suatu unifikasi hukum waris yang bersifat nasional. Tetapi apabila sifat kekeluargaan yang ada pada waris adat, dibandingkan dengan sifat kekeluargaan yang terdapat pada orang-orang Tionghoa dan Eropa yang tunduk pada waris BW, maka ada 1996, Hal. 8 1 Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1

2 perbedaannya, yaitu yang terpenting adalah terletak pada adanya Pasal 1066 BW yang tidak terdapat dalam hukum adat di antara orang-orang Indonesia asli. 2 Pasal 1066 BW ini menentukan, adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan, sedangkan hukum adat di antara orang-orang Indonesia asli, harta warisan itu tidak diubah-ubah dan tidak boleh dipaksakan untuk dibagi antara ahli warisnya. Khususnya di bidang hukum waris adat sampai sekarang belum ada penetapan perundang-undangan yang dilahirkan. Oleh karena itu hukum waris yang berlaku adalah hukum waris dari masyarakat hukum adat masing-masing. Dengan dipengaruhinya oleh unsur agama dan budaya lain tersebut hukum waris adat pada masyarakat besemah juga telah mengalami pergeseran. Hukum waris adat mempunyai kaitan erat dengan hukum kekerabatan dan hukum perkawinan. Pembentukan hukum waris adat suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh hukum kekerabatan dan hukum perkawinannya. Menurut Soerojo Wignjodipoero : bahwa hukum waris adat sangatlah erat hubungannya dengan sifat-sifat kekeluargan dari masyarakat hukum yang bersangkutan, serta berpengaruh pada harta kekayaan yang ditinggalkan dalam masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, dalam membicarakan masalah kewarisan mesti dibahas pula tentang hukum kekerabatan dan hukum perkawinan masyarakat. 3 Kesadaran hukum nasional yang menyangkut hukum waris adat adalah pada tempatnya, apabila hak-hak kebendaan (warisan) tidak lagi dibedakan antara hak pria 2 R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur Bandung, Jakarta, 1980, hal Soerojo Wignyodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, Haji Masagung, Jakarta, 1990, Hal. 165

3 dan hak wanita. Setidaknya antara pria dan wanita diperlukan azas persamaan hak. 4 Apabila kita berbicara tentang hukum waris adat, berarti yang diuraikan dan dibahas berkisar pada hukum waris Indonesia yang tidak tertulis dalam bentuk perundangundangan dan tidak terlepas dari unsur-unsur ajaran agama, terutama hukum adat mengenai waris yang berlaku turun-temurun dari zaman dahulu. Dalam bentuk kewarisan ada tiga unsur yang harus selalu ada, yaitu adanya pewaris atau orang yang memiliki harta peninggalan, adanya harta peninggalan, adanya ahli waris. Perkembangan dan perubahan itu terjadi karena faktor modernisasi dan emansipasi yang berbaur dengan perkembangan ekonomi dan politik, ilmu pengetahuan dan teknologi yang langsung membawa dampak kesadaran sosial dan hak asasi manusia dan hal ini telah menimbulkan gerak dinamis dari tuntutan derajat kemanusiaan. Keadaan ini juga sangat berpengaruh terhadap kaum perempuan yang menuntut pelepasan diri dari nilai-nilai hukum Adat yang bersifat diskriminatif antara, peran, hak, dan kewenangan kaum lelaki dibanding dengan kaum perempuan. Mereka berpendapat bahwa hukum adat itu tidak memberi peran hak dan derajat yang sama antara pria dengan perempuan dalam kehidupan, sosial budaya, politik, ekonomi dan juga dalam kehidupan rumah tangga serta harta perkawinan dan warisan. Dalam masyarakat terutama masyarakat pedesaan sistem keturunan dan kekerabatan adat masih tetap dipertahankan dengan kuat. Hazairin mengatakan 4 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 1

4 bahwa hukum waris adat mempunyai corak tersendiri dari alam pikiran masyarakat yang tradisional dengan bentuk kekerabatan yang sistem keturunannya patrilineal, matrilineal, parental atau bilateral. 5 Selanjutnya mengenai hubungan dan kaitan hukum kekerabatan dan hukum kewarisan, Wirjono Prodjodikoro dalam hal ini mengemukakan pendapat yang pokoknya dapat disimpulkan bahwa : manusia di dunia ini mempunyai macammacam sifat kekeluargaan dan sifat warisan yang dalam suatu masyarakat tertentu berhubung erat dengan sifat kekeluargaan serta berpengaruh pada kekayaan dalam masyarakat itu. Sifat dari kekeluargaan tertentu menentukan batas-batas, yang berada dalam tiga unsur dari soal warisan yaitu peninggal warisan (erflater), ahli waris (erfgenaam) dan harta warisan (natalatenschap). Maka dalam membicarakan hukum waris perlu diketahui kekeluargaan masyarakatnya. Di Indonesia di berbagai daerah terdapat sifat kekeluargaan yang berbeda dan dapat dimasukkan dalam tiga macam golongan : 1. sifat kebapakan (partriarchaat, faderrechfelijk), 2. sifat keibuan (matriarchaat, moedrrechtelijk), dan 3. sifat kebapak-ibuan (parental, ouderrechtelijk). 6 Dalam hal sifat kekeluargaan tersebut Hilman Hadikusuma menyebutkannya sebagai sistem keturunan, dia mengatakan bahwa di Indonesia sistem keturunan 5 Hazairin, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975, Hal Wiryono, Prodjodikoro, Hukum Perdata Indonesia, Rajawali, 1988, Hal

5 sudah berlaku sejak dahulukala sebelum masuknya ajaran Hindu, Islam dan Kristen. 7 Sistem keturunan yang berbeda-beda tampak pengaruhnya dalam sistem pewarisan hukum adat. Secara teoritis sistem keturunan dapat dibedakan dalam tiga corak, yaitu: 1. Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik mulai garis bapak, dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan (Batak, Lampung, Buru, Nusa Tenggara dan Irian Jaya); 2. Sistem Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria di dalam pewarisan (Minangkabau, Enggano) ; 3. Sistem Parental atau bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik melalui garis orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan (Aceh, Riau, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi). Soerojo Wignjodipuro mengemukakan pendapat yang sama seperti diatas, kemudian ditambahkannya suatu masyarakat yang dalam pergaulan seharihari mengakui keturunan patrilineal atau matrilineal saja, disebut unilateral, sedangkan yang mengakui keturunan dari kedua belah pihak disebut bilateral. 8 Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa di Indonesia ini pada prinsipnya terdapat masyarakat yang susunannya berlandaskan pada tiga macam garis keturunan, yaitu garis keturunan ibu, garis keturunan bapak dan garis keturunan bapak-ibu. Sedangkan di kota Pagaralam sendiri dalam hal ini masyarakat adat 7 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Indonesia, Perundang-undangan Hukum Adat, Hindu, dan Islam, Cipta Aditya Bakti, Bandung, 1994, Hal Soerojo Wignyodipoero, Op cit, hal.109

6 besemah, sistem keturunannya dahulu berlaku atau menarik garis keturunan bapak atau patrilineal, dimana sistem kewarisannya adalah mayorat yaitu yang berhak atas warisan adalah anak laki-laki. Dalam masyarakat adat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal seperti halnya pada masyarakat adat Besemah, yang berhak mewarisi adalah anak laki-laki yang sudah dewasa dan/atau berkeluarga, sedangkan anak perempuan tidak sebagai ahli waris. Akibat hukum yang timbul dari sistem patrilineal ini adalah, bahwa istri karena perkawinannya (biasanya perkawinan dengan sistem pembayaran uang jujur), dikeluarkan dari keluarganya, kemudian masuk dan menjadi keluarga suaminya. Anak-anak yang lahir menjadi keluarga Bapak (Suami), harta yang ada milik Bapak (Suami) yang nantinya diperuntukkan bagi anak-anak keturunannya. Istri bukan ahli waris dalam keluarga suaminya, tetapi ia anggota keluarga yang dapat menikmati hasil dari harta tersebut, seandainyapun suaminya meninggal dunia, sepanjang dia setia menjanda, tinggal di kediaman keluarga suaminya dengan anak-anaknya. Bentuk-bentuk perkawinan di berbagai daerah di Indonesia berbeda-beda dikarenakan sifat kemasyarakatan, adat istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat yang berbeda-beda, sehingga walaupun sudah berlaku Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang bersifat nasional yang berlaku untuk seluruh Indonesia, namun di berbagai daerah dan di berbagai golongan masyarakat masih berlaku hukum perkawinan adat. Apalagi undang-undang tersebut hanya mengatur hal-hal pokok dan tidak mengatur hal-hal lain yang bersifat khusus. Di dalam

7 Undang-undang Perkawinan yang bersifat nasional tersebut, tidak diatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, upacara-perkawinan dan lainnya. Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, terjadi keinginan untuk menyeimbangkan hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan terutama dalam hal pewarisan. Menurut ketentuan waris adat terdapat ketidakseimbangan antara kewenangan dan hak kaum perempuan dan kaum laki-laki. Melihat perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, timbul keinginan pemerintah untuk memberi arah dalam hukum waris di Indonesia yakni, dengan keluarnya Tap MPRS No. II Tanggal 3 Desember 1960 yang menetapkan bahwa semua warisan adalah untuk anak-anak dan janda apabila si peninggal meninggalkan anak-anak dan janda, sehingga anak-anak dan janda tanpa membedakan jenis kelamin berhak atas harta peninggalan suami/ayahnya. Dan didukung dengan keluarnya Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/Sip/1961 yang merupakan yurisprudensi tetap di Indonesia menyatakan bahwa bagian janda dan anak-anak itu sama besarnya tanpa mempersoalkan anak laki-laki atau anak perempuan. Keadaan tersebut semakin kuat dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengakui adanya persamaan hak dan kedudukan setiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan.

8 Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 31 ayat (1 dan 2) bahwa: 1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama. 2. Bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Begitu juga dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) mengenai kedudukan harta benda dalam perkawinan, yaitu: 1. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. 2. Harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 mengenai Kedudukan Harta Benda dalam Perkawinan, yaitu: 1. Baik suami maupun istri dapat bertindak mengenai harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak. 2. Mengenal harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 dikatakan bahwa bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Pengadilan merupakan aparatur negara yang menerapkan hukum,

9 dan hukum yang berlaku di suatu negara dikenal tidak hanya dari undang-undangnya, tetapi juga dari putusan-putusan pengadilan. 9 Masyarakat adat Besemah menggunakan bentuk perkawinan jujur, artinya perkawinan yang dilakukan dengan pembayaran jujur dari pihak pria kepada pihak wanita. Dengan diterimanya uang jujur atau barang jujur, berarti si isteri mengikatkan diri pada perjanjian untuk ikut dipihak suami, baik pribadi maupun harta benda yang dibawa akan tunduk pada hukum adat suami. Bagi masyarakat adat Besemah, penduduknya menggunakan sistem kewarisan mayorat laki-laki. Sistem kewarisan mayorat hampir sama dengan sistem kewarisan kolektif, hanya penerusan dan pengalihan hak penguasa atas harta yang tidak terbagibagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga. Tidak selamanya suatu kerabat mempunyai kepemimpinan yang dapat diandalkan dan aktivitas hidup yang kian meluas bagi para anggota kerabat. Kelemahan dan kebaikan sistem kewarisan mayorat, adalah terletak pada kepemimpinan anak tertua dalam kedudukannya sebagai pengganti orang tua yang telah wafat, dalam mengurus harta kekayaan dan memanfaatkannya guna kepentingan semua anggota keluarga yang ditinggalkan. Hal ini disebabkan, karena anak tertua bukanlah sebagai pemilik harta peninggalan secara perseorangan, tetapi sebagai pemegang mandat orang tua yang dibatasi oleh musyawarah keluarga, dibatasi oleh 9 Rehngena Purba, Sikap Mahkamah Agung Terhadap Kedudukan duda dan Janda dalam Hukum Adat, Kanun No. 35 Edisi April 2000, hal 60.

10 kewajiban mengurus orang tua yang dibatasi oleh musyawarah keluarga lain, dan berdasarkan atas tolong-menolong oleh bersama untuk bersama. Perkembangan masyarakat yang cendrung berpikir modern sehingga mengakibatkan pergeseran pola kehidupan, ini terjadi tidak hanya daerah urban tetapi telah merambah hingga keperkampungan yang masih memegang teguh sistem adat dimasyarakat. Dengan pergeseran ini sehingga banyak mempengaruhi sistem adat yang telah diterapkan dalam bagian dari aturan secara turun temurun dari zaman nenek moyang hingga sekarang. Akan tetapi masih ada kelompok adat yang tetap mempertahankan budaya tersebut karena telah menjadi kebiasaan kelompok masyarakat mereka untuk lebih menghargai nenek moyang atau kerena takut kualat (musibah). Proses pewarisan adalah cara pewaris berbuat untuk meneruskan atau mengalihkan harta peninggalan/warisan yang akan ditinggalkan kepada para ahli waris ketika pewaris masih hidup; cara warisan diteruskan penguasaan dan pemakaiannya dan cara melaksanakan pembagian warisan kepada para ahli waris setelah pewaris meninggal dunia. Dalam pembagian warisan pada masyarakat adat Besemah terdapat harta peninggalan yang tidak dapat di bagi-bagi. Tetapi dalam kenyataannya, seringkali timbulnya sengketa warisan di antara anggota-anggota keluarga yang ditinggalkan, karena tidak menutup kemungkinan bahwa para pihak yang diberi hak untuk menguasai harta peninggalan seringkali menganggap harta tersebut merupakan hak atau bagian warisnya.

11 Dalam pembagian harta warisan telah disetujui oleh masing-masing para ahli waris, dapat juga terjadi sengketa tentang harta warisan. Seperti, ada ahli waris yang ingin coba-coba untuk mengambil warisan orang tuanya, sehingga ahli waris lain yang merasa dirugikan menuntut kepada ahli waris yang mengambil bagian yang seharusnya milik nya dan ada pula ahli waris yang merasa tidak puas terhadap pembagian yang telah ditentukan oleh pewaris. Dalam memahami sistem pewarisan adat memang agak sulit itu terlihat dari perbedaan pada setiap daerah yang memiliki persepsi masing-masing dalam aturan adatnya. Hal ini yang membuat negeri ini kaya akan sistem adat khususnya dalam hal pewrisan sehingga jangan sampai sistem adat di Indonesia pada umumnya diselaraskan oleh penguasa atau pemerintah ke dalam satu kodifikasi aturan dalam sistem hukum adat karena akan terjadi pelunturan sistem adat yang telah dijalankan oleh masyarakat adat secara turun temurun. Berdasarkan uraian diatas, maka Penulis tertarik untuk menalaah lebih jauh mengenai Perkembangan Hukum Waris Pada Masyarakat Adat Besemah Di Kota Pagaralam Sumatera Selatan

12 B. Perumusan Masalahan Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan hukum waris adat pada masyarakat adat Besemah di kota Pagaralam Sumatera Selatan? 2. Bagaimana pelaksanaan pembagian harta warisan pada masyarakat adat besemah di kota Pagaralam Sumatera Selatan? 3. Bagaimana penyelesaian masalah pembagian harta warisan jika terjadi sengketa pada masyarakat adat besemah di kota Pagaralam Sumatera Selatan? C. Tujuan Penelitian Bertitik tolak dari rumusan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan hukum waris adat pada masyarakat adat Besemah di kota Pagaralam Sumatera Selatan. 2. Untuk mengetahui pelaksanaan pembagian harta warisan pada masyarakat adat besemah di kota Pagaralam Sumatera Selatan. 3. Untuk mengetahui penyelesaian masalah pembagian harta warisan jika terjadi sengketa pada masyarakat adat besemah di kota Pagaralam Sumatera Selatan.

13 D. Manfaat Penelitian Disamping untuk mengetahui tujuan yang hendak dicapai, penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat secara teoritis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan masukan untuk menambah khasanah bidang keperdataan khususnya di bidang Hukum Waris Adat yang dapat digunakan untuk pihak-pihak yang membutuhkan sebagai bahan kajian ilmu pengetahuan hukum. 2. Manfaat secara praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan hukum waris nasional. b. Memberikan informasi kepada masyarakat dan kalangan akademis khususnya mahasiswa Magister Kenotariatan mengenai perkembangan hukum waris pada masyarakat adat Besemah di kota Pagaralam sumatera Selatan. c. Menjadi salah satu referensi bagi pengembangan Hukum Waris Adat khususnya mengenai perkembangan hukum waris pada masyarakat adat Besemah di kota Pagaralam Sumatera Selatan.

14 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya dilingkungan, penelitian dengan judul Perkembangan Hukum Waris pada Masyarakat Adat Besemah di kota Pagaralam Sumatera Selatan belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Namun penelitian tentang perkembangan hukum waris adat juga pernah dilakukan oleh peneliti lain walaupun lokasi, obyek dan cakupan penelitiannya berbeda, yaitu oleh Frans Cory Melando Ginting dengan judul penelitian Perkembangan Hukum Waris Adat pada Masyarakat Adat Batak Karo (Studi Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo). Dengan mengangkat permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan unsur-unsur ahli waris pada masyarakat batak karo di tiga desa (desa merdeka, desa gongsol, desa jaranguda), kecamatan merdeka kabupaten karo, propinsi sumatera utara? 2. Bagaimana pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat batak karo di tiga desa (desa merdeka, desa gongsol, desa jaranguda), kecamatan merdeka kabupaten karo, propinsi sumatera utara? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pergeseran hukum waris adat batak karo pada masyarakat batak karo di tiga desa (desa merdeka, desa gongsol, desa jaranguda), kecamatan merdeka kabupaten karo, propinsi sumatera utara?

15 Jadi dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Hukum waris merupakan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang di dalamnya mengatur proses beralihnya hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang, baik berupa barang-barang harta benda yang berwujud, maupun yang tidak berwujud pada waktu wafatnya kepada orang lain yang masih hidup. Dalam kehidupan masyarakat yang masih teguh memegang adat istiadat, peralihan hak dan kewajiban tersebut dalam proses peralihannya dan kepada siapa dialihkan, serta kapan dan bagaimana cara pengalihannya diatur berdasarkan hukum waris adat. Ter Haar dalam Bagimselen en stelsel van het adat recht (Soerojo Wignjodipoero) menyatakan bahwa hukum adat waris meliputi peraturan-peraturan hukum yang bersangkutan dengan proses yang sangat mengesankan serta yang akan selalu berjalan tentang penerusan dan pengoperan kekayaan materiel dan immaterial dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. 10 Selanjutnya, Soerojo Wignjodipoero memperjelas bahwa hukum adat waris meliputi norma-norma hukum yang menetapkan harta kekayaan baik yang materiil maupun yang immaterial yang manakah dari seseorang yang dapat diserahkan kepada keturunannya serta yang sekaligus juga mengatur saat, cara dan proses peralihannya Ibid, hal Ibid. Hal. 161

16 Sebenarnya hukum waris adat tidak semata-mata hanya mengatur tentang warisan dalam hubungannya dengan ahli waris tetapi lebih luas dari itu. Hilman Hadikusuma mengemukakan hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris, dan waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. 12 Dalam hal ini kelihatan adanya kaidah-kaidah yang mengatur proses penerusan harta, baik material maupun non material dari suatu generasi kepada keturunannya. Dijelaskan juga, dari pandangan hukum adat pada kenyataannya sudah dapat terjadi pengalihan harta kekayaan kepada waris sebelum pewaris wafat dalam bentuk penunjukan, penyerahan kekuasaan atau penyerahan pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada waris. Adapun teori yang dipakai untuk menganalisa permasalahan dalam penelitian ini adalah teori Aliran Mazhab sejarah yang dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (Volk geist) menyatakan bahwa hukum kebiasaan merupakan sumber hukum formal. Hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Pandangannya bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak bangsa dan tiap-tiap bangsa memiliki volksgeist (jiwa rakyat). Dia berpendapat 12 Hilman Hadikusuma, Op. Cit, Hal. 7

17 hukum semua hukum berasal dari adat-istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal dari pembentukan undang undang. 13 Pokok-pokok ajaran madzab historis yang diuraikan Savigny dan beberapa pengikutnya dapat disimpulkan sebagai berikut: Hukum ditemukan tidak dibuat. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah proses yang tidak disadari dan organis;oleh karena itu perundang-undangan adalah kurang penting dibandingkan dengan adat kebiasaan. 2. Karena hukum berkembang dari hubungan-hubungan hukum yang mudah dipahami dalam masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam peradaban modern kesadaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan dirinya secara langsung, tetapi disajikan oleh para ahli hukum yang merumuskan prinsip-prinsip hukum secara teknis. Tetapi ahli hukum tetap merupakan suatu organ dari kesadaran umum terikat pada tugas untuk memberi bentuk pada apa yang ia temukan sebagai bahan mentah (Kesadaran umum ini tampaknya oleh Scholten disebut sebagai kesadaran hukum). Perundang-undangan menyusul pada tingkat akhir; oleh karena ahli hukum sebagai pembuat undang-undang relatif lebih penting daripada pembuat undang-undang. 3. Undang-undang tidak dapat berlaku atau diterapkan secara universal. Setiap masyarakat mengembangkan kebiasaannya sendiri karena mempunyai bahasa 13 Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, cet. VII, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal W. Friedmann, Legal Teori, alih bahasa Mohammad Arifin, Teori dan Filsafat Hukum : Idealisme Filosofis dan Problem Keadilan, cet. I, CV. Rajawali, Jakarta,1990, hal. 61

18 adat-istiadat dan konstitusi yang khas. Savigny menekankan bahwa bahasa dan hukum adalah sejajar juga tidak dapat diterapkan pada masyarakat lain dan daerah-daerah lain. Volkgeist dapat dilihat dalam hukumnya oleh karena itu sangat penting untuk mengikuti evolusi volkgeist melalui penelitian hukum sepanjang sejarah. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa bagi Indonesia, pemikiran dan sikap madzab ini terhadap hukum telah memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan ("preservation") hukum adat sebagai pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan (asli) penduduk pribumi dan mencegah terjadinya "pembaratan" (westernisasi) yang terlalu cepat, kalau tidak hendak dikatakan berhasil mencegahnya samasekali, kecuali bagi sebagian kecil golongan pribumi. 15 Paradigma pemahaman hukum adat dan perkembangannya harus diletakkan pada ruang yang besar, dengan mengkaji secara luas: a. Kajian yang tidak lagi melihat sistem hukum suatu negara berupa hukum negara, namun juga hukum adat hukum agama serta hukum kebiasaan; b. Pemahaman hukum (adat) tidak hanya memahami hukum adat yang dalam berada dalam komunitas tradisional- masyarakat pedesaan, tetapi juga hukum yang berlaku dalam lingkungan masyarakat lingkungan tertentu (hybrid law atau unnamed law); 15 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masvarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Lembaga Penelitian dan Kriminologi FH UNPAD, Penerbit Binacipta, Bandung, 1976, hal. 4

19 c. Memahami gejala trans nasional law sebagaimana hukum yang dibuat oleh organisasi multilateral, maka adanya hubungan interdependensi antara hukum internasional, hukum nasional dan hukum lokal. Dengan pemahaman holistik dan intregratif maka perkembangan dan kedudukan hukum adat akan dapat dipahami dengan memadahi. Menurut Ridwan Halim, Hukum adat adalah "Pada dasarnya merupakan keseluruhan peraturan hukum yang berisi ketentuan adat istiadat seluruh bangsa Indonesia yang sebagian besarnya merupakan hukum yang tidak tertulis, dalam keadaannya yang berbhineka tunggal ika, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masing-masing suku bangsa tersebut memiliki adat istiadat berdasarkan pandangan hidup masingmasing. 16 Dengan demikian, hukum adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan tempat ia memutuskan perkara. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan firasatnya sendiri. Hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Masalah warisan, pada prinsipnya memiliki tiga unsur penting yaitu: 1. adanya seseorang yang mempunyai harta peninggalan atau harta warisan yang wafat, yang disebut dengan si pewaris, 2. adanya seseorang atau beberapa orang yang berhak menerima harta peninggalan atau harta warisan, yang disebut waris atau ahli waris, 16 Ridwan Halim, Hukum Adat dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, 1985, hal 9.

20 3. adanya harta peninggalan atau harta warisan yang ditinggalkan pewaris, yang harus beralih penguasaan atau pemilikannya. Bila dilihat dalam pelaksanaan, proses penerusan warisan kepada ahli waris sehubungan dengan unsur diatas sering menimbulkan persoalan, seperti: a. Masalah kedekatan hubungan seseorang peninggal warisan dengan kekayaannya yang dalam hal ini banyak dipengaruhi sifat lingkunagn kekeluargaan di mana si peninggal warisan itu berada, b. Sejauh mana harus ada tali kekeluargaan antara peninggal warisan dan ahli waris, c. wujud kekayaan yang beralih itu dipengaruhi sifat lingkungan kekeluargaan di mana si peninggal warisan dan si ahli waris bersama-sama berada. Bagi orang-orang Indonesia asli pada pokoknya berlaku Hukum Waris adat, yang berbeda dalam pelbagai daerah dan yang ada hubungan rapat dengan tiga macam kekeluargaan, yaitu sifat kebapaan, sifat keibuan dan sifat kebapa-ibuan. 17 Karena banyaknya suku, agama dan kepercayaan yang berbeda-beda serta bentuk kekerabatan yang berbeda-beda, tetapi ini semua adalah pengaruh dari sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat adat atau dengan kata lain dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan suatu masyarakat hukum adat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sampai saat sekarang Hukum Waris yang berlaku masih bersifat pluralisme, hal ini disebabkan karena belum adanya Hukum Waris yang bersifat Nasional. Sama halnya dengan pelaksanaan pembagian warisan 17 Wirjono Prodjodikoro, Op cit, Hal.12

21 pada masyarakat adat Besemah. Aturan yang berlaku selama ini adalah pembagian warisan secara hukum waris adat. Yaitu dengan sistem pewarisan mayorat laki-laki, harta peninggalan orang tua (pusaka rendah) atau harta peninggalan leluhur kerabat (pusaka tinggi) tetap utuh dan tidak dibagi-bagikan kepada masing-masing ahli waris, melainkan dikuasai oleh anak tertua laki-laki (mayorat pria). Pembagian harta waris dapat dilakukan mengikuti hukum adat dan mengikuti hukum waris Islam. Hilman Hadikusuma menyebutkan bahwa pada umumnya masyarakat Indonesia menerapkan pembagian berimbang yaitu di antara semua waris mendapat bagian yang sama, seperti dilakukan oleh masyarakat Jawa, dan banyak pula yang menerapkan hukum waris Islam di mana setiap waris telah mendapatkan jumlah bagian yang telah ditentukan Konsepsi Konsepsi yang dimaksud disini adalah kerangka konsepsional merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, 19 yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan kepada proses penelitian ini. Oleh 18 Hilman Hadikusuma, Op. cit., hal Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1998, hal.3

22 karena itu, dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut : a. Hukum adat adalah hukum tidak tertulis yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat. b. Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan kata lain mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris c. Hukum waris adat adalah peraturan yang mengatur proses meneruskan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak terwujud dari suatu angkatan manusia kepada turunannya d. Harta Warisan adalah harta kekayaan yang akan diteruskan pewaris ketika masih hidup atau setelah ia meninggal dunia untuk dikuasai atau dimiliki oleh para ahli waris e. Masyarakat Besemah adalah suatu kelompok masyarakat yang bermukim di wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Secara administratif pemerintahan saat ini, wilayah Besemah diakui meliputi daerah sekitar Kota Pagaralam, wilayah

23 Kecamatan Jarai, Kecamatan Tanjung Sakti, yang berbatasan dengan wilayah Bengkulu, dan daerah sekitar Kota Agung, Kabupaten Lahat (Sumsel). G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian dan Metode Pendekatan Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis, maksudnya adalah suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan. 20 Dalam hal ini mengenai Perkembangan Hukum Waris pada Masyarakat Adat Besemah di Kota Pagaralam Sumatera Selatan. Penelitian ini dilakukan melalui metode pendekatan yuridis empiris, yaitu metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran secara koresponden adalah fakta yang mutakhir. Cara kerja dari metode yuridis empiris dalam penelitian tesis ini, yaitu dari hasil pengumpulan dan penemuan data serta informasi melalui studi kepustakaan terhadap asumsi atau anggapan dasar yang dipergunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian tesis ini, kemudian dilakukan pengujian secara induktif verifikatif pada fakta mutakhir yang terdapat di dalam masyarakat. Dengan demikian kebenaran dalam suatu penelitian telah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses rasionalisasi Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, Hal Ibid, Hal. 52

24 2. Lokasi Penelitian Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan nasional menuju kearah unifikasi hukum yang terutama akan dilaksanakan melalui pembuatan peraturan perundang-undangan. 22 Untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan nasional menuju kearah unifikasi hukum yang terutama akan dilaksanakan melalui pembuatan peraturan perundangundangan itu perlu diketengahkan dengan cara melakukan penelitian kepustakaan yang ada maupun penelitian di lapangan. Salah satu inti dari unsur-unsur hukum adat guna pembinaan hukum waris nasional adalah hukum waris adat. 23 Oleh karenanya penulis melakukan penelitian kepustakaan yang ada maupun penelitian di lapangan terutama pada masyarakat Adat Besemah di kota Pagaralam Propinsi Sumatera Selatan. 3. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh gejala atau seluruh unit yang akan diteliti. Oleh karena populasi biasanya sangat besar dan luas, maka kerapkali tidak mungkin untuk meneliti seluruh populasi itu, tetapi cukup diambil sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel untuk memberikan gambaran yang tepat dan benar. 24 Adapun mengenai jumlah sampel yang akan diambil menurut Ronny Hanitijo Soemitro, bahwa pada prinsipnya tidak ada peraturan yang ketat secara mutlak 22 Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), seminar hukum adat dan pembinaan hukum nasional, 14 s/d 17 Januari 1975 di Yogyakarta. 23 H. Hilman Hadikusuma, Op. Cit. hal 1 24 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, Hal.36

25 menentukan berapa persen sampel tersebut harus diambil dari populasi. 25 Penarikan sampel tersebut dilakukan dengan cara Purpossive Sampling. Yaitu terdiri atas responden umum dan informan baik formal maupun informal. Adapun informan dan responden dalam penelitian ini, antara lain : a. Informan 1) 2 (dua) orang Kepala Adat (Juraytuwe), 2) Ketua/Panitera/Pegawai Pengadilan Agama Kabupaten Lahat 3) 3 (tiga) orang Pegawai Camat, yaitu: - 1 (satu) Camat dari Kecamatan Dempo Utara - 1 (satu) Camat dari Kecamatan Dempo Selatan - 1 (satu) Camat dari Kecamatan Dempo Tengah 4) 9 (sembilan) Lurah, yaitu: - 3 (tiga) Lurah yang berada di Kecamatan Dempo Utara - 3 (tiga) Lurah yang berada di Kecamatan Dempo Selatan - 3 (tiga) Lurah yang berada di Kecamatan Dempo Tengah b. Responden - 5 (lima) warga, diambil dari setiap masyarakat yang berada pada masingmasing Kelurahan 25 Ibid, Hal.47

26 4. Alat Pengumpulan Data Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat penelitian: 1. Studi dokumen, yaitu mempelajari serta menganalisa bahan pustaka (data skunder) 2. Wawancara, yaitu dibantu dengan pedoman wawancara kepada responden umum yaitu masyarakat Adat Besemah dan Informan, antara lain : Kades/lurah, tokoh adat dan pagawai Pengadilan Agama Lahat. 5. Analisis Data Analisis data merupakan proses penelaahan yang diawali dengan melalui verifikasi data sekunder dan data primer. Untuk selanjutnya dilakukan pengelompokan sesuai dengan pembahasan permasalahan. Analisis data adalah sesuatu yang harus dikerjakan untuk memperoleh pengertian tentang situasi yang sesungguhnya, disamping itu juga harus dikerjakan untuk situasi yang nyata. 26 Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mengumpulkan data primer dan sekunder, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dan pengelompokan agar menghasilkan data yang lebih sederhana sehigga mudah dibaca dan dimengerti. Selanjutnya dilakukan klasifikasi data menurut jenisnya dalam bentuk persentase. 1996, hal Erickson dan Nosanchuk, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial, LP3ES, Jakarta,

27 Kemudian data yang telah disusun secara sistematik dalam bentuk persentase dianalisis secara kualitatif dengan metode deskriptif analisis sehingga dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam pelaksanaan warisan pada masyarakat adat Besemah di Kota Pagaralam. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode induktif sebagai jawaban dari masalah yang telah dirumuskan.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara

BAB I PENDAHULUAN. (machstaat). Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dan kerukunan dalam keluarga tetap terjaga. Pewarisan merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu aturan hukum yang masih digunakan dalam proses pewarisan. Proses pewarisan yang mengedepankan musyawarah sebagai landasannya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Hukum adat merupakan salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional. Unsur kejiwaan hukum adat yang berintikan kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN

KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN KEDUDUKAN PEREMPUAN DALAM KEWARISAN Oleh Drs. Bakti Ritonga, SH.,MH. 1 Assalmu alaikum wr.wb. Salam sejahtera untuk kita semua Yang Terhormat; Bapak dan Ibu Pembina, jajaran pengurus, dan seluruh pesrta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. antaranya, waris menurut hukum BW (Burgerlijk Wetboek), hukum Islam, dan. Ika ini tidak mati, melainkan selalu berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal pewarisan. Indonesia memiliki berbagai macam bentuk waris di antaranya, waris menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia Hukum Waris Adat bersifat pluralisme menurut suku-suku atau kelompok-kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal itu disebabkan oleh sistem garis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya): I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera.

I. PENDAHULUAN. satu suku di Indonesia yang bertempat tinggal di ujung selatan Pulau Sumatera. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Indonesia sangat luas, juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Begitu juga dengan sistem kekerabatan yang dianut, berbeda sukunya maka berbeda pula

Lebih terperinci

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL DI KABUPATEN KAMPAR PROPINSI RIAU TESIS Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S2 Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D 101 09 047 ABSTRAK Tulisan ini mengangkat 3 masalah utama, yaitu (a) Bagaimanakah Status Hukum dan Hak Mewaris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia (NRI) memiliki wilayah yang sangat luas membentang dari kota Sabang Provinsi Nanggro Aceh Darussalam hingga kota Merauke Provinsi Papua. Tidak

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Dengan demikian setiap orang tidak mungkin hidup sendiri tanpa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai kecenderungan untuk selalu berhubungan dengan manusia yang lain. Dengan demikian setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PERADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Pembagian Harta Warisan. Digunakannya istilah hukum waris adat dalam skripsi ini adalah untuk membedakan dengan istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, masalah yang berhubungan dengan kehidupan sosial sudah makin kompleks dan terdiri dari berbagai aspek yang mana hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan tindakan masyarakatnya diatur oleh hukum. Salah satu hukum di Indonesia yang telah lama berlaku

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974 KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu Hukum Fakultas

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia pada suatu saat pasti akan meninggal dunia. Dengan meninggalnya seseorang, maka akan menimbulkan suatu akibat hukum yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah kodifikasi hukum terutama akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT

BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT BAB IV HUKUM DAN SISTEM PE WARISAN ADAT Hukum waris adat ialah aturan-aturan hukum yang, mengenai cara bagaimana dari abad-kebad penerasan dan peralihan dari haita kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kelestarian kemajemukan adat istiadat ini diperlukan hukum

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kelestarian kemajemukan adat istiadat ini diperlukan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan berbagai macam adat istiadat dan berbagai macam corak sistem kekeluargaan. Untuk menjaga kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat

BAB I PENDAHULUAN. oleh hukum adatnya masing-masing. Negara telah mengakui hak-hak adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat di negara Indonesia terdiri dari berbagai etnis, suku, adat dan budaya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

SISTEM HUKUM ADAT SISTEM HUKUM? (Apakah Sistem Hukum Itu?) 2

SISTEM HUKUM ADAT SISTEM HUKUM? (Apakah Sistem Hukum Itu?) 2 CORAK & SISTEM HUKUM ADAT OLEH: 1 SISTEM HUKUM ADAT SISTEM HUKUM? (Apakah Sistem Hukum Itu?) 2 Soepomo (1996): Sistem hukum adalah kebulatan aturan-aturan yang berdasarkan suatu kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS. (BW). Ketiganya mempunyai ciri dan peraturan yang berbeda-beda, berikut BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM WARIS A. Pengertian Hukum Waris Berbicara tentang warisan, di Indonesia terdapat tiga hukum waris yaitu menurut Hukum Adat, menurut Kompilasi Hukum Islam, dan menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum waris yang berlaku di Indonesia dikenal sangat beragam, hal ini dikarenakan adanya pengaruh penggolongan penduduk yang pernah dilakukan pada masa Hindia Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 PEMBATALAN ATAS PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA 1 Oleh : Erni Bangun 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan sistem hukum waris menurut BW dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum waris itu sangat erat kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan 1. Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan ialah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan adanya konsep dan asas-asas hukum yang berasal dari. hukum adat. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan adanya konsep dan asas-asas hukum yang berasal dari. hukum adat. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat di Indonesia dalam menyusun hukum nasional memerlukan adanya konsep dan asas-asas hukum yang berasal dari hukum adat. Hukum adat merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling

BAB I PENDAHULUAN. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Tuhan dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Antara laki-laki dengan perempuan mempunyai rasa ketertarikan dan saling membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah peraturan hukum untuk mengatur kepentingan manusia. 1

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah peraturan hukum untuk mengatur kepentingan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti sekarang ini, kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti sekarang ini, kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Didalam masyarakat yang sedang berkembang seperti sekarang ini, kebutuhan manusia akan semakin kompleks jika dibandingkan dengan kebutuhan manusia pada zaman dahulu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa

I. PENDAHULUAN. adalah satu yaitu ke Indonesiaannya. Oleh karena itu maka adat bangsa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia ini adat yang dimiliki oleh daerahdaerah suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta sifatnya, adalah satu yaitu ke Indonesiaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya BAB I PENDAHULUAN Saat ini di Indonesia masih terdapat sistem hukum waris yang beraneka ragam, yaitu sistem hukum waris Adat, hukum waris Islam, dan hukum waris Barat (KUHPerdata). Sistem hukum waris Adat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh :

TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA. Disusun oleh : TUGAS MATA KULIAH HUKUM WARIS ADAT PERBEDAAN IMPLEMENTASI HUKUM WARIS ADAT DI BERBAGAI SUKU SUKU ADAT DI INDONESIA Disusun oleh : YASIR ADI PRATAMA (E1A012096) KELAS B KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci