BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan jasa dari para pekerja dan pekerja mengharapkan upah dari

dokumen-dokumen yang mirip
MOGOK KERJA YANG MENGAKIBATKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) MASSAL PADA HOTEL PATRA JASA BALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu

* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK)

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan bagian dari pengamalan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian.

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha maupun pekerja/buruh. Fakta menunjukkan bahwa PHK seringkali

Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

III. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. pertentangan tersebut menimbulkan perebutan hak, pembelaan atau perlawanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dan Setiap pekerja. dan layak dalam hubungan kerja. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

Hubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M.

Perselisihan Hubungan Industrial

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 2

Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang menyatakan: Tiap-tiap warga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial

BAB I PENDAHULUAN. Hukum ketenagakerjaan merupakan keseluruhan peraturan baik tertulis

BERITA NEGARA. No.11, 2014 KEMENAKERTRANS. Data. Informasi. Ketenagakerjaan. Klasifikasi. Karakteristik. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

KESEIMBANGAN HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA DAN PENGUSAHA DALAM MOGOK KERJA *

BAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi

The Presenting MSDM PemutusanHub ungan Kerja (PHK)

KOMPETENSI dan INDIKATOR

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan industri pariwisata di Yogyakarta cukup pesat.

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

MOGOK KERJA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN HAK BURUH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam hubungan kerja adalah

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

Makalah Ketenagakerjaan Sengketa Hubungan Industrial (Hukum Perikatan) BAB I PENDAHULUAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

BAB I PENDAHULUAN. memiliki pekerjaan. Pada dasarnya, memiliki pekerjaan merupakan hak yang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dengan memperkerjakan tenaga kerja seminimal mungkin untuk dapat

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat berlomba lomba untuk mendapatkan kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

IMPLEMENTASI PRAKTEK PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJADI INDONESIA

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Hal. 1 dari 11 hal. Put. No.83 K/TUN/07

Forum HRD Bekasi 25 Oktober 2013 Hotel Sahid Jaya Lippo Cikarang

BAB I PENDAHULUAN. dialami oleh para pelaku hubungan industrial di belahan dunia mana pun. Pekerja

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. 1. Kekuatan Mengikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Yang Dilakukan. Melalui Transaksi Elektronik Ditinjau dari UU Ketenagakerjaan

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dan buruh sebagai tenaga kerja yang menyokong terbentuknya

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah dan kebutuhan hidup manusia sejalan dengan

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

BAB I PENDAHULUAN. terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

copyright by Elok Hikmawati 1

GUBERNUR SUMATERA BARAT

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AD HOC DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hadi Setia Tunggul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Harvarindo, 2009, hal. 503

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia saat ini berkembang secara pesat. Perusahaan-perusahaan bermunculan dan bersaing secara ketat di pasar global. Perusahaan-perusahaan berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan keuntungan dengan cara yang efisien. Pengusaha harus mampu berbiaya produksi rendah untuk meningkatkan daya saingnya di pasar global. Perusahaan memiliki dua unsur yakni unsur pengusaha dan unsur pekerja. Keduanya tidak dapat lepas dan saling membutuhkan. Pengusaha membutuhkan jasa dari para pekerja dan pekerja mengharapkan upah dari pengusaha. Biaya produksi rendah yang ingin dicapai oleh perusahaan terkadang mengakibatkan ditekannya hak-hak pekerja. Pekerja tidak diletakkan sebagai faktor utama dalam proses ekonomi, melainkan hanya dianggap sebagai salah satu unsur dari proses produksi. Kepentingan yang berbeda antara pengusaha dengan pekerja terkadang menjadi sumber konflik atau perselisihan. Perselisihan seringkali terjadi karena pengusaha hanya memandang pekerja sebagai faktor produksi semata. Pekerja di sisi lain juga tidak memiliki sense of belonging atau rasa memiliki terhadap perusahaan dimana pekerja bekerja. Pekerja cenderung ingin mendapatkan upah yang besar tanpa harus bekerja keras. 1

2 Perselisihan antara pekerja dengan pengusaha dapat disebut sebagai perselisihan hubungan industrial. Perselisihan hubungan industrial menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004) adalah: Perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja dalam satu perusahaan. Perselisihan hubungan industrial kadang kala diikuti dengan tindakan mogok kerja. Pekerja secara bersama-sama atau serikat pekerja maupun pengusaha dapat melakukan tindakan dalam hal terjadi perselisihan hubungan industrial. Tindakan yang dilakukan pengusaha dapat berupa penutupan perusahaan (lock out) dan tindakan yang dilakukan oleh serikat pekerja atau pekerja secara kolektif dapat berupa mogok kerja (strike). 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) dalam Pasal 1 Angka 23 mengartikan mogok kerja adalah: Tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Perselisihan hubungan 1 Ari Hernawan (a), 2013, Ketidakadilan dalam Norma dan Praktik Mogok Kerja di Indonesia, Udayana University Press, Bali, hlm. 2

3 industrial yang diikuti oleh mogok kerja dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 2 1. Belum terlaksananya hubungan kemitraan di tempat kerja. Sikap pengusaha memandang pekerja hanya sebagai faktor produksi serta hanya berorientasi mencari keuntungan semata. Penyebab lainnya adalah kurangnya rasa memiliki (sense of belonging) dari pekerja terhadap perusahaan dimana pekerja bekerja. Pekerja cenderung untuk mendapatkan upah yang besar tanpa harus bekerja keras. 2. Kegagalan perundingan yang dilakukan oleh para pihak dalam menyelesaikan perselisihan perburuhan yang terjadi sebagai akibat ketiadaan hubungan komunikasi yang baik dan efektif. Penyebabnya adalah belum adanya lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai forum komunikasi dimana partisipasi kaum pekerja dapat dilaksanakan. 3. Lamanya proses penyelesaian perselisihan perburuhan. Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa mogok kerja adalah: Hak dasar pekerja dan serikat pekerja dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan. Sah berarti mengikuti prosedur yang diatur dalam undangundang. Tertib dan damai berarti tidak mengganggu keamanan dan ketertiban umum dan tidak mengancam keselamatan jiwa dan harta benda milik perusahaan, pengusaha atau masyarakat. Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor Kep 232/Men/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah (Kepmenakertrans Nomor 232 Tahun 2003) menyebutkan bahwa mogok kerja tidak sah apabila dilakukan : 1. bukan akibat gagalnya perundingan; dan/atau 2 Aloysius Uwiyono, 2001, Hak Mogok di Indonesia, Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana, Jakarta, hlm. 217-218

4 2. tanpa pemberitahuan kepada pengusaha dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan ; dan/atau 3. dengan pemberitahuan kurang dari 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan mogok kerja; dan/atau 4. isi pemberitahuan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 140 ayat (2) huruf a, b, c, dan d Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 140 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengatur bahwa pemberitahuan mogok kerja sekurang-kurangnya memuat: 1. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri mogok kerja; 2. tempat mogok kerja; 3. alasan dan sebab-sebab mengapa harus melakukan mogok kerja; dan 4. tanda tangan ketua dan sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat pekerja sebagai penanggung jawab mogok kerja. Sah tidaknya suatu mogok kerja sangat terkait dengan upah dan lebih jauh dapat berakibat terhadap kelangsungan hubungan kerja. Mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah dapat mengakibatkan pekerja dikualifikasikan sebagai mangkir. Pekerja yang mangkir tidak berhak atas upah. Pekerja yang dianggap mangkir dan tidak memenuhi panggilan dari pengusaha maka akan dianggap mengundurkan diri.

5 Kasus mogok kerja yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja telah kerapkali terjadi. Mogok kerja yang melibatkan banyak pekerja serta berlangsung terlalu lama menyebabkan perusahaan harus menanggung kerugian. Pemutusan hubungan kerja menjadi salah satu sikap yang diambil oleh pengusaha dalam menghadapi potensi kerugian dari mogok kerja. Salah satu kasus mengenai mogok kerja yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja adalah kasus pada PT AST Indonesia pada tahun 2012 yang lalu. PT AST Indonesia adalah perusahaan di Semarang yang awalnya bergerak di bidang manufaktur, komponen elektronik dan plastic injection namun saat ini berkembang ke wooden furniture. PT AST Indonesia memiliki 2 (dua) serikat pekerja yakni Serikat Pekerja PT AST Indonesia (SEKAR ASTI) dan Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia PT AST Indonesia (PUK SPEE-FSPMI PT AST Indonesia). PUK SPEE-FSPMI PT AST Indonesia beraliansi dengan federasi serikat pekerja di luar perusahaan yakni Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Perselisihan hubungan industrial awalnya terjadi antara PT AST Indonesia dengan pekerja yang tergabung dalam PUK SPEE-FSPMI PT AST Indonesia. Perselisihan hubungan industrial ini dimulai ketika perundingan pembaharuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). PUK SPEE- FSPMI PT AST Indonesia menginginkan perubahan berupa penambahan

6 dan/atau pengurangan beberapa pasal dalam PKB. Tuntutan ini tidak disetujui oleh pihak pengusaha. Perselisihan tersebut telah dimediasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang (Disnakertrans Kota Semarang) namun tidak berhasil. Ratusan pekerja akhirnya melakukan mogok kerja yang berlangsung selama total 4 (empat) hari yakni tanggal 9-10 Juli 2012 serta tanggal 26-27 Juli 2012. Peserta mogok kerja bukan hanya anggota PUK SPEE FSPMI melainkan juga beberapa pekerja yang lain. PT AST Indonesia berkeputusan untuk memutus hubungan kerja 175 pekerjanya yang ikut melakukan aksi mogok kerja. PT AST Indonesia menganggap mogok kerja yang dilakukan para pekerjanya adalah tidak sah sehingga perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Disnakertrans Kota Semarang juga menyatakan bahwa mogok kerja yang dilakukan pekerja PT AST Indonesia tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Disnakertrans Kota Semarang tetap menganjurkan PT AST Indonesia untuk mempekerjakan kembali 175 pekerja yang diputus hubungan kerjanya meskipun menganggap mogok kerja tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. PT AST Indonesia tetap pada keputusannya yakni memutus hubungan kerja 175 pekerjanya dengan memberikan uang pesangon. Keputusan perusahaan mengakibatkan pergolakan diantara para pekerja. Mereka melakukan berbagai aksi dan unjuk rasa menolak keputusan perusahaan yang mereka anggap sebagai PHK sepihak.

7 PT AST Indonesia akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. PT AST Indonesia meminta hakim menyatakan mogok kerja tidak sah sehingga PHK yang telah dilakukannya adalah sah. Gugatan tersebut dikabulkan oleh hakim pemeriksa perkara, mogok kerja dianggap tidak sah namun pekerja yang diputus hubungan kerjanya berhak atas sejumlah uang pesangon. Beberapa pekerja mengajukan kasasi atas putusan tersebut. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 481 K/Pdt.Sus-PHI/2013 kasasi tersebut tidak dapat diterima. Peristiwa perburuhan yang belakangan ini terjadi merupakan fenomena gunung es, yaitu persoalan pekerja yang terlihat hanya permukaannya saja namun faktanya akar masalahnya cukup banyak dan sangat rumit. 3 Sama halnya dengan kasus mogok kerja PT AST Indonesia ini. Persoalan yang terungkap di permukaan terlihat sederhana padahal akar masalahnya cukup rumit serta disebabkan oleh banyak faktor. Kasus mogok kerja pada PT AST Indonesia menarik untuk dikaji dari sudut pandang hukum ketenagakerjaan. Mogok kerja tersebut melibatkan banyak pekerja serta berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Mogok kerja tersebut juga memiliki dampak yang luas mulai dari pemutusan hubungan kerja sampai dengan upaya kasasi yang dilakukan para pekerja. Berdasarkan hal tersebut di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul TINJAUAN TENTANG MOGOK KERJA 3 Rachmad Syafaat, 2008, Gerakan Buruh dan Pemenuhan Hak Dasarnya: Strategi Buruh dalam Melakukan Advokasi, In-trans Publishing, Malang, hlm. 11

8 YANG MENGAKIBATKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi Kasus Mogok Kerja oleh Pekerja PT AST Indonesia, Semarang). B. Rumusan Masalah 1. Mengapa mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja PT AST Indonesia tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003? 2. Apakah pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT AST Indonesia kepada pekerjanya sebagai akibat dari mogok kerja telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui dan menganalisis penyebab tidak sesuainya mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja PT AST Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 b. Untuk mengetahui dan menganalisis sesuai atau tidaknya pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh PT AST Indonesia kepada pekerjanya sebagai akibat dari mogok kerja berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

9 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini secara subjektif bertujuan untuk memenuhi syarat kelulusan dan syarat akademis untuk memperoleh gelar Master, di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum, Klaster Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta sumbangan pemikiran bagi pengembangan dan pengkajian Ilmu Hukum, khususnya dalam bidang Hukum Keperdataan yang berkaitan dengan permasalahan mengenai mogok kerja yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan, membantu, dan memberikan acuan bagi pengusaha, pekerja, para penegak hukum, peneliti, dan segala pihak yang terlibat dalam perselisihan hubungan industrial, mogok kerja, serta pemutusan hubungan kerja.

10 E. Keaslian Penelitian Penulis telah melakukan penelusuran kepustakaan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) serta telah melakukan penelusuran dokumen dari internet yakni mimbar.hukum.ugm.ac.id, jdih.depnakertrans.go.id serta portalgaruda.org. Penulis menemukan karya-karya dengan tema mogok kerja serta akibatnya, antara lain: 1. Penulisan Disertasi dengan judul Pengaturan dan Implementasi Mogok Kerja di Indonesia. 4 Penelitian ini ditulis oleh Ari Hernawan pada Tahun 2011. Penelitian ini menitikberatkan pada kesesuaian filosofi Hubungan Industrial Pancasila dengan peraturan ketenagakerjaan yang berkaitan dengan mogok kerja. Penulis dalam disertasi ini menyimpulkan bahwa: Pertama, pelaksanaan mogok kerja secara sah sulit dilaksanakan. Kedua, ketentuan mogok kerja lebih banyak dipenuhi kewajiban bagi pekerja yang akan dan sedang mogok. Ketiga, ketentuan mogok kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tidak implementatif. Keempat, Disnakertrans sebagai mediator masih lebih berpihak kepada pengusaha. Penulis dalam disertasi ini menegaskan bahwa nuansa ketidakadilan dalam mogok kerja sudah ada pada ketentuan mogok kerja yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, 4 Ari Hernawan (b), Pengaturan dan Implementasi Mogok Kerja di Indonesia, Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011

11 bahkan dalam mempersepsikan filosofi Hubungan Industrial Pancasila. 2. Artikel dengan judul Pergeseran Permasalahan Mogok Kerja Menjadi Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja. 5 Artikel ini ditulis oleh Sahat Sinurat pada Tahun 2012. Artikel ini menjelaskan mengenai proses bergesernya tindakan mogok kerja menjadi perselisihan hubungan industrial dan berakhir pada pemutusan hubungan kerja. 3. Artikel dalam jurnal hukum dengan judul Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pekerja dan Pengusaha dalam Mogok Kerja. 6 Jurnal ini ditulis oleh Ari Hernawan pada Tahun 2012. Jurnal ini menyimpulkan bahwa ada ketidakseimbangan hak pekerja dan pengusaha dalam ketentuan mogok kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. 4. Makalah dengan judul Mogok Kerja yang Mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Massal pada Hotel Patra Jasa Bali. 7 Makalah ini ditulis oleh Pande Sudirja, I Ketut Markeling dan I Made Pujawan pada Tahun 2013. Makalah ini meneliti kasus 5 Sahat Sinurat, Pergeseran Permasalahan Mogok Kerja Menjadi Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja, Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi http://jdih.depnakertrans.go.id/data_artikel/2012_2_1.pdf, diakses pada tanggal 10 Maret 2015 6 Ari Hernawan (c), Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pekerja dan Pengusaha dalam Mogok Kerja, Jurnal Mimbar Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Vol. 24, No.3, Tahun 2012 7 Sudirja et al, Mogok Kerja yang Mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Massal pada Hotel Patra Jasa Bali, Indonesian Publication Index (IPI), download.portalgaruda.org/article.php?article=83206&val=907 diakses pada tanggal 10 Maret 2015

12 mogok kerja oleh pekerja Hotel Patra Jasa Bali yang disebabkan oleh perubahan manajemen. Makalah ini menyimpulkan bahwa pemutusan hubungan kerja terjadi karena pekerja Hotel Patra Jasa dianggap mangkir. 5. Penulisan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul Pemenuhan Hak Pekerja Akibat Mogok Kerja di PT Jogja Tugu Trans, Yogayakarta. 8 Penelitian ini ditulis oleh Danang Dermawan pada Tahun 2014. Penelitian ini menitikberatkan pada penyebab terjadinya mogok kerja di PT Jogja Tugu Trans serta pemenuhan hak-hak pekerja akibat adanya mogok kerja. Penulis dalam penulisan hukum ini menyimpulkan bahwa: Pertama, mogok kerja terjadi karena kontrak kerja dan pengangkatan status pekerja tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Kedua, tidak adanya pemenuhan hak pekerja akibat mogok kerja karena mogok kerja dilakukan secara tidak sah. Kelima penulisan hukum di atas memiliki tema yang sama dengan penelitian oleh penulis yakni tentang mogok kerja serta akibatnya. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan penulis lebih spesifik yakni mogok kerja yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja dengan studi kasus yang belum pernah diteliti sebelumnya. Penulisan tesis ini telah memenuhi kaedah keaslian penelitian sehingga layak untuk diteliti. 8 Danang Dermawan, Pemenuhan Hak Pekerja Akibat Mogok Kerja di PT Jogja Tugu Trans Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014