BAB I PENDAHULUAN. penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat merealisasikan

BAB V PENUTUP. 1. Variabel sanksi pajak memperlihatkan pengaruh yang positif dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, antara lain dengan cara menggali, mendorong, dan. mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari dalam negeri agar

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spirituil. Untuk dapat. mendapatkan dukungan dari masyarakat (Waluyo dan Ilyas, 2000: 1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemerintah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. karena penerimaan pajak digunakan oleh pemerintah sebagai sumber utama

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan. Pengeluaran utama negara adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan perkembangan perekonomian di Indonesia, tidak menutup

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang ikut mendorong pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting. Pendapatan tersebut nantinya digunakan untuk pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa pajak akan sangat mustahil sekali negara ini dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjadi Negara yang lebih maju, Indonesia sebagai negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. satu penopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pemerintah yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentunya

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kewajiban pajaknya. Perubahan sistem pemungutan pajak ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sasaran utama dari kebijaksanaan keuangan negara di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 16 tahun 2009 menyatakan bahwa pajak adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negera hukum yang menetapkan pajak. Pajak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

BAB I PENDAHULUAN. Rutin dan Pengeluaran Pembangunan. Dalam Negeri dan Hibah. Penerimaan Dalam Negeri terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak (Pangestu, Rusmana:2014). Realisasi penerimaan pajak tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pengeluaran negara, pembangunan maupun untuk biaya rutin negara.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari pajak juga perlu ditingkatkan karena pajak merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengawasan merupakan proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas Negara, penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. Telah diketahui pada umumnya negara yang memiliki administrasi. saat ini bertumpu pada pajak dalam membiayai pembangunan.

B a b I P e n d a h u l u a n 1 BAB I PENDAHULUAN. Pajak memegang peranan penting dalam perekonomian negara kita. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber pendapatan terbesar yang dimiliki suatu Negara

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peran penting Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN)

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang membutuhkan dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang adil, makmur dan sejahtera. Pemerintah membutuhkan dana yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. Belanja negara(apbn) berasal dari sektor pajak, maka tidak dapat dipungkiri bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan membutuhkan peningkatan dalam penerimaan pajak. pajak telah memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan negara.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dalam menjalankan roda pemerintahan, kesejahteraan rakyat merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Pengertian pajak adalah iuran kepada kas negara

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di beberapa bidang, Pemerintah Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan pendapatan Negara bukan pajak, melalui pendapatan Pajak Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional diperoleh dari pendapatan sektor pajak. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah

PENGARUH PEMAHAMAN PROSEDUR PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BADAN DALAM MEMENUHI KEWAJIBAN PAJAK PENGHASILAN DI KPP PRATAMA KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda atau warisan yang di

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. dimaklumi karena pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor privat

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia.. Sehingga tidak bisa dipungkiri tuntutan ekonomi dalam memenuhi

Bab 1. Pendahuluan. Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendengar kata Pajak, kebanyakan dari kita akan segera

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya berasal dari penerimaan pajak.

BAB I PENDAHULUAN. dan sumber dana yang penting bagi pembiayaan nasional. Kepatuhan wajib pajak (tax compliance) dapat diidentifikasi dari

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara. Pemerintah negara-negara di dunia menaruh perhatian yang

BAB I PENDAHULUAN. langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran negara yang

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan peningkatan jumlah dan kebutuhan masyarakat. (Lubis, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional di berbagai bidang guna mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. . Di indonesia salah satu satu penerimaan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menjalankan pemerintahan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang dibayar oleh masyarakat sebagai iuran yang pemungutannya dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara yang sedang giat-giatnya melakukan

ABSTRAK. DAFTAR ISI Halaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan petugas yang baik diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan

BAB I PENDAHULUAN. seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan negara non migas, guna

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam. Pembukaan UUD Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara yang berasal dari iuran masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia saat ini bersumber dari dalam negeri yaitu pajak. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran warga negara kepada negara yang akan digunakan

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. adalah dari hasil penerimaan pajak (Sutanto 2013). Kontribusi pajak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi pemerintah yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

BAB I PENDAHULUAN. secara tidak langsung bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting dalam menopang keberlanjutan pembangunan suatu negara selain sumber penerimaan lainnya yaitu penerimaan migas maupun penerimaan bukan pajak, oleh sebab itu pemerintah berupaya secara terus-menerus untuk meningkatkan target penerimaan negara dari sektor pajak. Selain itu penerimaan pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu negara, karena pertumbuhan ekonomi suatu negara akan meningkatkan pendapatan masyarakatnya, sehingga masyarakat mempunyai kemampuan secara finansial untuk membayar pajak. Oleh karena itu pemungutan pajak yang benar, penambahan wajib pajak, dan optimalisasi penggalian sumber pajak melalui objek pajak, juga berperan dalam meningkatkan penerimaan pajak. Pada hakekatnya pajak merupakan sebuah proses transfer pembayaran dari wajib pajak untuk mendukung pembiayaan dan pengeluaran pemerintah dalam pembangunan. Melalui pajak kita dapat melakukan optimalisasi penerimaan negara yang bersumber dari kemampuan pembiayaan pembangunan dalam negeri. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi pembangunan nasional dewasa ini. Setiap tahun anggaran, pemerintah senantiasa berusaha untuk meningkatkan penerimaan pajak guna membiayai pembangunan yang dilaksanakan. Semakin besar penerimaan negara dari pajak, maka semakin besar pula kemampuan 1

keuangan negara dalam pembiayaan pembangunannya. Dan sebaliknya semakin kecil penerimaan negara dari pajak, maka semakin kecil pula kemampuan negara dalam pembiayaan pembangunannya. Mengingat begitu pentingnya peranan pajak, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui reformasi peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan diberlakukannya self assesment system. Self assesment system mengharuskan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, yaitu mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) di Kantor Pelayanan Pajak. Kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak merupakan faktor penting dalam pelaksanaan sistem tersebut (Priyantini, 2008:3). Wajib pajak orang pribadi merupakan salah satu wajib pajak yang diminta untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan besarnya pajak terutang. Orang pribadi yang merupakan subyek pajak pribadi menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang memiliki kewajiban perpajakan termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak, seharusnya dapat mengelola usaha individualnya dengan lebih baik dibandingkan usaha organisasi. Berdasarkan struktur yang ada, orang pribadi dapat bebas mengatur seluruh pengeluaran dalam kegiatan usahanya sehingga memperoleh keuntungan yang diinginkan termasuk dalam mengatur kewajiban perpajakannya. Jika dilihat dari tujuan dan arah penyempurnaan undang-undang pajak yang lebih mengarah kepada meningkatkan keadilan pengenaan pajak, memberikan kemudahan kepada wajib pajak, dan menunjang kebijaksanaan 2

pemerintah dalam rangka meningkatkan investasi langsung di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri dibidang usaha daerah tertentu yang mendapat prioritas. Usaha untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak mempunyai banyak kendala, antara lain: tingkat kesadaran wajib pajak yang masih rendah, wajib pajak membayar pajak yang lebih rendah dari yang seharusnya, dan juga kendala dari wajib pajak dalam menyelenggarakan pembukuan dengan benar dan lengkap (Rustiyaningsih, 2011). Ho dan Wong (2008 ) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa setiap otoritas pajak diberdayakan untuk mengumpulkan pendapatan dari wajib pajak. Meskipun ada sejumlah wajib pajak yang telah melaporkan pendapatan mereka dan membayar kewajiban pajak mereka dengan baik, ada beberapa wajib pajak yang belum melakukannya. Ketika dihadapkan dengan dilema moral pajak, pada umumnya percaya bahwa etika dapat menjadi pedoman bagi wajib pajak bagaimana bertindak dengan benar dan adil. Beberapa wajib pajak mempunyai kepatuhan yang buruk dengan tidak membuat dan menyampaikan laporan kegiatan usaha secara periodik, baik laporan bulanan maupun tahunan. Yang memprihatinkan adalah wajib pajak semacam ini berjumlah paling banyak dari seluruh wajib pajak terdaftar. Patut menjadi perhatian lebih serius bagi Direktorat Jenderal Pajak agar masalah ini bisa diatasi (Laili, 2013). Pada kenyataannya di Indonesia tingkat kepatuhan wajib pajak masih tergolong rendah hanya 13% pada januari-maret 2015 hal ini membuktikan bahwa penerimaan pajak meleset jauh dibawah target yang ditetapkan Ditjen Pajak yaitu sebesar Rp 1.294,26 triliun (Kisihandi, 2015). Dan dalam prakteknya, pajak tidak dengan sendirinya secara otomatis dapat dipungut sedemikian rupa dari 3

masyarakat secara sukarela sehingga kemudian dapat digunakan sebagai investasi yang mendorong kesejahteraan. Bagi sebagian besar masyarakat, pajak masih dianggap sebagai sebuah beban dan biaya yang harus ditanggung dalam kegiatan ekonominya. Kesenjangan pemahaman tentang pajak di Indonesia masih sangat besar, terbukti masih sangat rendahnya tingkat kepatuhan pajak di Indonesia, dimana baru 30% wajib pajak yang membayar pajak. Jika dibandingkan dengan kepatuhan pembayaran Malaysia yang sudah mencapai 80% wajib pajak terdaftar, tentu kinerja pajak Indonesia tertinggal jauh (Suryana, 2012). Tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya: ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik, pembangunan infrastruktur yang tidak merata, persepsi wajib pajak tentang sanksi perpajakan, kesadaran wajib pajak itu sendiri, dan banyak kasus korupsi yang dilakukan pejabat tinggi negara (Manurung, 2013). Salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan pajak adalah dengan memberikan pelayanan yang baik kepada wajib pajak. Pelayanan publik yang diberikan kepada wajib pajak merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak bertujuan untuk menjaga kepuasan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan demikian, jika pelayanan terhadap wajib pajak terkesan baik maka akan berdampak kepada penerimaan pajak untuk tahun-tahun mendatang. Agar peraturan perpajakan dipatuhi maka harus ada sanksi perpajakan bagi para pelanggarnya. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila 4

memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Pelaksanaan sanksi yang dimaksud berupa pemberian denda ataupun sanksi pidana. Pelaksanaan sanksi perpajakan merupakan akibat karena wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan. Pelaksanaan sanksi perpajakan ini menyebabkan terpenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sehingga mengakibatkan meningkatnya kepatuhan wajib pajak. Sementara itu, terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya di Indonesia berkaitan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi, seperti penelitian yang dilakukan oleh Jatmiko (2006) tentang pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus, dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di kota Semarang, memperlihatkan hasil bahwa sikap wajib pajak terhadap pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus, dan kesadaran perpajakan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian dari Puspa (2012) tentang pengaruh pelayanan fiskus, sanksi pajak dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan pekerjaan bebas di KPP Pratama Cilacap, memperlihatkan hasil bahwa kualitas pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian yang dilakukan oleh Winerungan (2013) tentang sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Manado dan Bitung, memperlihatkan hasil bahwa 5

variabel sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan tidak memiliki pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Penelitian yang dilakukan oleh Mutia (2014) tentang pengaruh sanksi perpajakan, kesadaran perpajakan, sikap pelayanan fiskus, dan tingkat pemahaman terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Padang, memperlihatkan hasil bahwa pelaksanaan sanksi perpajakan, kesadaran perpajakan, sikap pelayanan fiskus, dan tingkat pemahaman memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Dan penelitian yang dilakuan oleh Septarini (2015) tentang pengaruh pelayanan, sanksi, dan kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Merauke, memperlihatkan hasil bahwa pelayanan pajak, sanksi pajak, dan kesadaran wajib pajak masing-masing memiliki pengaruh yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Indonesia telah cukup banyak dilakukan, tetapi jika melihat fakta yang ada tidak semua wajib pajak bersikap patuh dan sukarela dalam hal membayar dan melaporkan pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan juga sistem administrasi perpajakan Indonesia masih belum baik dan masih tingginya tingkat korupsi di bidang perpajakan. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian kembali di bidang perpajakan khususnya pada tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Penelitian ini akan menguji secara parsial pengaruh dari sanksi pajak, sikap pelayanan fiskus, belanja pemerintah, dan nilai etika terhadap kepatuhan 6

wajib pajak orang pribadi. Penelitian ini merujuk pada penelitian dari Holmes et al. (2012) tentang etika dan eksperimen dalam akuntansi yang menjadi sumbangan untuk diskusi mengenai pengukuran perilaku etis. Dengan menggunakan kepatuhan pajak sebagai variabel dependen; etika, jenis kelamin (gender), usia, dan tingkat pendidikan sebagai variabel independennya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Holmes et al. (2012) terletak pada variabel independen, tempat penelitian, metode penelitian, dan sampel penelitian yang dipakai, yaitu: 1. Adanya penggunaan variabel independen lain seperti: sikap pelayanan fiskus, sanksi pajak, dan belanja pemerintah. Untuk variabel etika yang digunakan dalam penelitian Holmes et al. (2012) digunakan pula dalam penelitian ini. Dan untuk variabel jenis kelamin (gender), usia, dan tingkat pendidikan yang menjadi variabel independen dalam penelitian Holmes et al. (2012) digunakan juga dalam penelitian ini sebagai variabel kontrol. 2. Lokasi penelitian. Penelitian sebelumnya dilakukan di Selandia Baru sedangkan penelitian ini dilakukan di Indonesia khususnya di kota Manado. 3. Metode penelitian yang digunakan. Penelitian sebelumnya menggunakan metode eksperimen sedangkan penelitian ini menggunakan metode survei yang menggunakan kuesioner sebagai sumber data primer. 4. Sampel penelitian yang dipakai. Penelitian sebelumnya menggunakan sampel berupa mahasiswa sedangkan penelitian ini menggunakan sampel berupa wajib pajak orang pribadi yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan terdaftar aktif di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado. 7

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian Holmes et al. (2012) terletak pada variabel dependen yang digunakan, yaitu kepatuhan wajib pajak. 1.2. Perumusan Masalah Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito, ada empat hambatan secara umum yang dihadapi Direktorat Jenderal Pajak dalam meraih optimalisasi target penerimaan negara dari sektor pajak. Empat hambatan tersebut: sumber daya manusia, data, kerja sama dengan penegak hukum, dan regulasi. Dalam hal sumber daya manusia, organisasi dan anggaran, Direktorat Jenderal Pajak menghadapi kendala seperti keterbatasan kuantitas dan kualitas pegawai, serta keterbatasan dalam struktur organisasi dan unit kerja, selain itu juga keterbatasan anggaran. Terkait kendala data dan informasi, ada keterbatasan data maupun informasi yang didapat Direktorat Jenderal Pajak dari pihak eksternal, akibat belum optimalnya pelaksanaan pasal 35A Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan. Untuk kerja sama dengan penegak hukum, Direktorat Jenderal Pajak menghadapi masalah belum optimalnya dukungan dan kerja sama dari berbagai instansi hukum lainnya serta perlindungan hukum bagi petugas pajak di lapangan. Sedangkan dalam hal regulasi, Direktorat Jenderal Pajak menghadapi masalah masih adanya aturan yang perlu disempurnakan dalam mendukung pengamanan penerimaan pajak dan penegakan hukum dalam bidang perpajakan (Ratna, 2015). Hasil penelitian Holmes et al. (2012) memperlihatkan bahwa terdapat perilaku yang lebih etis antara mahasiswa yang lebih tua dan mahasiswa yang lebih senior di universitas dengan mahasiswa yang lebih muda dan mahasiswa 8

yang lebih junior di universitas terhadap tingkat kepatuhan pajaknya. Dan mahasiswa wanita menunjukkan respon yang lebih etis dalam berperilaku daripada mahasiswa pria terhadap kewajiban pajaknya. Sementara itu di Indonesia hasil penelitian mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi memang telah cukup banyak dilakukan tetapi penelitian-penelitian tersebut pada umumnya hanya membahas variabel sanksi perpajakan, sikap pelayanan fiskus, tingkat pemahaman, kesadaran perpajakan, dan sosialisasi perpajakan (Jatmiko, 2006; Puspa, 2012; Winerungan, 2013; Mutia, 2014; dan Septarini, 2015). Dan variabel lain seperti belanja pemerintah dan nilai etika masih belum dibahas dalam penelitian sebelumnya. Hasil penelitian dari Jatmiko ( 2006), Puspa (2012), Mutia ( 2014), dan Septarini ( 2015) memperlihatkan hubungan yang positif antara variabel sanksi perpajakan, sikap pelayanan fiskus, tingkat pemahaman, dan kesadaran perpajakan dengan variabel tingkat kepatuhan wajib pajak. Sedangkan hasil penelitian Winerungan (2013) memperlihatkan has il yang berbeda yaitu tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskus, dan sanksi perpajakan dengan variabel tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Selanjutnya, berdasarkan atas pernyataan dari Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia Prof. Mardiasmo (2015) dalam seminar nasional di Universitas Gadjah Mada bahwa kondisi perpajakan Indonesia saat ini masih terdapat celah ( gap) yang cukup besar antara potensi penerimaan perpajakan dengan realisasinya, dan administasi perpajakan Indonesia masih lemah terutama dalam hal penegakan prosedur dan kepatuhan perpajakan. 9

Lebih lanjut lagi berdasarkan data yang diperoleh DJP Suluttenggo Malut via http://manadopostonline.com, bahwa wajib pajak orang pribadi di kota Manado tingkat kepatuhannya masih tergolong rendah, hanya mencapai 24,77% atau sekitar 26.606 wajib pajak orang pribadi dari 107.407 wajib pajak orang pribadi yang terdaftar, dibandingkan dengan wajib pajak orang pribadi di kota Bitung, Kotamobagu, dan Tahuna yang dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1. Penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21 di Sulut WP WP WP Belum WP Wajib Lapor Lapor Lapor SPT (%) Tahunan KPP Pratama WP Belum Lapor (%) Manado 107.407 26.606 80.801 24.77 75.23 Bitung 79.118 56.107 23.011 70.92 29.08 Kotamobagu 43.961 10.929 33.032 24.86 75.14 Tahuna 20.097 6.976 13.121 34.71 65.29 SULUT 250.583 100.618 149.965 40.15 59.85 Seharusnya berdasarkan tabel 1.1 diatas wajib pajak orang pribadi di kota Manado yang berjumlah lebih banyak daripada wajib pajak orang pribadi di kota Bitung, Kotamobagu, dan Tahuna memperlihatkan hasil yang lebih baik dalam hal tingkat kepatuhan untuk melaporkan SPT tahunannya, tetapi hasil yang ada tidaklah menunjukkan seperti yang diharapkan. Dan juga dikuatkan dengan data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado, bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Manado pada tahun 2013-2015 mengalami penurunan yang signifikan, yang dapat dilihat pada tabel 1.2 pada halaman berikutnya. 10

Tabel 1.2. Data Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Kota Manado Tahun 2013-2015 Tahun Jumlah WP WP Lapor Kepatuhan (%) 2013 94.693 52.935 55,90 2014 106.051 61.204 56,12 2015 107.407 26.606 24,77 Tabel 1.2 diatas, menunjukkan jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Manado setiap tahunnya mengalami kenaikan yang cukup pesat. Hal ini berarti jumlah wajib pajak orang pribadi yang melaporkan SPT tahunannya juga seharusnya meningkat karena jumlah wajib pajak orang pribadi yang harus memenuhi kewajibannya juga meningkat. Tetapi berdasarkan tabel 1.2 diatas diperlihatkan bahwa walaupun jumlah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Pratama Manado meningkat setiap tahunnya hal tersebut tidak diikuti dengan meningkatnya jumlah wajib pajak orang pribadi yang melaporkan SPT tahunannya, sehingga menyebabkan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Manado ikut mengalami penurunan. Berdasarkan masalah yang terungkap diatas dan hasil penelitian dari beberapa peneliti sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: Apakah sanksi pajak, sikap pelayanan fiskus, belanja pemerintah, dan nilai etika dapat berpengaruh secara positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Manado? 11

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk menguji pengaruh sanksi pajak, sikap pelayanan fiskus, belanja pemerintah, dan nilai etika terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Manado dalam hal membayar dan melaporkan pajak. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini, sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis a) Menambah literatur mengenai tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi dengan menguji pengaruh sanksi pajak, sikap pelayanan fiskus, belanja pemerintah, dan nilai etika terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota Manado dalam hal membayar dan melaporkan pajak. b) Melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya dengan menambahkan konsep mengenai hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. 2. Kegunaan Praktis a) Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan gambaran mengenai tindakan yang dapat diambil aparat pajak/fiskus dalam memberikan kualitas pelayanan yang diinginkan oleh wajib pajak orang pribadi yang dilayani, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak itu sendiri. 12

b) Bagi wajib pajak orang pribadi di kota Manado, diharapkan hasil penelitian ini dapat mendorong mereka untuk lebih sadar dan patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 1.5. Sistematika Penulisan Untuk memberikan pemahaman mengenai penelitian ini, berikut ini adalah sistematika penulisan laporan: 1. BAB I. PENDAHULUAN Laporan penelitian ini dimulai dengan menjelaskan latar belakang masalah yang melandasi penelitian ini, rumusan masalah dalam penelitian ini, tujuan dari penelitian ini, dan manfaat dari penelitian ini; serta penjelasan mengenai sistematika penulisan. 2. BAB II. TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pada bab kedua dari laporan ini dipaparkan mengenai landasan teori yang diperlukan dalam menunjang penelitian ini dan tinjauan literatur yang relevan untuk membahas permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis penelitian yang didasarkan pada tinjauan literatur sebelumnya dan teori-teori yang mendukung penelitian ini. 3. BAB III. METODE PENELITIAN Pada bab ketiga dari laporan ini menjelaskan mengenai rancangan yang berkaitan dengan data penelitian. Bagian ini membahas mengenai pengembangan pengukuran, tempat, waktu, populasi, sampel, jenis dan 13

sumber data penelitian, desain penelitian dan teknik pengumpulan data, variabel penelitian, definisi operasional, pengujian instrumen, teknik analisis data dan pengujian hipotesis. 4. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab keempat dari laporan ini menjelaskan mengenai deskripsi dan gambaran secara umum dari obyek penelitian, serta membahas dan menganalisis data yang diperoleh dari hasil perhitungan dan pengolahan dengan menggunakan analisis regresi. 5. BAB V. PENUTUP Pada bagian akhir dari laporan ini menjelaskan mengenai jawaban atas pertanyaan penelitian yang diungkapkan pada awal laporan dengan memberikan kesimpulan hasil penelitian dan saran bagi penelitian selanjutnya. Serta dilanjutkan dengan menjelaskan kontribusi dan implikasi penelitian untuk membangun penelitian selanjutnya. 14