33 IV. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sangat kompleks. Kondisi, sifat dan konteks kemiskinan yang menjadi penyebab kemiskinan antara wilayah yang satu dengan wilayah lain akan berbeda. Karakteristik tersebut menjadi faktor penentu timbulnya kemiskinan disuatu wilayah, diantaranya karakteristik struktur dan aktivitas ekonomi, karakteristik ruang, dan sumber daya (alam, manusia, buatan dan sosial), serta pengaruh wilayah lain di sekitarnya. Oleh karena itu dalam mengatasi kemiskinan di suatu wilayah, tidak dapat dilihat dalam kacamata agregat wilayah, tetapi lebih kepada pendekatan pembangunan daerah/regional baik melalui pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia/sosial. Pembangunan ekonomi sebagai upaya untuk mengumpulkan modal melalui aktivitas ekonomi yang mendorong pertumbuhan ekonomi khususnya yang signifikan mengatasi kemiskinan di suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh menurunkan kemiskinan merupakan modal dalam pembangunan manusia, dapat dikembangkan melalui kebijakan pengeluaran. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui investasi di bidang sosial seperti pendidikan dan kesehatan dasar, besaran dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar, dan pemenuhan nutrisi anggota keluarga, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Pembangunan manusia akan bermuara pada peningkatan kualitas hidup manusia untuk dapat hidup normal dalam memenuhi kebutuhannya yang berimplikasi kepada penurunan jumlah penduduk miskin di suatu wilayah. Dengan demikian pola pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia/sosial bersama-sama berpengaruh terhadap pola kemiskinan di suatu wilayah. Pola aktivitas ekonomi dan pembangunan manusia/sosial yang signifikan berpengaruh terhadap tingkat penurunan kemiskinan dapat dijadikan dasar kebijakan bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan strategi penanganan
34 kemiskinan. Alur atau kerangka pemikiran dari penelitian ini ditunjukkan pada alur kerangka pemikiran penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 3. Pembangunan Daerah Karakteristik Kemiskinan Pembangunan Ekonomi Dukungan Sumberdaya Sd Manusia Sd Alam Sd Sosial Sd Buatan Interaksi antar wilayah Karakteristik sumber daya Karakteristik struktur ekonomi Karakteristik struktur sosial Karakteristik ruang Aktivitas Ekonomi Pembangunan Manusia Profil Kemiskinan 3.2 Lokasi Penelitian Gambar 3 Kerangka Pemikiran. Lokasi penelitian adalah Provinsi Kalimantan Barat yang terletak di posisi antara 2 o 08 Lintang Utara sampai dengan 3 o 05 Lintang Selatan dan 1 o 30-114 o 10 Bujur Timur, dengan unit penelitian adalah pada 175 kecamatan. 3.3 Jenis Data Jenis data terdiri atas data sekunder yang dikumpulkan melalui literatur dari Dinas/Badan/Lembaga terkait seperti BPS, Bappeda, P4W dan lainnya, serta perpustakaan. Jenis data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. 3.4 Kerangka Alir Penelitian Data yang dikumpulkan diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu Kemiskinan, Pembangunan Manusia/Sosial, dan Aktivitas Ekonomi. Pada setiap tujuan, data yang homogen diubah menjadi variabel dengan software excel, sehingga variabel dapat dihadirkan dalam dua bentuk olahan data dasar, yakni berupa variabel pangsa dan/atau rasio. Arahan Kebijakan Penanganan Kemiskinan
35 Tabel 4 Jenis, sumber data yang digunakan, teknik analisis data dan output yang diharapkan No. Tujuan Jenis Data 1. Memetakan pola spasial kemiskinan. 2. Memetakan pola spasial Pembangunan Manusia/Sosial 3. Memetakan pola spasial Aktivitas Ekonomi. 4. Menganalisis Keterkaitan Variabel Pembangunan Manusia/Sosial dan aktivitas ekonomi dengan kemiskinan. 5. Menyusun arahan kebijakan penanganan kemiskinan Jumlah keluarga pra-sejahtera dan Sejahtera I per Kecamatan, jumlah penduduk miskin di bantaran sungai, dibawah jaringan SUTET, lokasi terisolasi dan di pemukiman kumuh, peta. Jumlah penduduk (laki-laki/perempuan, cacat, kelahiran, kematian, keluar/ masuk, PUS dan akseptor KB), jumlah tenaga pendidik dan fasilitas pendidikan, jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan, jumlah peserta ASKESKIN, jumlah surat miskin, jumlah penderita wabah penyakit dan yang meninggal, Jumlah aparat desa dan keamanan, Fasilitas Ibadah, Intensitas Konflik, peta. Luas panen padi, produksi tanaman pangan lain, produksi hasil perkebunan, populasi ternak besar, kecil dan unggas, jumlah dan jenis industri, koperasi, perdagangan dan hotel, jumlah surat izin industri dan perdagangan yang dikeluarkan, intensitas bencana dan luasan penggunaan lahan, peta. - Indeks Komposit Kemiskinan, pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi - Jarak ketetanggaan - Pola Spasial Tipologi Kemiskinan, pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi. - Data-data statistik dan hasil analisis penelitian terkait. Sumber Data PODES BPS PODES BPS PODES BPS Hasil analisis 1, 2 dan 3 BAPPEDA Hasil analisis 1, 2,3 dan 4. Teknik Analisis Data Principal Component Analysis Cluster Analysis Discriminant Analysis Analisis Kuadran Principal Component Analysis Cluster Analysis Discriminant Analysis Analisis Kuadran Principal Component Analysis Cluster Analysis Discriminant Analysis Analisis Kuadran Multiple regression Spatial Durbin Model Cluster Analysis Analisis Deskriptif Output yang diharapkan Peta konfigurasi sebaran kemiskinan dan penduduk, dan pola spasial tipologi kemiskinan Peta Konfigurasi tingkatan Pembangunan Kesehatan, Pendidikan dan Sosial, serta Pola Spasial tipologi Pembangunan Manusia/Sosial Peta konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian dan industri/perdagangan, dan pola spasial tipologi Hubungan fungsional antara kemiskinan dengan variabelvariabel Pembangunan Manusia/Sosial dan aktivitas ekonomi Susunan arahan penanganan kemiskinan 35
36 Pangsa data dihitung dengan persamaan berikut : PA i = A i A tot Keterangan: PA i = pangsa data aktivitas i A i = jumlah aktivitas di wilayah i = jumlah aktivitas di total wilayah agregat A tot Rasio data dihitung dengan persamaan berikut : rasa i = A i Pd i Keterangan: rasa i = rasio data aktivitas i A i = jumlah aktivitas di wilayah i Pd i = jumlah penduduk di wilayah i Variabel pangsa/rasio diortogonalisasi dengan menggunakan teknik Principal Component Analysis (PCA) menjadi variabel yang saling lepas dan menjadi penciri wilayah (Lampiran 1). Penciri utama adalah faktor dengan eigenvalue-nya satu atau lebih dan variabel yang terkait dengan penciri utama adalah variabel yang factor loading-nya lebih dari 0,7. Penciri wilayah dimanfaatkan untuk mengelompokkan (klaster) wilayah berdasarkan kedekatan jarak (Euclidean distance) penciri menggunakan Cluster Analysis dengan tiga klasifikasi penciri (tinggi, sedang, rendah). Hasil klasifikasi menjadi atribut untuk menghasilkan peta konfigurasi dengan memanfaatkan ArcGIS 9.3, dimana warna hijau menjelaskan penciri dengan tingkatan pencapaian baik, warna kuning untuk penciri dengan pencapaian sedang, dan warna merah untuk pencapaian buruk. Pembeda dari klaster ditentukan dengan Discriminant Analysis, dimana pembeda yang paling signifikan adalah penciri dengan p-level yang kurang dari 0,01. Konfigurasi wilayah yang dihasilkan dari formasi penciri di tingkat kecamatan menjadi pembobot untuk kabupaten/kota, dimana bobot tersebut digunakan untuk membangun pola spasial kabupaten/kota dengan teknik analisis kuadran. Pola spasial kelompok analisis dalam penelitian ini terdiri atas: 1) konfigurasi sebaran keluarga miskin dengan sebaran penduduk yang membentuk pola spasial tipologi kemiskinan; 2) konfigurasi pembangunan manusia dengan pembangunan sosial membentuk pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial; dan 3) konfigurasi aktivitas sektor pertanian dengan sektor industri/perdagangan membentuk pola spasial tipologi aktivitas ekonomi.
37 Penciri-penciri yang dihasilkan dari Analisis Komponen Utama dimanfaatkan pula untuk menganalisis keterkaitan antara variabel-variabel pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi dengan kemiskinan melalui analisis regresi bobot berganda yang membentuk Spatial Durbin Model. Model yang terbentuk dengan koefisien korelasi berganda (R) dan koefisien determinasi (R 2 ) mendekati satu adalah model yang lebih tepat menggambarkan keterkaitan. Bobot dari setiap kabupaten/kota berikutnya dianalisis untuk menjadi dasar penyusunan tipologi wilayah kabupaten/kota berdasarkan pola spasial kemiskinan, pembangunan manusia/sosial, dan aktivitas ekonomi. Tipologi kabupaten/kota dan variabel-variabel yang terkait secara fungsional dijadikan dasar arahan penanganan kemiskinan dan didukung analisis deskriptif dari teori-teori yang terkait permasalahan pembangunan. Hasil-hasil penelitian sebelumnya dimanfaatkan untuk memperkuat arahan yang disusun. Keseluruhan analisis dalam penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4. Gambar 4 Bagan Alir Penelitian.
38 3.5 Teknik Analisis Data 3.5.1 Pemetaan Pola Spasial Kemiskinan Variabel-variabel yang terkait dengan kemiskinan diortoganalisasi untuk mendapatkan penciri utamanya yang diperlukan untuk membentuk dua konfigurasi, yaitu konfigurasi sebaran keluarga miskin dan konfigurasi sebaran jumlah penduduk. Factor score dari penciri konfigurasi sebaran keluarga miskin dan konfigurasi sebaran penduduk diklaster dengan teknik Cluster Analysis dan untuk mendapatkan pembeda pada setiap klaster konfigurasi digunakan teknik Discriminant Analysis. Wilayah kecamatan (unit analisis) dikelompokkan berdasarkan tingkat capaian setiap pembeda, hingga diperoleh kategori tinggi, sedang, dan rendah. Penciri menjadi atribut unit analisis dan ditampilkan secara spasial untuk menghasilkan konfigurasi spasialnya. Sebaran keluarga miskin dan sebaran penduduk tinggi menggunakan tampilan warna merah, sebaran sedang dengan tampilan kuning, dan sebaran rendah dengan tampilan hijau. Persentase kecamatan yang ada pada setiap klaster di tingkat kabupaten/kota dikalikan bobot klaster untuk menghasilkan bobot tipologi spasial tingkat kabupaten/kota sebagai nilai yang akan di-plot dalam analisis kuadran. Bobot klaster konfigurasi ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi kemiskinan Bobot Klaster Konfigurasi Tinggi Sedang Rendah Konfigurasi sebaran keluarga miskin 3 2 1 Konfigurasi sebaran penduduk 3 2 1 Dari konfigurasi sebaran keluarga miskin dan sebaran penduduk membentuk empat pola spasial, yaitu: 1) di kuadran pertama untuk wilayah dengan pola sebaran keluarga miskin dan sebaran jumlah penduduk tinggi; 2) di kuadran kedua untuk wilayah dengan pola sebaran keluarga miskin rendah dan sebaran jumlah penduduk tinggi; 3) di kuadran ketiga untuk wilayah dengan pola sebaran keluarga miskin dan sebaran jumlah penduduk rendah; dan 4) di kuadran keempat untuk wilayah dengan pola sebaran keluarga miskin tinggi dan sebaran jumlah penduduk rendah. Keseluruhan alur analisis pemetaan pola spasial tipologi kemiskinan ditunjukkan pada Gambar 5.
39 Kemiskinan Sebaran keluarga miskin Sebaran penduduk Orthogonalisasi, clustering dan discrimant function Konfigurasi sebaran keluarga miskin Orthogonalisasi, clustering dan discrimant function Konfigurasi sebaran penduduk Analisis Kuadran Gambar 5 Proses pemetaan pola spasial tipologi kemiskinan. 3.5.2 Pemetaan Pola Spasial Pembangunan Manusia/Sosial Variabel-variabel yang terkait dengan pembangunan manusia/sosial diortoganalisasi untuk mendapatkan penciri utamanya yang diperlukan untuk membentuk tiga konfigurasi, yaitu konfigurasi tingkatan pembangunan di bidang kesehatan, bidang pendidikan dan bidang sosial. Factor score penciri masingmasing konfigurasi diklaster dengan teknik Cluster Analysis dan untuk mendapatkan pembeda dari tiap pola konfigurasi digunakan teknik Discriminant Analysis. Penciri ditampilkan secara spasial dan menghasilkan konfigurasi spasialnya. Tingkatan pembangunan yang tinggi ditunjukkan dengan warna hijau, tingkatan sedang dengan tampilan warna kuning, dan tingkatan rendah dengan tampilan warna merah. Pola spasial kemiskinan Persentase kecamatan yang ada pada setiap klaster di kabupaten/kota dikalikan skala bobot klaster menghasilkan bobot kabupaten/kota yang akan diplot dalam analisis kuadran. Bobot klaster konfigurasi pada pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial Bobot Klaster Konfigurasi Tinggi Sedang Rendah Konfigurasi pembangunan bidang kesehatan 3 2 1 Konfigurasi pembangunan bidang pendidikan 3 2 1 Konfigurasi pembangunan bidang sosial 3 2 1
40 Pola spasial yang dibangun adalah konfigurasi tingkatan pembangunan manusia (komposit dari pembangunan kesehatan dan pendidikan) terhadap konfigurasi tingkatan pembangunan sosial. Pola spasial membentuk empat kuadran, yaitu: 1) kuadran pertama untuk wilayah dengan tingkatan pembangunan manusia dan pembangunan sosial tinggi; 2) kuadran kedua untuk wilayah dengan tingkatan pembangunan manusia rendah dan pembangunan sosial tinggi; 3) kuadran ketiga untuk wilayah dengan tingkatan pembangunan manusia dan pembangunan sosial rendah; dan 4) kuadran keempat untuk wilayah dengan tingkatan pembangunan manusia tinggi dan pembangunan sosial rendah. Keseluruhan alur analisis pemetaan pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6 Proses pemetaan pola spasial tipologi pembangunan manusia/sosial. 3.5.3 Pemetaan Pola Spasial Aktivitas Ekonomi Variabel-variabel yang terkait dengan aktivitas ekonomi diortoganalisasi untuk mendapatkan penciri utama yang diperlukan untuk membentuk dua konfigurasi, yaitu konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian dan konfigurasi sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan. Factor score penciri konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian dan konfigurasi sebaran aktivitas sektor
41 industri/perdagangan digunakan dalam teknik Cluster Analysis dan untuk mendapatkan pembeda dari tiap pola konfigurasi digunakan teknik Discriminant Analysis. Wilayah kecamatan (unit analisis) dikelompokkan berdasarkan tingkat capaian setiap pembeda, hingga diperoleh kategori tinggi, sedang, dan rendah. Penciri menjadi atribut unit analisis dan ditampilkan secara spasial untuk menghasilkan konfigurasi spasialnya. Sebaran aktivitas ekonomi yang tinggi ditampilkan dengan warna hijau, sebaran sedang dengan tampilan warna kuning, dan sebaran rendah dengan tampilan warna merah. Persentase kecamatan pada setiap klaster di kabupaten/kota dikalikan skala bobot klaster untuk menghasilkan bobot spasial kabupaten/kota sebagai nilai yang akan di-plot dalam analisis kuadran. Bobot klaster konfigurasi pada pola spasial tipologi aktivitas ekonomi ditunjukkan pada Tabel 7. Tabel 7 Bobot Klaster pada pola spasial tipologi aktivitas ekonomi Bobot Klaster Konfigurasi Tinggi Sedang Rendah Konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian 3 2 1 Konfigurasi sebaran aktivitas sektor 3 2 1 industri/perdagangan Konfigurasi spasial yang menggunakan atribut di tingkat kecamatan, akan digunakan untuk menentukan pola spasial tipologi aktivitas ekonomi di tingkat kabupaten/kota dengan pendekatan kuadran, yaitu pemetaan kabupaten kota berdasarkan pola sebaran aktivitas sektor pertanian terhadap pola sebaran aktivitas sektor industri/perdagangan. Pola spasial membentuk empat kuadran, yaitu: 1) kuadran pertama untuk wilayah dengan sebaran aktivitas sektor pertanian dan sebaran industri/perdagangan tinggi; 2) kuadran kedua untuk wilayah dengan sebaran aktivitas sektor pertanian rendah dan sebaran industri/perdagangan tinggi; 3) kuadran ketiga untuk wilayah dengan sebaran aktivitas sektor pertanian dan sebaran industri/perdagangan rendah; dan 4) kuadran keempat untuk wilayah dengan sebaran aktivitas sektor pertanian tinggi dan sebaran industri/perdagangan rendah. Alur analisis pemetaan pola spasial tipologi aktivitas ekonomi secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 7.
42 Gambar 7 Proses pemetaan pola spasial tipologi aktivitas ekonomi. 3.5.4 Analisis Keterkaitan Variabel-variabel Pembangunan Manusia/Sosial dan Aktivitas Ekonomi, dengan Kemiskinan. Analisis ini menggunakan analisis fungsional untuk melihat seberapa besar variable-variabel utama dari aktivitas ekonomi dan pembangunan manusia/sosial berperan dalam menentukan jumlah penduduk miskin baik di wilayahnya maupun pengaruh dari wilayah lain. Untuk mengatasi multikolinieritas, maka dalam analisis ini digunakan indeks komposit dari setiap kelompok variabel. Analisis ini didasarkan pemikiran bahwa untuk dapat menekan tingginya tingkat kemiskinan perlu meningkatkan aktivitas ekonomi daerah dan upaya pembangunan manusia. Indeks komposit dari variabel-variabel pada aktivitas ekonomi dan pembangunan manusia/sosial menjadi variabel independen (X), sedangkan jumlah penduduk miskin yang merupakan variabel dependen (Y). Analisis hubungan fungsional ini menggunakan komponen utama masingmasing variabel dan data jarak antar kecamatan yang kemudian dianalisis dengan spatial econometric. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi menyebabkan munculnya autokorelasi spasial, yang menunjukkan bahwa tingkat perkembangan di suatu wilayah selain dipengaruhi oleh variabel bebas, juga dipengaruhi oleh hubungan spasial.
43 Spatial econometric hampir sama dengan regresi berbobot. Untuk perhitungan pembobotan spasial didasarkan pada dua aspek, yaitu : Ketetanggaan Kebalikan jarak 3.5.4.1 Model Regresi Berganda Model regresi berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan dalam suatu wilayah sendiri tanpa melihat pengaruh daerah lain. Variabel-variabel dari komponen utama yang dihasilkan dari PCA pada variabel keadaan diregresikan dengan terhadap variabel tujuan yaitu jumlah penduduk miskin pada suatu wilayah. Variabel yang berpengaruh signifikan dalam menekan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, direkomendasikan kepada pemerintah sebagai bahan pertimbangan strategi pembangunan daerah dalam mengatasi kemiskinan. Rumus dari model regresi berganda : Y r = α + βx r + ε r dimana : Y r adalah variabel tujuan (sebaran keluarga miskin), α dan β adalah koefisien fungsi regresi, X r adalah variabel bebas pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi, dan ε r adalah error. 3.5.4.2 Spatial Durbin Model Teknik ini digunakan untuk apakah melihat kemiskinan dalam suatu wilayah disebabkan oleh kemiskinan daerah lainnya yang berdekatan dan memiliki keterkaitan, dan dipengaruhi pula oleh variabel-variabel dari komponen utama pada indikator pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia di wilayahnya dan diwilayah lain. Jika jarak antar daerah sangat mempengaruhi interaksi antar daerah, maka dapat dilihat parameter apa saja pada daerah lain yang memberi pengaruh terhadap penurunan tingkat kemiskinan di daerah tersebut, dan seberapa besar pengaruhnya. Variabel-variabel dari komponen utama dari pembangunan ekonomi dan pembangunan di wilayahnya dan di wilayah lain yang dihasilkan dari PCA akan digunakan sebagai variabel bebas (X r ), dan jumlah penduduk miskin wilayah lain dan di wilayahnya sendiri menjadi variabel tujuan (Y r ). Prinsip dasarnya adalah
44 sama dengan regresi berbobot (weighted regression) dengan faktor pembobot adalah faktor lokasi. Kedekatan dan keterkaitan antar lokasi ini memunculkan fenomena autokorelasi spasial, sehingga dapat melihat kemiskinan dalam suatu wilayah selain disebabkan oleh variabel bebas juga disebabkan oleh interaksi spasial. Variabel bebas diperoleh dari hasil analisis PCA, sedangkan faktor lokasi dalam bentuk matriks jarak. Model dari Spatial Durbin : Y r = α + 1.k. 1.k. + βx r + ε r dimana : Y r adalah variabel tujuan (sebaran keluarga miskin), α, β dan ρ adalah koefisien fungsi regresi, W k adalah matriks pembobot spasial antar wilayah, Xr adalah variabel bebas dari pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi, dan ε r adalah error. 3.5.5 Arahan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Kebijakan penanganan kemiskinan di Kalimantan Barat diarahkan secara deskriptif dengan menggunakan hasil-hasil dari analisis pola spasial dan analisis keterkaitan. Arahan prioritas penanganan di kabupaten/kota menggunakan analisis klaster dari bobot kabupaten/kota pada pola spasial kemiskinan, pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pemetaan wilayah arahan penanganan kemiskinan seperti yang dikembangkan Hyman et al. (2005). Variabel-variabel yang signifikan menurunkan kemiskinan menjadi arahan strategi penanganan kemiskinan serta memperhatikan potensi-potensi yang dimiliki masing-masing wilayah. Hasil dari penelitian sebelumnya, baik di wilayah Kalimantan Barat ataupun wilayah lainnya, dengan pola kemiskinan, pembangunan manusia/sosial dan aktivitas ekonomi yang sama, menjadi rujukan yang memperkuat analisis ini.