BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Peningkatan Indeks Daya Saing Pariwisata Indonesia Tahun

KONSEP PENATAAN RUANG SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN WISATA ALAM DENGAN FUNGSI LINDUNG DI KABUPATEN GARUT

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN SITU BAGENDIT SEBAGAI KAWASAN REKREASI, KABUPATEN GARUT JAWA BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB II POTENSI DAN PERMASALAHAN KAWASAN OBYEK WISATA CEKING TERRACE

TINJAUAN BENCANA SITU GINTUNG DARI SUDUT PANDANG PENATAAN RUANG

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang menjadikan

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seminar Tugas Akhir 1

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

BAB V PENERAPAN KONSEP MAGERSARI DI KAWASAN PERMUKIMAN

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

Gambar 2 Peta lokasi studi

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Gambar 2. Lokasi Studi

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR ISI Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Keaslian Penelitian.

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. melimpah, mulai dari sektor migas, pertanian yang subur serta pariwisata. Hal ini

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ± LEMBAR PENGESAHAN ±± LEMBAR PERSEMBAHAN LEMBAR MOTTO ABSTRAKSI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. minyak bumi dan gas. Kepariwisataan nasional merupakan bagian kehidupan

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), ( X Print)

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i ABSTRACT... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR...

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

IPB International Convention Center, Bogor, September 2011

Pusat Wisata Kopi Sidikalang BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

Matrik Cascading Kinerja Dinas Tata Bangunan dan Kebersihan tahun 2016

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

PENDAHULUAN Latar Belakang

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A) PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN DAN WISATA DI PURWODADI GROBOGAN

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Terbuka Hijau ( RTH ) publik. Kota-kota besar pada umumnya memiliki ruang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

STUD1 RUANG TERBUKA HIJAU DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA BERDASARKAN PENDEKATAN KEBUTUHAN OKSlGEN

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Rekomendasi Keterbatasan Studi DAFTAR PUSTAKA... xv

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya melalui industri pariwisata. Sebagai negara kepulauan,

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 8 TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai pemilik kewenangan terhadap lahan kawasan Situ Bagendit di bawah pengelolaan Dinas PSDA cukup kesulitan menjalankan fungsi lindung yang ditopang oleh kawasan Situ Bagendit setelah Pemda Kabupaten Garut memanfaatkan kawasan Situ Bagendit sebagai salah satu daya tarik wisata alam di Kabupaten Garut. Sebagaimana kita tahu bahwa kawasan ini merupakan kawasan perlindungan setempat sesuai dengan Perda Jawa Barat No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung. Maksud serta tujuan daripada kawasan perlindungan setempat bagi kawasan Situ Bagendit sesuai dengan Perda Jabar No. 2 Tahun 2006 adalah melindungi kawasan Situ Bagendit dari kegiatan budidaya yang dapat mengganggu kelestarian fungsi Situ Bagendit itu sendiri, terutama daerah sekitarnya (sempadan). Kondisi fisik kawasan Situ Bagendit cukup mendukung dalam pengembangan ruang wisata berbasis pada fungsi perlindungan kawasan. Situ Bagendit terairi dari Sungai Cimanuk. Luas semula adalah 124 ha, namun setelah beberapa hektar berubah menjadi lahan pertanian sawah, luas eksisting tergenang saat ini adalah 87,57 ha. Kedalaman air rata-rata saat ini 2,20 m dengan kedalaman sedimen rata-rata eksisting 3,20 m dan volume tampung air eksisting Situ Bagendit berada pada 1.751.408 m 3. Kawasan Situ Bagendit berada pada ketinggian 700 mdpl dengan dominasi kemiringan lahan berada pada 0-15% yang termasuk pada kategori lahan datar hingga landai. Beberapa bagian kawasan Situ Bagendit berbatasan langsung dengan lahan pertanian sawah, sehingga jenis tanah di kawasan ini didominasi dua jenis tanah, yaitu tanah andosol dan aluvial. Sedangkan penggunaan lahan kawasan Situ Bagendit dengan total luas 124 ha secara umum terbagi menjadi tiga kelompok wilayah penggunaan, yaitu areal badan air Situ Bagendit, areal sempadan Situ Bagendit, serta areal sempadan yang 126

berubah menjadi lahan pertanian sawah. Luas badan air eksisting seluas 87,57 ha dengan pemanfaatan penggunaan lahan wilayah daratan seluas 36,43 ha.

127 Potensi penataan ruang wisata Situ Bagendit dikelompokkan menjadi tiga kelompok faktor potensi, yaitu potensi kondisi topografi, potensi penggunaan lahan, serta potensi kondisi hidrografi Situ Bagendit. Kondisi topografi kawasan Situ Bagendit berada pada kemiringan lahan 0-15% berada pada kategori lahan datar hingga landai. Kondisi ini memberikan potensi pengembangan Situ Bagendit menjadi kawasan wisata alam tirta yang aman daripada potensi kebencanaan kawasan, seperti lahan longsor maupun bencana banjir. Selain itu, kondisi lahan yang datar akan lebih memudahkan perencanaan dan pengembangan ruang wisata untuk fasilitas, amenitas, aksesibilitas, dan yang lainnya. Dari sisi faktor penggunaan lahan, selain potensi pengembangan amenitas wisata juga pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) di areal kawasan yang akan diproyeksikan sebagai wilayah fungsi lindung kawasan. Areal RTH ini selain akan berfungsi sebagai fungsi lindung kawasan juga dapat menjadi salah satu daya tarik alami kawasan Situ Bagendit. Sedangkan potensi hidrografi kawasan Situ Bagendit sebagai daya tarik utama pengembangan wisata tirta, seperti berrakit atau bersepeda air mengelilingi kawasan badan air situ. Kendati demikian, penataan ruang wisata Situ Bagendit terkendala pula terutama dengan kondisi penggunaan lahan dan permasalahan pada areal badan air Situ Bagendit. Kendala penggunaan lahan diantaranya persebaran warung-warung semi permanen yang semakin tidak terkendali, padatnya pemukiman penduduk di sekitar kawasan Situ Bagendit, serta pengambilalihan beberapa hektar kawasan menjadi lahan pertanian sawah oleh penduduk sekitar. Sedangkan kendala penataan pada areal badan air Situ Bagendit adalah terbatasnya ruang wisata akibat tertutupnya hampir sebagian badan air situ dengan vegetasi eceng gondok dan vegetasi teratai air. Konsep penataan ruang ini merupakan kombinasi daripada konsep-konsep kesesuaian fisik dalam pengembangan kawasan wisata dengan arahan regulasi terkait dalam upaya penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan lindung yang dimanfaatkan sebagai kawasan wisata. Penataan ruang Situ Bagendit ini akan lebih cocok menggunakan konsep kesesuaian lahan untuk rekreasi ekstensif

(extensive recreation zone). Kawasan rekreasi ekstensif merupakan area yang memungkinkan dibangun obyek wisata dengan tujuan tertentu. Rekreasi yang bisa

128 dilakukan di area ini berupa rekreasi pasif, adventure, minat khusus, forest camp dan tracking. Sarana dan prasarana yang terdapat di kawasan ini biasanya bersifat semi permanen. Didapatlah pemetaan ruang wisata dan ruang perlindungan kawasan yang didasarkan pada regulasi dan kondisi fisik kawasan. Ruang perlindungan kawasan dipetakan di sebagian area sempadan timur kawasan, area sempadan selatan, hingga area sempadan barat kawasan. Area perlindungan ini merupakan ruang terbuka hijau (RTH) dengan vegetasi dan atau pepohonan dengan kerapatan sedang higga kerapatan tinggi. Sedangkan penataan ruang wisata kawasan Situ Bagendit terpetakan di sebagian wilayah sempadan timur, sempadan utara, hingga ke sempadan barat laut, serta area tergenang situ sebagai ruang aktivitas wisata tirta utama. Jika mengacu kepada enam framework destinasi wisata menurut Page dan Connel (2006, hlm. 321), maka berdasarkan keempat pemetaan ruang tersebut teridentifikasi ruang-ruang pengembangan daya tarik wisata Situ Bagendit antara lain pengembangan atraksi wisata, pengembangan aktivitas wisata, amenitas wisata, ancilliary services, serta pengembangan paket wisata edukasi. Dengan demikian, fungsi lindung kawasan Situ Bagendit tetap terakomodasi, ruang wisata pun dapat dikembangkan tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan. Karena kegiatan pariwisata Situ Bagendit terus berkembang, kendati berada pada lahan perlindungan, maka konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung dapat diaplikasikan untuk memberikan jalan tengah dua fungsi operasionalisasi kawasan Situ Bagendit sebagai kawasan lindung juga sebagai kawasan wisata. B. Saran Berdasarkan pada uraian kesimpulan, penulis merumuskan beberapa saran dalam upaya implementasi konsep penataan ruang Situ Bagendit sebagai kawasan wisata alam dengan fungsi lindung di Kabupaten Garut secara efektif. Saran ini ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan kawasan Situ Bagendit, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Barat, di bawah pengelolaan Dinas

129 PSDA, juga untuk Pemerintah Kabupaten Garut, di bawah pengelolaan Disbudpar serta pihak-pihak lain yang terkait. 1. Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam hal ini Dinas PSDA sebagai pemilik kewenangan terhadap lahan Situ Bagendit harus tegas dan jelas dalam mengimplementasikan kebijakan provinsi tentang penataan ruang kawasan lindung Situ Bagendit, juga ketegasan implementasi Perda No. 22 Tahun 2010 yang mengarahkan pemanfaatan sempadan di sekitar situ dengan ruang terbuka hijau (RTH). Sedangkan kondisi eksisting wilayah di sekitar Situ Bagendit masih kurang RTH sebagai implementasi kawasan lindung. 2. Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar berupaya untuk mengembalikan lahanlahan yang diambil alih oleh masyarakat sekitar menjadi lahan pertanian sawah untuk dikembalikan pada bagian daripada lahan kawasan untuk memperkuat fungsi lindung yang ditopang kawasan Situ Bagendit. 3. Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk segera menanggulangi permasalahan yang terjadi di area badan air, yaitu permasalahan pendangkalan dan meluasnya vegetasi eceng gondok dan teratai air yang semakin menutupi dan mempersempit luas area badan air. Hal ini tentunya mempengaruhi akan kualitas air dan juga berpotensi mengganggu kelestarian ekosistem yang ada di bawahnya. 4. Pemerintah Kabupaten Garut dalam hal ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang mengelola urusan kepariwisataan kawasan Situ Bagendit agar melakukan penataan ulang ruang wisata, disesuaikan dengan arahan regulasi yang berlaku, juga dengan kesesuaian analisis faktor fisik kawasan, yaitu faktor topografi, hidrografi, juga kondisi penggunaan lahan kawasan. Dengan demikian penataan ruang wisata dapat berkomitmen pada pembangunan yang berkelanjutan serta tidak melanggar arahan regulasi dan kebijakan terkait. 5. Pemerintah Kabupaten Garut agar menata ulang amenitas wisata yang kini tidak beraturan di wilayah sempadan timur kawasan Situ Bagendit. Fasilitas rekreasi, warung-warung makan semi permanen, juga amenitas lainnya agar direlokasi ke wilayah dengan proporsi lahan yang sesuai, salah satunya di area sempadan utara kawasan Situ Bagendit. Pada area ini selain memiliki proporsi lahan yang cukup, juga masih lengang akan pemanfaatan amenitas wisata,

129 sehingga ruang-ruang wisata dapat tersebar di wilayah-wilayah proporsional tanpa menumpuk pada satu area.

130 6. Pemerintah Kabupaten Garut sebagai pengatur urusan pariwisata di dalam kawasan Situ Bagendit juga agar mengatur sistem dan alur penyewaan sepeda air dan rakit-rakit untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan juga menjaga saling sikut diantara pemilik kendaraan air tersebut. 7. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Garut agar bersama-sama melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan masyarakat sekitar yang berkegiatan ekonomi di dalam kawasan untuk menjadikan kawasan Situ Bagendit yang kondusif dari segi fisik juga nyaman dari segi situasi sosial. Hal ini terkait dengan pembangunan warung-warung semi permanen oleh masyarakat sekitar yang tidak beraturan di area kawasan, juga sirkulasi penyewaan sepeda air yang sering menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengunjung dan sesekali terjadi saling sikut antar pemilik kendaraan air tersebut. 8. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Garut agar berkoordinasi dalam penyelenggaraan kawasan Situ Bagendit guna menciptakan suasana sinergis antar kedua lembaga dalam operasionalisasi sebagai kawasan lindung dan juga sebagai kawasan wisata. Pemerintah Provinsi Jawa Barat konsen terhadap penyempurnaan penyelenggaraan Situ Bagendit sebagai kawasan lindung dengan cara memperkuat fungsi-fungsi lindung secara utuh. Sedang Pemda Kabupaten Garut melakukan konsen pada penataan ruang wisata yang berdasar pada kaidah-kaidah pengembangan kawasan wisata alam yang berkelanjutan. 9. Masyarakat di sekitar kawasan Situ Bagendit yang berkegiatan ekonomi di dalam kawasan agar dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk bersamasama menciptakan kawasan wisata alam yang kondusif dan berkelanjutan. Bersama-sama berkomitmen memberikan kenyamanan fisik juga kenyamanan sosial kepada para wisatawan yang berkunjung. 10. Juga untuk masyarakat sekitar yang menggarap lahan pertanian di wilayah kawasan Situ Bagendit untuk dapat mengembalikan lahan tersebut kepada fungsinya semula sebagai bagian daripada kawasan perlindungan setempat. Lahan-lahan yang memiliki arti dan fungsi penting dalam mendukung kelestarian lingkungan kawasan Situ Bagendit.