1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik ini adalah ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr). Ikan Bilih hidup di perairan Danau Singkarak yang merupakan danau kedua terluas di Sumatera Barat setelah Danau Maninjau. Danau Singkarak terletak di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok dengan luas permukaan 11.200 Ha. Ikan Bilih di Danau Singkarak merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi antara lain harga yang relatif mahal dan wilayah pemasaran yang luas. Ikan Bilih dalam kondisi basah dijual dengan harga Rp 15.000 sampai Rp 20.000 per kilogramnya dan dalam keadaan kering mencapai harga Rp 60.000 sampai dengan Rp 100.000 per kilogramnya. Selain itu, ikan Bilih tidak hanya dikonsumsi secara lokal oleh masyarakat di Sumatera Barat tetapi juga dipasarkan di daerah Riau, Jambi, Jakarta, dan daerah lainnya. Secara ekonomi ikan Bilih memberikan dampak positif karena merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar Danau Singkarak. Secara ekologi sebaliknya, dorongan ekonomi ini menyebabkan terjadinya eksploitasi berlebihan oleh masyarakat di sekitar kawasan tersebut. Akibatnya masyarakat seringkali melakukan tindakan destruktif yang mengancam keberadaan ikan Bilih yaitu dengan melakukan penangkapan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
2 Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan Bilih merupakan alat tangkap tradisional. Alat tangkap tersebut antara lain: jaring langli, alahan, dan jala. Penggunaan ketiga alat tangkap ini secara teknis berbeda. Jaring langli digunakan untuk kegiatan penangkapan di tengah danau. Sedangkan jala dan alahan digunakan di muara-muara sungai yang alirannya menuju Danau Singkarak seperti Sungai Paninggahan, Sungai Baiang, Sungai Sumpur, Sungai Saniang Baka, dan Sungai Muaro Pingai. Alat tangkap tersebut bersifat destruktif karena jaring langli yang digunakan memiliki mata jaring (mesh size) rapat yaitu ¾ inci, sedangkan untuk alat tangkap alahan dalam kegiatan penangkapannya menggunakan perangkap untuk menghalangi ikan yang beruaya menuju sungai sehingga dapat mempengaruhi kelimpahan stok. Hal ini mengakibatkan ikan Bilih yang tertangkap belum matang gonad sehingga menyebabkan penurunan jumlah populasi dan ukuran ikan Bilih. Penurunan jumlah populasi ini menyebabkan penurunan jumlah tangkapan nelayan setiap tahunnya. Penurunan jumlah tangkapan ikan Bilih dapat dilihat pada Gambar 1. Produksi (Ton) 1000 800 600 400 200 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Produksi Sumber: DKP Provinsi Sumatera Barat, 2010 Tahun Gambar 1. Penurunan Produksi Ikan Bilih di Danau Singkarak
3 Pada Gambar 1 di atas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah penangkapan ikan Bilih setiap tahunnya. Penurunan ini tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas ikan Bilih. Penurunan kualitas ini dapat dilihat dari penurunan ukuran ikan, dimana semakin kecilnya ukuran ikan Bilih yang tertangkap. Penurunan ukuran ikan Bilih tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Panjang (cm) 20 10 0 1988 1992 1995 1997 1998 Ukuran Ikan 2000 2002 Tahun Sumber: Purnomo dan Kartamihardja, 2008 Gambar 2. Perkembangan Ukuran Ikan Bilih Penurunan jumlah dan ukuran tangkapan ikan Bilih diduga merupakan indikasi terjadinya overfishing pada wilayah perairan Danau Singkarak. Jika kondisi ini terus terjadi maka sumberdaya ikan Bilih yang merupakan jenis sumberdaya yang bersifat endemik ini dikhawatirkan punah. Spesies ini tidak dapat hidup di wilayah perairan lainnya meskipun dengan kondisi fisik perairan yang relatif sama. Pengembangan ikan Bilih pernah dilakukan di perairan Danau Toba Sumatera Utara melalui upaya restocking untuk memanfaatkan ruang yang belum termanfaatkan secara optimal di danau tersebut. Usaha ini tidak berhasil karena ikan Bilih yang dihasilkan memiliki bentuk fisik dan rasa yang berbeda sehingga kurang diminati. Masyarakat sekitar Danau Toba menyebut ikan Bilih ini dengan nama ikan Pora-Pora.
4 Kuantitas fisik dari sumberdaya ikan Bilih berubah sepanjang waktu karena adanya proses pertumbuhan (regenerasi). Namun jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasi terlewati maka sumberdaya yang dapat diperbaharui akan menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (Fauzi, 2006). Pengelolaan terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih diperlukan untuk menghindari pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan (overfishing) yang dapat menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya sehingga mengurangi ketersediaan stok yang menimbulkan degradasi sumberdaya perikanan serta penurunan pendapatan nelayan. Konsep overfishing menjadi acuan perlunya berbagai tindakan pengelolaan melalui pengaturan perikanan. Penelitian mengenai kajian stok ikan Bilih melalui model bioekonomi ini perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah tangkapan lestari ikan Bilih dengan tingkat keuntungan optimum yang dapat diperoleh tanpa merusak lingkungan dan mengukur tingkat degradasi serta depresiasi yang terjadi di Danau Singkarak. Selain itu perlu dilakukannya analisis terhadap pendapatan dan persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan Bilih sebagai acuan dalam pengelolaan sumberdaya ikan Bilih yang berkelanjutan. 1.2 Perumusan Masalah Pengelolaan sumberdaya perikanan seringkali dihadapkan pada masalah kompleksitas yang timbul baik dari sistem sumberdaya itu sendiri maupun sistem sumberdaya dengan manusia sebagai pengambil manfaat. Ikan Bilih merupakan salah satu hasil perikanan tangkap di Danau Singkarak yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan bersifat endemik. Tekanan yang semakin besar terhadap sumberdaya mengakibatkan jumlah produksi dan ukuran tangkapan ikan Bilih
5 berfluktuasi setiap tahunnya. Kondisi ini diduga merupakan indikasi telah terjadinya degradasi populasi sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak. Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat upaya, hasil tangkapan, dan rente ekonomi sumberdaya ikan Bilih pada kondisi aktual, lestari, dan optimal di Danau Singkarak? 2. Bagaimana tingkat laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak? 3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pendapatan nelayan dan faktorfaktor apakah yang berhubungan dengan persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan Bilih? 4. Bagaimana pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih yang tepat di Danau Singkarak? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Menganalisis tingkat upaya, hasil tangkapan, dan rente ekonomi sumberdaya ikan Bilih pada kondisi aktual, lestari, dan optimal di Danau Singkarak. 2. Menganalisis tingkat laju degradasi dan depresiasi sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan dan faktor-faktor yang berkorelasi dengan persepsi nelayan terhadap kelestarian sumberdaya ikan Bilih. 4. Menganalisis pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih yang tepat di Danau Singkarak.
6 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian ini difokuskan pada pengelolaan sumberdaya ikan Bilih dari sisi ketersediaan sumberdaya, pendapatan, dan persepsi nelayan. 2. Analisis bioekonomi menggunakan pendekatan Clark, Yoshimoto, and Pooley (CYP), analisis pendapatan nelayan menggunakan regresi linear berganda, dan analisis persepsi nelayan menggunakan uji korelasi Rank Spearman. 3. Ikan Bilih diasumsikan hanya ditangkap oleh tiga alat tangkap yang dominan digunakan yaitu jaring langli, alahan, dan jala. 4. Analisis bioekonomi, pendapatan, dan persepsi nelayan bertujuan untuk mengetahui kondisi pemanfaatan optimal sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak. 5. Pengelolaan ikan Bilih bertujuan untuk menghindari tekanan yang lebih besar dalam pemanfaatan sumberdaya ikan Bilih di Danau Singkarak. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Penulis sebagai pengalaman dan pembelajaran dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 2. Masyarakat sekitar Danau Singkarak khususnya nelayan sebagai gambaran dan bahan pertimbangan untuk pemanfaatan ikan Bilih secara lestari yang mendatangkan keuntungan optimal. 3. Pemerintah Daerah dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sumatera Barat sebagai pertimbangan dalam mengambil kebijakan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan Bilih yang optimal dan berkelanjutan.