BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat disebabkan oleh adanya infeksi maupun non-infeksi, seperti

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

membunuh menghambat pertumbuhan

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. konsentrasi tertentu mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/ tanpa darah dan dengan/ tanpa lendir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya untuk mewujudkan keadaan sehat dari sakit adalah dengan melakukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan

ANTIMIKROBA KIMIA BIOESAI PS-S2 KIMIA IPB 2014

TINGKAT PERESEPAN ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS X TAHUN 2012 DAN 2013 DENGAN METODE ATC/DDD NASKAH PUBLIKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN. kecil. Turunan zat tersebut yang dibuat secara semi-sintetis, termasuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIBIOTIK TERHADAP Staphylococcus SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

Tujuan. Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba

BAB I PENDAHULUAN. Antibiotik merupakan salah satu pilihan terapi yang banyak digunakan di

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan salah satu. penyebab utama infeksi di rumah sakit dan komunitas,

BAB 1 P ENDAHULUAN. irasional dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri yaitu menggunakan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB 1 PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap terjadinya resistensi akibat pemakaian yang irasional

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA TERHADAP PASIEN PNEUMONIA KOMUNITI DI RUMAH SAKIT IBNU SINA MAKASSAR

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB I PENDAHULUAN. Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. dan non-bergerak bulat kecil berbentuk atau non-motil cocci. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Bintang Laut Culcita sp.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik.

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme aksi nya

BAB I PENDAHULUAN UKDW. untuk meningkat setiap tahun (Moehario, 2001). tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Musnelina et al., 2004).

Transkripsi:

15 BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Antibiotik 2.1.1. Definisi Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain (Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, 2007). 2.1.2. Aktivitas dan spektrum Antibiotik mempunyai aktivitas spektrum sempit dan luas. Antibiotik spektrum yang luas aktif terhadap banyak spesies bakteri manakala antibiotik spektrum sempit hanya aktif terhadap satu atau beberapa bakteri (Dawson, Taylor, Reide, 2002). Antibiotik spektrum sempit seperti penisilin-g, eritromisin dan klindamisin hanya bekerja terhadap bakteri gram positif manakala streptomisin, gentamisin dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap bakteri gram negatif. Antibiotik spektrum luas seperti sulfonamida, ampisilin dan sefalosporin bekerja terhadap lebih banyak bakteri gram positif maupun gram negatif (Tan, Rahardja, 2007). 2.1.3. Mekanisme kerja Antibiotik menghambat mikroba melalui mekanisme yang berbeda yaitu (1) mengganggu metabolisme sel mikroba; (2) menghambat sintesis dinding sel mikroba; (3) mengganggu permeabilitas membran sel mikroba; (4) menghambat sintesis protein sel mikroba; dan (5) menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba ialah sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.

16 Antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Obat yang termasuk dalam kelompok yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba ialah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba kemoterapeutik umpamanya antiseptic surface active agents. Polimiksin sebagai senyawa ammonium-kauterner dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba ialah golongan aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein untuk kehidupannya. Penghambatan sintesis protein terjadi dengan berbagai cara. Streptomisin berikatan dengan komponen 30S dan menyebabkan kode pada mrna salah dibaca oleh trna pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosid dan lainnya yaitu gentamisin, kanamisin dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama namun potensinya berbeda. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba termasuk rifampisin dan kuinolon. Rifampisin adalah salah satu derivat rifamisin, berikatan dengan enzim polymerase-rna sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa muat dalam sel kuman yang kecil (Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, 2007).

17 2.1.4. Golongan antibiotik Menurut Stephens (2011), walaupun terdapat hampir 100 antibiotik namun mayoritasnya terdiri dari beberapa golongan. Golongan-golongan tersebut adalah : 1. Golongan penisilin. Penisilin merupakan antara antibiotik yang paling efektif dan paling kurang toksik. Penisilin mengganggu reaksi transpeptidasi sintesis dinding sel bakteri. Golongan penisilin dapat terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu : - Penisilin natural yaitu yang didapat dari jamur Penicillium chrysogenum. Yang termasuk di sini adalah penisilin G dan penisilin V. - Penisilin antistafilokokus, termasuk di sini adalah metisilin, oksasilin dan nafsilin. Penggunaan hanya untuk terapi infeksi disebabkan penicillinaseproducing staphylococci. - Penisilin dengan spektrum luas yaitu ampisilin dan amoksisilin. Ampisilin dan amoksisilin mempunyai spektrum yang hampir sama dengan penisilin G tetapi lebih efektif terhadap basil gram negatif. - Penisilin antipseudomonas yaitu termasuk karbenisilin, tikarsilin dan piperasilin. Ia dipanggil begitu karena aktivitas terhadap Pseudomonas aeruginosa (Harvey, Champe, 2009). 2. Golongan sefalosporin. Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena mempunyai cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing antibiotik sangat beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni: - Generasi pertama bertindak sebagai subtitut penisilin G. Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, sefradin. Generasi pertama kurang aktif terhadap kuman gram negatif. - Generasi kedua agak kurang aktif terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif, termasuk di sini misalnya sefamandol dan sefaklor.

18 - Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap kuman gram negatif, termasuk Enterobacteriaceae dan kadang-kadang peudomonas. Termasuk di sini adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotik sefamisin), sefotaksim dan moksalatam. - Generasi keempat adalah terdiri dari cefepime. Cefepime mempunyai spektrum antibakteri yang luas yaitu aktif terhadap streptococci dan staphylococci (Harvey, Champe, 2009). 3. Golongan tetrasiklin Tetrasiklin merupakan antibiotik spektrum luas yang bersifat bakteriostatik yang menghambat sintesis protein. Golongan ini aktif terhadap banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Tetrasiklin merupakan obat pilihan bagi infeksi Mycoplasma pneumonia, chlamydiae dan rickettsiae. Tetrasiklin diabsorpsi di usus halus dan berikatan dengan serum protein. Tetrasiklin didistribusi ke jaringan dan cairan tubuh yang kemudian diekskresi melalui urin dan empedu (Katzung, 2007). 4. Golongan aminoglikosida Aminoglikosida termasuk streptomisin, neomisin, kanamisin dan gentamisin. Golongan ini digunakan untuk bakteri gram negatif enterik. Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein yang ireversibel (Katzung, 2007). 5. Golongan makrolida Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Antara obat dalam golongan ini adalah eritromisin. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram positif (Katzung, 2007). 6. Golongan sulfonamida dan trimetropim

19 Sulfonamida menghambat bakteri gram positif dan gram negatif. Trimetropim menghambat asam dihidrofolik reduktase bakteri. Kombinasi sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi saluran kencing, salmonelosis dan prostatitis (Katzung, 2007). 7. Golongan flurokuinolon Flurokuinolon merupakan golongan antibiotik yang terbaru. Antibiotik yang termasuk dalam golongan ini adalah ciprofloksasin (emedicineheath, 2011). 2.1.5. Penggunaan antibiotik yang benar Antibiotik hanya dapat digunakan untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan bakteri dan tidak bermanfaat untuk mengobati penyakit akibat virus seperti flu atau batuk. Antibiotik harus diambil dengan preskripsi dokter. Dosis dan lama penggunaan yang ditetapkan harus dipatuhi walaupun telah merasa sihat. Selain itu, antibiotik tidak boleh disimpan untuk kegunaan penyakit lain pada masa akan datang dan tidak boleh dikongsi bersama orang lain walaupun gejala penyakit adalah sama (Centers for Disease Control and Prevention, 2010). Antibiotik yang dipreskripsi hanya boleh digunakan bagi penyakit berjangkit yang dialami pada masa itu sahaja. Antibiotik hanya berkesan jika diambil seperti yang telah disarankan oleh dokter atau ahli farmasi. Antibiotik juga dapat menyebabkan keracunan, jadi jangan makan berlebihan dan semua kandungan obat lama atau yang tidak diperlukan harus dibuang. Selain itu, pasien harus berjumpa dokter atau ahli farmasi dengan segera jika mengalami efek samping semasa mengambil antibiotik (Ibrahim, 1996). 2.1.6. Resistensi antibiotik Resistensi antibiotik adalah kuman dapat menjadi resisten terhadap suatu antibiotik melalui tiga mekanisme yaitu obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, inaktivasi obat dan mikroba mengubah tempat ikatan antibiotik (Gunawan, Setiabudy, Nafrialdi, Elysabeth, 2007).

20 Menurut ational Institute of Allergy and Infectious Disease (2011), penyebab terjadinya resistensi antibiotik adalah mutasi genetik dan transfer genetika mikroba, sehingga menjadi lebih kebal terhadap antibiotik; penggunaan antibiotik yang tidak sesuai jangka terapi yang dianjurkan yaitu kurang dari lima hari; diagnosis yang kurang tepat sehingga antibiotik yang diberikan kurang tepat; meningkatnya penggunaan antibiotik di rumah sakit dan kecenderungan antibiotik yang dibeli bebas atau tanpa resep dokter. Resistensi antibiotik menyebabkan infeksi yang sering menjadi sulit untuk diobati dan dapat membahayakan nyawa serta pasien yang terinfeksi memerlukan terapi yang lebih lama dan mahal. Sudah banyak ditemukan beberapa kuman yang resisten atau kebal terhadap antibiotik di seluruh dunia. Misalnya kasus yang paling populer adalah bakteri Staphylococcus aureus menjadi resisten terhadap antibiotik seperti methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang dapat memberi efek kepada individu di hospital maupun masyarakat dan semestinya susah untuk dirawat dengan efektif (Hildreth, Burke, Glass, 2009). Di Malaysia, resistensi antibiotik semakin menjadi masalah yang besar. Sebagai contoh, dari tahun 2007 hingga 2008, terdapat peningkatan dari 2,161 kasus bakteremia (adanya bakteri di dalam darah) menjadi 2,389 kasus disebabkan Staphylococcus aureus. Bakteri multi-resistant yang lain termasuk Klebsiella pneumonia, Escherica coli, Enterococcus dan Acentobacter. Malaysia telah mengeluarkan ational Antibiotic Guideline yang menyatakan aturan-aturan yang harus diikuti oleh hospital dalam usaha untuk menurunkan resistensi antibiotik (Clegg, 2010). 2.2. Pengetahuan 2.2.1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

21 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1979) pengetahuan adalah halhal yang mengenai sesuatu, segala apa yang diketahui, kepandaian. Sedangkan menurut Mundiri (2001) dalam Rahman (2003) pengetahuan adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. 2.2.2. Tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang telah diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil. d. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen. Tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation)

22 Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk meletakkan penilaian terhadap satu materi atau objek. Menurut Notoatmodjo (2007), belajar adalah mengambil tanggapan-tanggapan dan menghubungkan tanggapantanggapan dengan mengulang-ulang. Tanggapan-tanggapan tersebut diperoleh melalui pemberian stimulus atau rangsanganrangsangan. Makin banyak dan sering diberikan stimulus maka memperkaya tanggapan pada subjek belajar. 2.2.3. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden atau subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden yang ingin diukur atau diketahui, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari responden. 2.3. Sikap 2.3.1. Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Newcomb salah seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. 2.3.2. Tingkatan Sikap Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : a) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa objek (subjek ) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek ).

23 b) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari suatu sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, beerti orang menerima ide tersebut. c) Menghargai (valueing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga. d) Bertanggungjawab (responsible) Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. 2.3.3. Pengukuran Tingkatan Sikap Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2007). 2.4. Mahasiswa dan Penggunaan Antibiotik Satu penelitian cross sectional telah dilakukan di Universiti Sains Malaysia untuk mengetahui prevalensi, sikap dan tindakan mahasiswa tentang penyimpanan dan pengobatan sendiri mendapati bahawa prevalensi penyimpanan obat-obatan yang tidak digunakan dan sikap tentang pengobatan sendiri adalah tinggi. Antara obat yang disimpan untuk pengobatan sendiri termasuk antibiotik (Ali, Ibrahim, Palaian, 2010). Satu penelitian di Ege University, Turki dilakukan untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa tentang penggunaan antibiotik mendapati sebanyak 83.1% menggunakan antibiotik untuk merawat selesema manakala 32.1% untuk demam. Bagi kelompok A, mahasiswa yang terdiri dari Faculties of Pharmacy and Dentistry didapati 36,1% manakala bagi kelompok

24 B, mahasiswa dari fakultas lain sebanyak 44,9% memulakan penggunaan antibiotik dengan sendiri apabila mereka sakit, namun begitu sebanyak 89,1% dari kedua kelompok bersetuju penggunaan antibiotik harus dengan preskripsi dokter. Sebanyak 11,7% dari kelompok A dan 27,3% dari kelompok B didapati menggunakan antibiotik yang sama yaitu yang dipreskripsi oleh dokter sebelumnya. Kesimpulannya, didapati penggunaan antibiotik adalah tidak rasional di kalangan mahasiswa (Buke et al., 2005). Satu penelitian secara observasi selama tiga minggu telah dilakukan di Master skill University College of Health Sciences, Selangor Darul Ehsan, Malaysia untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa keperawatan tentang antibiotik yang meliputi pengetahuan umum, golongan, efek samping dan kontraindikasi. Didapati 96,3% mahasiswa bersetuju kesadaran tentang penggunaan antibiotik adalah penting, 75,6% percaya antibiotik dapat mengobati sesuatu jenis penyakit, 68,8% memahami bahwa penggunaan antibiotik untuk melawan infeksi, 57,5% tahu bahwa penisilin merupakan antibiotik yang pertama dan hanya 25,6% memahami bahwa antibiotik tidak perlu diberikan pada penyakit yang ringan. Sebanyak 75% mahasiswa memahami bahwa kontraindikasi diperlukan untuk pemilihan antibiotik manakala 31% mengetahui kewujudan efek samping akibat penggunaan antibiotik berlebihan. Sebanyak 73,8% mahasiswa mempunyai pengetahuan yang baik tentang golongan antibiotik yaitu spektrum luas dan sempit manakala 42,5% hanya mengetahui jumlah total golongan antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan mahasiswa keperawatan masih kurang (Satish, Santhosh, Gulzar, Naveen, 2011). Satu penelitian cross sectional telah dilakukan pada tahun 2008 untuk mengetahui prevalensi pengobatan sendiri menggunakan antibiotik di kalangan mahasiswi di empat universitas selatan Nigeria. Didapati 24% daripada responden menggunakan antibiotik dengan sendiri untuk mengobati gejala menstruasi seperti kejang, sakit kepala, jerawat, sakit sendi dan pendarahan yang berat. Ampicillin, tetracycline, ciprofloxacin dan metronidazole merupakan antibiotik yang digunakan untuk merawat gejala-gejala tersebut. Dokter atau perawat, teman-

25 teman dan ahli keluarga merupakan individu yang sering mencadangkan penggunaan antibiotik tersebut (Saptoka et al., 2010). Di Iran, satu penelitian secara cross sectional telah dilakukan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap terhadap pengobatan sendiri menggunakan antibiotik di kalangan mahasiswa kursus perubatan dan bukan perubatan universiti di Ahwaz, Selatan Iran. Pengobatan sendiri dengan antibiotik adalah terdiri dari 42,2% mahasiswa perubatan dan 48% mahasiswa bukan perubatan. Sakit tenggorokan dan flu merupakan indikasi utama untuk pengobatan sendiri dengan antibiotik yaitu sebanyak 73,3% dan amoxicillin merupakan antibiotik yang sering digunakan kedua-dua pihak. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi mahasiswa perubatan dan bukan perubatan terhadap pengobatan sendiri menggunakan antibiotik adalah tinggi (Sarahroodi, Arzi, Sawalha, Ashtarinezhad, 2010). Penelitian secara deskriptif cross sectional menggunakan kuesioner telah dilakukan di lima universitas di Khartoum, Sudan. Daripada penelitian, didapati 891 mahasiswa menggunakan antibiotik tanpa preskripsi. Pengobatan sendiri menggunakan antibiotik lebih sering pada mahasiswa dalam usia 21 tahun dan ke atas berbanding yang berusia 20 tahun dan ke bawah. Alasan pengobatan sendiri adalah karena pengalaman lepas yang mempunyai penyakit yang sama. Sumber utama didapat antibiotik adalah dari apotik. Kesimpulannya, pengobatan sendiri menggunakan antibiotik di Sudan adalah tinggi (Awad, Eltayeb, 2007). Di Tamil Nadu, India, satu penelitian tentang pengetahuan pelajar terhadap antibiotik telah dilakukan antara bulan Februari dan April 2010 menggunakan kuesioner. Didapati hanya 6% dari pelajar tingkat 9 sedar bahwa antibiotik digunakan untuk melawan bakteri sahaja sementara 16% dari tingkat 10 dan 31% dari pelajar tingkat 12 sedar akan hal ini. Sebanyak 68% daripada pelajar sedar penggunaan antibiotik yang tidak benar dapat menyebabkan resistensi. Kesimpulannya, pengetahuan pelajar tentang antibiotik masih kurang (Arul, Kumar, Ramesh, 2011).