BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.
|
|
- Yuliana Pranata
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil RSUP H. Adam Malik Medan RSUP H. Adam Malik Medan adalah unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan. RSUP H. Adam Malik Medan dipimpin oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama Tugas pokok Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.244/MENKES/PER/III/2008 tanggal 11 Maret 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan mempunyai tugas menyelenggarakan Upaya Penyembuhan dan Pemulihan, Pendidikan dan Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan secara serasi, Terpadu dan Berkesinambungan dengan Upaya Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan Fungsi Dalam melaksanakan tugas Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan menyelenggarakan fungsi: a. pelayanan medis b. pelayanan dan asuhan keperawatan c. penunjang medis dan non medis d. pengolahan sumber daya manusia e. pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan
2 f. pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya g. penelitian dan pengembangan h. pelayanan rujukan i. administrasi umum dan keuangan Struktur organisasi Susunan organisasi RSUP H. Adam Malik Medan terdiri dari: a. direktorat medik dan keperawatan b. direktorat sumber daya manusia dan pendidikan c. direktorat keuangan d. direktorat umum dan operasional e. unit unit non struktural Setiap Direktorat dipimpin oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama Visi dan Misi Visi RSUP H. Adam Malik Medan tahun adalah Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan Nasional Yang Terbaik dan Bermutu di Indonesia tahun Visi tersebut diwujudkan melalui Misi RSUP H Adam Malik Medan yaitu : a. melaksanakan pelayanan pendidikan, penelitian dan pelatihan di bidang kesehatan yang paripurna, bermutu dan terjangkau. b. melaksanakan pengembangan kompetensi SDM secara berkesinambungan. c. mengampu Rumah Sakit Jejaring dan Rumah Sakit di Wilayah Sumatera (Profil RSUP H. Adam Malik Medan, 2014).
3 2.2 Definisi High Care Unit (HCU) High care unit (HCU) adalah unit pelayanan rumah sakit bagi pasien dengan kondisi stabil dari fungsi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran namun masih memerlukan pengobatan, perawatan dan pemantauan secara ketat. Pelayanan HCU adalah tindakan medis yang dilaksanakan melalui pendekatan multidisiplin yang terdiri dari dokter spesialis dan dokter serta dibantu oleh perawat yang bekerja secara interdisiplin dengan fokus pelayanan pengutamaan pada pasien yang membutuhkan pengobatan, perawatan dan observasi secara ketat sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku di rumah sakit (Kemenkes RI, 2010). Ruang lingkup pemantauan yang harus dilakukan adalah: a. tingkat kesadaran. b. fungsi pernapasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal empat jam atau disesuaikan dengan keadaan pasien. c. oksigen dengan menggunakan oksimeter secara terus menerus. d. keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal delapan jam atau disesuaikan dengan keadaan pasien (Kemenkes RI, 2010). Penentuan indikasi pasien masuk ke HCU dan keluar dari HCU serta pasien yang tidak dianjurkan untuk dirawat di HCU ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. indikasi masuk i. pasien gagal organ tunggal yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadi komplikasi ii. pasien yang memerlukan perawatan perioperatif.
4 b. indikasi keluar i. pasien sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan pemantauan yang ketat ii. pasien/keluarga yang menolak untuk dirawat di HCU (atas dasar informed consent ) (Kemenkes RI, 2010). 2.3 Antibiotika Definisi antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu proses biokimia mikroorganisme lain. Istilah antibiotika sekarang meliputi senyawa sintetik seperti sulfonamida dan kuinolon yang bukan merupakan produk mikroba. Sifat antibiotika adalah harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007) Penggolongan antibiotika berdasarkan struktur kimia Berdasarkan struktur kimianya antibiotika dapat dibedakan sebagai berikut: a. β-laktam, contoh: penisilin (contoh: benzyl penisilin, oksasilin, kloksasilin, ampisilin, amoksisilin, piperasilin), sefalosforin (contoh: generasi pertama: sefalotin, sefaleksin, sefadroksil; generasi kedua: sefaklor, sefuroksim; generasi ketiga: sefatoksim, seftriakson, sefoperazon, seftazidim; generasi keempat: sefepim, karbapenem (contoh: imipenem, meropenem). b. makrolida, contoh: eritromisin, spiramisin, azitromisin, klaritromisin. c. aminoglikosida, contoh: streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin,
5 amikasin, tobramisin. d. tetrasiklin, contoh: tetrasiklin, doksisiklin, oksitetrasiklin. e. kuinolon, contoh: asam nalidiksat. f. fluorokuinolon, contoh: siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin. g. glukopeptida, contoh: vankomisin, teikoplanin. h. antibiotika lain: kloramfenikol, tiamfenikol, metronidazol, klindamisin, kotrimoksazol (Kasper, dkk, 2005; Setiabudy, 2007) Mekanisme kerja Berdasarkan mekanisme kerjanya, ada lima kelompok antibiotika, yaitu: a. inhibisi sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Obat ini dapat melibatkan otosilin bakteri (enzim yang mendaur ulang diniding sel) yang ikut berperan terhadap lisis sel. Antibiotika yang termasuk kelompok ini: penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin. Pada umumnya bersifat bakterisidal. b. inhibisi sintesis protein bakteri. Sel bakteri mensintesis berbagai protein yang berlangsung di ribosom dengan bantuan mrna dan trna. Penghambatan terjadi melalui interaksi dengan ribosom bakteri. Antibiotika yang termasuk kelompok ini: aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Selain aminoglikosida, pada umumnya oabat ini bersifat bakteriostatik. c. inhibisi metabolisme bakteri: obat mempengaruhi sintesis asam folat bakteri. Antibiotika yang termasuk kelompok ini: sulfonamida, trimetoprim, asam p- aminosalisilat dan sulfon. Pada umumnya bersifat bakteriostatik.
6 d. inhibisi sintesis atau aktivasi asam nukleat bakteri. Antibiotika yang termasuk kelompok ini: rifampisin dan golongan kuinolon. e. mempengaruhi permeabilitas membrane sel bakteri. Antibiotika yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin (Kasper, dkk, 2005; Setiabudy, 2007) Spektrum dan aktivitas antibiotika Berdasarkan spektrumnya, antibiotika dibagi menjadi dua yaitu berspektrum luas dan sempit. Batas antara kedua spektrum ini terkadang tidak jelas. Antibiotika berspektrum luas efektif baik terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif. Sifat antibiotika berbeda satu dengan lainnya, misalnya Penisilin G bersifat aktif terhadap bakteri gram positif sedangkan bakteri gram negatif pada umumnya tidak sensitif terhadap Penisilin G. contoh lain, streptomisin bersifat aktif terhadap bakteri gram negative (Setiabudy, 2007). Berdasarkan aktivitasnya, antibiotika dikelompokkan menjadi antibiotika yang mempunyai aktivitas bakterisid dan bakteriostatik. Antibiotika yang bakterisid adalah antibiotika yang bersifat membunuh bakteri, misalnya penisilin, sefalosporin, streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin, dan basitrasin. Antibiotika yang bakteriostatik bersifat menghambat pertumbuhan atau perkembangbiakan bakteri, misalnya sulfonamida, trimetoprim, kloramfenikol, tetrasiklin, linkomisin dan klindamisin (Setiabudy, 2007) Mekanisme resistensi antibiotika Bakteri dapat bersifat resisten pada obat secara intrinsik (misalnya bakteri anaerob resisten terhadap aminoglikosida) atau mendapatkan resistensi melalui mutasi terhadap gen tertentu atau membentuk gen baru. Mekanisme utama resistensi yang dilakukan bakteri yaitu inaktivasi obat, mempengaruhi atau over
7 produksi target antibiotika, akuisisi target baru yang tidak sensitif obat, menurunkan permeabilitas obat dan efluks aktif terhadap obat (Kasper,dkk, 2005). 2.4 Prinsip Penggunaan Antibiotika Prinsip penggunakan antibiotika yang tepat: a. penggunaan antibiotika tepat yaitu penggunaan antibiotika dengan spectrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat. b. kebijakan penggunaan antibiotika ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotika dan mengutamakan penggunaan antibiotika lini pertama. c. pembatasan penggunaan antibiotika dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotika dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotika tertentu. d. indikasi ketat penggunaan antibiotika dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, penunjang lainnya. e. pemilihan jenis antibiotika harus berdasar pada: i. informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika ii. hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi iii. profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika iv. melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat v. cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman. f. penerapan penggunaan antibiotika secara bijak dilakukan dengan beberapa
8 langkah sebagai berikut: i. meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotika secara bijak ii. meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi dan mikrobiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi iii. menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi iv. mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (team work) v. membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotika secara bijak yang bersifat multi disiplin vi. memantau penggunaan antibiotika secara intensif dan berkesinambungan vii. menetapkan kebijakan dan pedoman penggunakan antibiotika secara lebih rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat (PerMenKes, 2011). 2.5 Kebijakan Penggunaan Antibiotika Resistensi antimikroba terutama antibiotika merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global. Penggunaan antimikroba khususnya antibiotika yang rasional dan tidak terkendali merupakan penyebab utama timbulnya resistensi menyebarkan resistensi antimikroba secara global. Termasuk munculnya mikroba yang multiresisten terhadap sekelompok antibiotika terutama di lingkumgan rumah sakit (health care associated infection). Masalah yang dihadapi sangat serius dan bila tidak di tanggapi secara sungguh-sungguh, akan timbul dampak
9 yang merugikan. Kebijakan penggunaan antibiotika di RSUP H. Adam Malik Medan yaitu sebagai berikut: a. lakukan pemeriksaan kultur sensitivitas sebelum memulai terapi antibiotika. b. terapi empirik harus berdasarkan data epidemiologi setempat (Peta Kuman). c. terapi defenitif harus berdasarkan hasil kultur dan sensitivitas patogen penyebab. Pada kondisi dimana kultur tidak dapat dilakukan / tidak berhasil, terapi dilakukan berdasaarkan patogen penyebab yang paling mungkin menurut data statistik dan epidemiologi. d. pemilihan agen, dosis, cara pemberian dan durasi terapi antibiotika ditentukan oleh hal-hal berikut : i. aktivitas spektrum antibiotika tersebut terhadap patogen penyebab ii. farmakokinetik obat iii. faktor pejamu, seperti usia, kehamilan, fungsi ginjal dan hepar. iv. efek samping yang mungkin timbul pada pejamu atau fetus e. terapi antimikroba yang dipilih harusnya yang paling efektif dan spesifik mungkin untuk melawan patogen penyebab, yang paling tidak toksik, dan paling tidak mahal. Lebih disukai penggunaan antibiotika spektrum sempit. f. kombinas antibiotika diindikasikan pada keadaans ebagai berikut : i. efek sinergistik, seperti pada kasus Endokarditis Bakterialis ii. mencegah resistensi, seperti pada kasus TBC iii. memberi cakupan untuk beberapa patogen pada kasus infeksi campur iv. memberi cakupan spektrum luas secara empiris pada pasien dengan infeksi yang berpotensi fatal sambil menunggu data bakteriologi.
10 g. drainase secara bedah wajib dilakukan untuk mengatasi abses, dengan beberapa pengecualian. h. terapi parenteral berdosis tinggi dan lama, penting pada penatalaksanaan Endokarditis Bakterialis, osteomielitis dan infeksi jaringan yang hampir mati (devatilized tissue). i. terkadang perlu untuk menghilangkan material asing untuk menyembuhkan infeksi seperti pada katup jantung prostetik atau implan sandi. j. pemberian antibiotika profilaksis adalah pemberian antibiotika ½ - 1 jam sebelum operasi dan atau pemberian durante operasi bila terjadi pendarahan > 1500 ml atau bila operasi > 3 jam. Pemberian antibiotika profilaksis dilakukan di kamar tunggu operasi. k. lama pemberian antibiotika secara empiris sampai pada hari ke 4 (hasil kultur keluar), setelah hasil kultur keluar maka pemberian antibiotika disesuaikan dengan patogen penyebab. Bila hasil kultur menunjukkan tidak ada ditemukan pertumbuhan mikroba dan tanda-tanda klinis pasien masih menunjukkan tidak adanya infeksi maka dilakukan kultur ulang. Sementara hasil kultur kedua belum keluar pemberian antibiotika empiris tetap dilanjutkan sampai hari ke 10 (sepuluh). l. untuk kasus infeksi khususnya di ruang Rawat Instalasi Anestesi Terapi Intensif (IATI) pemberian antibiotika generasi lanjutan dapat diberikan, terapi pemberiannya harus bersamaan dengan pemeriksaan kultur. Bila pasien pindah dari IATI ke ruangan maka pemberian antibiotika yang sama tetap dilanjutkan sampai hasil kultur keluar yaitu hari ke 4 (empat). Bila pertumbuhan mikroba
11 tidak dijumpai maka pemberian antibiotika maksimum 10 hari (pedoman penggunaan antibiotika RSUP. H. Adam Malik, 2012). 2.6 Evaluasi Penggunakan Antibiotika Evaluasi penggunaan antibiotika dilakukan bertujuan untuk: a. mengetahui jumlah atau konsumsi penggunaan antibiotika di Rumah Sakit b. mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika di Rumah Sakit c. sebagai dasar untuk melakukan surveilans penggunaan antibiotika di Rumah Sakit secara sistematik dan terstandar (Permenkes, 2011) Evaluasi antibiotika secara kualitatif Pada fasilitas pelayanan kesehatan, antibiotika digunakan pada tiga jenis situasi: a. terapi empiris: pemberian antibiotika untuk mengobati infeksi aktif pada pendekatan buta (blind) sebelum mikroorganisme penyebab diidentifikasi dan antibiotika yang sensitif ditentukan b. terapi definitif: pemberian antibiotika untuk mikroorganisme spesifik yang menyebabkan infeksi aktif atau laten c. profilaksis: pemberian antibiotika untuk mencegah timbulnya infeksi. Kualitas penggunaan antibiotika untuk terapi empiris dan profilaksis umumnya dinilai dari data yang tersedia pada penelitian lokal dan resistensi mikroba serta dari informasi yang didapatkan pada epidemiologi infeksi dan organisme penyebab secara lokal. Laboratorium mikrobiologi berperan penting pada pengumpulan data, analisis dan pelaporan data surveilan dan menyediakan informasi yang digunakan untuk terapi empiris (perkiraan berdasarkan data) atau
12 profilaksis. Pedoman terapi empiris dan profilaksis berdasarkan surveilans ini seharusnya ada pada fasilitas pelayanan kesehatan (Gyssens, 2005). Metode Gyssens berbentuk diagram alir yang diadaptasi dari kriteria Kunin, dkk. Metode ini mengevaluasi seluruh aspek peresepan antibiotika, seperti: penilaian, alternatif yang lebih efektif, lebih tidak toksis, lebih murah, spektrum lebih sempit. Selain itu juga dievaluasi lama pengobatan dan dosis, interval dan rute pemberian serta waktu pemberian (Gyssens, 2005). Diagram alir ini merupakan alat yang penting untuk menilai kualitas penggunaan antibiotika. Pengobatan dapat tidak sesuai dengan alasan yang berbeda pada saat yang sama dan dapat ditempatkan dalam lebih dari satu kategori. Dengan alat ini, terapi empiris dapat dinilai, demikian juga terapi definitif setelah hasil pemeriksaan mikrobiologi diketahui (Gyssens, 2005). Kualitas penggunaan antibiotika dinilai dengan menggunakan data yang terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotika (RPA), catatan medik pasien dan kondisi klinis pasien. Barikut ini adalah langkah yang sebaiknya dilakukan dalam melakukan penilaian kualitas penggunaan antibiotika: a. untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis, keadaan klinis pasien, hasil kultur, jenis dan regimen antibiotika yang diberikan. b. untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai alur. c. hasil penilaian dikategorikan sebagai barikut: i. kategori 0 : penggunaan antibiotika tepat / rasional ii. kategori I iii. kategori IIA iv. kategori IIB : penggunaan antibiotika tidak tepat waktu : penggunaan antibiotika tidak tepat dosis : penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian
13 v. kategori IIC : penggunaan antibiotika tidak tepat rute/ cara pemberian vi. kategori IIIA : penggunaan antibiotika terlalu lama vii. kategori IIIB : penggunaan antibiotika terlalu singkat viii. kategori IVA : ada antibiotika lain yang lebih efektif ix. kategori IVB : ada antibiotika lain yang kurang toksik/lebih aman x. kategori IVC : ada antibiotika lain yang lebih murah xi. kategori IVD : ada antibiotika lain yang spektrumnya lebih sempit xii. kategori V xiii. kategori VI : tidak ada indikasi penggunaan antibiotika : data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat di evaluasi. Alur Penilaian Kualitatif Penggunaan Antibiotika menggunakan Gyssens Classification terdapat pada: Mulai Data lengkap VI Stop Ya AB diindikasikan V Stop Ya Alternatif lebih efektif IVa Alternatif lebih tidak toksik Ya IVb Alternatif lebih murah Ya IVc Ya Spektrum alternatif lebih sempit Ya IVd
14 Pemberian terlalu lama Ya Ya Ya III a Pemberian terlalu Dosis singkat tepat III b Interval tepat II a II b Ya Ya Rute tepat Waktu tepat II c I Ya termasuk I-VI Gambar 2.1 Diagram alir penilaian kualitas pemberian antibiotika metode Gyssens (Gyssens, 2005). 0 Evaluasi antibiotika dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu dengan melihat apakah data lengkap atau tidak untuk mengkatagorikan penggunaan antibiotika. a. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis kerja, atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Pemeriksaan penunjang/laboratorium tidak harus dilakukan karena mungkin tidak ada biaya, dengan catatan sudah direncanakan pemeriksaannya untuk mendukung diagnosis. Diagnosis kerja dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisis. Bila data lengkap, dilanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotika?
15 b. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V Bila antibiotika memang terindikasi, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah pemilihan antibiotika sudah tepat? c. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IV a Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lain yang kurang toksik? d. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti di kategori IV b Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lebih murah? e. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti di kategori IV c Pada alternatif lain yang lebih murah, peneliti berpatokan pada daftar harga obat yang dikeluarkan dari RSUP H. Adam Malik Medan dan semua antibiotika dianggap sebagai obat generic dalam perhitungan harganya. Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lain yang spektrumnya lebih sempit? f. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit, berhenti di kategori IV d Jika tidak ada alternetif lain yang lebih sempit, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah durasi antibiotika yang diberikan terlalu panjang? g. Bila durasi pemberian terlalu panjang, berhenti di kategori III a Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah durasi antibiotika terlalu singkat? h. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori III b
16 Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan berikutnya. Apakah dosis antibiotika yang diberikan sudah tepat? i. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori II a Bila dosisnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, apakah interval antibiotika yang diberikan sudah tepat? j. Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori II b Bila intervalnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya. Apakah rute pemberian antibiotika sudah tepat? k. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori II c Bila rute tepat, lanjutkan ke kotak berikutnya. l. Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, antibiotika tersebut merupakan kategori Evaluasi antibiotika secara kuantitatif Evaluasi antibiotika secara kuantitatif dilakukan dengan menilai jumlah antibiotika yang digunakan dan dinyatakan dengan DDD/100 patient days. DDD (defined daily dose) adalah dosis rata-rata perhari untuk indikasi tertentu pada orang dewasa (BB 70 kg). Evaluasi ini dapat dilakukan secara retrospektif maupun prospektif. Evaluasi antibiotika kuantitatif secara prospektif dilakukan wawancara pada pasien investigator mengevaluasi dosis antibiotika dari peresepan dokter dan catatan perawat untuk mengetahui dosis obat yang sebenarnya yang sudah diterima pasien (Dirjen Binfar, 2011). Untuk mempermudah perhitungan dapat dilakukan dengan menggunakan piranti lunak ABC ca1c yang dikembangkan oleh World Health Organization
17 (WHO). Kuantitas penggunaan antibiotika dapat dinyatakan dalam DDD 100 patient-days. Cara perhitungan (Dirjen Binfar, 2011): a. kumpulkan data semua pasien yang menerima terapi antibiotika b. kumpulkan lamanya waktu perawatan pasien rawat inap (total Length Of Stay atau LOS semua pasien) c. hitung jumlah dosis antibiotika (gram) selama dirawat d. hitung DDD 100 patient-days: DDD 100 patient-days = x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu
Lebih terperinciObat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan
1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
Lebih terperincimembunuh menghambat pertumbuhan
Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan pada pasien dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persalinan caesar di dunia terus mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persalinan caesar di dunia terus mengalami peningkatan prevalensi. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menerbitkan literatur yang mencatat angka rata-rata persalinan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan
Lebih terperinciEVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSENS DI RUANG KELAS 3 INFEKSI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RSCM SECARA PROSPEKTIF TESIS
UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSENS DI RUANG KELAS 3 INFEKSI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RSCM SECARA PROSPEKTIF TESIS DINA SINTIA PAMELA 0906495173
Lebih terperinciALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik
ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik Dra. Magdalena Niken Oktovina,M.Si.Apt. Farmasi klinik Instalasi Farmasi dan Anggota Sub.Komite Program Pengendalian Resistensi Antibiotik Abstrak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar
Lebih terperinciPeranan KARS dalam mengatasi Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Dr Henry Boyke Sitompul,SpB Komisi Akreditasi Rumah Sakit
Peranan KARS dalam mengatasi Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit Dr Henry Boyke Sitompul,SpB Komisi Akreditasi Rumah Sakit STANDAR NASIONAL AKREDITASI RUMAH SAKIT ED 1 I. KELOMPOK STANDAR PELAYANAN BERFOKUS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam merespon pemberian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pelayanan Informasi Obat a. Definisi PIO (pelayanan informasi obat) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi sampai saat ini masih termasuk jenis penyakit yang hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Infeksi Nosokomial (INOS) Infeksi nosokomial (INOS) adalah infeksi yang tidak timbul atau mengalami inkubasi sebelum dirawat di rumah sakit, tetapi terjadi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan sehingga dapat menurunkan mutu pelayanan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lebih dari 80 tahun, antibiotik digunakan untuk menyembuhkan infeksi akibat bakteri baik yang didapatkan dari komunitas maupun di rumah sakit. Akan tetapi, penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Profil Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa penyakit infeksi dan parasit tertentu menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah
Lebih terperinciAntibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis
Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare Diare adalah buang air besar yang sering dan cair, biasanya paling tidak tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi tinja dari pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Defenisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan jumlah rekam medik yang tercatat dengan kode tindakan operasi pada semua bagian periode bulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang
Lebih terperinciPENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI H M Bakhriansyah, dr., M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi FK UNLAM BANJARBARU Pendahuluan Terminologi Antibiotik Antiparasit Antijamur Antiprotozoa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien ILO. Data dikumpulkan secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah Systemc Inflammation
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi
I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat utama bagi negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini merupakan penyebab utama
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik
A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Infeksi mikroba terjadi apabila mikroba mampu melewati barrier mukosa atau kulit lalu menembus jaringan tubuh. Pada dasarnya, tubuh akan melawan mikroba dengan respon
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) memperkirakan secara global setiap tahun terdapat 5 juta bayi meninggal pada usia empat minggu pertama kehidupannya, dengan 98% kematian
Lebih terperinciANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA
ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejadian HAIs 2.1.1 Definisi Menurut definisi dari WHO (World Health Organization) HAIs (Healthcare Associated Infections) atau HAIs merupakan infeksi pada pasien di rumah sakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resistensi terhadap antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami yang dipercepat oleh penggunaan obat-obatan antibiotik (WHO, 2014). Spesies
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANTIBIOTIKA 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup tinggi meskipun terapi pengobatan dan pencegahan terhadap kejadian infeksi semakin berkembang.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotika 2.1.1. Definisi Antimikroba adalah istilah umum yang ditujukan untuk senyawa mencakup antibiotika, agen antimikroba pada makanan, sanitizer, desinfektan, dan senyawa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/ tanpa darah dan dengan/ tanpa lendir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1 Definisi Diare Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya ( 3 kali/ hari) disertai perubahan
Lebih terperinci(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian
(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian 30,4% (Wilar, 2010). Pola kuman penyebab sepsis berbeda-beda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia. Infeksi merupakan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit apendisitis merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering ditemukan di bidang bedah dan memerlukan tindakan pembedahan segera untuk mencegah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit yang banyak terjadi di daerah tropis seperti Indonesia yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman (Refdanita et al., 2004). Salah satu infeksi
Lebih terperinciFransiska Yovita Dewi, M.Sc., Apt Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Fransiska Yovita Dewi, M.Sc., Apt Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA 1 Tujuan sesi... Pada akhir sesi peserta mampu melakukan evaluasi penggunaan antibiotik di rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare, infeksi saluran nafas, malaria, tuberkulosis masih menjadi penyebab utama kematian.
Lebih terperinciBAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.2 Pengertian pengetahuan BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Pengetahuan adalah hasil tahu yang didapatkan setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, prion dan protozoa ke dalam tubuh sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari hewan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian balita tiap tahunnya. Jumlah ini melebihi angka kematian gabungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri (Nelwan, 2009). Penggunaan antibiotik yang berlebihan
Lebih terperinciPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PASIEN PEDIATRI RAWAT INAP PUSKESMAS MLATI II KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi
Lebih terperinciFARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt
FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt Disusun oleh kelompok 2 1.Afifah ( 1648201110103 ) 2. Annisa Husna (1648201110107) 3. Debi Karlina Indriani (1648201110111 )
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan jumlah dokter yang ada di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peresepan dan penggunaan obat merupakan salah satu andalan utama pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan jumlah dokter yang ada di sebagian besar puskesmas di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotik 2.1.1. Definisi Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat anti bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri, jamur, dan actinomycota)
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Isolat Pseudomonas aeruginosa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian bedah caesar semakin meningkat setiap tahunnya baik di negara maju maupun berkembang. Di Inggris disampaikan bahwa terjadi kenaikan yakni 12% pada tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih
Lebih terperinciOleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL PENGERTIAN : PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR): Apabila Pasien menerima pengobatan PENGGUNAAN OBAT RASIONAL, WHY? Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, disiplin ilmu yang dipakai meliputi bidang Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Ruang lingkup
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan untuk melihat profil dan evaluasi penggunaan
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk melihat profil dan evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih di RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta tahun 2015.
Lebih terperinciKAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI
KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Oleh NOVIA TUNGGAL DEWI K 100 100 027 FAKULTAS FARMASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotik Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh bakteri, terdapat banyak jenis antibiotik yang bekerja secara berbeda terhadap bakteri, biasanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi penderitaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri. 16. Berdasarkan toksisitas selektif, antibiotik dibagi menjadi 18,17 :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Flemming pada 1928, merupakan molekul/zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti
Lebih terperinciTerms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik
Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik Yori Yuliandra, S.Farm, Apt Infeksi kontaminasi tubuh/ bagian tubuh oleh agen penginfeksi Agen penginfeksi jamur, bakteri, virus, protozoa Antiinfeksi obat untuk
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pengobatan Pasien Infeksi Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSUD Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan standar, terjadi resistensi terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak terjadi. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital
Lebih terperinciI. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.
I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. untuk mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, yang menimbulkan konsolidasi paru
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara-negara berkembang penyakit infeksi masih menempati urutan pertama dari penyebab sakit di masyarakat (Nelwan, 2002). Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi
Lebih terperinciTINGKAT PERESEPAN ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS X TAHUN 2012 DAN 2013 DENGAN METODE ATC/DDD NASKAH PUBLIKASI
TINGKAT PERESEPAN ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS X TAHUN 2012 DAN 2013 DENGAN METODE ATC/DDD NASKAH PUBLIKASI Oleh : SRI PUJIATI K 100 070 164 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2014
Lebih terperinci