BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pelayanan Informasi Obat a. Definisi PIO (pelayanan informasi obat) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Abdulkadir, 2012). Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal (Permenkes, 2014). b. Tujuan PIO Tujuan PIO menurut Abdulkadir (2012) adalah sebagai berikut: 1) Menunjang ketersediaan informasi dalam rangka penggunaan obat yang rasional dan berorientasi kepada pasien. 2) Menyediakan dan memberikan infomasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lainnya. 3) Menyediakan informasi untuk kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat. c. Sasaran PIO Sasaran informasi obat menurut Abdulkadir (2012) adalah sebagai berikut: 1) Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, Perawat, bidan, asisten apoteker, dll. 2) Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik. 5

2 3) Pasien dan atau keluarga pasien. d. Manfaat PIO Manfaat PlO menurut Abdulkadir (2012) adalah sebagai berikut: 1) Bagi staf farmasis : citra farmasis meningkat, kepuasan kerja meningkat, mendukung kegiatan farmasi. 2) Bagi pasien : kesalahan penggunaan obat menurun, efek obat yang tidak diinginkan menurun. 3) Bagi dokteri, paramedis dll : meningkatkan penggunaan obat yang rasional, menj amin keamanan dan efektifitas pengobatan. membantu pemecahan masalah. e. Kegiatan PIO Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain (Permenkes, 2014). Menurut pedoman pelayanan kefarmasian di Puskesmas, informasi obat yang diperlukan pasien adalah (Permenkes, 2014) : 1) Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan. 2) Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi. 3) Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep 6

3 mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi (Permenkes, 2014): 1) menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan. 2) membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan). 3) memberikan informasi dan edukasi kepada pasien. 4) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi. 5) melakukan penelitian penggunaan Obat. 6) membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah. 7) melakukan program jaminan mutu. 2. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya). Kemampuan pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu melalui penginderaan terhadap suatu obyek tertentu dan sangat penting terhadap terbentuknya tindakan seseorang (Taufik, 2007). Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap objek melalui indera yang dimilikinya, seperti mata, hidung, telinga, dan alat indera lainnya. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Pulungan, 2010). b. Tingkat Pengetahuan Taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan harus mengacu pada tiga jenis ranah yaitu kognitif, efektif dan psikomotorik. Selanjutnya dikatakan bahwa pengetahuan yang 7

4 dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2010), yaitu: 1) Tahu (know) Tahu adalah mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Tahu merupakan merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2) Memahami (comprehension) Memahami adalah kemampuan menjelaskan sacara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi dengan benar. 3) Aplikasi (application) Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengetahuan responden menjadi salah satu faktor yang menentukan prilaku seseorang. Prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebagian besar pengetahuan manusia deperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan. Sebelum orang berprilaku ia 8

5 harus terlebih dahulu tahu apa manfaat prilaku tersebut bagi dirinya maupun keluarganya (Notoatmodjo, 2003). c. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. 2) Umur Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. 3) Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. 4) Fasilitas Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengethuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku-buku. 5) Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. 6) Sosial budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. d. Pengukuran Pengetahuan 9

6 Pengukuran pengetahuan dapat diketahui dengan cara orang yang bersangkutan mengungkapkan hal hal yang diketahuinya dalam bentuk jawaban maupun tulisan. Bentuk pengukurannya dapat dilakukan dengan wawancara/angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian/ responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan domain diatas (Notoatmodjo,2003). Menurut Arikunto (2006) skala yang digunakan untuk mempermudah dalam mengkategorikan jenjang/ peringkat pengetahuan dituliskan dalam bentuk presentasi, yaitu: 1) Baik : >75% 2) Cukup : 60% - 75% 3) Kurang : <60% 3. Kepatuhan Minum Obat a. Definisi Kepatuhan adalah taat mengikuti suatu rangkaian tindakan yang di anjurkan atau yang diusukan oleh tenaga kesehatan pada seseorang (Albery, 2011). Dalam pengertian lain disebutkan oleh Smet (1994) dalam Supadmi (2012) bahwa kepatuhan merupakan tingkat kepatuhan pasien sesuai dengan ketentuan yang disarankan oeh tenaga kesehatan professional. Kepatuhan minum obat diartikan sebagai perilaku pasien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh tenaga medis dalam mengkonsumsi obat, meliputi keteraturan, waktu dan cara minum obat. Penilaian terhadap kepatuhan diperoleh dari total skor keteraturan, waktu dan cara minum obat (Oktaviani, 2011). b. Faktor faktor yang mempengaruhi kepatuhan Angka kejadian kepatuhan berobat sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kronisitas penyakit, frekuensi pemberian 10

7 obat, harga obat, bentuk obat, daya ingat pasien, informasi, serta interaksi antara dokter dan pasien.beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan erat antara kepatuhan pasien berobat dengan beberapa faktor lainnya seperti hubungan antara dokter dan pasien, derajat berat penyakit, rasa obat, efek samping obat, lupa, asuransi kesehatan, dan jenis antibiotik yang dipakai (Wibowo dan Soepardi, 2008). c. Cara mengukur kepatuhan Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk mengukur kepatuhan, yaitu (Putri, 2012). 1) Metode langsung Dilakukan dengan observasi pengobatan secara langsung, mengukur konsentrasi obat dan metabolismenya dalam darah. Namun, biaya yang digunakan sangat mahal. 2) Metode tidak langsung Dilakukan dengan menanyakan pasien tentang cara pasien menggunakan obat, menilai respon klinik, melakukan penghitungan obat (pill count), dan mengumpulkan kuesioner kepada pasien. Menurut Jasti, et al., (2005) dalam Pratiwi (2011), cara menghitung jumlah sisa tablet secara langsung dan menghitung tingkat kepatuhan pasien dengan menggunakan rumus : Kepatuhan = Keterangan: a) Patuh : % b) Tidak patuh : < 70 % 4. Antibiotik a. Definisi Antibiotik adalah suatu senyawa yang dihasilkan oleh suatu mikroba, atau yang diproduksi seluruh atau sebagian nya secara 11

8 sintesis kimia, yang dalam konsentrasi kecil dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain (Wibowo, 2012). Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi, yang menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain (Febiana, 2012). b. Penggolongan Antibiotik Penggolongan antibiotik menurut Febiana (2012) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Berdasarkan struktur kimia antibiotik Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: a) Golongan Aminoglikosida, antara lain amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin,tobramisin. b) Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan karbapenem (ertapenem,imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin,sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik,dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agenantibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicilliumchrysognum. c) Golongan Glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanindan dekaplanin. d) Golongan Poliketida, antara lain golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin). e) Golongan Polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin. 12

9 f) Golongan Kinolon (fluorokinolon), antara lain asam nalidiksat,siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin. g) Golongan Streptogramin, antara lain pristinamycin, virginiamycin,mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin. h) Golongan Oksazolidinon, anatara lain linezolid. i) Golongan Sulfonamida, antara lain kotrimoksazol dan trimetoprim. j) Antibiotik lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat. 2) Berdasarkan toksisitas selektif Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan agen bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien immunocompromised dimana menggunakan agen-agen bakterisida. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya, masing masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM. 3) Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai beirkut: a) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri Memiliki efek bakterisidal dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis dinding 13

10 sel. Contohnya antara lain golongan β-laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin. b) Inhibitor sintesis protein bakteri Memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obatobat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol. c) Menghambat sintesa folat Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam paraaminobenzoat), pteridin, dan glutamat. Sedangkan pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba. d) Mengubah permeabilitas membran sel Memiliki efek bakteriostatik dan bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin, nistatin, kolistin. e) Mengganggu sintesis DNA Mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang menyebabkan 14

11 terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat replikasi DNA. f) Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin. 4) Berdasarkan aktivitas antibiotik Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut: a) Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) Contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas. b) Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) Golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas. 5) Berdasarkan pola bunuh antibiotik Terdapat 2 pola bunuh antibiotik terhadap kuman yaitu: a) Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan dayabunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin,sefalosporin, linezoid, dan eritromisin. b) Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi ataudalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar tinggi ini dalamwaktu lama. 15

12 Contohnya pada antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid. c. Resistensi Antibiotika Kejadian resistensi terhadap penicilin dan tetrasiklin oleh bakteri patogen diare dan Neisseria gonorrhoeae telah hampir mencapai 100% di seluruh area di Indonesia. Resistensi terhadap antibiotik bisa di dapat atau bawaan. Pada resistensi bawaan, semua spesies bakteri bisa resisten terhadap suatu obat sebelum bakteri kontak dengan obat tersebut. Yang serius secara klinis adalah resistensi yang di dapat, dimana bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu obat menjadi resisten. Resistensi silang juga dapat terjadi antara obat-obat antibiotik yang mempunyai kerja yang serupa seperti penisilin dan sefalosporin. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk resistensi terhadap suatu antibiotika adalah menginaktivasi enzim yang merusak obat, mengurangi akumulasi obat, perubahan tempat ikatan, perkembangan jalur alternatif metabolik. Populasi bakteri yang resisten terhadap antibiotik yang berkembang dengan beberapa cara : 1) Seleksi Dalam suatu populasi akan terdapat beberapa bakteri dengan resistensididapat. Kemudian obat mengeliminasi organisme yang sensitif, sedangkanbakteri yang resisten mengalami proliferasi 2) Resistensi yang ditransfer Gen yang mengkode mekanisme resistensi ditransfer dari satu organisme ke organisme lain. Akumulasi dari penggunaan antibiotik pada suatu komunitas yang terlalu seringdapat memicu terjadinya resistensi bakteri yang di dapat terhadap suatu antibiotik. 16

13 Berikut ini merupakan faktor faktor yang memudahkan berkembangnya resistensi di klinik: a) Penggunaan antibiotik yang sering. b) Penggunaan antibiotik yang irasional. c) Penggunaan antibitoik baru yang berlebihan. d) Penggunaan antibiotik untuk jangka waktu yang lama memberi kesempatan bertumbuhnyakuman yang lebih resisten (fisrt step mutant). e) Penggunaan antibiotik untuk ternak. Kadar antibiotik yang rendah sebagai suplemen pada ternak memudahkantumbuhnya kuman kuman resisten. f) Beberapa faktor lain yang berperan terhadap berkembangnya resistensi ialahkemudahan transportasi modern, perilaku seksual, sanitasi buruk, dan kondisirumah yang tidak memenuhi syarat. B. Kerangka Teori Informasi Obat (Dari Puskesmas) Pengetahuan Tentang Antibiotik Mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang Kepatuhan Minum Obat Gambar 1. Kerangka Teori. Modifikasi dari Albbery (2011), Notoatmojo (2007),dan Taufik (2007). 17

14 C. Kerangka Konsep Variabel bebas Informasi Obat (dari Puskesmas) Variabel terikat Pengetahuan Tentang Antibiotik Kepatuhan Penggunaan Antibiotik Gambar 2. Kerangka Konsep D. Hipotesis Secara umum hipotesis merupakan suatu pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian. Biasanya hipotesis terdiri atas pernyataan terhadap adanya atau tidak adanya hubungan antara dua variabel, yakni variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas merupakan variabel penyebabnya atau variabel pengaruh, sedang variabel terikat merupakan variabel akibat atau terpengaruh (Hidayat, 2011). Ha : ada hubungan antara Informasi obat terhadap pengetahuan dan kepatuhan penggunaan obat antibiotik di Puskesmas Sumbang Kabupaten Banyumas Tahun

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Infeksi Nosokomial (INOS) Infeksi nosokomial (INOS) adalah infeksi yang tidak timbul atau mengalami inkubasi sebelum dirawat di rumah sakit, tetapi terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat utama bagi negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini merupakan penyebab utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotik Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh bakteri, terdapat banyak jenis antibiotik yang bekerja secara berbeda terhadap bakteri, biasanya

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt Disusun oleh kelompok 2 1.Afifah ( 1648201110103 ) 2. Annisa Husna (1648201110107) 3. Debi Karlina Indriani (1648201110111 )

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil RSUP H. Adam Malik Medan RSUP H. Adam Malik Medan adalah unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

Lebih terperinci

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANTIBIOTIKA 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat yang digunakan

Lebih terperinci

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik Yori Yuliandra, S.Farm, Apt Infeksi kontaminasi tubuh/ bagian tubuh oleh agen penginfeksi Agen penginfeksi jamur, bakteri, virus, protozoa Antiinfeksi obat untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Pengertian Antibiotik Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan ataumenghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi sampai saat ini masih termasuk jenis penyakit yang hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA 1211013016 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017 ii iii KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes adalah salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Tengah yang letaknya disepanjang pantai utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II STUDI PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengetahuan 2.1.1.2 Pengertian pengetahuan BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Pengetahuan adalah hasil tahu yang didapatkan setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu objek.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA Rizki Khairunnisa*, Hajrah, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI Kelompok 8 Aulia Sari (1201008) Debby Novrioza (1201012) Delvian Fikrani (1201015) Etik Irwa Ningsih (1201026) Halinda Alizar (1201037) Lily Suryani (1201049) Dwiki Septian

Lebih terperinci

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. untuk mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman, dan juga tidak ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan, baik di negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi I. PENDAHULUAN Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri patogen oportunistik penting yang menyebabkan infeksi nosokomial terutama pada pasien yang mengalami penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PENINGKATAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN PRIA DEWASA TENTANG ANTIBIOTIKA DI KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA DENGAN METODE SEMINAR SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotik 2.1.1. Definisi Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat anti bakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri, jamur, dan actinomycota)

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI H M Bakhriansyah, dr., M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi FK UNLAM BANJARBARU Pendahuluan Terminologi Antibiotik Antiparasit Antijamur Antiprotozoa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Infeksi mikroba terjadi apabila mikroba mampu melewati barrier mukosa atau kulit lalu menembus jaringan tubuh. Pada dasarnya, tubuh akan melawan mikroba dengan respon

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA EVALUASI RASIONALITAS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN DHF (DENGUE HEMORRHAGIC FEVER) DITINJAU DARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMKITAL ( RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT ) DR. MINTOHARDJO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya untuk mewujudkan keadaan sehat dari sakit adalah dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya untuk mewujudkan keadaan sehat dari sakit adalah dengan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sempurna secara fisik, mental, spiritual maupun sosial (Anonim, 1946). Seseorang yang berada dalam kondisi sehat memungkinkan untuk hidup

Lebih terperinci

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Antibiotik merupakan obat yang banyak diresepkan pada pasien, namun penggunannya sering kali tidak tepat. Akibatnya terjadinya peningkatan resistensi kuman terhadap

Lebih terperinci

Antibiotik.. Definisi Antibiotik

Antibiotik.. Definisi Antibiotik Antibiotik.. Pasti semua orang pernah mendengar mengenai Antibiotik, mungkin tidak hanya mendengar, tapi hampir semua orang pernah mengggunakan Antibiotik. Menjadi hal yang menarik untuk dikupas, karena

Lebih terperinci

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015 GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK ORAL OLEH DOKTER GIGI DI PRAKTEK KOTA MEDAN TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: NURLINA BINTI

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antibiotika 2.1.1. Definisi Antimikroba adalah istilah umum yang ditujukan untuk senyawa mencakup antibiotika, agen antimikroba pada makanan, sanitizer, desinfektan, dan senyawa

Lebih terperinci

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt

ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI. Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt ANTIBAKTERIA DAN ANTIFUNGI Irfan M. Setiawan, M.Sc., Apt 1. ANTIBAKTERIA Alexander Flemming (1881-1955) Penicillin ANTIBAKTERIA Bakteri memasuki tubuh penetrasi ke jaringan tubuh terjadi infeksi Sistem

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PASIEN PEDIATRI RAWAT INAP PUSKESMAS MLATI II KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme aksi nya

Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme aksi nya Pendahuluan Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Definisi antibiotik pd awalnya adalah suatu senyawa (substance) yg dihasilkanolehsatu mikroba, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil penginderaan manusia atau hasil dari tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, telinga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antibiotik merupakan obat yang sering diresepkan untuk pasien namun sering terjadi penggunaan yang tidak tepat dan berakibat terjadinya resistensi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Resistensi terhadap antimikroba atau antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami yang dipercepat oleh penggunaan obat-obatan antibiotik (WHO, 2014). Spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sejumlah 205 sampel susu kuartir yang diambil dari 54 ekor sapi di 7 kandang peternakan rakyat KUNAK, Bogor, diidentifikasi 143 (69.76%) sampel positif mastitis subklinis (Winata 2011).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Defenisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari hewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan jumlah dokter yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan jumlah dokter yang ada di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peresepan dan penggunaan obat merupakan salah satu andalan utama pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan jumlah dokter yang ada di sebagian besar puskesmas di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri (Nelwan, 2009). Penggunaan antibiotik yang berlebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan yang utama di negara berkembang (Setyati dkk., 2012). Pneumonia dapat terjadi sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab tingginya angka kematian di Indonesia maupun di dunia adalah penyakit infeksi (Priyanto, 2009). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit 1. Definisi dan Fungsi Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di dunia. Pengobatan infeksi erat hubungannya dengan penggunaan antibiotika. Penggunaan antibiotika

Lebih terperinci

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk Firman Jaya 2 Diartikan sebagai penambahan jumlah sel Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk 3 4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penyakit infeksi menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, sebab penyakit ini mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi menyerang masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan di Indonesia, terutama broiler saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Penggunaan obat hewan pada masa pemeliharaan broiler untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

Tujuan. Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba

Tujuan. Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba ANTIMIKROBA Tujuan Menjelaskan mekanisme kerja antimikroba Membedakan antimikroba spektrum luas dan spektrum sempit Mengetahui mekanisme resistensi antimikroba VIRUS PROTOZOA MIKROBA JAMUR BAKTERI ANTIMIKROBA

Lebih terperinci

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif

Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Sebelum PCT Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, orang dewasa Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Dlm tubuh dimetabolisme menjadi PCT (zat aktif) + metaboliknya Yg sebenarnya antipiretik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tenpat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (PP no. 51 tahun 2009) Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Subjek Penelitian Dari data pasien infeksi saluran kemih (ISK) yang diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI pada jangka waktu Januari 2001 hingga Desember 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedua di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gonore merupakan salah satu penyakt infeksi menular seksual terbanyak kedua di dunia. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae, yaitu bakteri diplokokus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak beraturan yang terdapat garis tengah dengan ukuran 1μm. Staphylococcus sp. tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak beraturan yang terdapat garis tengah dengan ukuran 1μm. Staphylococcus sp. tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Staphylococcus sp Bakteri ini bersifat Grampositif yang berbentuk kokus dan tersusun dalam rangkaian tidak beraturan yang terdapat garis tengah dengan ukuran 1μm. Staphylococcus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan penyakit dan masalah kesehatan utama di berbagai negara termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Definisi Antibiotik Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih atau yang sering kita sebut dengan ISK adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/ tanpa darah dan dengan/ tanpa lendir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/ tanpa darah dan dengan/ tanpa lendir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1 Definisi Diare Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya ( 3 kali/ hari) disertai perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare Diare adalah buang air besar yang sering dan cair, biasanya paling tidak tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi tinja dari pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit (Werner et al., 2010). Saat ini, penyakit infeksi masih menjadi masalah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan ratarata penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.07 No. 03 Desember 2010 ISSN Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan

PHARMACY, Vol.07 No. 03 Desember 2010 ISSN Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan PELAKSANAAN PENYIMPANAN OBAT DAN PELAYANAN INFORMASI OBAT KEPADA PASIEN DI PUSKESMAS DI KOTA PURWOKERTO Agus Priyanto, Moeslich Hasanmihardja, Didik Setiawan Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat A.1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Obat adalah sediaan atau paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan serta didukung dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi memunculkan tantangan dan harapan dalam

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PEMAKAIAN ANTIBIOTIKA AMOXICILLIN DI RUMAH SAKIT UMUM Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO TAHUN 2014 Dewi Rashati 1, Avia Indriaweni 1 1. Akademi Farmasi Jember Korespondensi :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk

Lebih terperinci

GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh :

GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh : GENERASI CERDAS BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK Oleh : 20.08.06.02 Sejak penemuan antibiotik penggunaan antibiotik meluas pada kesehatan medis manusia, hewan dan tumbuhan. Antibiotika, yang pertama kali ditemukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

MEKANISME TIMBULNYA RESISTENSI ANTIBIOTIK PADA INFEKSI BAKTERI

MEKANISME TIMBULNYA RESISTENSI ANTIBIOTIK PADA INFEKSI BAKTERI MEKANISME TIMBULNYA RESISTENSI ANTIBIOTIK PADA INFEKSI BAKTERI Oleh : Sunarjati Sudigdoadi Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran PENDAHULUAN Obat yang digunakan sebagai pengobatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009). BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci