BAB III METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI. Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. Studi Literatur. Pembuatan Reaktor.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Bahan, Alat dan Metode Kerja

OPTIMASI EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DARI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN DAN PABRIK TAHU DENGAN REAKTOR ANAEROBIK BERSEKAT

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Hasil Penelitian Tahap Sebelumnya

1 Security Printing merupakan bidang industri percetakan yang berhubungan dengan pencetakan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

BAB 3 METODE PERCOBAAN Penentuan Kadar Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) a. Gelas ukur pyrex. b. Pipet volume pyrex. c.

Analisis Zat Padat (TDS,TSS,FDS,VDS,VSS,FSS)

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

BAB III METODE PENELITIAN. ini diberikan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai dengan

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan 2. Alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB 3 ALAT DAN BAHAN. 1. Gelas ukur 25mL Pyrex. 2. Gelas ukur 100mL Pyrex. 3. Pipet volume 10mL Pyrex. 4. Pipet volume 5mL Pyrex. 5.

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu Dan Tempat Penelitian. B. Alat dan Bahan

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan di Hotel Mutiara Kota Gorontalo di mana

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB VII PETUNJUK OPERASI DAN PEMELIHARAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2015 di Balai Besar

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODE PENELITIAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN. adanya kontrol (Nazir, 2003:63). Eksperimen yang dilakukan berupa uji hayati cara

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

Oleh : Putri Paramita ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB ІІ TINJAUAN PUSTAKA. Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

PENENTUAN KUALITAS AIR

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSIDING SNTK TOPI 2012 ISSN Pekanbaru, 11 Juli 2012

BAB III METODE PENELITIAN

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

Karakteristik Air Limbah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

BAB III METODE PENELITIAN

Penyisihan Kandungan Padatan Limbah Cair Pabrik Sagu Dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Pada Kondisi Start-up

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

PENGARUH RASIO WAKTU PENGISIAN : REAKSI PADA REAKTOR BATCH DALAM KONDISI AEROB

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

Bab III Metode Penelitian 3.2. Persiapan Awal Karakterisasi Limbah Cair

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo dan pengambilan sampel air limbah dilakukan pada industri tahu.

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB III METODE PENELITIAN

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari Maret 2015 di Balai Besar

III. METODOLOGI A. ALAT DAN BAHAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Kajian Pengolahan Air Gambut Dengan Upflow Anaerobic Filter dan Slow Sand Filter. Oleh: Iva Rustanti Eri /

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengelolaan Limbah Hasil Pertanian

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan efisiensi Anaerobic Baffled Reactor dalam mengolah air limbah dari Rumah Pemotongan Hewan dan industri tahu. Limbah yang dihasilkan dari kedua industri tersebut dialirkan menuju ke sebuah reaktor ABR. Kemudian air efluen dari ABR ini akan menjadi influen untuk Wetland (penelitian dilakukan oleh rekan saya). Dalam penelitian ini digunakan reaktor ABR skala laboratorium yang terdapat di Laboratorium Penelitian Air dan Penelitian Lingkungan Program Studi Teknik Lingkungan ITB. 3.2 Kerangka Kerja Gambar 3.1 berikut merupakan kerangka kerja pelaksanaan penelitian. Perancangan Reaktor * Tahap Seeding ** Tahap Aklimatisasi ** Pengoperasian Reaktor Analisa Hasil Gambar 3.1 Diagram alir kerangka kerja pengolahan limbah cair dengan menggunakan anaerob baffled reactor (ABR) * Reaktor sudah tersedia di Laboratorium Penelitian ITB ** Tahap ini sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Yuniarti, 2007) III - 1

3.3 Sistematika Penelitian Sistematika penelitian berikut dibuat untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dengan memvariasikan berbagai alternatif variasi dan modifikasi dalam rekator ABR untuk mendapatkan efisiensi pengolahan limbah yang paling optimum. Dalam penelitian ini digunakan dua buah reaktor ABR yang berbeda dalam media filter yang digunakan di akhir reaktor, yaitu reaktor pertama dengan media batu apung dan reaktor kedua dengan media batok kelapa. Modifikasi yang dilakukan pada kedua buah reaktor tersebut mencakup konsentrasi COD influen dari limbah dan lama waktu detensi. Sistematika penelitian secara skematis dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Sistematika penelitian pengolahan limbah RPH dan Industri tahu dengan modifikasi reaktor ABR Konsentrasi Kode Penyekat Media Limbah COD Waktu detensi (mg/l) (Hari) R1 3 Batu Industri tahu dan 3000 2 dan 3 apung RPH 4000 2 dan 3 R2 3 Batok kelapa Industri tahu dan 3000 2 dan 3 RPH 4000 2 dan 3 3.4 Sumber Air Limbah Sumber air limbah untuk penelitian diperoleh dari sebuah industri tahu dan Rumah Pemotongan Hewan yang berlokasi di Dago Bengkok, bandung. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan grab sample. Pengambilan sampel untuk industri RPH dilakukan di 3 tempat yaitu di 2 buah pipa pembuangan air cucian darah dan air bekas merebus. Sampel air buangan dari ketiga titik ini dicampurkan menjadi satu hingga didapatkan limbah cair total dari industri RPH. Sedangkan pengambilan sampel untuk industri Tahu dilakukan pada 1 titik yaitu air sisa proses yang telah dikumpulkan menjadi satu pada drum besar. Kemudian masingmasing sampel air limbah dimasukkan ke dalam jerigen air. III - 2

3.5 Perlengkapan Reaktor Reaktor yang digunakan untuk penelitian ini adalah reaktor berpenyekat anaerob atau ABR skala laboratorium yang terdapat di Laboratorium Penelitian Air dan Laboratorium Penelitian Lingkungan Departemen Teknik Lingkungan ITB. Reaktor terbuat dari bahan fiberglass berbentuk kotak persegi panjang dengan volume total 18 liter. Reaktor berdimensi panjang 40 cm, lebar 18 cm, tinggi 25 cm dan kedalaman 22 cm. Total volume cairan disetiap reaktor 15,8 liter (tepatnya 15,840 liter). Sistem inlet dan outlet menggunakan selang silikon dimana influen yang masuk dipompakan dengan menggunakan pompa peristaltik. Penyekat vertikal yang dipasang seri berfungsi memisahkan reaktor menjadi ruang-ruang. Jarak antara setiap penyekat diatur sehingga ruang-ruang dalam reaktor memiliki ukuran yang sama. Penyekat tergantung mempunyai celah sebesar 3 cm dari dasar dan bagian bawah sekat dibengkokkan dengan sudut 45 o untuk mengarahkan aliran ke pusat kompartemen bagian bawah, sehingga terjadi kontak dan pencampuran yang lebih baik antara umpan dan biomassa. Dalam percobaan ini digunakan 2 unit reaktor yaitu reaktor dengan 3 penyekat dan penambahan media filter berupa batu apung ditunjukkan pada gambar 3.2. Pada unit ini juga digunakan batu apung sebagai media filter. Media filter batu apung yang digunakan berbentuk bongkahan-bongkahan dengan diameter rata-rata 5 cm dan volume satu bongkah batu apung rata-rata sebesar 66,5 x 10-6 m 3. Reaktor dengan 3 penyekat dan penambahan media filter berupa batok kelapa ditunjukkan pada gambar 3.3. Media filter batok kelapa yang digunakan berbentuk kepingan dengan ukuran rata-rata 7 cm x 5 cm x 0,5 cm dan volume rata-rata sebesar 19 x 10-6 m 3. Kedua reaktor tersebut ditutupi dengan kertas coklat untuk mencegah masuknya cahaya ke dalam reaktor. Adapun peralatan pendukung yang dibutuhkan untuk mengoperasikan reaktor ABR tersebut antara lain : Selang silikon. Pompa peristaltik, digunakan untuk mengatur debit aliran influen sebesar 3,7 ml/menit dan 5,6 ml/menit. Tabung gas nitrogen (N 2 ). Gas ini digunakan untuk mengusir oksigen dari dalam reaktor. III - 3

Leher angsa, untuk mencegah udara luar masuk kedalam reaktor. Peralatan fungsional lain seperti ember, jerigen air dan statif. Gas outlet Titik sampling Titik sampling inlet outlet 25 22 Kompartemen 1 media filter Batu Apung 12 (K 1) (K2) (K3) (K4) 8 7,5 7,5 8 3 3 3 40 Gambar 3.2 Bioreaktor dengan 3 penyekat dan media filter batu apung Gas outlet Titik sampling Titik sampling inlet outlet 25 22 Kompartemen 1 media filter Batok Kelapa 12 (K 1) (K2) (K3) (K4) 8 7,5 7,5 8 3 3 3 40 Gambar 3.3 Bioreaktor dengan 3 penyekat dan media filter batok kelapa III - 4

Gambar 3.4 Reaktor Anaerobic Baffled Reactor (ABR) Gambar 3.5 Rangkaian reaktor ABR 1 dan ABR 2 secara parallel Gambar 3.6 Media filter batu apung dan batok kelapa 3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Pembenihan (Seeding) Mikroorganisme untuk reaktor ini diperoleh dari kultur bakteri hasil isolasi penelitian (Chazanah, 2002) yang ada di Laboratorium Mikrobiologi. Bakteri III - 5

tersebut adalah Alcaligenes paradoxus, Pseudomonas capasia, Alcaligenes faecalis, Xanthomonas populi, Neisseria cenerea, Pseudomonas pseudo Alcaligenes. Mikroorganisme yang berperan pada tahap ini bersifat fakultatif (Metcalf dan Eddy, 1991). Kondisi DO yang tercapai berkisar dibawah 1 mg/l, yang memungkinkan proses untuk berjalan (Parker dan Mill, 1976 seperti yang dikutip dari Benefield dan Randall, 1980). Proses seeding dimaksudkan untuk memperbanyak populasi bakteri dalam suatu media. Pertama-tama dibuat media bagi pertumbuhan bakteri sebanyak 3,2 Liter. Media pertumbuhan cair yang digunakan adalah Nutrient Broth (NB). Kemudian hasil kultur bakteri diinokulasikan kedalam media pertumbuhan. Parameter yang diamati selama proses seeding adalah parameter KMnO 4. Proses seeding berakhir saat kondisi tunak tercapai, dimana besarnya konsentrasi organik stabil dengan fluktuasi sebasar 0-10%. 3.6.2 Tahap Aklimatisasi Tahapan aklimatisasi bertujuan untuk memberikan kesempatan mikroorganisme menyesuaikan diri dengan kondisi air buangan yang akan diolah. Konsentrasi COD awal yang diberikan adalah 400 mg/l COD. Parameter yang diamati adalah organik KMnO 4. Tahapan aklimatisasi ini berakhir saat kondisi tunak tercapai yaitu kondisi dimana kinerja reaktor sudah stabil. Parameter untuk melihat kondisi tunak dari kinerja reaktor ini adalah prosentasi penyisihan organik KMnO 4 antara infuen dan efluen. Jika persentasi penyisihan organik sudah stabil dengan fluktuasi atau perbedaan persen penyisihan 0-10% maka tahapan aklimatisasi selesai dan kegiatan sampling atau pengambilan data dimulai. 3.6.3 Pengoperasian Reaktor (Running) Pengoperasian dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi COD influen yaitu sebesar 3000 dan 4000 mg/l. Tujuannya untuk menentukan besarnya konsentrasi COD influen yang dapat menghasilkan kinerja reaktor yang optimum. Selain itu juga dilakukan variasi waktu detensi hidrolik yaitu 2-3 hari, yang bertujuan untuk mendapatkan variasi waktu detensi terbaik. Pada masing-masing III - 6

reaktor tersebut juga dilakukan variasi terhadap media filter yang digunakan. Pada reaktor ABR 1 digunakan media filter berupa batu apung, sedangkan untuk reaktor ABR 2 media filter yang digunakan berupa batok kelapa. Pengaturan waktu detensi hidrolik dilakukan dengan cara mengatur besarnya debit air limbah yang masuk ke dalam reaktor, yaitu sebesar 5,56 ml/menit untuk waktu detensi 2 hari, dan 3,47 ml/menit untuk waktu detensi 3 hari. Kedua reaktor tersebut dioperasikan pada suhu kamar secara anaerob dan kontinu tanpa ada resirkulasi. 3.7 Sampling Pengambilan sampel dilakukan dari masing-masing reaktor dengan cara grab sample pada titik influen dan efluen. Parameter-parameter organik yang dianalisa antara lain COD, ph, suhu, kandungan solid, total kjeldahl nitrogen, total phosphat, dan BOD. Pada akhir pengoperasian reaktor, dilakukan pula pengukuran terhadap konsentrasi total asam volatil (TAV), komposisi gas yang terbentuk, dan identifikasi mikroorganisme. Pemeriksaan sampel untuk COD dilakukan tiap hari, sedangkan untuk parameter BOD, ph, suhu, NTK, solid, dan fosfat diperiksa setiap tercapai kondisi tunak (steady state). Jenis analisa dan lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Jenis parameter dan lokasi pengambilan sampel Parameter Lokasi sampling Frekuensi COD Inlet, outlet Tiap hari ph Inlet, outlet Tiap tunak Suhu Inlet, outlet Tiap tunak TS Inlet, outlet Tiap tunak TKN Inlet, outlet Tiap tunak TP Inlet, outlet Tiap tunak BOD Inlet, outlet Tiap tunak TAV Tiap Kompartemen Akhir pengoperasian reaktor Komposisi Gas Leher Angsa Akhir pengoperasian reaktor Mikroorganisme Kompartemen 2 Akhir pengoperasian reaktor III - 7

Sampling TAV Air diambil dari tiap kompartemen yang terdapat dalam reaktor, kemudian dimasukkan dalam sebuah botol sampling, dan kemudian dilakukan analisa TAV. Sampling komposisi gas Gas diambil dari bagian leher angsa (outlet gas) dengan menggunakan syringe volume 20 ml. Kemudian ujung syringe tersebut disumbat dengan karet agar gas yang diambil tidak bercampur dengan udara luar. Sampling mikroorganisme dari dasar reaktor (kompartemen 2) diambil sludge atau endapannya dengan menggunakan atau endapannya dengan menggunakan syringe volume 20 ml. Pengambilan diupayakan dilakukan dengan cepat, dan ujung jarum syringe segera disumbat dengan karet, kemudian syringe dimasukkan dalam wadah tertutup. Hal ini dimaksudkan agar kondisi dalam syringe yang telah berisi mikroorganisme bersifat anaerob. Keadaan anaerobik dijaga dengan mengalirkan gas nitrogen bebas oksigen ke dalam reaktor setiap kali setelah pengambilan sampel selama 5-10 menit. Tabel 3.3 berikut merupakan metode yang digunakan untuk pengukuran parameter organik (APHA 1989), sampel gas, TAV, dan mikroorganisme. Tabel 3.3 Metode Pengukuran Sampel Parameter Metode Pengukuran COD ph TS TKN TP BOD TAV Komposisi Gas Mikroorganisme Closed Reflux, Titrimetric Method Electrometric Method Gravimetric Method Nitrogen Total Kjedahl Method Ammonium Molibdennum Method 5d-BOD Method Destilasi, Titrasi Gas Chromatography Inokulasi kultur bakteri III - 8

Sedangkan peralatan yang digunakan untuk mengukur dan menganalisa sampel dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.4 Parameter COD Alat Pengukuran Sampel Alat Ukur Closed Reflux, buret (Pyrex), COD cooker (Hach) ph Portable Hach one phmeter digital model 43800-00 TS TKN TP BOD TAV Komposisi Gas Mikroorganisme Cawan pijar, oven 105 o C Spektrofotometer (Spectronic 20 Genesys) Spektrofotometer (Spectronic 20 Genesys) Botol BOD Alat destilasi, buret (Pyrex) Instrumen Gas Chromatography Cawan petri, media agar (Nutrient Broth) 3.8 Analisa Parameter Penting 3.8.1 BOD (Biological Oxygen Demand) BOD merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme (bakteri) untuk menguraikan senyawa organik yang terkandung dalam air limbah. Penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme dapat diartikan bahwa zat organik sebagai bahan makanan untuk mikroorganisme dan diuraikan melalui rangkaian reaksi biokimia yang panjang dan rumit dalam sel. Hasil akhir dari penguraian zat organik tersebut adalah energi untuk kebutuhan hidup mikroorganisme sendiri, yaitu H 2 O, gas CO 2, dan senyawa lainnya. Hasil pengukuran BOD diperlukan untuk : a. Menentukan tingkat pencemaran dalam air yang disebabkan oleh zat organik, baik dalam air limbah domestik maupun limbah industri. b. Studi dan evaluasi kemampuan badan air dalam proses self-purification c. Evaluasi suatu sistem pengolahan air dalam mengolah/menurunkan senyawa organik dalam air limbah Pengukuran BOD berdasarkan percobaan uji hayati (bioassay), yaitu penentuan oksida terlarut pada hari ke nol dan hari ke lima, setelah diinkubasikan III - 9

pada temperatur 20ºC. Akibatnya ketelitian BOD sangat dipengaruhi oleh ketelitian pengukuran oksigen tersebut. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemngukuran BOD diantaranya : - Bebas dari bahan-bahan beracun - Kondisi ph dan tekanan osmosa yang optimum - Mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme - Mengandung populasi mikroorganisme yang cukup Pengukuran BOD yang terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 20ºC dan pengukuran oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Penurunan oksigen terlarut selama inkubasi menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air. Oksigen terlarut dianalisa menggunakan metode titrasi Winkler. 3.8.2 COD (Chemical Oxygen Demand) Parameter COD digunakan secara luas untuk menentukan tingkat pencemaran oleh senyawa organik dari suatu air limbah domestik maupun air limbah industri. COD merupakan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik, sehingga dapat dikatakan bahwa parameter COD adalah parameter untuk mengetahui konsentrasi senywa organik yang dapat dioksidasi oleh oksidator kuat dalam suasan asam. Prinsip dasar pengukuran COD adalah reaksi oksidasi senyawa organik oleh larutan K 2 Cr 2 O 7 berlebih dalam suasana asam dan dipanaskan pada suhu sekitar 120ºC. Kelebihan Kalium Dikromat ditentukan dengan titrasi oleh larutan Ammonium Ferro Sulfat dengan indikator Ferroin. COD yang diukur merupakan COD terlarut dengan menggunakan metode dikromat sesuai dengan metoda standar. 3.8.3 TKN (Total Kjeldahl Nitrogen) Senyawa nitrogen merupakan salah satu nutrien penting bagi mikroorganisme, salah satu senyawanya yaitu nitrogen kjeldahl. Nitrogen Kjeldahl adalah jumlah N-organis dan N-amonia bebas. Analisa Kjeldahl pada umumnya hanya dilakukan pada sampel air yang diduga mengandung zat organik, III - 10

seperti air buangan domestik, dan air buangan industri (tidak pada air sumur dan air PAM). Prisip analisa Kjeldahl adalah zat organik yang mengandung N diubah menjadi NH 3 kemudian dianalisa melalui analisa N-amonia. Nitrogen Amonia dalam zat organis akan menjadi (NH4)2SO4 setelah pemanasan sampel dalam larutan H 2 SO 4 yang mengandung K 2 SO4 dan HgSO 4. K 2 SO 4 berfungsi untuk menaikkan suhu asam sulfat sedangkan HgSO 4 berfungsi sebagai katalisator. Reaksinya dapat dijelaskan sebagai berikut : CH 3 CHNH 2 COOH + 7 H 2 SO 4 3CO 2 + 6SO 2 + 8H 2 O + NH 4 HSO 4 Metode pengukuran Nitrogen Kjeldahl yaitu dengan reaksi katalisa dan prinsip pengukuran senyawa organik nitrogen dalam larutan asam sulfat pekat dapat direduksi dengan katalisa. Nitrogen yang diukur dapat ditentukan dengan titrasi amonia yang terjadi. 3.8.4 Total Phosphat Senyawa fosfat dalam air dapat berasal dari air limbah domestik (air sabun, detergent, tinja), dari limbah pertanian (pupuk NPK), dan dari industri, seperti industri pupuk, makanan, atau air limbah industri yang menggunakan senyawa fosfat untuk menghilangkan kerak di dalam boiler. Data hasil pengukuran fosfat sangat diperlukan karena senyawa fosfat merupakan nutrien bagi mikroorganisme. Untuk badan air (danau atau sungai) yang banyak mengandung senyawa fosfat akan menyebabkan tumbuh suburnya plankton, phytoplankton, algae, dan cyanobacteria dalam badan air tersebut. Dampak lebih lanjut dari tumbuh suburnya plankton dan lain-lain tersebut adalah berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam badan air. Metode analitik yang sering digunakan untuk pengukuran fosfat adalah metode ammonium molybdate spektrofotometri. Kemudian direduksi dengan berbagai jenis reduktor seperti vanadium, SnCl 2, dan asam askorbat. Metode ini hanya untuk pengukuran senyawa fosfat yang rektif yaitu senyawa ortofosfat, sedangkan untuk jenis senyawa fosfat lainnya harus dilakukan perlakuan khusus untuk merubah/ menghidrolisis senyawa tersebut menjadi ortofosfat. Prinsip pengukuran ortofosfat adalah Orthofosfat dengan senyawa Ammonium Molibdat membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Dengan III - 11

penambahan reduktor SnCl 2 akan tereduksi membentuk senyawa kompleks berwarna biru. Intensitas warna biru yang terjadi diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. 3.8.5 TS (Total Solid) dan VSS (Volatile Suspended Solid) Total solid merupakan semua jenis padatan dalam air buangan baik yang terlarut maupun tidak terlarut. Pada analisa, total solid adalah semua residu yang tertinggal setelah evaporasi dari sampel dan dikeringkan pada oven dengan temperatur ±105 o C. Zat-zat tidak terlarut atau tersuspensi terdiri atas zat padat anorganik maupun zat padat organik (misalnya serat tanaman, zat padat biologis-algae, bakteri, dan zat padat organik dari permukaan). Keberadaan materi suspensi ada yang tidak diinginkan maupun ada juga yang diinginkan dalam badan air. Materi tersuspensi menyebabkan kekeruhan dalam air serta partikel-partikelnya dapat menjadi tempat menempel mikroorganisme seperti bakteri dimana keberadaannya dapat menyebabkan penyakit, dan dapat menghasilkan racun pada beberapa jenis alga (Sawyer, 1967). Materi tersuspensi organik dapat didegradasi secara biologis (untuk zat-zat tertentu) dan menghasilkan produk samping. Zat-zat terlarut merupakan akibat dari kemampuan air untuk melarutkan zat padat. Zat-zat terlarut juga terdiri dari komponen organik dan anorganik. materi hasil produksi yang rusak dari vegetasi, kimia organik dan gas organik merupakan konstituen organik terlarut dalam air buangan. Materi terlarut ini menjadi penyebab warna, rasa dan bau pada air. Metode yang digunakan adalah metode gravimetri. Standard Methods, (1989) yang menyatakan bahwa padatan volatil yang terukur dengan analisa ini tidak selalu berupa materi organik. Karena kehilangan berat selama oksidasi diasumsikan sebagai materi organik dan juga dapat dihubungkan dengan dekomposisi atau volatilisasi beberapa garam mineral. Walaupun demikian penggunaan analisa VSS telah umum dilakukan untuk memperkirakan konsentrasi bahan organik yang menguap pada temperatur tinggi (termasuk biomassa). Pada metode ini sampel disaring, kemudian endapannya dimasukkan ke dalam cawan pijar. Kemudian dilakukan pemanasan di oven 105 o C selama 1 jam. Padatan yang tersisa adalah total suspended solids (TSS), setelah itu dilakukan III - 12

pemanasan di oven 600 o C selama 1 jam. Padatan yang tersisa adalah fixed suspended solids (FSS). Selisih dari TSS dan FSS adalah volatile suspended solid (VSS), yang diklarifikasikan sebagai materi organik. 3.8.6 ph ph merupakan parameter penting dalam pengolahan air buangan secara biologis yang menyatakan derajat keasaman atau basa suatu larutan. Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (ph naik) maupun ke arah asam (ph menurun), akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai ph rendah bersifat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi (Madyanova, 2005). Limbah cair dengan konsentrasi ion hidrogen yang tidak sesuai dengan kebutuhan organisme, yang berperan dalam proses biologi, maka dapat menimbulkan kesulitan dalam pengolahan secara biologi tersebut. Dan jika konsentrasinya tidak berubah sebelum outlet ke badan air, maka bisa mengakibatkan perubahan konsentrasi dalam badan air (Metcalf,1991). Kontrol ph pada pengolahan air buangan secara biologi sangat perlu diperhatikan karena mikroorganisme bekerja pada rentang ph yang spesifik. Pada sistem anaerob, agar proses fermentasi berjalan baik ph dipertahankan pada suasana netral. Pengukuran ph dilakukan dengan menggunakan phmeter dengan glass elektroda yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer ph 4, ph 7, dan ph 10. Untuk menjaga suasana netral digunakan buffer sodium bikarbonat untuk menaikkan ph jika ph terlalu rendah. 3.8.7 Temperatur Tujuan pemeriksaan temperatur adalah untuk mengetahui perubahan temperatur yang terjadi antara air limbah yang masuk ke proses pengolahan limbah dengan efluen yang dihasilkan. Pengukuran temperatur dilakukan pada bagian inlet dan outlet kedua reaktor ABR. Kemudian temperatur tersebut dibandingkan dengan baku mutu, karena outlet dari instalasi ini akan berhubungan dengan badan air. Selain itu juga, karena proses pengolahan menggunakan proses biologi maka temperatur juga memegang peranan penting bagi keberlangsungan III - 13

proses dan pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat dalam reaktor. Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu lebih tinggi daripada air asalnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut (Madyanova, 2005) : 1. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun 2. Kecepatan reaksi kimia meningkat 3. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu 4. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati. 3.8.8 TAV (Total Asam Volatil) Pemeriksaan terhadap konsentrasi asam volatil bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap proses anaerob yang terjadi dalam tiap kompartemen reaktor, yaitu tahap acidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. Konsentrasi asam volatil merupakan indikator kinerja proses anaerob karena asam-asam tersebut akan dikonversi menjadi metan pada laju yang sama ketika asam tersebut dibentuk, jika proses anaerob yang terjadi berada dalam kondisi setimbang. Metode pengukuran yang digunakan adalah destilasi dan titrasi. Mulamula sampel ditambah dengan H 2 SO 4 dengan tujuan untuk mengikat asam volatil yang ada, kemudian didestilasi selama kurang lebih 1 jam untuk membebaskan asam-asam tersebut. Hasil destilasi yang terbentuk kemudian ditambah dengan indikator PP (Phenolphtalein), selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,1 N. Konsentrasi asam volatil yang terbentuk dapat ditentukan dari banyaknya volume HCl yang digunakan untuk titrasi. 3.8.9 Komposisi Gas Pemeriksaan komposisi gas bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis gas yang terbentuk dalam reaktor selama proses. Apabila tercapai kondisi anaerob, seharusnya dari reaktor dihasilkan gas hidrogen (H 2 ), karbondioksida (CO 2 ), dan metan (CH 4 ). Metode pemeriksaan komposisi gas adalah Gas Cromatography III - 14

(GC) dengan menggunakan sebuah instrumen khusus untuk kromatografi gas. Sampel gas yang telah diambil kemudian disuntikkan ke dalam alat GC yang sebelumnya telah diatur frekuensinya. Alat GC ini dapat digunakan untuk memeriksa gas N 2, H 2, CO, CO 2, O 2, dan CH 4. Hasil pengukuran terhadap komposisi gas yang terdapat dalam sampel serta konsentrasi gas tersebut dapat langsung terbaca pada alat. 3.9 Pengolahan dan Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil analisa parameter-parameter organik, baik yang berupa hasil pemeriksaan harian maupun tiap tercapai kondisi steady state, kemudian dianalisa dengan membuat tabulasi secara kualitatif. Proses analisa data yang dilakukan mengacu pada berbagai literatur, dan dengan memperhatikan kondisi nyata yang terjadi pada reaktor. Kemudian dapat dilihat pola penurunan angka dari masing-masing parameter antara influen dan efluen. Penurunan angka tersebut dapat menggambarkan efisiensi penyisihan dan kinerja dari masingmasing reaktor. III - 15