BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI KERUSAKAN ROLLING BEARING PADA HAMMER CLINKER COOLER BERBASIS ANALISA PEAKVUE DAN KURTOSIS

KARAKTERISTIK VIBRASI PADA GEAR PUTARAN RENDAH

DETEKSI KERUSAKAN BEARING PADA CONDENSATE PUMP DENGAN ANALISIS SINYAL VIBRASI

ANALISA VIBRASI PADA IGNITOR COOLING FAN 2A DI PT PJB UP GRESIK

ANALISIS HIGH AXIAL VIBRATION PADA BLOWER 22K-102 REFORMER FORCE DRAFT FAN (FDF) - HYDROGEN PLANT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Kerusakan Centrifugal Pump P951E di PT. Petrokimia Gresik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KERUSAKAN POMPA SENTRIFUGAL P-011C DI PT. SULFINDO ADIUSAHA DENGAN MENGGUNAKAN TRANSDUCER GETARAN ACCELEROMETER

LAPORAN TUGAS AKHIR. Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun oleh:

PT PEMBANGKITAN JAWA BALI SERVICES No.Dokumen : FM SIAP INTEGRATED MANAGEMENT SYSTEM Revisi : 00 KAJIAN ENJINIRING BAB 1 PENDAHULUAN

ALAT PENGUKUR GETARAN

ANALISIS VIBRASI UNTUK KLASIFIKASI KERUSAKAN MOTOR DI PT PETROKIMIA GRESIK MENGGUNAKAN FAST FOURIER TRANSFORM DAN NEURAL NETWORK

Session 10 Steam Turbine Instrumentation

VIBRASI DAN JENIS KERUSAKAN POMPA AIR

BAB II LANDASAN TEORI. Vibrasi adalah gerakan, dapat disebabkan oleh getaran udara atau

DETEKSI KERUSAKAN BANTALAN GELINDING PADA POMPA SENTRIFUGAL DENGAN ANALISIS SINYAL GETARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGOPTIMALAN PROSES BALANCING PADA BLADE INDUCED DRAFT (ID) FAN (Studi Kasus ID Fan Pabrik Indarung V PT Semen Padang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen yang digerakkan (pompa, gearbox, dan lain - lain). Penyelarasan

ANALISIS KERUSAKAN DAN PERBAIKAN OIL PUMP STEAM TURBINE 32-K-101-P1-T DALAM PLATFORMING UNIT-NAPHTA PROCESSING UNIT (NPU)

ANALISA VIBRASI PADA SISTEM MC PUMP DENGAN MENGGUNAKAN ALAT VIBXPERT TYPE VIB DI PERUSAHAAN PULP & PAPER

ANALISA KERUSAKAN CENTRIFUGAL PUMP P951E DI PT. PETROKIMIA GRESIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

DIAGNOSA KERUSAKAN MOTOR INDUKSI DENGAN SINYAL GETARAN

BAB III METODOLOGI DAN HASIL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK GETARAN PADA BANTALAN BOLA MENYELARAS SENDIRI KARENA KERUSAKAN SANGKAR

TUGAS GETARAN MEKANIK ALAT UKUR GETARAN. Oleh : Opi Sumardi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA SINYAL GETARAN POMPA SEBAGAI PREDICTIVE MAINTENANCE POMPA PADA LABORATORIUM REKAYASA AKUSTIK DAN VIBRASI TEKNIK FISIKA ITS

BAB III METODE PENELITIAN

PEMANTAUAN KONDISI MESIN BERDASARKAN SINYAL GETARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB IV ANALISA KERUSAKAN MOTOR LP DRAIN PUMP

KAJI EKSPERIMENTAL CIRI GETARAN PADA BANTALAN ROL DENGAN PEMBEBANAN STATIK

BAB III METODE PENELITIAN

Kajian Lintasan Orbit pada Turbin Angin Savonius Tipe Rotor U dan Helix dengan Menggunakan Software MATLAB

STUDI KASUS UNBALANCE PADA POMPA SENTRIFUGAL BERDASARKAN SINYAL GETARAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Getaran Struktur Mekanik pada Mesin Berputar untuk Memprediksi Kerusakan Akibat Kondisi Unbalance Sistem Poros Rotor

UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMANTAUAN KONDISI MESIN DENGAN EKSTRAKSI FITUR SINYAL GETARAN TUGAS AKHIR ANGGA DWI SAPUTRA L2E

BAB IV PERANGKAT PENGUJIAN GETARAN POROS-ROTOR

SHAFT ALIGNMENT. Definisi shaft alignment?

Kata kunci : Perawatan prediktif, monitoring kondisi, sinyal getaran, sinyal suara, bantalan gelinding

PERANCANGAN ALAT DAN ANALISIS EKSPERIMENTAL GETARAN AKIBAT MISALIGNMENT POROS

BAB II LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN SPEKTRUM VIBRASI UNTUK MENGINDIKASIKAN KERUSAKAN MOTOR INDUKSI DI PLTU INDRAMAYU 3 X 330 MW

ALIGNMENT COUPLING DENGAN METODE DOUBLE DIAL INDICATOR RIM AND FACE

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Steam Power Plant dituntut punya availability tinggi dengan biaya

PENGARUH VARIASI GAYA TRANSMISI V-BELT TERHADAP PRILAKU GETARAN POROS DEPERICARPER FAN TYPE 2 SWSI

BAB II LANDASAN TEORI

PEMICU 1 29 SEPT 2015

ANALISIS VIBRASI PADA POMPA PENDINGIN PRIMER JE01 AP003 Pranto Busono, Syafrul, Aep Saefudin Catur PRSG - BATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INVESTIGASI PENYEBAB HIGH VIBRATION MOTOR PADA BOOSTER PUMP BFP SYSTEM

Analisis Getaran Bantalan Rotor Skala Laboratorium untuk Kondisi Lingkungan Normal dan Berdebu

Pemodelan dan Analisis Pengaruh Kenaikan Putaran Kerja Terhadap Respon Dinamis, Kasus Unbalance Rotor Steam Turbine Unit 1 PLTU Amurang 2x25MW

Jurnal Teknik Mesin S-1, Vol. 4, No. 2, Tahun 2016 Online:

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Perhitungan Umur Pakai Bantalan Sisi Luar Pada Ring Hammer Coal. Tipe bantalan C C 0 Fr Fa Putaran kn

Analisis Hubungan Getaran dengan Temperatur Kerja pada Mesin Mill Fan 412 di PT. Semen Tonasa

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISTIK VIBRASI PADA KOMPRESOR PISTON DUA TINGKAT DUA SILINDER

MENDETEKSI KERUSAKAN BANTALAN DENGAN MENGGUNAKAN SINYAL VIBRASI

PEMBUATAN ALAT SIMULASI UJI ALIGNMENT DENGAN METODE SINGLE DIAL INDICATOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. memanfaatkan energi kinetik berupa uap guna menghasilkan energi listrik.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS PENGARUH MISALIGNMENT TERHADAP VIBRASI DAN KINERJA MOTOR INDUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MAKALAH ANALISIS SISTEM KENDALI INDUSTRI Synchronous Motor Derives. Oleh PUSPITA AYU ARMI

PENGARUH RUBBING TERHADAP KONDISI GETARAN MESIN ROTASI

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

MODUL POMPA AIR IRIGASI (Irrigation Pump)

EFEKTIFITAS VASRIASI PUTARAN DARI PROSES BALANCING TERHADAP PUTARAN KERJA POROS YANG SESUNGGUHNYA

PENGARUH TONJOLAN TERHADAP PROFIL GETARAN DAN DISTRIBUSI TEMPERATUR DARI SISTEM TRANSMISI V- BELT DALAM KAITANNYA TEKNOLOGI PREDICTIVE MAINTENANCE

4 RANCANGAN SIMULATOR GETARAN DENGAN OUTPUT ARAH GETARAN DOMINAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL

ANALISA PENGARUH PARALLEL-MISALIGNMENT DAN TINGKAT GETARAN YANG TERJADI PADA PULLEY DEPERICARPER FAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang berputar dengan putaran tertentu (Zhou and Shi, 2001). Salah satunya adalah pompa

BAB II LANDASAN TEORI

KAJIAN VIBRASI UNTUK MENDETEKSI KEGAGALAN AWAL PADA MESIN ROTASI DENGAN KASUS MESIN POMPA Arvin Ekoputranto *, Otong Nurhilal, Ahmad Taufik.

STUDI PENGARUH JUMLAH LILITAN DAN PANJANG KUMPARAN TERHADAP VOLTASE DAN ARUS BANGKITAN PADA MEKANISME PEMANEN ENERGI GETARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bantalan Sebagai Bagian Elemen Mesin

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2)

STUDI DINAMIKA ROTOR POMPA PENGISI AIR KETEL (BFWP) 6 TINGKAT MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini: Getaran dan Gelombang Bunyi

PENGARUH MISSALIGMENT TERHADAP ARUS DAN GETARAN PADA MOTOR INDUKSI

Rancang Bangun Vibration Test Bench untuk Mensimulasikan Kondisi Unbalance dengan Pengaturan Putaran dan Beban Unbalance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. mobil seperti motor stater, lampu-lampu, wiper dan komponen lainnya yang

DETEKSI KERUSAKAN MOTOR INDUKSI DENGAN MENGGUNAKAN SINYAL SUARA

BOILER FEED PUMP. b. Pompa air pengisi yang menggunakan turbin yaitu : - Tenaga turbin :

IDENTIFIKASI KERUSAKAN MESIN BERPUTAR BERDASARKAN SINYAL SUARA DENGAN METODE ADAPTIVE NEURO FUZZY INFERENCE SYSTEM

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISA ELIMINASI BREAKDOWN PADA VERTICAL MILL DENGAN METODE PDCA TULTA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Getaran Mesin Getaran mesin adalah gerakan suatu bagian mesin maju dan mundur (bolakbalik) dari keadaan diam /netral, (F=0). Con toh sederhana untuk menunjukkan suatu getaran adalah pegas. (Sumber : www.testindo.com/article/48/vibration) Gambar 2.1 Pegas pada saat netral /F=0 Dan pegas tersebut tidak akan bergerak/bergetar sebelum ada gaya yang diberikan terhadapnya. Setelah gaya tarik (F) dilepas maka pegas akan bergetar, bergerak bolak-balik disekitar posisi netral. Yang diilustrasikan pada gambar dibawah: (Sumber : www.testindo.com/article/48/vibration) Gambar 2.2 Pegas setelah diberi F atau gaya 4

5 2.1.1 Frekuensi Getaran Gerakan periodik atau getaran selalu berhubungan dengan frekuensi yang menyatakan banyaknya gerakan bolak-balik (satu siklus penuh) tiap satuan waktu. Hubungan antara frekuensi dan periode suatu getaran dapat dinyatakan dengan rumus sederhana: frekuensi = 1/periode. Frekuensi dari getaran tersebut biasanya dinyatakan sebagai jumlah siklus getaran yang terjadi tiap menit (CPM = Cycles per minute). Sebagai contoh sebuah mesin bergetar 60 kali (siklus; dalam 1 menit maka frekuensi getaran mesin tersebut adalah 60 CPM. Frekuensi bisa juga dinyatakan dalam CPS (cycles per second) atau Hertz dan putaran dinyatakan dalam revolution per minute (RPM). Gerakan bandul pegas dari posisi netral ke batas atas dan kembali lagi ke posisi netral dan dilanjutkan ke batas bawah, dan kembali lagi ke posisi netral, disebut satu siklus getaran. 2.1.2 Amplitudo Amplitudo merupakan besar simpangan vibrasi dimana amplitudo menggambarkan seberapa besar vibrasi terjadi pada suatu peralatan. Amplitudo dapat di ukur dalam tiga cara antara lain adalah: a. Perpindahan Getaran. (Vibration Displacement) b. Kecepatan Getaran (Vibration Velocity) c. Percepatan Getaran (Vibration Acceleration)

6 (Sumber : www.testindo.com/article/48/vibration) Gambar 2.3 Siklus Getaran a. Perpindahan Getaran. (Vibration Displacement) Jarak yang ditempuh dari suatu puncak (A) ke puncak yang lain (C) disebut perpindahan dari puncak ke puncak ( peak to peak displacement).perpindahan tersebut pada umumnya dinyatakan dalam satuan mikron (μm) atau mils.1 μm sama dengan 0.001 mm dan 1 mils sama dengan 0.001 inch. b. Kecepatan Getaran (Vibration Velocity) Kecepatan pada getaran digunakan untuk mengukur seberapa cepat sebuah objek dari titik nol (zero) ke puncaknya (peak). Karena getaran merupakan suatu gerakan, maka getaran tersebut pasti mempunyai kecepatan. Kecepatan getaran ini biasanya dalam satuan mm/det (peak). Karena kecepatan ini selalu berubah secara sinusoidal, maka seringkali digunakan pula satuan mm/sec (rms). Nilai peak = 1,414x nilai rms. Kadang-kadang digunakan juga satuan inch/sec ( peak) atau inch/sec (rms)1 inch = 25,4 mm.

7 (Sumber : www.testindo.com/article/48/vibration) Gambar 2.4 Amplitudo Kecepatan c. Percepatan Getaran (Vibration Acceleration) Percepatan digunakan untuk mengukur perubahan kecepatan ( velocity) dari titik nol ( zero) ke peak. Sama dengan halnya displacement, dimana nilai acceleration pada suatu frekuensi berbeda dengan frekuensi lainnya. Pada gambar 2.5, posisi upper limit dan lower limit akan mengalami percepatan yang maksimum. Sedang pada posisi netral percepatan getaran adalah nol. Secara teknis percepatan adalah laju perubahan dari kecepatan. Percepatan getaran pada umumnya dinyatakan dalam satuan in/s 2 dan mm/s 2 atau Gravitasi (g) dimana "g" adalah percepatan yang disebabkan oleh gaya gravitasi pada permukaan bumi. Sesuai dengan perjanjian intemasional satuan gravitasi pada permukaan bumi adalah 9807 mm/det 2.

8 (Sumber : www.testindo.com/article/48/vibration) Gambar 2.5 Amplitudo Akselerasi 2.1.3 Phase Getaran Pengukuran phase getaran memberikan informasi untuk menentukan bagaimana suatu bagian bergetar relatif terhadap bagian yang lain, atau untuk menentukan posisi suatu bagian yang bergetar pada suatu saat, terhadap suatu referensi atau terhadap bagian lain yang bergetar dengan frekuensi yang sama.beberapa contoh pengukuran phase : (Sumber : www.testindo.com/article/48/vibration) Gambar 2.6 Contoh pengukuran phasa dua bandul

9 Dua bandul pada Gambar 2.6 bergetar dengan frekuensi dan displacement yang sama, bandul A berada pada posisi batas atas dan bandul B pada waktu yang sama berada pada batas bawah. Kita dapat menggunakan phase untuk menyatakan perbandingan tersebut. Dengan memetakan gerakan kedua bandul tersebut pada satu siklus penuh, kita dapat melihat bahwa titik puncak displacement kedua bandul tersebut terpisah dengan sudut 180 (satu siklus penuh = 360 ). Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa kedua bandul tersebut bergetar dengan beda phase 180. (Sumber : www.testindo.com/article/48/vibration) Gambar 2.7 Pengukuran phasa dengan waktu yang sama. Pada gambar 2.7 bandul X berada pada posisi batas atas dan bandul Y pada waktu yang sama berada pada posisi netral bergerak menuju ke batas bawah.sehingga kita dapat mengatakan bahwa kedua bandul tersebut bergetar dengan beda phase 90.

10 (Sumber : www.testindo.com/article/48/vibration) Gambar 2.8 Pengukuran fasa dengan waktu yang sama Pada gambar 2.8 pada waktu yang sama kedua bandul A dan B berada pada batas atas. Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa kedua bandul tersebut t bergetar dengan sudut phase 0 atau in-phase. 2.1.4 Satuan-satuan Pengukuran Getaran Ada beberapa satuan-satuan yang digunakann dalam suatu pengukuran getaran. Harga Peak-to-peak : adalah harga amplitudo dari means-square) gelombang sinusoida mulai dari batas atas sampai ke batas bawah. Pengukuran displacement suatu getaran biasanya menggunakan harga peak- harga peak-to- to-peak dengann satuan mils atau mikron. Harga Peak : adalah peak dibagi dua atau setengah dari harga peak-to-peak. Harga RMS ( root- : harga ini sering digunakan untuk mengklasifikasikan keparahan getaran dari suatu mesin. Harga RMS ini mengukur harga energi efektif yang dipakai untuk menghasilkan getaran pada suatu mesin. Untuk gerak sinusoidal harga RMS adalah 0.707 X peak. Sedangkan Harga average dari suatu gelombang sinusoidal adalah 0.637 X harga peak.

11 Tabel 2.1 Satuan Pengukur Getaran CONVERSION PEAK TO PEAK RMS AVERAGE FACTOR PEAK PEAK TO PEAK 1 0.5 0.354 0.318 PEAK 2 1 0.71 0.64 RMS 2.83 1.414 1 0.90 AVERAGE 3.14 1.571 1.111 1 2.2 Sensor Vibrasi Informasi vibrasi diperoleh melalui sensor atau biasa disebut dengan probe atau tranducer yang merupakan alat untuk mengubah gerakan mekanik menjadi sinyal elektronik. Sinyal tersebut selanjutnya diproses oleh instrumen untuk mendapatkan hasil yang dapat dianalisis. Ada beberapa macam sensor, dipilih berdasarkan sensitivitas, ukuran, respon frekuensi, desain. Respon dari sensor menentukan baik tidaknya sensor, bagaimana sensor merespon setiap stimulus yang dialaminya pada suatu frekuensi. Sensor getaran dipilih sesuai dengan jenis getaran yang akan dipantau. Karena itu sensor getaran dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu ; 2.2.1 Displacement Tranducer (Proximity Probe) Displacement tranducer atau sering disebut dengan Proximity probe digunakan untuk mengukur perpindahan (displacement) poros (shaft). Displacement tranducer terdiri dari kabel koil yang dibungkus oleh plastik non-conductive atau material keramik dan terdapat sebuah oscillatordemodulator yang biasa disebut proximitor.

12 Displacement probe umunya digunakan pada pengukuran: a. Vibrasi shaft dalam arah radial b. Posisi shaft pada arah axial c. Differential expantion antara casing dan rotor. Sumber : PT PLN (Persero) Gambar 2.9 Displacement Tranducer Sumber : PT PLN (Persero) Gambar 2.10 Displacement probe & signal condition system Prinsip kerja dari displacement tranducer, proximitor mengeksitasi probe yang menghasilkan magnetic field pada ujung probe ketika shaft mendekati probe, maka terbentuklah eddy current pada shaft. Dengan

13 terbentuknya eddy-current, energi yang dibangkitkan proximitor diabsorbsi/ diserap dan amplitudo carrier signal akan berkurang. Fluktuasi amplitudo carrier signal dijadikan output sinyal AC yang secara langsung proporsional dengan nilai vibrasi (mv/mils). Sumber : PT PLN (Persero) Gambar 2.11 Posisi pemasangan dari displacemnet tranducer 2.2.2 Velocity Tranducer Velocity tranducer terdiri dari sebuah masa pemberat dan dililit oleh kabel koil yang ditumpu oleh pegas, diletakan dalam sebuah silinder yang dibungkus oleh magnet permanen. Velocity tranducer dipasang pada casing atau housing bearing yang bergetar, vibrasi pada casing atau housing bearing mengakibatkan tranducer ikut bergetar, sedangkan masa pemberat yang dililit kabel koil cendrung mempertahankan posisi. Pada kabel koil terjadi perbedaan medan magnet sehinggan akan timbul beda potensial (voltage) yang berubah ubah dan proporsional dengan vibrasi yang terjadi pada casing atau housing bearing. Noise pada sensor ini relatif kecil, beberapa kerugian dari sensor ini adalah banyak manufaktur dari sensor yang menyatakan produknya absolute walaupun pada kenyataanya masih banyak penggunaan sensor ini di lapangan.

14 Sumber : PT PLN (Persero) Gambar 2.12 Velocity Tranducer 2.2.3 Accelerometer Sensor ini digunakan untuk mengukur level vibrasi ada casing dan housing bearing, sensor ini adalah sensor yang paling banyak digunakan pada analyzer vibration. Accelerometer terdiri dari sebuah massa yang kecil pada material piezoelektrik kristal yang menghasilkan tegangan ketika gaya dikenakan pada massa tersebut. Biasanya accelerometer digunakan equipment yang shaftnya ditopang dengan rolling element bearing. Pada rolling element bearing vibrasi dari shaft yang terjadi ditransferkan kepada housing bearing dimana tranducer diletakan.

15 Sumber : PT PLN (Persero) Gambar 2.13 Accelerometer internal construction 2.2.4 Titik Peletakkan sensor Pengukuran vibrasi dilakukan pada 3 titik yaitu Horizontal, Vertikal dan Aksial. Untuk mendapatkan analisa yang akurat maka sebaiknya pengukuran diakukan pada titik yang sama. Hal ini bertujuan agar data yang dibandingkan merupakan data yang sama, yaitu data pengukuran pada titik dan kondisi yang sama. Untuk itu perlu memberikan tanda berupa lingkaran di setiap titik pengukuran agar mendapatkan titik pengukuran yang sama. Lokasi peletakan tranducer sangat mempengaruhi keakuratan data pengukuran. Idealnya sensor diletak sedekat mungkin dengan posisi bearing, dan antara titik Horizontal dan Vertikal harus tegak lurus dan berjarak 90º. Untuk menentukan arah Horizontal dan Vertikal adalah arah yang tegak lurus dengan poros peralatan, sedangkan arah axial adalah arah yang sejajar dengan poros peralatan.

16 Sumber : PT PLN (Persero) Gambar 2.14 Titik Pengukuran Vibrasi Pengukuran vibrasi dilakukan di beberapa titik dari motor dan pompa/fan, identifikasi titik pengukuran tersebut seperti gambar 2.15. Sumber : PT PLN (Persero) Gambar 2.15 Identifikasi Titik Pengukuran

17 MOH MOV MIH MIV MIA POH POV POA PIH PIV : : : : : : : : : : Motor Outboard Horizontal Motor Outboard Vertikal Motor Inboard Horizontal Motor Inboard Vertikal Motor Inboard Aksial Pump Outboard Horizontal Pump Outboard Vertikal Pump Outboard Aksial Pump Inboard Horizontal Pump Inboard Vertikal 2.3 Standart Vibrasi Amplitudo vibrasi ( displacement, velocity dan acceleration) merupakan suatu ukuran tentang parah atau tidaknya ketidaknormalan / defect yang ada pada mesin atau peralatan. Yang perlu diingat bahwa sasaran utama bukanlah menentukan sampai batas berapa mesin masih bisa menerima level vibrasi yang terjadi sebelum terjadinya failure, tetapi mendapatkan karakter vibrasi yang dapat menjadi warning terhadap masalah yang sedang berlangsung, sehingga dapat direncanakan tindakan antisipatif yang bisa dilakukann sebelum kegagalan terjadi. Problem yang dihadapi oleh analis vibrasi adalah menentukan atau membuat penilaian apakah level vibrasi yang terjadi masih dapat diterima dan memungkinkan mesin terus dioperasikan secara aman. Sejumlah institusi menetapkan standar yang dimaksudkan sebagai panduan umum/generik dalam menggunakan vibrasi sebagai indikator kondisi mesin.

18 Pada umumnya semakin tinggi amplitudo vibrasi semakin buruk kondisi mesin. Akan tetapi harus dipertimbangkan bahwa : a. Terdapat berbagai macam tipe mesin b. Mesin beroperasi pada berbagai macam kondisi c. Mesin mempunyai tingkat kekritisan yang berbeda-beda tergantung dari plant yang bersangkutan. d. Mesin tersusun dari berbagai macam tipe komponen. Untuk alasan berikut maka sangat sulit untuk membuat garis batas dimana mesin mengalami kegagalan. Ada beberapa standar untuk tingkat severity vibrasi. Apabila tidak ada standar dari pabrikan maka dapat menggunakan standar ISO 10816-3 berikut ini. Gambar 2.16 Standart ISO 10816-3 (Sumber : Mobius Institute, Hal F-7)

19 2.4 Diagnosa Vibrasi Analisa spektrum vibrasi yang dilakukan dapat mengetahui berbagai permasalahan yang terjadi pada mesin dengan melihat pola pola spektrum vibrasi yang terjadi. Permasalahan yang dapat disimpulkan dari analisis vibrasi ini antara lain unbalance, misalignment, poros yang melengkung ( Bent Shaft), kelonggaran mekanikal ( looseness) kerusakan pada bearings, resonansi dan oil whirl. 2.4.1 Unbalance Unbalance merupakan permasalahan yang paling sering terjadi yaitu hampir 40% dari masalah yang menyebabkan vibrasi adalah dikarenakan oleh Unbalance, Unbalance adalah kondisi dimana pusat masa tidak sesumbu dengan sumbu rotasi. Solusinya untuk unbalance yaitu dengan proses balancing / mesin tidak di operasikan atau diganti. Karakteristik Unbalance: 1. Amplitudo dominan pada 1X RPM 2. Vibrasi dominan pada arah Radial (Horizontal) 3. Time Waveform dari Unbalance sangat sinusoidal 4. Beda fasa antara pembacaan horizontal dan vertikal pada bearing yang sama adalah 90º (±30º) Out of Phase 5. Fasa pembacaan horizontal atau vertikal pada kedua bearing sefasa/ in phase (±30º).

20 RMS Velocity in mm/sec Displacement in Microns 14 12 10 8 6 4 2 0 80 40 0-40 -80 PU-2 - BA GATE COOLING FAN 2A BA.GATE-2A-MOH MOTOR OUTBOARD HORIZONTAL Route Spectrum 07-Feb-06 14:05:46 OVERALL= 11.42 V-DG RMS = 11.44 LOAD = 100.0 RPM = 2986. (49.77 H 0 10 20 30 40 50 60 70 Frequency in Orders 0 10 20 30 40 50 60 70 Time in msecs Sumber : PT PLN (Persero) Gambar 2.17 Spektrum dan Time Waveform dari Unbalance Route Waveform 07-Feb-06 14:05:46 P-P = 110.34 PK(+/-) = 60.32/69.06 CRESTF= 1.77 Ordr: 1.000 Freq: 49.78 Spec: 11.28 Jenis Unbalance: 1. Force Unbalance (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 1) Gambar 2.18 Force Unbalance

21 Force Unbalance, dimana ada dua gaya yang sama besar dan memiliki arah yang sama. Force Unbalance akan in-phase dan stabil. Spektrum akan dominan pada 1x RPM. Dapat dikoreksi dengan menempatkan satu balance weight (beban penyimpangan) dengan menggunakan metode satu plane. Ada perbedaan phase pada sisi inboard dan outboard horizontal, juga pada sisi inboard dan outboard wertikal dan ada perbedaan phase 90 o antara sisi vertikal dan horizontal dalam satu bearing (±30 o ). 2. Couple Unbalance (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 1) Gambar 2.19 Couple Unbalance Couple Unbalance, dimana ada ada dua gaya yang sama besar tapi memiliki arah yang berlawanan. Couple unbalanced menimbulkan 180 o out of phase dalam 1 shaft. Spektrum akan dominan pada 1x RPM. Amplitudo akan bervariasi dengan kuadrat kecepatan pada saat di bawah putaran kritis pertama rotor. Dapat juga menimbulkan vibrasi arah axial dan radial tinggi. Dapat dikoreksi menggunakan metode dua plane. Terdapat perbedaan phase 180 o antara outboard dan inboard horizontal, begitu juga antara outboard

22 dan inboardd wertikal. Bisa juga perbedaan phase 90 o antara arah vertikal dan horizontal pada satu bearing (±30 o ). 3. Dynamic Unbalance (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 1) Gambar 2.20 Dynamic Unbalance Dynamic Unbalance, dimana ada dua gaya yang tidak sama besar dan memiliki arah yang berlawanan. Dynamic Unbalance sering muncul dalam masalah unbalance yaitu merupakan kombinasi antara couple unbalance dan force unbalance. Spektrum dominan pada 1x RPM, dan dikoreksi dengan menggunakan metode dua plane. Perbedaan phase arah radial antara bearing outboard dan inboard berkisar antara 0 o 180 o. Dimana perbedaan phase arah horizontal hampir sama dengan perbedaan fase vertikal pada saat membandingkan pengukuran pada bearing outboard dan inboard (±30 o ). Kedua, jika unbalance dominan, menghasolkan beda phasa 90 o biasanya antara pengukuran arah vertikal dan horizontal pada masing masing bearing (±30 o ).

23 4. Overhung Unbalance (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 1) Gambar 2.21 Overhung Unbalance Overhung Unbalance, dimana hanya ada satu gaya dan biasanya terjadi pada mesin yang gantung. Overhung rotor unbalance menyebabkan spektrum tinggi pada 1x RPM arah aksial dan radial. Pada pembacaan arah axial cenderung in-phase sedangkan pembacaan beda phasa arah radial kemungkinan tidak stabil. Akan tetapi beda phasa arah horizontal dan vertikal akan sama pada unbalance rotor (±30 o ). Overhung rotor mempunyai keduanya yaitu force unbalance dan couple unbalance, begitu juga dengan metode koreksinya. Correction weight biasanya ditempatkan pada dua plane untuk melawan force dan couple unbalance.

24 2.4.2 Misalignment (Sumber : PT PLN (Persero)) Gambar 2.22 Jenis Unbalance Misalignment merupakan kondisi dimana sumbu aksial poros penggerak dengan poros yang digerakkan tidak segaris. Jika posisi dari sumbu aksial poros penggerak dengan poros yang digerakkan dalam keadaan tidak sejajar dengan ketinggian yang berbeda maka disebut parallel misalignment. Jika sumbu aksial poros penggerak dengan poros yang digerakkan posisinya saling menyudut, sedangkan kedua ujung (pada kopling) mempunyai ketinggian yang sama maka disebut angular misalignment. Kebanyakan kasus misalignment merupakan gabungan antara Parallel dan Angular misalignment.

25 Karakteristik dari misalignment campuran: 1. Vibrasi dominan pada 2x running speed pada arah axial dan radial. 2. Muncul harmonik dari running speed. 3. Pada waveform akan terjadi pengulangan pola dengan 1 atau 2 gelombang tiap putaran. (Sumber : PT PLN (Persero)) Gambar 2.23 Spektrum dan Time Waveform dari Misalignment

26 Pada dasarnya misalignment ada dua jenis, yaitu: 1. Offset atau Misalignment Parallel (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 1) Gambar 2.24 Parallel Misalignment Misalignment Offset, juga disebut sebagai misalignment parallel ini mirip dengan angular misalignment, tetapi vibrasi tinggi pada arah radial 180 o out of phasa dekat dengan kopling. Sering muncul 2x RPM lebih tinggi daripada 1x RPM, tetapi tingginya relative terhadap 1x RPM sering ditentukan oleh jenis kopling dan konstruksi. Meskipun begitu bisa juga muncul dominan 1x lebih tinggi, dikuti munculnya 2x dan 3x RPM pada arah radial. Ketika kerusakan angular atau radial misalignment bertambah parah, akan muncul amplitudo yang tinggi harmonik (4x 8x), atau bahkan seluruh amplitudo harmonik mirip dengan mechanical loosenenss. Jenis kopling dan material sangat mempengaruhi spektrum ketika misalignment bertambah parah akan tetapi tidak muncul raised noise floor.

27 2. Angular Misalignment (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 1) Gambar 2.25 Angular Misalignment Karakteristik dari angular misalignment ditandai vibrasi tinggi pada arah aksial, out of phasa 180 o dekat dengan kopling. Biasanya akan sering muncul vibrasi tinggi arah aksial pada 1x dan 2x RPM dimana 1x RPM lebih tinggi dari 2x RPM. Meskipun begitu bisa juga muncul dominan 1x, 2x dan 3x RPM, ini bisa juga merupakan indikasi kerusakan pada kopling. Angular misalignment yang sudah parah bisa memunculkan harmonik 1x RPM. Tidak seperti mechanical looseness type B, harmonik pada misalignment tidak memiliki noise floor. 2.4.3 Bent Shaft Bent shaft menyebabkan munculnya amplitudo pada 1X dan 2X RPM di arah aksial. Amplitudo akan dominan pada 1X RPM di arah Aksial jika posisi bengkoknya dekat dengan posisi tengah shaft atau 2X RPM jika posisi bengkonya dekat dengan kopling. Dalam mengidentifikasi masalah ini gunakan dial indicator untuk memastikan adanya bent shaft tersebut.

28 (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 1) Gambar 2.26 Bent Shaft 2.4.4 Mechanical Looseness Mechanical Looseness terdiri dari tiga tipe yaitu : Tipe A disebabkan oleh structural looseness dari kaki-kaki, baseplate atau pondasi, atau grouting yang jelek bisa juga pemasangan baut yang masih longgar, dan perubahan posisi frame/casing atau landasan (soft foot). Tahap analisa dapat dilihat dengan beda fasa 90 o 180 o pada pengukuran arah vertikal pada baut, kaki mesin, plat dasar atau landasan itu sendiri. (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 2) Gambar 2.27 Mechanical Looseness Tipe A Tipe B disebabkan oleh longgarnya pillow block/ring/cincin baut, struktur rangka atau bantalan bearing yang retak.

29 (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 2) Gambar 2.28 Mechanical Looseness Tipe B Tipe C biasanya dihasilkkan oleh ketidak tepatan kesesuaian antar komponen yang akan menyebabkan banyak harmonik akibat dari respon nonlinier bagian yang longgar terhadap gaya dinamis dari rotor. Hal ini menyebabkan time waveform yang terpotong dan raise noise floor pada spektrum tersebut. Tipe C sering disebabkan oleh longgarnya lapisan penutup bearing, bearing longgar dan berputar pada poros, clearence yang berlebihan pada salah satu sleeve bearing atau rolling element bearing, impeller yang longgar pada shaft. Fase pada tipe C juga sering tidak stabil dan sangat bervariasi dari satu pengukuran ke pengukuran berikutnya, terutama jika ada pergeseran posisi poros dari start up ke start up selanjutnya. Mechanical looseness sering sangat terarah dan dapat menyebabkan pembacaan yang berbeda dengan perbandingan 30 o pada arah radial pada satu rumah bearing. Juga perlu diingat, looseness sering muncul sub-harmonik tepat pada1/2 atau 1/3 RPM (0,5x, 1.5x, 2,5x, dll)

30 (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 2) Gambar 2.29 Mechanical Looseness Tipe C 2.4.5 Rolling Element Bearing Rolling element bearing terdiri dari beberapa komponen yaitu, cage, rolling element, inner ring, outer ring, dan seal. Kerusakan bearing biasanya terjadi pada inner ring ataupun outer ring, hal ini tergantung dari jenis penggunannya. Jika yang berputar adalah bagian outer ring, maka bagian inner ring yang rentan akan kerusakan dan sebaliknya. Kerusakan pada outer ring ataupun inner ring dapat diketahui dengan munculnya frekuensi dari outer ring, Bearing Pass Frequency Outer, (BPFO) atau inner ring Bearing Pass Frequency Outer (BPFI).

31 Frekuensi kerusakan bearings : BPFI : Ball Pass Frequency Inner Race BPFO : Ball Pass Frequency Outer Race BSF FTF : Ball Spin Frequency : Fundamental Train Frequency (Sumber : PT PLN (Persero)) Gambar 2.30 Rolling Element Bearing Kerusakan Rolling Element Bearings dapat diidentifikasikan dalam empat tahap, yaitu tahap pertama hingga tahap keempat. Berikut pola spektrum vibrasi yang terjadi pada tiap tahapannya. 1. Stage 1 (Ultrasonic Frequency) Kerusakan pada stage 1 memiliki karakteristik berupa; level vibrasi dari peralatan masih rendah dengan temperatur normal, noise masih rendah, dan pada tahap ini terlihat spektrum pada frekuensi tinggi. (Sumber : PT PLN (Persero)) Gambar 2.31 Kerusakan Rolling Element Bearing Stage 1

32 2. Stage 2 (Natural Frequency) Kerusakan pada tahap ini memiliki karakteristik berupa adanya kenaikan pada overall level vibrasi,adanya kenaikan temperatur, terjadinya kenaikan level noise dari peralatan dan amplitudo spektrum pada spike energi meningkat tajam, dan bearing frekuensi mulai terlihat (BPFI atau BPFO) (Sumber : PT PLN (Persero)) Gambar 2.32 Kerusakan Rolling Element Bearing Stage 2 3. Stage 3 (Defect Frequency & Harmonik) Kerusakan pada tahap ini memiliki karakteristik berupa terdengarnya bungi kasar dari bearing, terjadinya kenaikan temperatur bearing, Bearing Frequency dan harmonik yang diikuti dengan side band terlihat jelas, dan pengukuran menggunakan spike energi sangat tinggi.

33 (Sumber : PT PLN (Persero)) Gambar 2.33 Kerusakan Rolling Element Bearing Stage 3 4. Stage 4 (Random Broadband) Kerusakan tahap ini memiliki karakteristik berupa level noise terdengar jelas dan bervariasi, temperatur meningkat drastis, spike energi pada pengukuran dengan ultrasonik tiba tiba meningkat drastis, overall vibration pada velocity dan Displacement meningkat drastis namun pada Acceleration mengalai penurunan, dan noise floor sangat dominan. (Sumber : PT PLN (Persero)) Gambar 2.34 Kerusakan Rolling Element Bearing Stage 4

34 2.4.6 Resonansi Resonansi terjadi jika sistem dieksitasi oleh sumber vibrasi lain yang memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi pribadi system. Resonansi bukanlah suatu jenis kerusakan karena tidak mengakibatkan terjadinya vibrasi tetapi hanya memperkuat amplitudo vibrasi suatu sistem. Besarnya frekuensi pribadi dan amplitude resonansi ditentukan oleh masa, kekakuan dan redaman. 2.4.7 Oil Whril Gambar 2.35 Resonansi (Sumber : Mobius Institute, Hal. D-25) Oil Whril adalah kondisi dimana suatu mesin atau peralatan mengalami kekurangan pada pelumasan. Oil Whril dapat dideteksi dengan pengukuran vibrasi, dimana spektrum akan muncul pada frekuensi Sub Syncronous (0,4X - 0,6X RPM).

35 (Sumber : Illustrated Vibration Diagnostic, Hal. 2) Gambar 2.36 Oil Whril Keterangan : 30 K : 30.000 Hertz 120 K : 120.000 Hertz 1 Order : 1 x RPM 1 Order : Putaran : 60 (cps)