AFIKS-AFIKS PEMBENTUK VERBA DENOMINAL DALAM BAHASA JAWA ABSTRACT

dokumen-dokumen yang mirip
AFIKS-AFIKS PEMBENTUK VERBA DENOMINAL DALAM BAHASA JAWA

BAB V PENUTUP. rubrik cerita Pasir Luhur Cinatur pada majalah PS, maka diperoleh simpulan

BENTUK DAN MAKNA VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA DALAM SARIWARTA PADA PANJEBAR SEMANGAT EDISI TAHUN 2011

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan

VERBA DENOMINAL BAHASA JAWA PADA MAJALAH DJAKA LODHANG EDISI JULI SAMPAI SEPTEMBER TAHUN 2008

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

THE AFFIXATION OF JAVA LANGUAGE KRAMA INGGIL DIALECT OF EAST JAVA IN THE VILLAGE SUAK TEMENGGUNG DISTRIC OF PEKAITAN ROKAN HILIR

ARTIKEL JURNAL LINA NOVITA SARI NPM Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

Infleksi dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

DERIVASI DALAM ROMAN DI BAWAH LINDUNGAN KA BAH KARYA HAMKA JURNAL

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli Afiksasi Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda (Studi Kontrastif)

BAB I PENDAHULUAN. menelanjangi aspek-aspek kebahasaan yang menjadi objek kajiannya. Pada akhirnya, fakta

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis

AFIKS-AFIKS PEMBENTUK VERBA DENOMINAL, VERBA DEADJEKTIVAL, DAN VERBA DEVERBAL DALAM BAHASA JAWA

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN AFIKS PADA KARANGAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SAMBI

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

DERIVASI VERBA DENOMINAL DAN VERBA DEADJEKTIVAL DENGAN PROSES AFIKASI DALAM BAHASA JAWA (KAJIAN MORFOLOGI)

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

sudah diketahui supaya tidak berulang-ulang menyebut benda tersebut, bahasa Jawa anak usia lima tahun yang berupa tingkat tutur krama, berjenis

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA BUGIS DIALEK SIDRAP Masyita FKIP Universitas Tadulako ABSTRAK Kata kunci: Afiks, Verba, Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

MASALAH-MASALAH MORFOLOGIS DALAM PENYUSUNAN KALIMAT SISWA KELAS XSMA WAHIDIYAH KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

HIERARKI AFIKSASI PADA VERBA BAHASA INDONESIA (BI) DARI PERSPEKTIF MORFOLOGI DERIVASI DAN INFLEKSI 1) Ermanto Universitas Negeri Padang

Analisis Pemakaian Afiks pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia Karya Taufiq Ismail

ANALISIS KONTRASTIS BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA. Riris Tiani Fakultas Ilmu Budaya Undip

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

HUMANIKA Vol. 21 No. 1 (2015) ISSN Analisis Kontrastis Bahasa Jawa Dengan Bahasa Indonesia Riris Tiani

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan

BAB V KESIMPULAN. polisemi, dan tipe-tipe hubungan makna polisemi. Hasil penelitian yang

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

KATA BERSUFIKS PADA TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas

KATA KERJA DALAM BAHASA MELAYU DIALEK SANGGAU DI MELIAU

Oleh:Nur Aini Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau...,

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

ANALISIS BENTUK MORFEM BAHASA MELAYU DIALEK TANJUNG AMBAT KECAMATAN SENAYANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

AFIKSASI BAHASA JAWA-BANTEN PADA LAGU DAERAH BANTEN SEBAGAI PESONA IDENTITAS LOKAL. Sundawati Tisnasari 1 Agustia Afriyani 2

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA PADA JUDUL BERITA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS EDISI OKTOBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

PROSES MORFOLOGIS KATA MINTA DAN SINONIMNYA. Siti Azizah*), Ary Setyadi, dan Sri Puji Astuti

Penguasaan Kelas Kata Bahasa Indonesia. Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 18 Padang. Sri Fajarini. Mahasiswa Universitas Andalas)

PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. (2012: ) menjelaskan pengertian identitas leksikal berupa kategori kelas kata

PERILAKU SINTAKSIS VERBA INFLEKSIONAL BAHASA INDONESIA (Syntactic Categories of Inflectional Verbs in Indonesian Language) oleh/by: Wagiran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

ANALISIS AFIKSASI BAHASA MELAYU SUB DIALEK MANTANG BESAR KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN ARTIKEL E-JOURNAL

INTERFERENSI MORFOLOGI BAHASA OGAN DALAM PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA MURID SEKOLAH DASAR. Oleh: Dewi Sri Rezki Cucu Sutarsyah Nurlaksana Eko Rusminto

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

AFIKS DERIVASIONAL DAN INFLEKSIONAL BAHASA SOBEY DI KABUPATEN SARMI PROVINSI, PAPUA

AFIKSASI BAHASA MELAYU DIALEK NGABANG

Analisis Kesalahan Berbahasa Jawa dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ambal Tahun Pelajaran 2014/2015

AFIKS PEMBENTUK VERBA BAHASA JAWA DIALEK TEGAL KAJIAN DESKRIPTIF STRUKTURAL

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

PROSES MORFOLOGI INFLEKSI PADA ADJEKTIVA BAHASAA INDONESIA THE MORPHOLOGICAL INFLECTION PROCESS OF ADJECTIVE IN BAHASA INDONESIA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

Pembentukan Kata Dalam Bahasa Arab (Sebuah Analisis Morfologis K-T-B )

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJUAN PUSTAKA

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA BIDANG MORFOLOGI PADA MADING DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA JURNAL ILMIAH

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

PADANAN VERBA DEADJEKTIVAL BAHASA JAWA DENGAN BAHASA INDONESIA DALAM NOVEL PUSPA RINONCE DAN LAYANG SRI JUWITA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

ANALISIS MORFOFONEMIK NOVEL KADURAKAN ING KIDUL DRINGU KARYA SUPARTO BRATA

ANALISIS MORFEM BEBAS DAN MORFEM TERIKAT BAHASA MELAYU DIALEK RESUN KECAMATAN LINGGA UTARA KABUPATEN LINGGA ARTIKEL E-JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

Oleh: RIA SUSANTI A

Transkripsi:

AFIKS-AFIKS PEMBENTUK VERBA DENOMINAL DALAM BAHASA JAWA Nanik Herawati 1 ; Rustono 2 ; Soepomo Poedjosoedarmo 3 1 Mahasiswa S3 Linguistik Universitas Sebelas Maret Surakarta 2 Universitas Negeri Semarang 3 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 1 magistraunwidha@yahoo.com ABSTRACT Research purposes are (1) to identify affixes in Javanese language which form denominal verbs and to explain the functions and meanings of javanese verbal derivation, and (2) to explain productivity of derivative affixes in forming denominal verbs in Javanese languange. The theoritical basis used in the research covers (1) morphology, (2) verbs, (3) affixes, (4) derivational morphology, (5) inflectional morphology (6) kinds of Javanese derivations, and (7) productivity of affixes in Javanese verbs. This research is qualitative one with linguistic structure as research method. This research data is in the form of sentences in which there are verb affixation that occupy the function as predikat in the sentences. Agih method is used in data analysis. The study of denominal verb in the Javanese language with the process of affixation can be in the forms of: (1) affixes that form denominal verbs, (2) infixes that form denominal verbs, (3) suffixes that form denominal verb, and (4) combined affixed that form denominal verbs. Productivity of affixes in forming Javanese denominal verbs can be: (1) prefix with high productivity in forming Javanese denominal verbs, (2) infixes with fair productivity in forming Javanese denominal verbs, (3) suffixes with high productivity in forming Javanese denominal verbs, and (4) combined affixes with high productivity in forming Javanese denominal verbs. Key words: derivation, affixes, verbs. PENDAHULUAN Infleksi dan derivasi merupakan persoalan klasik di dalam tata bahasa tradisional dan selalu dibedakan di dalam pemerian morfologi bahasa Indo-Eropa (Subroto:53). Meskipun keduanya merupakan proses morfologi yang berbeda, keduanya saling berkaitan erat antara satu dengan yang lain dan pemerian tentang keduanya saling melengkapi. Menurut Subroto (1985) proses derivasional ada dua macam, yakni derivasi transposisional dan derivasi taktransposisional. Derivasi transposisional adalah derivasi yang mengakibatkan terjadinya perubahan kelas kata, sedangkan derivasi taktransposisional adalah derivasi yang tidak mengubah kelas katanya. 325

Ada banyak pakar bahasa yang membicarakan derivasi dan infleksi antara lain: Uhlenbeck (1953, 1971), Lyons (1968), Matthews (1974), Subroto (1985), Bauer (1988), Katamba (1993), Verhaar (1999). Artikel Uhlenbeck (1983) berfokus pada masalah morfologi verba. Lyons (1968) membicarakan masalah morfologi derivasi dan morfologi infleksi, begitu juga Matthews (1974) memilah morfologi menjadi dua yakni morfologi inflkesional dan morfologi derivasional. Subroto (1985) dalam disertasinya yang berjudul Transposisi dari Adjektiva menjadi Verba dan Sebaliknya. Bauer (1983) juga memilah morfologi menjadi dua bentuk infleksi dan word formation (membicarakan tentang afiksasi derivasional dan pemajemukan). Penelitian ini hanya difokuskan pada afiks-afiks pembentuk verba denominal dalam bahasa Jawa. Verba denominal maksudnya kata kerja yang berasal dari bentuk dasar kata benda. Proses derivasi dalam bahasa Jawa dibedakan menjadi dua yakni derivasi transposisional dan derivasi taktransposisional. Verba denominal, merupakan proses derivasi yang transposisional. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut: 1) Afiks-afiks apa saja yang membentuk verba denominal dalam bahasa Jawa? 2) Bagaimanakah produktivitas afiks-afiks dalam menurunkan verba denominal bahasa Jawa? Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasikan afiks-afiks Bahasa Jawa yang membentuk verba denominal serta menjelaskan fungsi dan makna derivasi dalam menurunkan verba bahasa Jawa. 2) Memaparkan produktivitas afiks derivasi dalam menurunkan verba denominal. TEORI DAN METODOLOGI 1. Disertasi Subroto (1985) Disertasi Subroto (1985) yang berjudul Transposisi dari Adjektiva Menjadi Verba dan Sebaliknya dalam Bahasa Jawa membedakan derivasi dan infleksi. Selain itu juga menyebut proses derivasi tersebut dengan istilah transposisi bila berubah kelas katanya dan taktransposisi bila tidak berubah kelas katanya. 326

2. Morfologi Menurut Kridalaksana (1982:111) morfologi merupakan bidang linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya : Kajian morfologi disini mencakup satuan-satuan terkecil yaitu morfem dan satuan terbesar yaitu kata. Morfologi mempelajari seluk beluk pembentukan kata disertai dengan perubahan fungsi dari makna. Sulchair (1987:50) mengatakan proses morfologi ada tiga macam, yaitu afiksasi, reduplikasi, dan pemajemukan. Perubahan kata dengan afiksasi seperti pada kata kathok celana (N) kathokan memakai celana (V), paku paku (N) maku memaku (V). 3. Verba Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa mengenal dua macam bentuk verba, yaitu (1) verba asal dan (2) verba turunan. Verba asal dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, seperti adus, turu, lunga, mati. Verba turunan verba yang menggunakan afiks, dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu; a. Verba yang dasarnya adalah dasar bebas misalnya singkir singkir, memerlukan afiks agar dapat berfungsi sebagai verba sehingga menjadi nyingkir menepi ; b. Verba yang dasarnya adalah dasar bebas misalnya lunga pergi yang dapat berdiri sendiri sekaligus dapat pula memiliki afiks misalnya nglungani pergi diam-diam ; c. Verba yang dasarnya adalah dasar terikat misalnya temu temu yang memerlukan afiks sehingga menjadi nemu. 4. Afiksasi Salah satu proses morfologis yang ada pada bahasa Jawa ialah proses afiksasi. a. Prefiks (Ater-ater) : Prefiks atau ater-ater merupakan imbuhan yang ditempatkan di awal kata. Prefiks bahasa Jawa berupa ater-ater anuswara {m-, n-, ng-, dan ny-} ater-ater {a-}, {ma N-}, {ka-}, {ke-}, {di-}, {sa-}, {mi-}, {pa-}, {mer-}, pa+anuswara 327

{pam-, pan-, pany, pang-}, {pri-}, {pra-}, {tar-}, {kuma-}, {kami-}, {kapi-} (Wedhawati, 2006). b. Infiks (seselan) : Infiks atau seselan adalah imbuhan yang dilekatkan ditengah kata atau diawal kata, berupa : {-um-}, {-in}, {-el-}, {-er}. Penggunaan infiks seperti : tinali, ginandheng c. Sufiks (Panambang) : Sufiks atau panambang merupakan imbuhan yang dilekatkan di akhir kata dasar. Sufiks bahasa Jawa yaitu : {-a}, {e} beralomorf {-ne, -ipun}, {-i} beralomorf {-ni}, {-an} beralomorf{-nan}, {-er}, {-ane}, {-ana}, {-ake} beralomorf {- ke dan aken}, {-ne}, dan {-na}. Penggunaan sufiks seperti tukua, bungkuse d. Konfiks (ater-ater + panambang) : Konfiks adalah gabungan prefiks dan sufiks pada kata dasar. Gabungan antar ater-ater dan panambang yaitu : {N+-a, -na, -i, -e, ake}, {di+ -e, a, i, ne, ake}, {pa + -an, ane}. Contoh konfiks di dalam bahasa Jawa : padusan, nulisake 5. Morfologi Derivasional dan Infleksional Pembahasan mengenai derivasi oleh Bauer (1988:75-84) yakni: (1) derivasi mengakibatkan perubahan kategori kelas kata, (2) afiks infleksi mempunyai makna tetap, (3) derivasi kurang produktif bila dibandingkan infleksi, (4) afiks derivatif lebih dekat ke akar bila dibandingkan infleksi, (5) hasil derivasi dapat digantikan oleh bentuk monomorfemik, (6) infleksi merupakan afiks yang tertutup, morfologi infleksi relevan untuk sintaksis. 6. Produktivitas Afiksasi pada Verba Bahasa Jawa Bauer (1983: 63) menyatakan bahwa produktivitas adalah salah satu perlengkapan bahasa yang memungkinkan pembicara asli bahasa itu dalam menghasilkan bentukan-bentukan yang takterbatas jumlahnya dan beberapa di antaranya merupakan bentukan baru. 328

Metodologi Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, dengan cara menganalisis data secara induktif (Subroto 1992:7) penelitian kualitatif dipandang tepat untuk mengkaji masalah morfologi afiksasi verba Bahasa Jawa. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dalam arti memerikan gejala-gejala lingual secara cermat dan teliti. Jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan setting apa adanya yang pada dasarnya mendeskripsikan secara kualitatif dalam bentuk kata-kata, bukan angkaangka matematis atau statistik (Lindlof, 1994: 21). Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode Agih (Sudaryanto, 1993: 15) yang alat penentunya adalah bahasa itu sendiri. Teknik analisis data menggunakan analisis interaktif (Sutopo, 200). Adapun siklus pengumpulan data bersifat induktif yang mencakup seleksi data, klasifikasi data, dan penyajian data. Untuk menemukan kaidah dalam tahap analisis data menggunakan metode padan, metode agih, dan metode reflektif introspeksi (Sudaryanto, 2001). Untuk menganalisis proses afiksasi derivative digunakan teknik oposisi dua-dua. Teknik oposisi dua-dua adalah teknik mengoposisikan verba afiksasi atau reduplikasi dengan D (Subroto, 1992:72). Teknik oposisi dua-dua bertujuan untuk menunjukkan ada tidaknya perbedaan identitas leksikal yang menyangkut perbedaan kelas kata. AFIKS-AFIKS PEMBENTUK VERBA DENOMINAL, FUNGSI DAN MAKNA DALAM MENURUNKAN BAHASA JAWA A. Prefiks Pembentuk Verba Denominal 1. Prefiks Nasal {N-} Bentuk Prefiks Nasal {N-} atau suara hidung mempunyai lima alomorf yaitu, {m-, N-, ng-, ny-, dan nge}. Verba bentuk {N-} termasuk verba aktif transitif atau intransitif. Apabila {N-} diikuti oleh morfem dasar berawal dengan fonem /p/, /w/, /m/, /t/, /th/, /n/, /k/, /s/, /c/, dan /ny/ maka akan luluh menjadi satu dengan {N-}. Prefiks {N-} akan 329

berbentuk /m-/ apabila morfem dasar berawal dengan konsonan /b, p, dan w/. Contoh: mbanyu, pacul, madung Fungsi Prefiks {N-} adalah pembentuk verba aktif. Contoh kata kerja aktif transposisi dari kata benda dengan prefiks {N-} yaitu: nggunting, nyendhok, nyethok, nguping. Makna Prefiks Nasal {N-} a. D + {N-} melakukan perbuatan atau aktivitas sesuai dengan apa yang dinyatakan pada bentuk dasar. (1) Bapak macul neng kebon. macul melakukan aktivitas mencangkul (2) Mas Danu lagi latihan mbedhil. mbedhil melakukan aktivitas menembak Perubahan kelas kata dari nomina menjadi verba tersebut dapat diketahui dengan tes keanggotaan kategorial dan juga dapat dilakukan pengecekan dengan teknik oposisi dua-dua sebagai berikut. No. Verba Denominal Bentuk Dasar Proses Afiksasi 1. macul (V) pacul (N) {N-} + D 2. mbedhil (V) bedhil (N) {N-} + D B. Infiks Pembentuk Verba Denominal Infiks atau seselan yaitu imbuhan yang dilekatkan di tengah kata atau di awal kata. Afiks dalam bahasa Jawa ada empat yaitu: {-um-}, {-in-}, {el-}. dan {er-}. 1. Infiks {-in} Bentuk verba infiks {-in-} termasuk verba pasif. Verba bentuk {-in-} dipergunakan jika pelaku tindakan orang ketiga, baik tunggal maupun jamak. Fungsi Infiks {-in}: pembentuk verba pasif. Contoh kata kerja pasif transposisi dari kata benda : inguleg, tinali. Makna Infiks {-in-} a. D + {-in-} dikenai tindakan seperti yang dilakukan pada bentuk dasarnya (3) Sambele inguleg nganti lembut. inguleg diuleg 330

(4) Bukune Dewi tinali pita. tinali ditali Perubahan kelas kata dari nomina menjadi verba di atas dapat diketahui dengan tes keanggotaan kategorial dan juga dapat dilakukan pengecekan dengan teknik oposisi dua-dua, sebagai berikut. No. Verba Denominal Bentuk Dasar Proses Afiksasi 1. inguleg (V) uleg (N) {-in-} + D 2. tinali (V) tali (N) {-in-} + D C. Sufiks Pembentuk Verba Denominal Sufiks bisa juga disebut panambang atau bahkan ada yang menyebut akhiran. Sufiks yaitu imbuhanyang dilekatkan di akhir kata. 1. Sufik {-a} Bentuk Sufik {-a} : Sufiks {-a} bisa bersambung dengan kata yang berakhir vokal maupun konsonan. Sufiks {-a} termasuk verba inperatif. Fungsi Sufik {-a} :Pembentuk verba imperatif, pengandaian, dan pegharapan. Kata kerja imperatif dipergunakan untukmemberikan perintah pada orang kedua. Makna verba {-a} sebagai berikut. a. D + {-a} perintah untuk bertindak pada orang kedua (5) Bud, omaha neng ndesa wae!, omaha berumahlah (6) Jamua sik, ben awakmu sehat!, jamua minumlah jamu Perubahan kelas kata dari nomina menjadi verba di atas dapat diketahui dengan tes keanggotaan kategorial dan juga dapat dilakukan pengecekan dengan teknik oposisi dua-dua sebagai berikut. No. Verba Denominal Bentuk Dasar Proses Afiksasi 1. omaha (V) omah (N) D+ {-a} 2. jamua (V) jamu (N) D+ {-a} D. Konfiks Pembentuk Verba Denominal 1. Konfiks {N-... -i} 331

Bentuk Konfiks {N-... -i} : konfiks {N-... -i} apabila melekat pada bentuk dasar nomina akan menjadi verba aktif. Contoh konfiks {N-... -i} makoni, ngguntingi, nyamaki. Fungsi Konfiks {N-... -i} : konfiks {N-... -i} merupakan pembentuk verba aktif transitif. Contoh konfiks {N- -i} verba aktif transitif: ngunyahi, naleni. Makna Konfiks {N-... -i} 1) D + {N-... -i} memberi seperti apa yang dinyatakan pada bentuk dasarnya (7) Menehi dheweki kuwi kaya nguyahi segara. nguyahi memberi garam (8) Bu Warnu naleni klambine, ben kenceng. naleni memberi tali Perubahan kelas kata dari nomina menjadi verba di atas dapat diketahui dengan tes keanggotaan kategorial dan juga dapat dilakukan pengecekan dengan teknik oposisi duadua, sebagai berikut. No. Verba Denominal Bentuk Dasar Proses Afiksasi 1. nguyahi (V) uyah (N) D + {N-... -i} 2. naleni (V) tali (N) D + {N-... -i} PRODUKTIVITAS AFIKS-AFIKS PEMBENTUK VERBA DENOMINAL DALAM MENURUNKAN BAHASA JAWA A. Produktivitas Prefiks Nasal {N-} Produktivitas berkaitan dengan fenomena yang nyata dari pembentukan kata dengan proses afiksasi. Produktivitas di sini berarti pembentukkan kata dengan prefiks nasal {N-} di dalam penerapan pola atau kaidah produktif, diterapkan secara terus menerus, bersifat terbuka dalam sistem tersebut berkaitan dengan jumlah yang banyak atau besar. Ada beberapa tingkatan yang berhubungan dengan masalah Produktivitas pembentukan kata, yaitu: produktif, cukup produktif, kurang produktif, tidak produktif. Dilihat dari kriteria di atas, prefiks Nasal {N-} di dalam proses pembentukan kata derivasional sangat produktif dan kaidahnya sangat sistematik, pola atau kaidah pembentukan verba denominal bisa diterapkan terus menerus, sifatnya terbuka dalam sistem itu, mencakup jumlah yang banyak. 332

B. Produktivitas Infiks {-in-} Infiks {-in-} dalam pembentukan verba denomina cukup produktif. Pola dan kaidahnya sitematik, bisa menjadi infiks bagi bebrerapa bentuk dasar yang memenuhi syarat, cukup bisa diterapkan terus menerus dan sifatnya cukup terbuka dalam sistem itu, jumlahnya cukup banyak C. Produktivitas Sufiks {-a} Sufiks {-a} dalam pembentukan verba denomina kurang produktif. Pola atau kaidah pembentulan verba denominal dengan proses sufiks {-a} kurang bisa diterapkan terus menerus dan sifatnya kurang terbuka dalam sistem itu, mencakup jumlah yang kurang banyak. D. Produktivitas Konfiks {N-... -i/-ni} Konfiks {N-... -i/-ni} dalam pembentkan verba denomina produktif. Pola atau kaidah pembentulan Verba denominal dengan proses konfiks {N-... -i/-ni} bisa diterapkan terus menerus dan sifatnya terbuka dalam sistem itu, mencakup jumlah yang banyak, dan sistematik. SIMPULAN Penelitian ini hanya membahas tentang afiks-afiks pembentuk verba denominal dalam bahasa Jawa. 1. Prefiks Pembentuk Verba Denominal. Prefiks {N-} + D, Fungsi : membentuk verba aktif, adapun maknanya sebagai berikut: melakukan perbuatan atau aktifitas sesuai dengan apa yang dinyatakan pada bentuk dasar. 2. Infiks Pembentuk Verba Denominal Infiks {-in} termasuk verba pasif, dipergunakan jika pelaku tindakan orang ketiga, baik tunggal maupun jamak. 3. Sufiks Pembentuk Verba Denominal 333

Sufik {-a} bisa bersambung dengan kata yang berakhir vokal maupun konsonan. Beberapa bentuk Verba denominal dengan proses sufiks {-a} misalkan udana, grimisa, mendunga. Fungsi verba {-a} Pembentuk verba imperatif, pengandaian, dan pegharapan. Makna verba {-a} sebagai perintah untuk bertindak pada orang kedua. 4. Konfiks Pembentuk Verba Denominal Konfiks {N- -i} apabila melekat pada bentuk dasar nomina akan menjadi kata kerja atau verba denominal, seperti kata paku, gunting, samak bila mendapat imbuhan konfiks [N- -i] menjadi makoni, ngguntingi, nyamaki. Fungsi: Verba denomina bentuk [N- -i] termasuk verba aktif transitif dengan bentuk dasar yang berwujud morfem pangkal. Makna: memberi seperti apa yang dinyatakan pada bentuk dasarnya; memakaikan seperti apa yang dinyatakan pada bentuk dasarnya. DAFTAR PUSTAKA Bauer, Laurie. 1983. English word-formation. Cambridge: Cambridge University Press Bauer, Laurie. 1988. Introducing Linguistic Morphology. Great Britain: Edinburgh University Press. Chaer, Abdul. 2003. Seputar Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Eko Wardono, B. Karno. 1982. Verba Denomina dan Nomina Deverba dalam Bahasa Jawa Baku. Disertasi, Jakarta: Universitas Indonesia. Katamba, Francis. 1994. Morphology. London: The Macmillan Press. Kridalaksana, Harimurti. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kridalaksana, Harimurti. 1988. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. (Terjemahan I. Soetikno). Jakarta: Gramedia. Leech, Geoffrey. 1997. Semantik ( Terjemahan Paina dan Soemitro). Surakarta: Sebelas Maret University Press. Matthews, P.H. 1974. Morphology: An Introduction to the Theory Cammbridge: Cambridge University Press. of World-Structure. M. Ramlan. 1985. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta; C.V. Karyono. 334

Padmasoekatja, S. 1986. Paramasastra Jawa. Surabaya: Citra Jaya Murti. Parera, Jos Daniel. 1994. Morfologi Bahasa. Jakarta: Gramedia. Poedjosoedarmo, Soepomo dkk, 1979. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Purnanto, Dwi. 2006. Kajian Morfologi Derivasional dan Infleksional dalam Bahasa Indonesia. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra. Sasangka, Sry Satriya Tjatur Wisnu. 2001. Paramasastra Jawa Gagrag Anyar. Jakarta: Yayasan Paramalingua Soetopo, H.B. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif: Metodologi Penelitian untuk Ilmu- Ilmu Sosial dan Budaya. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta. Subroto, D. Edi. 1985. Transposisi dari Adjektiva Menjadi Verba dan sebaliknya dalam Bahasa Jawa. Desertasi Universitas Indonesia. Subroto, D. Edi. 1985. Infleksi dan Derivasi (Kemungkinan Penerapannya dalam Pemerian Morfologi Bahasa Indonesia), Makalah dalam Pertemuan Ilmiah VII Bahasa dan Sastra Indonesia, se-jateng dan DIY, 14-15 Oktober 1985. Yogyakarta: Sarjana Wiyata Taman Siswa. Sudaryanto, 2001. Metode dan Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana Universitas Press. Tampubolon. 1983. Verbal Affixition in Indonesian: A semantic Exploration. Australia: The Australian National University. Uhlenbeck, E.M. 1982. Kajian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan. Verhaar, J.W.M. 1977. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Verhaar, J.W.M, 2001. Asas-Asas linguistik Umum. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Wedhawati. 2001. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Jakarta: Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa. 335