BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. wilayah sebesar km². Dari total luas keseluruhan tersebut, sebesar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak

BAB I PENDAHULUAN. dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. merupakan faktor yang paling penting agar pendapatan negara dari sektor

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 47/PJ/2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dukungan dari sumber sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan daerah. Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan adanya sistem yang berlaku baik dari adat, budaya, agama,

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak berupa bumi dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam keuangan daerah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI REALISASI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN KLATEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1 mendefinisikan pajak dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan dukungan dana. Pemerintah memprioritaskan menggunakan dana

BAB I PENDAHULUAN. disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-43/PJ/2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan

1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

EVALUASI PENERIMAAN PBB PASKA UU PDRD (UU NO 28 TAHUN 2009) ( Studi Kasus Diwilayah Kabupaten Sukoharjo ) NASKAH PUBLIKASI

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82/PMK.03/2017 TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

IMPLEMENTASI PENGALIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI. Oleh: Martha Feghita Ayu

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, berisi mengenai

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bentuk kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal untuk

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. tangga dimana mengenal sumber penerimaan dan pos pos pengeluaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap hubungan

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017 Website :

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB I PENDAHULUAN. ini ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan wujud partisipasi dari masyarakat dalam. pembangunan nasional. Pajak merupakan salah satu pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 28 Tahun 2009 mulai 1 Januari 2010 Pajak Bumi dan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia senantiasa melakukan pembangunan nasional untuk mensejahterakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan reformasi disegala bidang membawa dampak terhadap

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN SURAT EDARAN NOMOR SE-07/PJ/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari sektor pajak. Potensi penerimaan yang tinggi dan realisasinya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dalam negeri dan luar negeri. Sumber dana dari dalam negeri antara lain

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

ANALISIS EFEKTIFITAS DAN KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA KPP PRATAMA SERPONG TERHADAP PENDAPATAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. vertikal kekuasaan dipencarkan ke daerah. 1 Desentralisasi fiskal sendiri

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. (Diana Sari, 2013:40). Selanjutnya Diana Sari menyatakan, sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dan pelaksanaan pembangunan nasional. Keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional untuk mencapai

ANALISIS PERBANDINGAN PENERIMAAN SEBELUM DAN SESUDAH DESENTRALISASI PBB MENJADI PBB-P2 PADA PEMERINTAH KOTA GORONTALO

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...*)

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

BAB III ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstensifikasi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dengan adanya sistem desentralisasi maka pemerintah pusat

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

Kini PBB Menjadi Pajak Daerah!

BAB I PENDAHULUAN. Kemandirian keuangan daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk dikembalikan ke masyarakat walaupun tidak dapat dirasakan

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL... i. HALAMAN PERSETUJUAN... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN PRIBADI... iv. ABSTRAK... v. ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN. pulihnya perekonomian Amerika Serikat. Disaat perekonomian global mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB I PENDAHULUAN. Inspeksi Keuangan (KIK) Surakarta yang membawahi di antaranya KDL Tk. I

Oleh Sunyoto, SE. MM. Ak. Ery Hidayanti, SE. MM. Ak. Dosen Program Studi Akuntansi STIE Widya Gama Lumajang ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 05/PJ/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi besar terhadap pembangunan negara. Pajak. digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi

BAB I PENDAHULUAN. pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Penerimaan pajak digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Republik. Negara kita Negara Indonesia ini mempunyai sebuah landasan atau sebuah

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan dana untuk membiayai segala kebutuhannya. Tidak terkecuali

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan bentuk reformasi yang terjadi pada level pemerintah daerah. Reformasi pada tingkat struktur pemerintahan dikenal dengan kebijakan desentralisasi dan pengelolaan pemerintah daerah disebut dengan otonomi daerah (Halim, 2009). Bentuk dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah salah satunya tentang pengelolaan jenis pajak yang dahulu dikelola pemerintah pusat, sekarang diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Reformasi perpajakan di Indonesia dicetuskan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1983 atau 38 tahun setelah Indonesia merdeka (Pamuji, 2011). Salah satu perubahannya adalah Undang Undang Pajak dan Retribusi Daerah dengan beberapa kali perubahan. Yang terakhir adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Perkembangan terbaru tentang pajak daerah saat ini yaitu pelimpahan kewenangan pengelolaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 kepada pemerintah daerah sesuai pasal 182 ayat 1, dilaksanakan selambat-lambatnya 1 Januari 2014.

Wacana pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebenarnya sudah berlangsung lama, dan baru terwujud setelah adanya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Mekanisme pengelolaan PBB-P2 dahulu dipungut dan diadministrasikan semuanya oleh pemerintah pusat tetapi hasilnya dibagikan lagi kepada masing-masing pemerintah daerah untuk pembangunan daerah. Mekanisme persentase bagi hasil pajak bumi dan bangunan berdasarkan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yaitu 10% untuk pusat, 16,2% untuk propinsi dan 64,8% untuk kabupaten/kota. Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) membawa banyak perubahan, salah satunya terkait dengan mekanisme pengelolaan PBB-P2 yang diserahkan kepada masing-masing daerah. Tata cara pengalihan PBB P2 sebagai pajak daerah telah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah. Peraturan bersama tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010 tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER DJP) mengatur setidaknya ada tiga instansi yang terlibat serta memiliki tugas dan tanggung jawab dalam persiapan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah, yaitu: a. Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) 2

b. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) c. Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) Ketiga instansi tersebut memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda tetapi saling berkaitan satu dengan yang lain. Penelitian ini hanya akan berfokus pada tugas dan tanggung jawab Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama serta proses pengalihan PBB P2 di pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010.Menurut Buku Saku Pengalihan PBB-P2 2013, salah satu yang menjadi tolak ukur keberhasilan pengalihan PBB- P2 yaitu proses pengalihan berjalan dengan lancar dengan biaya yang minimal. Dari tolak ukur keberhasilan tersebut maka peneliti ingin mengetahui proses pengalihan pengelolaan PBB-P2. Menurut artikel Menanti Pengelolaan PBB oleh Pemda yang ditulis dalam website www.pandupajak.org, baru sekitar 25% atau 123 daerah dan satu propinsi yang per 2013 telah mengambilalih pengelolaan PBB-P2 dari 511 total kabupaten/kota di Indonesia. Sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang telah melaksanakan atau mengambil alih pengelolaan PBB-P2 secara mandiri yaitu Kota Yogya per 2012, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman per 2013, sedangkan dua kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul sedang dalam proses menuju pengelolaan mandiri PBB-P2. Kabupaten Bantul adalah kabupaten yang telah mengambilalih pengelolaan PBB per 2013. Menurut Kepala Bidang Penagihan Dinas 3

Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Bantul per 1 Januari 2013, PBB-P2 resmi dikelola mandiri, mulai dari perencanaan hingga pengelolaan dilakukan oleh DPPKAD, tidak lagi melalui KPP Pratama. Pengambilalihan pengelolaan PBB-P2 di Kabupaten Bantul selain karena peraturan yang telah ditetapkan pemerintah pusat, juga untuk memaksimalkan potensi penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Bantul. Pajak Bumi dan Bangunan atau property tax mempunyai potensi pendapatan yang tinggi (Kelly, 2013). Pengalihan kewenangan pengelolaan PBB-P2 ini dimaksudkan agar meningkatkan akuntabilitas, efektivitas, transparansi dan pengawasan dari masyarakat. Selain itu pengalihan kewenangan ini juga dimaksudkan agar meningkatkan pembangunan daerah untuk kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan pemungutan PBB-P2 dan BPHTB oleh pemerintah daerah sangat bergantung dari kesiapan pemerintah daerah dalam menyiapkan berbagai infrastruktur pendukung (Sunyoto dan Hidayanti, 2011). Tingkat efektivitas dan kontribusi PBB-P2 juga menjadi persoalan PBB- P2. PBB-P2 selama ini dianggap bahwa tingkat efektivitas dan kontribusi terhadap pendapatan daerah masih kurang untuk menopang pembangunan daerah (Sari, 2010). Rata-rata di negara berkembang penerimaan dari property tax hanya mencapai 0.6% dari GDP, dibandingkan dengan negara-negara maju yang ratarata di atas 2% (Bahl, 2009). 4

1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Menurut data yang dilansir Kementerian Dalam Negeri, tahun 2013 Indonesia memiliki 511 kabupaten/kota yang akan mengambil alih pengelolaan kewenangan pemungutan PBB-P2. Kenyataannya pada tahun 2013 baru terdapat 123 pemda yang telah melakukan pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah. Padahal sesuai dengan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) pelimpahan kewenangan pengelolaan PBB-P2 kepada pemerintah daerah sesuai pasal 182 ayat 1, dilaksanakan selambat-lambatnya 1 Januari 2014. Kemungkinan besar per 2014 belum semua pemda telah melakukan pengalihan pengelolaan PBB-P2. Perubahan pengelolaan PBB-P2 yang diserahkan pengelolaannya sepenuhnya kepada pemerintah daerah membawa implikasi permasalahan tersendiri untuk masing-masing daerah, termasuk Kabupaten Bantul. Mengacu pada tolak ukur yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak bahwa salah satu keberhasilan pengalihan PBB-P2 yaitu proses pengalihan berjalan lancar dengan biaya yang minimal, maka peneliti ingin meneliti lebih jauh terkait dengan proses pengalihan tersebut. Implementasi pengalihan pengelolaan tersebut bukanlah sesuatu yang pasti berjalan mulus. Fokus penelitian ini yaitu proses pengalihan di KPP Pratama Bantul sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010 serta kesiapan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bantul sesuai dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010. Selain itu juga terkait dengan efektivitas dan kontribusi PBB-P2 terhadap pajak 5

daerah dan pendapatan asli daerah dalam kurun waktu lima tahun terakhir (tahun 2009-2013). Pemilihan Kabupaten Bantul sebagai objek penelitian karena potensi PBB-P2 Kabupaten Bantul tiap tahun terus meningkat. Menurut Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kabupaten Bantul potensi PBB-P2 akan terus naik karena setiap tahun di Kabupaten Bantul terjadi alih fungsi lahan yang sangat tinggi, mencapai 40 ha setiap tahun. Selain itu pengambilalihan PBB-P2 di Kabupaten Bantul dilakukan belum lama, jadi data-data akan lebih akurat. Pertanyaan Penelitian: a. Apakah kendalautama yang dihadapi KPP Pratama Bantul dan DPPKAD Kabupaten Bantul dalam implementasi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010 dan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010? b. Berapa besarnya tingkat keefektifan penerimaan PBB-P2 terhadap Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bantul tahun 2009-2013? c. Berapa besarnya tingkat kontribusi penerimaan PBB-P2 terhadap Pajak Daerah dan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bantul tahun 2009-2013? 6

1.3 Tujuan Penulisan Mengetahui proses implementasi pengalihan PBB-P2 dan kendala yang dihadapi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bantul serta mengetahui tingkat efektivitas dan kontribusi penerimaan PBB-P2 terhadap pajak daerah dan pendapatan asli daerah. 1.4 Manfaat Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk pemerintah daerah kabupaten/kota lain di seluruh Indonesia yang sedang/akan mengimplementasikan pengalihan PBB-P2, sehingga kendala yang akan dihadapi dan biayanya dapat diminimalkan. Kemudian dapat dijadikan masukan untuk pemerintah Kabupaten Bantul, dalam meningkatkan kualitas pengelolaan mandiri PBB-P2 untuk tahun yang akan datang, dan terus meningkatkan efektivitas dan kontribusi penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Bantul. 1.5 Batasan Masalah Penelitian ini hanya akan membahas salah satu jenis pajak daerah yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Mendeskripsikan proses pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah secara keseluruhan, khususnya dari segi kendala dan biaya. Selain itu juga terkait dengan efektivitas dan kontribusi PBB-P2 terhadap pajak daerah dan pendapatan asli daerah sebelum dan setelah adanya pengalihan. 7

1.6 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Cooper (2006) menyebutkan tujuan penelitian kualitatif didasarkan pada keterlibatan langsung peneliti dalam kejadian yang dipelajari. Objek penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bantul dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bantul. Jenis dan sumber data dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa wawancara dan observasi yang dilakukan secara langsung di lokasi/objek penelitian. Sedangkan data sekunder yang digunakan yaitu berupa Laporan Pelaksanaan Pengalihan PBB-P2, Rincian Penggunaan Dana Pengalihan PBB-P2, Laporan Target dan Realisasi Penerimaan PBB-P2. b. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari literatur-literatur dari penelitian sebelumnya dan dari peraturan perundang-undangan terkait dengan proses pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah. 2. Studi lapangan yaitu dengan melakukan observasi dan wawancara langsung ke DPPKAD Kabupaten Bantul dan KPP Pratama Bantul untuk mendapatkan data primer. 8

3. Studi dokumentasi yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen, bukti-bukti, dan catatan yang berhubungan dengan objek penelitian yang diperoleh selama penelitian. c. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini terkait proses pengalihan PBB-P2 meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a. Membuat draft langkah-langkah tahapan persiapan pengalihan PBB-P2 yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-61/PJ/2010. b. Membuat draft langkah-langkah Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bantul dalam persiapan pengalihan PBB-P2 sesuai dengan Peraturan Bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. c. Mengumpulkan informasi dengan wawancara dan observasi ke KPP Pratama Bantul dan DPPKAD Kabupaten Bantul d. Menganalisis hasil informasi yang didapatkan (data yang sesungguhnya) dengan membandingkan draft langkah-langkah yang sudah ada sesuai dengan peraturan perundang-undangan. e. Identifikasi kendala utama yang dihadapi dan rincian biaya yang dikeluarkan dalam setiap tahap proses pengalihan PBB-P2. f. Membuat kesimpulan dari hasil analisis data tersebut. 9

Teknik analisis data yang akan digunakan terkait dengan tingkat efektivitas dan kontribusi penerimaan PBB-P2 meliputi langkah-langkah sebagai berikut (Sari, 2010): a. Membuat tabel target dan realisasi penerimaan PBB-P2 di Kabupaten Bantul tahun 2009-2013. b. Menyusun tabel analisis efektivitas penerimaan PBB P2 c. Menyusun tabel analisis kontribusi PBB P2 terhadap pajak daerah dan pendapatan daerah d. Analisis hasil tabel efektivitas dan kontribusi penerimaan PBB. d. Pengujian Keabsahan Data Menurut Moloeng (2004) ada beberapa teknik menguji keabsahan data dalam penelitian kualitatif yaitu : a. Uji kredibilitas (validitas internal) yaitu dengan keikutsertaan peneliti, menentukan ketentuan pengamatan, triangulasi, dan kecukupan referensial. b. Transferability (validitas eksternal) berkaitan dengan pemeriksaan keteralihan data dengan cara uraian secara rinci, jelas, dan sistematis. c. Dependability (kebergantungan)yaitu berkaitan dengan evaluasi seluruh proses penelitian. Cara mengurangi kesalahan dalam proses penelitian ini melibatkan dosen pembimbing dari awal sampai akhir penelitian. d. Confirmability (kepastian) hampir sama dengan uji dependability yaitu menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan.uji kepastian data ini dengan konfirmasi data yang telah diperoleh kepada narasumber. 10

1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini akan ditulis sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bagian ini menguraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang akan digunakan dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini menguraikan tinjauan literatur yang melandasi penelitian antara lain tinjauan dari peraturan perundang-undangan tentang pajak bumi dan bangunan dan telaah penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian. BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN Bagian ini akan menguraikan gambaran umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kabupaten Bantul dan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Bantul. BAB IV PEMBAHASAN Bagian ini akan menguraikan pembahasan proses pengalihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Selain itu juga akan membahas mengenai efektivitas dan kontribusi PBB-P2. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bagian ini menguraikan kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saransaran yang terkait dengan penelitian ini dan diharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya. 11