DASAR HUKUM, PRINSIP DAN TITIK BERAT OTONOMI DAERAH O L E H AMSALI S. SEMBIRING,SH.M.Hum NIP. 132216099 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
DAFTAR ISI A. PENDAHULUAN... 1 B. Dasar Hukum, Prinsip dan Titik Berat Otonomi Daerah... 3 1. Dasar Hukum Otonomi Daerah... 3 2. Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah... 5 3. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah... 7 4. Titik Berat Otonomi Daerah... 8 5. Tujuan Otonomi Daerah... 9 6. Manfaat Dari Otonomi Daerah... 11 C. PENUTUP... 12 A. Kesimpulan... 12 B. Saran... 13 - DAFTAR PUSTAKA... 14
BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Dalam pemerinthan Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi lagi atas beberapa Kabupaten dan kota. Terhadap daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota tersebut mempunyai pemerintahan daerah dan berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerinthan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang diatur dengan undang-undang. 1 Pelaksanaan Otonomi Daerah sebagai implementasi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerinthan Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah kini sedang bergulir di Daerah. Banyak harapan yang dimungkinkan dari penerapan Otonomi Daerah. Seiring dengan itu tidak mudah pula masalah, memecahkan tantangan, tantangan dan kendala yang sedang dan akan dicapai oleh Daerah. Otonomi Daerah sekarang ini merupakan fenomena politis yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi dan demokratis, apalagi jika 1 Republik Indoensia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (Pasca Amandemen) Paal 1 dan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2)
dikaitkan dengan tantangan masa depan memasuki eraperdagangan bebas yang antara lain dengan tumbuhnyaberbagai bentuk kerja sama regional, perubahan pola/sisteminformasi global. Melalui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan peemrintah mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan anggaran belanja daerah secara ekonomi wajar, efisien dan efektif termasuk kemampuan perangkat daerah dalam meningkatkan kinerja serta mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun publik. 2 2 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1994), hal. 21
B. Dasar Hukum, Prinsip dan Titik Berat Otonomi Daerah 1. Dasar Hukum Otonomi Daerah Keberadaan suatu negara atau pemerintah, tingkat pertama harus dilihat dari kehadiran seperangkat dasar hukum atau aturan hukum yang berlaku secara sah dan pada keberadaan suatu pemerintah. Adapun dasar hukum Pemerintah Daerah di Indonesia adalahs ebagai berikut : a. Pasal 18 dan UUD1945 (PascaAmandemen) (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan udnang-undang. (2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. b. TAP MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 Tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah, pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta pertimbagnan Keuangan {usat dan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Undang-Undang Ada 7 (tujuh) Undang-undang tentang Otonomi Daerah dan satu penetapan Presiden yang pernah ditetapkan, yaitu : a. Undang-undang Nomor I Tahun 1945 b. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 (berlaku bagi Indonesia Barat) c. Staat Blad Nomor 22 Tahun 1950 (berlaku bagi Indonesia Timur) d. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 (bersifat terlampau demokratis) e. Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1957 (disempurnakan) f. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah g. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. h. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemeritnahan Daerah. Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai peraturan perundang-undangan yang telah berlaku efektif sejak 2004, yang mengatur tentang Pemerintahan di daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sebagai diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,, bahwa Peme,ri,nt,ah Daerah selain diselenggarakan atas dasar asas desentralisasi dan dekonsentrasi juga didasarkan atas asas perbantuan (modebewind). Hal ini berarti bahwa daerah selain diberi wewenang juga mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri, daerah juga diberi wewenang dan tugas untuk menjalankan pekerjaanpekerjaan pemerintah pusat dan membantutugas pemerintah pusat di daerah. Berikut ini akan diuraikan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah antara lain sebagai berikut : a. Asas Desentralisasi Desentralisasi pada dasarnya menyangkut tentang distribusi kekuasaan pemerintah, yang dilaksanakan secara utuh di daerah kabupaten dan daerah kota. Dampak administratif dari penyerahankewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. 3 3 Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaran Pemerintah Daerah, cetakan ketiga, (Jakarta : Fokus Media, 2003), hal. 17.
b. Asas Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/perangkat pusat daerah. Dlam penyelenggaraan asas dekonsentrasi dilaksanakan di Daerah Propinsi yang juga berkedudukan sebagai wilayah administrasi. Dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab,,maka asas dekonsentrasi dapat dianggap sebagai komplemen atau pelengkap terhadap asas desentralisasi. 4 c. Asas Tugas Pembantuan Di dalam penyelenggaraan pemerintah daerah memberikan pula kemungkinan bagi pelaksanaan asas tugas pembantuan (medebewind). Tugas pembantuan merupakan penugasan dan pemerintah kepada daerah dan desa dan daerah ke daerah untuk melaksanakan tugas tertentu disertai pembiayaan, sarana dan prasarananya serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada menugaskannya. 5 Dari penjelasan di atas bahwa asas tugas pembantuan dapat dilaksanakan di daerah propinsi, daerah kabupaten/daerah kota dan desa dan aderah ke daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Republik Indoensia. Oleh karena itu, penyelenggaraan pemerintah daerah dalam 4 H. Abubakar Busro dan Abu Daud Busroh, Hukum Tata Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), hal. 147. 5 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, Pasal 1 angka 9.
kaitannya dengan Otonomi Daerah lebih mengutamakan pelaksanaan asasdesentralisasi. 6 Hal ini berbeda dengan Otonomi Daerah yang dimaksud didalam Undang-undang No. 5 Tahun 1974, dimana lebih ditonjolkan asas sentralisasi, sehingga daerah tidak memiliki kebebasan mengatur dan mengurus kepentignan masyarakatnya sendiri. 3. Prinsip-Prinsip Otonomi Daerah Salah satu prinsip Otonomi Daerah yang dianut oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di Daerah adalah Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab lebih merupakan kewajiban bagi daerah dari pada hak. Sedangkan prinsip Otonomi Daerah yang dianut oleh Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah adalah Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan prinsip otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab, maka memberikan kewenangan yang lebih banyak kepada daerah Kabupaten/Kota yang didasarkan atas asas desentralisasi. Kewenangan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan umum Undang-undang No. 32 Tahun 2004 adalah : a. Otonomi luas adalahkeleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintah yang mencakup kewenangan semua bidang kecuali 6 Ibid
kewenangan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya, yangditetapkan dengan peraturan pemerintah. Di samping itu keleluasaan Otonomi Daerah mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengadilan dan evaluasi. b. Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata dan diperlukan serta tumbuh dan berkembang di Daerah. c. Otonomi yang bertanggung jawab adalah merupakan perwujudan pertanggung jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan berkembang di daerah. 4. Titik Berat Otonomi Daerah Titik berat otonomi yang diletakkan pada daerah Kabupaten dan Daerah kota dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dapat dilihat dalam penjelasan umumnya pada Pasal 1 huruf e yang berbunyi mendoronguntuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu, udnang-undang ini menetapkan otonomi secara utuh pada Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan
keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. 7 Dari penjelasan di atas, dapatlah diketahui tujuan dan titik berat otonomi berada di Daerah Kabupaten dan Daerah Kota adalah agar Pemerintah Daerah lebih rensposif dalam memenuhi aspirasi-aspirasi masyarakat, memberdayakan masyarakat, peran serta masyarakat. 8 Hal itu diperkuat dengan asumsi bahwa daerah Kabupaten dan Daerah Kota secara geografis dan kependudukan relatif dekat dalam berhubungan langsung dengan apa keinginan/kemauan masyarakat. 9 Sehingga dengan demikian dapat diketahui masalah yang dihadapi masyarakat, mengembangkan peran serta masyarakat kemauan dan keinginan daerah akan lebih cepat teratasi dan dapat dipecahkan. 10 5. Tujuan Otonomi Daerah berikut : 11 Adapun tujuan Otonomi Daerah, secara sederhana adalah sebagai 7 Harry Alexander, Paduan Rancangan Peraturan Daerah di Indonesia, (Jakarta : Solusindo, 2004), hal. 26 8 Tim Harian Umum Suara Pembaharuan dan Pustaka Sinar Harapan, Otonomi Atau Federalisasi, diterbitkan oleh Harian Umum Suara Pembaharuan bekerjasama dengan Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hal. 80-81 9 Ibid 10 S.H. Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah, (Jakarta : Sinar Harapan, 2001), hal. 35 11 T.B. Silalahi, Otonomi Daerah, Peluang dan Tantangan, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2002), hal. 24.
a. Desentralisasi dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk menjaga stabilitas politik dalam menghadapi adanya tunttuan akan lokalizon atau usaha pemisahan dari ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari sisi pelayanan memudahkan pelayanan kepada publik. argumen klasik mengatakan bahwa daerah akan lebih mengetahui kondisi keamanan, kekurangan dan karakteristiknya dari pada Pemerintah Pusat. Hal ini disebabkan faktor kedekatan fisik yang akan memudahkan masyarakat lokal untuk menyelenggarakan pelayanan secara bertanggung jawab. b. Otonomi Daerah adalah upaya untuk mencapai kemandirian peningkatan kehidupan masyarakat melalui pemanfaatan dan pendayagunaan seluruh dumber daya, aset dan potensisumber daya yang ada di daerah. 12 Maksudnya adalah sumber daya manusia sebagai pelaksana sumber daya alam infrastuktur, pendapatan, pelayanan/pembelanjaan, pengeluaran Otonomi Daerah, akan menimbulkan rasa saling ketergantungan yang bersifat adil, jujur dan terbuka dari Otonomi Daerah/kawasan/wilayah. 13 c. Tujuan dari Otonomi juga untuk lebih meningkatkan pemerataan pembangunan, namun bukan pemekaran daerah. 14 12 Andi A. Mallaranggeng, Otonomi Daerah Perspektif Teoritis dan Praktis, Bigraf Publisihing bekerjasama dengan Fisip Universitas Muhammadiyah Malang, 2000, hal. 62-63. 13 Ibid 14 Ibid
6. Manfaat Dari Otonomi Daerah Adapun manfaat dari otonomi daerah adalah sebagai berikut : a. Pemberian dan pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sangat tergantung pada kemauan, kemampuan aparatur dalam mengelola dan memperoleh daftar serta mengorganisasikan manusianya sebagai aktor dalam membiayai kegiatan dan manusia sebagai aktor dalam proses pelaksanaan otonomi daerah. b. Pelaksanaan desentralisasi diharapkan daerah dalam mengalokasikan dana pembangunan serta tepat berdasarkan karakteristik dan potensi daerah masing-masing, sehingga diharapkan hasilnya secara agregat akan lebih optimal. 15 Hal ini yang perlu mendapat perhatian adalah terciptanya equity baikberupa horizontal equity (sejauh mana Pemberian kota Medan memiliki kapasitas fiskal untuk memberi tingkat pelayanan yang sama kepada masyarakat) maupun within state equity (kemauan, kemampuan Pemerintah Kota Medan untuk memperbaiki distribusi pendapatan daerahnya). 15 Sadu Wasistiono, op.cit.,hal. 19
BAB II PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai konsekuensi dari perletakan titik berat otonomi pada Daerah Kabupaten dan Pemerintah Kota Medan sebagai salah satu daerah diberikan kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yitu kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengadilan pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemebrdayaan sumebr daya alam serta teknologi tinggi yang strategi, konservasi, dan standarisasi nasional yang secara riil tugas dan tanggung jawabdaerah tersebut. Dalam pelaskanaan Otonomi Daerah hendaknya semua pihak baik aparatur pemerintah, wiraswasta, masyarakatterutama perguruan tinggi sebagai motor penggerak dan mobilisator perubahan sudah siap untuk menerima perubahan dan menjalankan perubahan tersebut secara sistematis.
B. Saran Pemerintah Pusat dan Provinsi harus konsekuensi dalam melaksanakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang penuh agar daerah mampu mengurus rumah tangganya dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Alexander Harry, Paduan Rancangan Peraturan Daerah di Indonesia, Jakarta : Solusindo, 2004 Busro H. Abubakar dan Abu Daud Busroh, Hukum Tata Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), Gie, The Liang, Pertumbuhan Pemerintah Daerah Daerah Di Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1985. Andi A. Mallaranggeng, Otonomi Daerah Perspektif Teoritis dan Praktis, 2001. Sarundajang, S.H. Arus Balik Kekuasaan Pusat KE Daerah. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001 T.B. Silalahi, Otonomi Daerah, Peluang dan Tantangan, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2002 Tim Harian Umum Suara Pembaharuan, Otonomi Atau Federalisasi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, Republik Indonesia, Undang-undang Tentang Otonomi Daerah Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4437.