KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PNPM-MANDIRI PERKOTAAN DI KOTA BATAM (Sebuah Perspektif Intervensi Sosial)

MASALAH NEGARA KEPULAUAN Di ERA GLOBALISASI

Bunga Rampai Model Penyelenggaraan

INTER-PARLIAMENTARY UNION DAN AGENDA GLOBAL ABAD 21

PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM. Penyunting Poltak Partogi Nainggolan

POTENSI DAN MASALAH PULAU PERBATASAN: KABUPATEN PULAU MOROTAI DAN KABUPATEN PULAU RAJA AMPAT

TENAGA KERJA INDONESIA: ANTARA KESEMPATAN KERJA, KUALITAS, DAN PERLINDUNGAN. Penyunting: Sali Susiana

Upaya Peningkatan Kerjasama INDONESIA - AS DI SEKTOR PERTAMBANGAN

FUNGSI LEGISLASI: PEmbENtUkAN dan PELAkSANAAN beberapa UNdANG-UNdANG republik INdoNESIA

Dinamika Politik Pemekaran Daerah

HUKUM EKONOMI AGUNG EKO PURWANA, SE, MSI.

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KEBIJAKAN PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI

POLITIK PEMILUKADA 2010: Sebuah Kajian Terhadap Penyelenggaraan Pemilukada di Dumai dan Indragiri Hulu

TENAGA KERJA: PERSPEKTIF HUKUM, EKONOMI, DAN SOSIAL

PEMBANGUNAN SOSIAL: WACANA, IMPLEMENTASI DAN PENGALAMAN EMPIRIK. Penyunting: Dr. Ujianto Singgih Prayitno, M.Si

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan, perdagangan gelap narkotika merupakan permasalahan nasional,

Judul: Perlindungan TKI Perempuan Sektor Informal

ISU PERDAGANGAN DAN INDUSTRI SEBAGAI KEBIJAKAN STRATEGIS DAERAH DALAM MENGAHADAPI GLOBALISASI DAN LIBERALISASI. Editor: Rusdy Syahra, Ph.

SINKRONISASI DAN HARMONISASI HUKUM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH: STUDI DI PROVINSI BALI

PENGENTASAN KEMISKINAN MASYARAKAT SEKITAR HUTAN KONSERVASI: Studi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Model Desa Konservasi. Sri Nurhayati Qodriyatun

Penyunting: DR. Harsanto Nursadi, S.H., M.Si. PUTUSAN PENGADILAN TERKAIT SENGKETA TANAH DI INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Dr.jur Udin Silalahi, SH., LL.M. KAJIAN SEPUTAR PROBLEMATIKA KEUANGAN NEGARA, ASET NEGARA, DAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

Prayudi POSISI BIROKRASI DALAM PERSAINGAN POLITIK PEMILUKADA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

I. PENDAHULUAN. Dampak era globalisiasi telah mempengaruhi sistem perekonomian negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. terpercaya terkait dengan Strategi Humas Badan Narkotika Nasional Pada

BAB IV KEBIJAKAN SEKURITISASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI PERMASALAHAN IMIGRAN ILEGAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

bebas murni oleh pengadilan. Sementara itu vonis hukuman bagi pelaku IL di Indonesia selama ini bervariasi, yaitu antara 1 bulan sampai dengan 9

Ujianto Singgih Prayitno KONTEKSTUALISASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Bab XII : Pemalsuan Surat

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

Sanksi Pelanggaran Pasal 72: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

RechtsVinding Online

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyalahgunaan narkotika pada akhir-akhir tahun ini dirasakan

2016, No c. bahwa Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

PERAN INTERPOL DALAM PEMBERANTASAN JARINGAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA INTERNASIONAL SKRIPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

[

BAB I PENDAHULUAN. penderita tersebut. Dalam dasar menimbang Undang-undang Nomor 35

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Globalisasi Peredaran Narkoba Oleh Hervina Puspitosari, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Humphrey Wangke TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON PSYCHOTROPIC SUBSTANCES 1971 (KONVENSI PSIKOTROPIKA 1971)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

MENGAPA INDONESIA MENJADI SASARAN SINDIKAT NARKOBA INTERNASIONAL?

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

*9954 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997) TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

Transkripsi:

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011

Judul: Transnasional Di Indonesia dan Upaya Penanganannya Penyunting: Humphrey Wangke Perancang Sampul: Ahans Mahabbie Perancang Tata Letak: Sony Sifatira Cetakan Pertama, 2011 Penerbit: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR Republik Indonesia ISBN: XXX Alamat Penerbit: Gedung Nusantara I Lt. 2 Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta Pusat 10270 Telp. (021) 5715409 Fax. (021) 5715245 Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidanan penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

KATA PENGANTAR Kejahatan transnasional bukanlah fenomena baru dalam hubungan internasional. Akan tetapi munculnya kejahatan transnasional tidak dapat dipisahkan dari era globalisasi saat ini. Beberapa faktor yang menunjang kompleksitas perkembangan kejahatan transnasional antara lain adalah globalisasi, migrasi atau pergerakan manusia, serta perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi yang pesat. Globalisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi komunikasi yang pesat menyebabkan hubungan antarbangsa, antarmasyarakat dan antarindividu semakin dekat, saling tergantung dan saling mempengaruhi sehingga tercipta suatu dunia tanpa batas (borderless world). Berbagai bentuk kejahatan transnasional semakin berkembang pesat dan telah diidentifikasi sebagai ancaman keamanan. Aktifitas seperti peredaran obat-obatan gelap, illigal fishing, penyelundupan, dan perdagangan orang, merupakan praktik-praktik yang sangat mengabaikan dan mengancam keamanan manusia yang pada gilirannya akan mengancam keamanan negara. Kejahatan transnasional, karena sifatnya yang terlarang dan lintas batas, telah mengabaikan semua bentuk-bentuk kedaulatan dan perbatasan negara. Atau dengan kata lain, kejahatan transnasional tidak lagi memperhitungkan kedaulatan atau batas yurisdiksi suatu negara, wilayah, perbatasan, tetapi lebih memperhatikan kelancaran arus barang, orang, dan perdagangan gelap yang memberikan penghasilan uang pada pelakunya. Dalam bentuknya yang paling ekstrim, kejahatan transnasional bukan hanya merupakan ancaman tetapi juga merupakan musuh bagi negara. Seperti misalnya, dalam upaya untuk mempertahankan kegiatan bisnisnya yang illegal atau terlarang, pihak-pihak yang terkait dalam kejahatan transnasional itu akan menggunakan kekuatan senjata yang dimilikinya untuk melawan aparat keamanan. Dengan gambaran yang sedemikian itu, para peneliti dari Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Infromasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPRRI telah mengadakan penelitian di Provinsi Kepulauan Riau dan Bali untuk memperoleh informasi dan data mengenai kegiatan kejahatan transnasional iii

di kedua provinsi itu. Hasil-hasil dari penelitian itu, yang diperoleh melalui wawancara dan observasi lapangan serta melalui studi kepustakaan, diuraikan dalam buku ini dengan tujuan untuk membantu anggota DPRRI dalam menjalankan perannya membuat dan mengawasi kebijakan terkait kasus-kasus dalam kejahatan transnasional. Tidak semua bentuk-bentuk kejahatan transnasional seperti yang didefiniskan oleh PBB kita teliti mengingat keterbatasan waktu dan jumlah peneliti yang memiliki interest dengan kejahatan transnasional. Oleh karena itu, buku ini dibagi dalam enam bagian dengan rincian sebagai berikut. Bagian pertama merupakan tulisan dari Sita Hidriyah yang membahas tentang perdagangan orang. Dari hasil penelitian terungkap bahwa perdagangan orang terjadi akibat mudahnya orang keluar masuk suatu negara tanpa dilengkapi dokumen yang sah. Hingga pada akhirnya, gejala perdagangan orang bukan lagi hanya merupakan fenomena sosial biasa yang diakibatkan oleh faktor kemiskinan dan ketertinggalan di bidang pendidikan semata, tapi sudah menjadi fenomena pelanggaran hukum dan pelanggaran berat HAM sebagai akibat dari adanya praktek-praktek tindak kejahatan yang dilakukan baik secara perorangan maupun jaringan sindikat dengan maksud mengeksploitasi korban demi keuntungan pelaku dan jaringannya. Komitmen yang tinggi dan keseriusan pemerintah terhadap masalah perdagangan orang telah meningkatkan Indonesia dari posisi Tier 3 menjadi Tier 2 yang berarti pemerintah Indonesia telah memenuhi standar minimum pencegahan dan penanganan perdagangan orang seperti yang ditetapkan dalam ketentuan internasional. Tulisan kedua dari Venty Eka Satya membahas tentang aktivitas penyelundupan barang dan dampak yang ditimbulkannya. Dalam analisisnya, penulis berpendapat bahwa salah satu sektor yang paling terpengaruh akibat penyelundupan adalah perekonomian dan kehidupan sosial masyarakat. Sebab dengan adanya aktivitas penyeludupan barang ke dalam negeri, penyerapan barang produksi dalam negeri akan berkurang serta akan mempengaruhi penerimaan negara dari sektor pajak dan cukai. Bahkan yang paling penting, aktifitas penyelundupan ini berkorelasi dengan peningkatan angka pengangguran. Berdasarkan data hasil penindakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk periode tahun 2010 tercatat 3.277 kasus dengan potensi kerugian negara sebesar Rp.35.233.764.339,72, baik berupa hasil penyelundupan maupun pelanggaran administrasi. Maraknya penyelundupan tidak lepas dari banyaknya keuntungan yang diperoleh pelaku iv

dari aktifitas ilegal ini dan ironisnya tidak sedikit aparat pemerintah yang menjadi kehilangan integritas dan menjadi bagian dari mafia penyelundupan. Tulisan ketiga dari Simela Viktor tentang illegal fishing antara lain menyebutkan bahwa illegal fishing yang terjadi di perairan Indonesia sebagian besar merupakan tindak kejahatan transnasional, karena pelakunya adalah orang asing atau orang Indonesia tetapi melibatkan pihak asing dibelakangnya. Penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal penangkap ikan asing yang memasuki perairan Indonesia secara ilegal mengalami peningkatan dalam beberapa tahun. Akibat praktek-praktek illegal fisihing ini, negara berpotensi dirugikan sedikitnya 1,5 milyar dolar Amerika Serikat setiap bulannya. Untuk mengatasinya, diperlukan kerjasama antar negara sebab sifat kejahatannya yang lintas negara. Tulisan keempat dari Marfuatul Latifah secara khusus membahas upaya hukum Indonesia dalam memberantas tindak pidana narkotika. Pertama, Indonesia membentuk peraturan hukum terkait dengan tindak pidana seperti UU No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang kemudian diubah melalui UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Dua belas tahun kemudian Pemerintah Indonesia kembali melakukan perubahan terhadap peraturan hukum terkait tindak pidana narkotika melalui UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selain membentuk UU, pemerintah juga membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan Presiden Nomor 116 Tahun 1999. Ketika BKKN dirasakan tidak lagi memadai guna menghadapi ancaman bahaya narkotika, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2002 tentang Badan Narkotika Nasional, BKNN diganti dengan Badan Narkotika Nasional (BNN). Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah dengan melakukan berbagai kerjasama luar negeri baik secara bilateral maupun secara multilateral guna mempermudah upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika. Tulisan kelima dari Riski Rosa membahas tentang upaya-upaya penanganan bahaya narkoba di tingkat regional melalui kerangka kerjasama ASEAN. Sejak mengadopsi the ASEAN Plan of Action on Drug Abuse and Control pada bulan Oktober 1994, negara-negara anggota ASEAN telah mempunyai pedoman untuk secara bersama-sama menghadapi ancaman bahaya narkoba. Kemudian, pada tahun 1998 ASEAN mengadopsi Joint Declaration for a Drug-Free ASEAN yang menetapkan komitmen negara-negara anggota ASEAN untuk menghapuskan produksi, pengolahan, perdagangan, dan konsumsi narkoba sebelum 2020. Berbagai upaya dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut, tetapi tidak v

mencakup persoalan pendanaan, pengawasan, dan implementasi, serta tidak dilengkapi mekanisme pengawasan kepatuhan terhadap komitmen. Dengan keterbatasan kerjasama ASEAN tersebut, pemerintah Indonesia dihadapkan pada berbagai kendala yang semestinya bisa diatasi jika kerangka kerjasama ASEAN disusun dengan lebih baik. Dukungan dan bantuan justru seringkali diperoleh Indonesia melalui kerjasama bilateral dengan beberapa negara tertentu yang memiliki komitmen lebih besar dalam memerangi ancaman bahaya narkoba. Tulisan keenam dari Humphrey Wangke berkaitan dengan diplomasi Indonesia dalam menangani kejahatan transnasional. Didalam tulisannya, penulis berpendapat bahwa Konvensi PBB tentang Kejahatan Transnasional telah menjadi kiblat pemerintah Indonesia dalam merespon masalah-masalah yang terkait dengan kejahatan transnasional. Dalam upaya mengatasi kejahatn transnasional, upaya diplomasi yang dilakukan Indonesia bukan hanya oleh pemerintah saja tetapi juga dari kelompok-kelompok atau aktor-aktor di luar pemerintah, baik didalam maupun luar negeri. Dalam kasus-kasus yang terkait dengan kejahatan transnasional, peran Kementerian Luar Negeri lebih bersifat defensif mengingat ada lembaga lain yang lebih mengetahui permasalahan yang dihadapi. Karenanya, dalam melakukan tugas pengamanan terhadap kejahatan transnasional ini, Kementerian Luar Negeri lebih banyak melakukan tugas koordinatif. Melalui penulisan buku ini, kami harapkan semoga dapat memberikan manfaat bagi para anggota DPRRI dalam melaksanakan fungsinya dibidang pengawasan, serta kepada berbagai pihak yang berkepentingan dangan buku ini. Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang telah meluangkan waktunya hingga buku ini dapat diterbitkan, serta kepada informan di daerah yang telah memberikan informasi yang sangat bermanfaat guna penulisan buku ini. Kami juga menyadari bahwa buku bunga rampai dengan judul KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA masih jauh dari sempurna. Karena itu, setiap saran dan kritik yang kami terima akan kami jadikan sebagai masukan agar ke depan, buku yang kami tulis bisa lebih baik lagi. Terima kasih. Jakarta, 4 November 2011 Penyunting Humphrey Wangke vi

DAFTAR ISI Kata Pengantar...iii Daftar Isi... vii BAGIAN PERTAMA UPAYA PEMERINTAH DAN KERJASAMA ASEAN DALAM PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA Sita Hidriyah...1 BAB I PENDAHULUAN...3 BAB II METODOLOGI PENELITIAN...9 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 11 BAB IV KESIMPULAN...23 DAFTAR PUSTAKA...25 BAGIAN KEDUA PENYELUNDUPAN BARANG DI INDONESIA DAN DAMPAKNYA SECARA EKONOMI Venty Eka Satya... 27 BAB I PENDAHULUAN...29 BAB II METODE PENELITIAN... 37 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS...39 BAB IV SIMPULAN DAN SARAN... 47 DAFTAR PUSTAKA...49 BAGIAN KETIGA KEJAHATAN TRANSNASIONAL ILLEGAL FISHING DI PERAIRAN INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA SECARA REGIONAL DI ASIA TENGGARA Simela Victor Muhamad... 51 BAB I PENDAHULUAN...53 vii

BAB II METODOLOGI PENELITIAN... 57 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...59 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...79 DAFTAR PUSTAKA... 81 BAGIAN KEEMPAT FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI PROVINSI BALI Marfuatul Latifah...85 BAB I PENDAHULUAN... 87 BAB II METODOLOGI PENELITIAN...93 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...95 BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 105 DAFTAR PUSTAKA... 107 BAGIAN KELIMA PERAN ASEAN DALAM UPAYA INDONESIA MEMERANGI PEREDARAN GELAP NARKOBA Rizki Roza...109 BAB I PENDAHULUAN... 111 BAB II METODOLOGI PENELITIAN...117 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN... 119 BAB IV KESIMPULAN... 137 DAFTAR PUSTAKA...139 BAGIAN KEENAM DIPLOMASI INDONESIA DALAM MERESPON KEJAHATAN TRANSNASIONAL Humphrey Wangke... 143 BAB I PENDAHULUAN... 145 BAB II METODOLOGI PENELITIAN...155 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 157 BAB IV KESIMPULAN...171 DAFTAR PUSTAKA... 173 BIOGRAFI PENULIS... 175 viii