BAB VII KESIMPULAN DAN PENUTUP. keagamaan yang dikemas dalam format komedi-reliji yang menonjolkan aspek

dokumen-dokumen yang mirip
BANALITAS SIMBOL KEAGAMAAN DALAM SINETRON RELIGI: Analisis Tayangan Sinetron Bukan Islam KTP di SCTV

BAB V PENUTUP. bahwa film ini banyak merepresentasikan nilai-nilai Islami yang diperankan oleh

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hovland, komunikasi merupakan proses di mana individu menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis terhadap film Air Terjun Pengantin

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAHASA IKLAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN: SEBUAH KAJIAN KOMUNIKASI DAN BAHASA TERHADAP IKLAN TV PRODUK CITRA

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan ajaran agama yang disampaikan kepada para. penganutnya dengan menggunakan simbol-simbol yang bersifat permanen.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 005 Kelurahan Sukabumi Utara Barat Periode Februari Maret 2009 ) yang telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. kebaikan serta mengandung nilai-nilai ajaran Islam. Teater Wadas

BAB I PENDAHULUAN. Iklan secara komprehensif merupakan semua bentuk aktivitas untuk menghadirkan dan

BAB IV ANALISIS DATA. pada orang tua dengan anak dan berdasarkan data-data yang telah. disajikan dalam Bab III didapatkan, sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang atau simbol bunyi yang arbitrer berupa

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

Menulis Skenario Drama. Modul ke: 15FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pesatnya perkembangan Teknologi diiringi dengan semakin

menyukai tokoh animasi kartun Spongebob karena

BAB VI PENUTUP. (Negeri Ini) dengan menggunakan metode semiotika Pierce. Peneliti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB I PENDAHULUAN Latar Balakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berkembangnya media komunikasi saat ini membuat orang dari

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini, media massa tidak akan mungkin berdiri statis di tengah-tengah, media

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bahasanya. Bahasa setiap daerah memiliki style atau gaya tersendiri dalam

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari kata Italia caricare yang berarti memberi muatan atau melebihlebihkan.


BAB IV ANALISIS SABAR DALAM SINETRON CATATAN HATI SEORANG ISTRI. dibandingkan dengan media-media massa lainnya. Ini dikarenakan sinetron

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

KD Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa merupakan sebuah sistem lambang bunyi bersifat arbiter yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media massa yaitu saluran sebagai alat atau sarana yang dipergunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

Pekanbaru, Juni 2017 Penulis, Yasir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tulisannya baik lisan maupun tulisan dengan memanfaatkan media massa. Media

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. situasi misalnya acara OB (Office Boy) yang tayang di RCTI dan Tetangga Masa

BAB I PENDAHULUAN. daerah terkaya jika di bandingkan dengan negeri-negeri muslim lainya.

BAB I PENDAHULUAN. khalayak melalui sebuah media cerita (Wibowo, 2006: 196). Banyak film

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Saat ini, media komunikasi berkembang secara menonjol

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana yang vital dan utama dalam hidup ini karena tanpa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Ganteng-ganteng Serigala menjadi judul sinetron terbaru SCTV yang

Modul ke: Produksi Berita TV. Daya Pengaruh Siaran TV. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. menyuguhkan nilai-nilai dan penelitian normativ yang dibaurkan dengan berita dan

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai konsumsi sehari hari seperti makanan.

BAB V PENUTUP. yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Kesimpulan tersebut meliputi

BAB IV PENUTUP. yang direpresentasikan dalam film PK ditunjukan dengan scene-scene yang. tersebut dan hubungan kelompok dengan penganut agama lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang mudah untuk dicerna. Televisi secara universal juga mampu untuk menjangkau audiens

BAB I PENDAHULUAN. dan film terhadap masyarakat, hubungan antara televisi, film dan masyarakat

Dialihbahasakan oleh: Ummu Abdullah. Desain Sampul: Ummu Zaidaan. Edisi Revisi ke III

PENDAHULUAN Latar Belakang

EFEK ISI TAYANGAN SINETRON CINTA FITRI SEASON 5 DI SCTV PADA PERILAKU IBU-IBU DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DI WILAYAH SLIPI JAKARTA BARAT SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. calon konsumen membeli atau menggunakan suatu produk atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Televisi merupakan media elektronik yang saat ini masih menjadi kebutuhan dari

BAB I PENDAHULUAN. oleh banyak kalangan. Perdebatan mengenai batasan antara nilai-nilai moral

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah mendukung

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB III PENYAJIAN DATA. Sinembah Kabupaten Rokan Hilir terhadap Acara Sinetron Tukang Bubur Naik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi dewasa ini telah memunculkan suatu

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

Keluarga 117. Bab 11. Keluarga

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Media massa adalah sarana penunjang bagi manusia untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

ABSTRAK. kawasan/tempat, kuliner, dan tradisi yang ada di kota Semarang dan sekitarnya.

ANALISIS ISI PESAN DALAM KARIKATUR DI INTERNET SEBAGAI KRITIK SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan teknologi informasi saat ini manusia dimudahkan dalam mencari

BAB I PENDAHULUAN. konteks-konteks lainnya, yaitu organisasi, publik, kelompok, dan interpersonal.

KARAKTERISTIK STRUKTUR PERCAKAPAN DAN KONTEKS PADA RUBRIK KARTUN OPINI DALAM HARIAN KOMPAS

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya dalam upaya mempengaruhi orang lain. Seperti kata Werner

BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001),

BAB IV ANALISIS DATA. 1. Simbol kecantikan dalam iklan Vaseline Body Serum. kemudian muncul suatu ideologi. 1

Transkripsi:

BAB VII KESIMPULAN DAN PENUTUP A. Temuan dan Simpulan Hasil Penelitian Sinetron yang berjudul Bukan Islam KTP merupakan tayangan keagamaan yang dikemas dalam format komedi-reliji yang menonjolkan aspek hiburan. Ajaran-ajaran agama Islam yang bersifat normatif dan doktrinal dikemas dalam dialog-dialog yang ringan dan menghibur, serta menggunakan teknik representasi simbol-simbol keagamaan yang menimbulkan multi tafsir. Teknik representasi yang digunakan dalam sinetron tersebut termanifestasikan dalam penggunaan simbol-simbol keagamaan, baik yang berupa simbol verbal maupun simbol non-verbal. Jika dilihat dari inti cerita dalam keseluruhan episode, maka makna yang terkandung dari judul sinetron Bukan Islam KTP bisa dilihat pada keseluruhan isi dalam 20 episode yang diteliti, yang menceritakan tentang sisi kehidupan manusia yang mengaku beragama Islam tetapi tidak menerapkan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dalam sebuah adegan pada episode 1, salah seorang pemeran mengucapkan Haji itu bukan untuk disebut-sebut. Baca buku, biar Islam nggak hanya di KTP saja. Ungkapan yang diucapkan dalam episode pembuka ini sepertinya dimaksudkan untuk menjelaskan makna yang dimaksud oleh produsen bahwa seseorang perlu memahami agama untuk bisa mengamalkan ajaran tersebut dengan baik, sehingga simbol-simbol keagamaan (Islam) tidak hanya dijadikan identitas formal dalam tanda pengenal. 263

Alur cerita dalam sinetron ini menggunakan logika kebetulan dengan konsep penceritaan yang sederhana dan mudah ditebak. Logika serba kebetulan ini bisa terlihat, misalnya, dengan kemunculan dua pemeran utama (baik karakter antagonis maupun protagonis) yang selalu tepat pada saat diperkirakan akan muncul konflik dalam sebuah adegan. Pemeran protagonis selalu muncul untuk memberikan komentar dan nasehat pedas setiap terjadi adegan pertengkaran antar warga kampung, dan di saat pemeran antagonis melakukan perbuatan yang dianggap sebagai kesalahan. Jika dilihat dari jenis-jenis simbol keagamaan yang digunakan oleh para pemain, maka ada dua gejala yang bisa dijelaskan di sini, yaitu: (a) Jenis simbol non-verbal direpresentasikan oleh semua kategori pemain, baik pemain dengan karakter protagonis maupun antagonis. Simbol non-verbal seperti peci dan baju koko, misalnya, bisa dikenakan oleh pemeran pria yang berkarakter antagonis maupun protagonis karena jenis busana tersebut merupakan pakaian yang biasa dikenakan oleh masyarakat Betawi. (b) Jenis simbol verbal yang berupa ayat al Qur'an digunakan oleh pemeran protagonis. Dalam setiap adegan, sebagian dari ayat-ayat disampaikan dengan menggunakan bahasa aslinya (Arab), dan sebagian disampaikan dengan mengutip terjemahnya. Adapun jika dilihat dari sisi penggunaan simbol-simbol keagamaannya, penulis menemukan makna-makna simbol yang digunakan tersebut sebagai hal yang menarik. Setelah melakukan kajian terhadap paket sinetron yang berisi dua 264

puluh episode, penulis menemukan empat (4) wilayah penggunaan simbol-simbol keagamaan dalam merepresentasikan ajaran Islam yang bisa dijelaskan sebagai berikut: 1. Representasi menggunakan simbol verbal. Simbol verbal terdiri dari penggunaan terminologi agama, dialog antar pemain, serta pengutipan ayat al Qur an atau terjemahannya (a) Dalam penggunaan simbol verbal berupa terminologi agama, ada beberapa istilah yang digunakan secara berbeda antara pemain satu dengan lainnya, misalnya: (1) kalimat assalamu alaikum yang secara terminologis bermakna sebagai ucapan dan doa selamat yang diberikan kepada lawan bicara di dalam sinetron ini terkadang diucapkan dengan nada tinggi dan kasar, serta menggunakan kalimat yang tidak lengkap. Dengan cara penggunaan simbol ini, maka kalimat salam dikonstruksikan sebagai simbol kultural yang fungsinya bukan sebagai do a keselamatan bagi lawan bicara, tetapi sebagai kalimat untuk membuka dan menutup pembicaraan. (2) Kalimat yang berbunyi astaghfirullahal adzim secara terminologis bermakna aku memohon ampun kepada Allah yang maha agung digunakan dalam konteks yang berbeda oleh para pelakon, sesuai dengan karakter yang diperankan. Kalimat ini direpresentasikan dalam tiga macam ekspresi yaitu ekspresi penyesalan, ekspresi kemarahan, dan ekspresi pelecehan. Ekspresi penyesalan direpresentasikan melalui pemain protagonist, sedangkan ekspresi yang menunjukkan kemarahan serta pelecehan direpresentasikan melalui karakter antagonis. (3) Terminologi agama yang berupa kalimat Allahu akbar yang bermakna Allah Maha Besar digunakan dalam konteks dan tujuan yang 265

berbeda-beda. Perbedaan dalam penggunaan kata ini bisa dilihat pada karakter pemeran yang menggunakan, cara penggunaan yang meliputi intonasi suara serta ekspresi wajah, tujuan penggunaan, dan setting penggunaan. Pengucapan kata Allahu akbar oleh pemeran protagonis dilakukan dengan ekspresi wajah yang menunjukkan rasa kekaguman serta nada suara (intonasi) yang lembut. Sedangkan pemeran antagonis mengucapkan kata ini dengan nada suara keras, serta ekspresi wajah kesal (marah). (4) Simbol verbal yang berupa kalimat ya Allah ya Rabb digunakan untuk mengekspresikan rasa kejengkelan dan kemarahan terhadap orang lain. (5) Kalimat yang berbunyi laa haula wa laa quwwata illa billah yang secara terminologis memiliki arti tidak ada daya dan kekuatan kecuali hanya milik Allah merupakan ekspresi sebuah kepasrahan manusia, digunakan oleh pemain antagonis dalam upaya melepaskan tekanan dari kekuatan pihak manusia lain. (b) Simbol verbal yang berupa ayat-ayat Al Qur an digunakan dalam konteks duniawi dan bersifat fisik. Misalnya konteks kata adzab dalam ayat yang berbunyi dimaknai secara sederhana dengan mencontohkan rasa malu sebuah keluarga yang sedang bertengkar memperebutkan uang di depan warga lain. 2. Representasi menggunakan simbol non-verbal 266

Dalam menggunakan simbol non-verbal, munculnya makna yang bersifat multitafsir termanifestasikan dalam dua wilayah yang berkaitan dengan busana dan asesoris yang dikenakan pemain. (a) Penggunaan simbol busana dan make up yang dikenakan pemain dalam sinetron ini menghadirkan realitas busana muslim sebagai pembeda identitas sosial. Busana yang bagus dan mewah digunakan oleh para pemain wanita yang kaya sebagai busana harian yang dikenakan di semua tempat, seperti ketika sedang memasak di dapur, mencuci piring, dan mengajar mengaji. Makna yang muncul pada penggunaan simbol busana ini adalah bahwa seorang wanita cantik dan orang kaya harus mengenakan busana yang bagus dan indah untuk menyempurnakan kecantikannya serta menunjukkan kekayaannya, di manapun dia berada. Sementara kelompok miskin menggunakan busana dan make up yang sederhana, dengan model yang sederhana. (b) Penggambaran dalam penggunaan simbol keagamaan dalam bentuk asesoris busana dimanifestasikan dalam bentuk sorban yang dikenakan oleh muslim laki-laki yang sudah menunaikan ibadah haji. Hal ini memunculkan makna bahwa sorban adalah asesoris yang dijadikan sebagai simbol identitas pembeda antara muslim laki-laki yang yang sudah menyandang gelar haji dengan yang belum haji. Dalam sinetron ini, sosok haji digambarkan sebagai orang kaya yang sombong sehingga surban menjadi salah satu penenda kesombongan seseorang. Adapun asesoris keagamaan berupa tasbeh yang dibawa oleh salah seorang pelakon tidak digunakan sesuai dengan fungsi 267

dasarnya sebagai alat hitung bagi seorang muslim dalam melakukan wirid, tetapi hanya ditunjukkan sebagai asesoris pelengkap busana, karena dalam sinetron ini tidak pernah digambarkan bagaimana pemeran menggunakan alat tersebut. Cara penggambaran yang demikian juga terlihat dalam penggunaan simbol busana yang berupa surban yang dalam sinetron ini dikonstruksikan sebagai simbol kultural. 3. Representasi dalam Format Komedi Sinetron yang menyampaikan pesan-pesan keagamaan ini bisa dikategorikan sebagai tayangan yang berjenis komedi. Unsur komedi ini terlihat dalam beberapa aspek seperti pemilihan sosok pemeran yang secara visual nampak pada penampilan serta ekspresi wajah, penggunaan isi dialog yang lucu dan konyol, serta tingkah para pemain dalam setiap adegan yang seperti sedang berada di panggung lawak. Sedangkan pesan-pesan yang berisi tentang ajaran agama (Islam) pada umumnya disampaikan dengan nada menggurui dengan menggunakan kalimat-kalimat yang pedas, dimana penyampai pesan merasa pada posisi yang lebih faham serta lebih berkompeten tentang ajaran agama dibanding dengan lawan bicaranya. Contoh adegan yang menunjukkan adanya unsur komedi terlihat pada salah satu adegan visualisasi pemain yang sedang menggunakan simbol do a dengan penggambaran yang lucu dan konyol. Hal ini memunculkan makna bahwa seseorang bisa bermain-main di tengah berdo a. 4. Representasi kekerasan verbal Aspek kekerasan verbal yang menjadi mainstream dalam tayangan sinetron ini ada keterkaitannya dengan pemilihan format komedi. Selama ini 268

panggung komedi identik dengan panggung kekerasan demi menciptakan kesenangan dengan cara bullying fihak baik dalam fisik maupun verbal. Penggambaran unsur kekerasan ini menggunakan dua kelompok karakter pemain yang mewakilinya (1) pemain protagonis melalukan kekerasan verbal, dan (2) pemain antagonis melakukan kekerasan baik yang bersifat verbal maapun nonverrbal. Ideologi Dengan menggunakan struktur kode-kode televisi dengan melihat isi pesan dan teknik representasinya, maka bisa diketahui ideologi dominan yang muncul di balik program tayangan sinetron komedi reliji Bukan Islam KTP di SCTV, yaitu: 1. Ideologi kapitalis materialistik, yang bisa diketahui dari cara sinetron ini merepresentasikan dominasi kelompok kaya dalam hubungan sosial di masyarakat. Kelompok kaya direpresentasikan mampu menguasai dan mengatur kelompok miskin dengan menggunakan kekayaannya. 2. Ideologi patriarki, yang bisa diketahui dari cara merepresentasikan bagaimana laki-laki mendominasi kehidupan perempuan. Laki-laki digambarkan sebagai mahluk superior yang mengatas namakan agama untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaatan dari perempuan. 3. Dominasi kekerasan, yang bisa diketahui dari cara sinetron ini menggunakan simbol verbal maupun non-verbal. Kekerasan dianggap sebagai ideologi karena mewarnai hampir semua adegan dan hadirkan baik melalui pemain antagonis maupun protagonis. 269

B. Rekomendasi dari Hasil Penelitian Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan baik yang di bidang metodologi maupun substansi. Meskipun demikian, beberapa temuan yang penulis paparkan dalam laporan ini setidaknya bisa dijadikan sebagai langkah awal untuk melakukan beberapa perbaikan dan pembenahan. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis hendak menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan proses serta temuan dari hasil penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelitian yang mengkaji tema tentang sinetron reliji (khususnya yang dikemas dalam bentuk komedi) ini perlu dikembangkan dengan menggunakan metode yang lebih bagus dan lebih variatif dalam rangka pengembangan keilmuan komunikasi. Peneliti menyadari bahwa kajian penelitian di bidang ini belum banyak mendapat perhatian di kalangan para peneliti di lingkungan Perguruan Tinggi Islam. Oleh karena itu peneliti berharap hasil penelitian ini bisa menjadi motivator bagi kolega di Perguruan Tinggi Islam untuk menindaklanjuti dengan karya yang lebih baik. Salah satu kelemahan dari para peneliti yang berasal dari institusi Islam adalah faktor obyektivitas akibat pola pemikiran yang terlalu terkooptasi oleh unsur internal belief sehingga hasil penelitian mengandung bias agama. Banyak sinetron sejenis yang ditayangkan beberapa stasiun televisi yang memerlukan kajian secara mendalam, yang perlu dianalisis dengan menggunakan metode yang obyektif. 270

2. Salah satu temuan penelitian ini menyebutkan bahwa produsen pesan lebih mengutamakan aspek komersial disbanding aspek pengajaran agama dalam memproduksi tayangan keagamaan. Oleh karena itu, peneliti berharap agar hasil penelitian ini bisa menjadi pertimbangan bagi para praktisi media untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kemungkinan dampak yang dihasilkan dari kebijakan ekonomisnya terhadap umat Islam sebagai konsumen. Dalam memproduksi hiburan yang menggunakan materi keagamaan, fihak televisi sebaiknya menggunakan konsultan yang berkompeten di bidangnya sehingga materi tayangan tidak potensial untuk menimbulkan kontroversi di kalangan pemirsa. Jika hal ini dilakukan secara bijak dan proporsional, maka sebagai konsumen media umat Islam bisa mendapatkan haknya untuk memperoleh tayangan keagamaan yang bukan hanya menghibur, tetapi sekaligus mendidik dan mencerahkan. 3. Kegiatan dakwah yang harus dilakukan oleh para pelaku dakwah mendapat tantangan yang lebih besar ketika proses penyebaran ajaran Islam mulai memasuki wilayah televisi. Hal ini menyebabkan para praktisi dakwah mendapat tugas tambahan untuk mengevaluasi bentuk-bentuk serta proses penyampaian ajaran melalui televisi. Evaluasi tersebut bukan hanya di bidang materi tayangan, tetapi juga evaluasi terhadap teknik dakwah yang harus mereka kembangkan supaya kegiatan dakwah yang mereka tidak tenggelam akibat umat Islam lebih tertarik dengan materi dakwah-hiburan yang ditawarkan televisi. Di samping itu pelaku dakwah perlu melakukan akselerasi dengan kemajuan teknologi yang 271

dikembangkan televisi serta menyesuaikan budaya dakwah dengan budaya televisi dengan terlibat aktif dalam produksi siaran, sehingga pekerjaan dakwah di televisi tidak mutlak menjadi kewenangan institusi media. 4. Umat Islam sebagai konsumen perlu mengembangkan sikap kritis dan obyektif terhadap materi siaran keagamaan yang ditayangkan televisi, khususnya siaran yang dikemas dalam bentuk hiburan seperti sinetron. Pengembangan sikap kritis tersebut tidak hanya terbatas pada hal-hal mengenai benar atau salahnya materi yang disampaikan melalui tayangan hiburan, tetapi juga pemahaman tentang dunia televisi yang pada dasarnya menggunakan logika kapitalis. Umat Islam kadang-kadang terlalu sensitif dalam menyikapi tayangan keagamaan yang dianggap tidak sesuai dengan pemahaman keagamaan yang mereka miliki. Pemahaman umat Islam tentang dunia media (media literacy) serta cara kerja media diharapkan bisa membuka wawasan tentang mengapa media menghadirkan realitas tertentu mengenai agama. Dengan pemahaman semacam ini, diharapkan bisa mengurangi ketegangan-ketegangan di saat media dianggap melakukan sebuah kesalahan. C. Penutup Puji syukur tiada henti penulis panjatkan kepada Allah Rabbul Izzati yang telah memberikan nikmat berupa kesehatan, kekuatan, dan semangat untuk bisa menyelesaikan penelitian disertasi ini. Sebagai manusia yang dlaif, penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini, baik dilihat dari sisi proses pelaksanaan maupun hasilnya, masih sangat jauh dari kata sempurna. Beberapa kelemahan penulis baik itu yang bersifat metodologis, teknis, maupun 272

paradigmatis menjadikan proses perjalanan penelitian ini terasa sangat panjang dan melelahkan. Dengan adanya beberapa kelemahan tersebut penulis mohon saran, masukan, serta kritik yang bersifat konstruktif dari beberapa fihak guna menyempurnakan karya ini. 273