II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

(Contoh) DESAIN PEMBELAJARAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN PAKET C UPT SKB KABUPATEN BANDUNG

II. KERANGKA TEORETIS. Sesuatu yang telah dimiliki berupa pengertian-pengertian dan dalam batasan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

I. PENDAHULUAN. Penerapan kurikulum 2013 harus diterapkan untuk memfasilitasi siswa agar terlatih

Penerapan Pendekatan Saintifik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Fiqih Siswa Kelas V MI Darussalam Palembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar merupakan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak dan hubungan antar-struktur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tujuannya untuk mengetahui kekurangan yang terjadi agar kegiatan yang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung untuk meningkatkan kemajuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

I. PENDAHULUAN. Koballa dan Chiappetta (2010: 105), mendefinisikan IPA sebagai a way of

PENDAHLUAN. Penalaran Tinggi Keterampilan Rendah. Keterampilan dan Kreativitas Tinggi. Penalaran Rendah Keterampilan Tinggi

II. KAJIAN PUSTAKA. diantaranya adalah: Carin yang dikutip oleh Holil dalam. gejala maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistimatis.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di SD. Menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

BAB II. Tinjauan Pustaka. perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mendorong kemampuan siswa demi tercapainya tujuan. terhadap suatu objek. Siswa mempunyai keyakinan dan pendirian tentang

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

II. TINJAUAN PUSTAKA. sendiri pengetahuannya. Rasa ingin tahu tentan. g alam sekitar di sekelilingnya merupakan kodrat manusia sejak ia lahir ke

II. KERANGKA TEORETIS. kebiasaan yang rutin dilakukan. Oleh karena itu diperlukan adanya sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. mampu merangsang peserta didik untuk menggali potensi diri yang sebenarnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah bagian dari ilmu IPA. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran IPA terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum 2013 dimana pembelajaran ini dikemas

I. PENDAHULUAN yang mengadopsi langkah-langkah ilmiah dalam memecahkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. rendah, gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang terjadi

KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK

I. PENDAHULUAN. agar ketika setelah meninggalkan sekolah, siswa mampu mengembangkan diri

BAB II LANDASAN TEORI. Metode pembelajaran adalah suatu teknik penyajian yang dipilih dan

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

I. PENDAHULUAN. Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran dapat dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan metakognisi yang berpengaruh terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika pada umumnya identik dengan perhitungan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sikap berkaitan dengan objek yang disertai dengan perasaan positif (favourable)

II. TINJAUAN PUSTAKA

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK PADA PEMBELAJARAN TEMA 2 SELALU BERHEMAT ENERGI DI KELAS IV B SDN NO. 34/1 TERATAI. Oleh : LUSY TANIA PURWANI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Siklus belajar 5E (The 5E Learning Cycle Model) (Science Curriculum Improvement Study), suatu program pengembangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajara Tematik Terpadu dan Pendekatan Scientific. 1. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II KAJIAN PUSTAKA. siswa melakukan perubahan ke arah kebaikan berdasarkan segala pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. berorientasi pada kecakapan hidup (life skill oriented), kecakapan berpikir,

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan. Kelas/Semester : X/1 Alokasi Waktu : 1 x 30 menit

I. PENDAHULUAN. salah satu tujuan pembangunan di bidang pendidikan. antara lain: guru, siswa, sarana prasarana, strategi pembelajaran dan

BAB II KAJIAN TEORI. E. Kajian Teori. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis. kuantitas dalam menghubungkan ide-ide yang sudah ada sebelumnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERBASIS EKSPERIMEN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK ZAT DAN WUJUDNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING

BAB I PENDAHULUAN. bermacam-macam. Model yang diajarkan disini memakai model Inquiry Based

Oleh : Uswati Husnun Nadiyya,S.Pd

II. TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi belajar merupakan keadaan di dalam diri individu yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rasa puas ini (atau lebih tepat barangkali. membangkitkan rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas.

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang melibatkan siswa dalam kegiatan pengamatan dan percobaan dengan

II. KAJIAN PUSTAKA. Inkuiri berasal dari bahasa inggris inquiry yang artinya pertanyaan atau

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. masalah itu sendiri sehingga pembelajaran akan lebih terpusat pada siswa untuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam membina manusia yang memiliki penetahuan dan keterampilan,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha untuk mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran karena dalam model pembelajaran terdapat langkah-langkah

I. PENDAHULUAN. syarat untuk mencapai tujuan pembangunan, salah satu wahana untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tingkat keberhasilan yang maksimal. Banyak orang yang sulit

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pembelajaran : SMA

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Scaffolding Istilah scaffolding memang tidak terlalu asing akhir-akhir ini. Hammond (2001: 20) menyatakan bahwa: Bagian penting dalam setiap pembahasan teori dasar scaffolding berhubungan dengan teori pembelajaran Vygotsky. Meskipun Vygotsky tidak pernah menggunakan istilah scaffolding, landasan teori yang terletak dalam kerangka Vygotsky, dan karyanya sering dikutip oleh mereka yang telah mengambil gagasan scaffolding dalam konteks penelitian pendidikan. Kebanyakan orang mengenal scaffolding pada gedung yang baru dibangun. Pada bangunan scaffolding berguna untuk mengokohkan bangunan pada awal pembangunan. Burns & Joyce (2005: 9) menyatakan bahwa: Pada ranah pendidikan, scaffolding juga seperti pada gedung yang baru dibangun.dalam konteks interaksi kelas, scaffolding adalah istilah yang diambil untuk menggambarkan bantuan sementara yang menyediakan guru bagi siswa untuk membantu menyelesaikan tugas atau mengembangkan pemahaman baru, sehingga mereka nantinya akan dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Scaffolding didesain untuk memberikan bantuan kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas dan mengembangkan pemahaman mereka

(Hammond, 2001: 15). Peserta didik belum sepenuhnya mampu untuk 6 memahami konsep atau materi yang diberikan oleh guru dengan baik. Oleh karena itu peserta didik membutuhkan bantuan dari guru untuk memahami konsep-konsep pelajaran yang mereka pelajari dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ini berpusat pada peserta didik. Namun, guru tidak bisa semata-mata melepaskan begitu saja langkah peserta didik dalam menjalani kegiatan pembelajaran. Peran guru dalam kegiatan pembelajaran adalah mengarahkan langkah peserta didik agar tidak terjerumus dalam konsep pelajaran yang salah. Ketika peserta didik sudah buntu, peran guru dibutuhkan untuk memberi pencerahan kepada mereka untuk menyelesaikan tugas serta mengembangkan pemahaman mereka yang belum mereka yakini. Scaffolding dan bantuan adalah hal yang berbeda. Hammond (2001: 20) menyatakan bahwa: Perbedaan antara scaffolding dan bantuan kita misalkan dalam contoh keadaan misalnya pada kegiatan belajar mengeja, dalam situasi ini, guru bisa membantu dengan memberikan ejaan yang benar. Pada situasi lain guru me-scaffold bagaimana berpikir tentang ejaan, misalnya, mendorong peserta didik untuk berpikir tentang suara dari kata itu, dan bagaimana mereka dapat dibaca. Dalam definisi kami, secara kualitatif scaffolding berbeda dari bantuan untuk mendukung siswa menyelesaikan tugas dalam konteks baru yaitu untuk mengetahui bagaimana berpikir, tidak hanya apa yang harus dipikirkan. Scaffolding mendukung siswa menyelesaikan tugas-tugas dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu scaffolding baik untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran.

7 Scaffolding memiliki langkah-langkah utama dalam pembelajaran. Lange (2002:2866) menyatakan bahwa ada dua langkah utama yang terlibat dalam scaffolding pembelajaran: a) Pengembangan rencana pembelajaran untuk membimbing peserta didik dalam memahami materi baru, dan b) Pelaksanaan rencana, pembelajar memberikan bantuan kepada peserta didik pada setiap langkah dari proses pembelajaran. Scaffolding terdiri dari beberapa aspek khusus yang dapat membantu peserta didik dalam internalisasi penguasaan pengetahuan. Menurut Lange (2002:2866) berikut aspek-aspek scaffolding: a) Intensionalitas: Kegiatan ini mempunyai tujuan yang jelas terhadap aktivitas pembelajaran berupa bantuan yang selalu didiberikan kepada setiap peserta didik yang membutuhkan. b) Kesesuaian: Peserta didik yang tidak bisa menyelesaikan sendiri permasalahan yang dihadapinya, maka pembelajar memberikan bantuan penyelesaiannya. c) Struktur: Modeling dan mempertanyakan kegiatan terstruktur di sekitar sebuah model pendekatan yang sesuai dengan tugas dan mengarah pada urutan alam pemikiran dan bahasa. d) Kolaborasi: Pembelajar menciptakan kerjasama dengan peserta didik dan menghargai karya yang telah dicapai oleh peserta didik. Peran pembelajar adalah kolaborator bukan sebagai evaluator. e) Internalisasi: Eksternal scaffolding untuk kegiatan ini secara bertahap ditarik sebagai pola yang diinternalisasi oleh peserta didik. Berdasarkan pendapat para ahli dapat dijelaskan bahwa scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa pada awal kegiatan yang bersifat sementara untuk mengokohkan pemahaman siswa. Bantuan ini sewaktu waktu dapat dihentikan jika siswa sudah mampu berdiri dengan kakinya sendiri dengan kokoh.

2. Aktivitas Bertanya 8 Kemampuan bertanya dan membuat pertanyaan dengan baik dibutuhkan oleh peserta didik agar mereka mampu meningkatkan pemahaman untuk memecahkan suatu masalah. Kita sebagai guru sebaiknya mampu melatih siswa untuk bertanya walaupun pada tingkat dasar. Karena dengan peserta didik mengajukan pertanyaan, sebagai pengajar kita dapat mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa dalam kegiatan pembelajaran. Chin (2001: 93) menyatakan bahwa: Pertanyaan-pertanyaan bisa membantu penyelidikan lebih lanjut dan memicu pemikiran yang lebih dalam pada peserta didik karena mereka mendiskusikan ide-ide mereka dan menindaklanjuti pertanyaan mereka. Sebuah pertanyaan pemahaman dapat merangsang siswa untuk menghasilkan penjelasan mereka sendiri untuk hal-hal yang membingungkan mereka, sementara perencanaan atau strategi pertanyaan dapat merangsang siswa untuk mencari tahu bagaimana untuk memecahkan masalah. Sebaiknya para peserta didik tidak dikekang oleh aturan-aturan prosedural yang menimbulkan rendahnya tingkat keingintahuan karena mereka disibukkan dengan perintah-perintah yang sudah didesain oleh pengajar yang membuat peserta didik terbelenggu dalam masalah yang diciptakan. Jika kita sebagai pengajar membebaskan peserta didik berpikir apa saja namun tetap dalam konteks pembelajaran akan banyak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan spontan yang menimbulkan pemahaman pada tingkat konseptual yang lebih tinggi. Chin (2001: 99) menyatakan bahwa: Ketika tugas yang diberikan mengharuskan peserta didik untuk mengikuti instruksi dan prosedur penyelesaian masalah, mereka tidak berada pada tingkat pemahaman kognitif yang tinggi. Pertanyaan seperti itu menimbulkan jawaban sederhana tanpa menyebabkan pembicaraan konseptual lanjut. Sebaliknya, sebuah pemecahan masalah aktivitas

9 terbuka yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran menimbulkan berbagai pertanyaan keheranan pada tingkat konseptual yang lebih tinggi. Kunci pembelajaran aktif adalah aktivitas bertanya. Kemampuan bertanya peserta didik sangat diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yang memusatkan pada peserta didik ini agar tercipta suatu situasi dan kondisi yang hangat didalam kelas. Disamping keengganan peserta didik untuk bertanya, kesempatan terkadang tak menghampiri mereka. Bagaimana bisa fase bertanya dilewati begitu saja. Jika aktivitas bertanya ini dilewati begitu pembelajaran aktif yang memusatkan pada peserta didik ini tidak akan berjalan dengan semestinya. Chin (2004: 107) menyatakan bahwa: Mempertanyakan adalah kunci untuk pembelajaran aktif dan bermakna serta merupakan hal terpenting dalam pembelajaran inkuiri ilmiah. Rumusan pertanyaan yang bagus juga merupakan tindakan kreatif. Peserta didik secara reflek bertanya pada diri sendiri yang kemudian membantu memantau pemahaman (Chin, 2004: 107). Terkadang dengan bertanya pada diri sendiri atau terlintas secara tidak sengaja pertanyaan-pertayaan akan membuat kita berpikir tentang jawaban pertanyaan yang telah kita buat sendiri. Hal ini akan menimbulkan pemahaman konsep baru dari sebelumnya. Bertanya juga bisa sebagai penuntun peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Dengan membuat list pertanyaan dalam notebook atau catatan kecil mereka, mereka tidak akan kehilangan arah dan kendali dalam melakukan suatu kegiatan seperti kegiatan diskusi. Kemampuan dasar dalam kegiatan pembelajaran ini penting untuk dimiliki oleh peserta didik yang berkualitas. Pertama kita yakinkan peserta didik yang bertanya maupun yang menyimak

pertanyaan bahwa bertanya adalah bukan perbuatan hina. Justru dengan 10 bertanya kita dapat membantu teman dengan pertanyaan kita agar bersama berpikir untuk memahami konsep yang lebih tinggi. Menurut Chin (2004: 109), yaitu: Peserta didik bisa mengajukan pertanyaan sebelum melakukan suatu kegiatan untuk membantu mereka mengarahkan kegiatan pembelajaran mereka sendiri dan menggunakan pertanyaanpertanyaan ini untuk memandu kegiatan diskusi. Ketidakmampuan menyebabkan guru melewati fase bertanya dalam kegiatan pembelajaran. Menjadi guru dituntut dengan wawasan yang tak terbatas sehingga apapun pertanyaan peserta didik guru memiliki jawaban yang baik untuk pertanyaan mereka. Chin (2004: 111) menyataka bahwa: Mengajar peserta didik dengan pertanyaan dapat membuat mereka sadar bahwa berbagai pertanyaan menimbulkan proses berpikir yang berbeda yang membantu membangun jawaban dengan cara yang berbeda yang dapat membangun wawasan. Beberapa guru merasa tidak nyaman dengan ide mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan, karena mereka akan kewalahan dengan sejumlah besar pertanyaan dan tidak memiliki jawaban atas semua pertanyaan. Dalam kegiatan pembelajaran science, rasa ingin tahu dan aktivitas bertanya sangat penting bagi peserta didik untuk berpikir serta melangkah ke depan. Dengan demikian, guru harus berusaha untuk menumbuhkan budaya rasa ingin tahu di kelas dan mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan (Chin, 2004: 112). Pertanyaan-pertanyaan akan bertindak sebagai jendela bagi peserta didik. Bertanya bukan hanya digunakan untuk mencari informasi. Dalam kegiatan

11 pembelajaran aktivitas bertanya dapat memberikan informasi untuk menambah pengetahuan peserta didik. Menurut Chin (2002: 62), yaitu: Dengan bertanya dapat meningkatkan pemahaman konseptual bagi peserta didik. Selain mewujudkan pembelajaran yang lebih bermakna, pertanyaan-pertanyaan ini juga dapat memberikan informasi dan umpan balik bagi guru agar peserta didik kebingungan yang menandakan bahwa mereka berpikir. Keterampilan bertanya bukan hanya suatu keharusan untuk dimiliki oleh pengajar, sebagai peserta didik juga penting untuk dimiliki. Kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menuntut mereka aktif. Jika mereka pasif maka kegiatan pembelajaran tidak akan berlangsung dengan baik. Terampil bertanya berarti sedikit banyak peserta didik dapat menerima pengetahuan konseptual yang ditemukan oleh dirinya sendiri dengan guru sebagai pembimbing mereka. Sebagai guru kita tidak boleh membatasi keterampilan peserta didik untuk bertanya. Biarkan mereka melayangkan pikiran mereka kemana saja mereka inginkan namun tetap dalam konteks belajar dan dalam topik yang sedang berlangsung. Chin (2002: 65) menyatakan bahwa: Sebagai pendidik, kita tahu bahwa keterampilan bertanya penting untuk mengajar dengan baik. Namun, dengan penekanan pada pembelajaran aktif, berpikir kritis dan kreatif, keterampilan bertanya juga penting untuk belajar dengan baik. Pertama dan terpenting, pertanyaan dari siswa menunjukkan bahwa mereka telah berpikir tentang ide-ide yang menghubungkan mereka dengan hal-hal lain yang mereka ketahui (Chin & Osborne, 2008: 3).

Berdasarkan penjelasan para ahli aktivitas bertanya sangat penting dalam 12 kegiatan pembelajaran karena dengan bertanya berarti siswa telah berpikir oleh karena itu fase bertanya dalam kegiatan pembelajaran tidak seharusnya dilewati begitu saja. 3. Scientific Approach Pendekatan scientific ialah pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran yang dilakukan melalui proses ilmiah yaitu proses mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba (experimenting), menalar (associating), dan mengomunikasikan (communicating). Kegiatan pembelajaran seperti ini dapat membentuk sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik secara maksimal. Kelima proses belajar secara scientific tersebut diimplementasikan pada saat memasuki kegiatan inti pembelajaran (Fadlillah, 2014: 175). Dalam kegiatan pembelajaran pendekatan scientific ini dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kegiatan Scientific Approach 13 Kegiatan Mengamati (observing) Menanya (questioning) Mencoba (experimenting) Menalar (associating) Mengomunikasikan (communicating) Aktivitas Pembelajaran Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat) Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis Diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan) Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan. Menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen) Mengumpulkan data. Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data/kategori. Menyimpulkan dari hasil analisis data. Dimulai dari unstructured-uni structuredmulti structured-complicated structure. Menyampaikan hasil konseptualisasi. Dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar, atau media lainnya. Fadlillah (2014: 176) Hampir sama dengan penjelasan mengenai pembelajaran pendekatan Scientific sebelumnya, Dyer dalam Sani (2014: 53) menyatakan bahwa pendekatan Scientific dalam pembelajaran memilki komponen proses pembelajaran antara lain: 1) mengamati; 2) menanya; 3) mencoba/mengumpulkan informasi; 4) menalar/asosiasi; dan 5) membentuk jejaring (melakukan komunikasi). Tahapan aktivitas belajar yang dilakukan dengan pembelajaran Scientific tidak harus dilakukan mengikuti prosedur yang kaku, namun dapat

disesuaikan dengan pengetahuan yang hendak dipelajari. Pada suatu 14 pembelajaran mungkin dilakukan observasi terlebih dahulu sebelum memunculkan pertanyaan, namun pada pelajaran yang lain mungkin siswa mengajukan pertanyaan terlebih dahulu sebelum melakukan eksperimen dan observasi. Aktivitas membangun jaringan juga mungkin dilakukan dalam upaya melakukan eksperimen atau juga mungkin dibutuhkan ketika siswa mendesiminasikan hasil eksperimennya. Scientific approach memiliki 5 komponen dalam kegiatan pembelajaran. Dyer dalam Sani (2014: 54) menyatakan komponen-komponen tersebut antara lain: 1) Mengamati Observasi adalah menggunakan panca indra untuk memperoleh informasi. Pengamatan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. 2) Mengajukan Pertanyaan Siswa perlu dilatih merumuskan pertanyaan terkait dengan topik yang akan dipelajari. Aktivitas belajar ini sangat penting untuk meningkatkan keingintahuan (curiosity) dalam diri siswa dan mengembangkan kemampuan mereka untuk belajar sepanjang hayat. Setelah siswa terlatih untuk mengajukan pertanyaan, mereka perlu dibimbing untuk mengajukan pertanyaan bermakna. 3) Melakukan Eksperimen/Percobaan atau Memperoleh Informasi Belajar dengan menggunakan pendekatan ilmiah akan melibatkan siswa dalam melakukan aktivitas penyelidikan fenomena dalam upaya menjawab suatu permasalahan. 4) Mengasosiasikan/Menalar Kemampuan mengolah informasi melalui penalaran adan berpikir rasional merupakan kompetensi penting yang harus dimiliki oleh siswa. Informasi yang diperoleh dari pengamatan atau percobaan yang dilakukan harus diproses untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya.

15 5) Membangun atau Mengembangkan Jaringan dan Berkomunikasi Kemampuan untuk membangun jaringan dan berkomunikasi perlu dimiliki oleh siswa karena kompetensi tersebut sama pentingnya dengan pengetahuan. Bekerja sama dalam sebuah kelompok merupakan salah satu cara membentuk kemampuan siswa untuk dapat membangun jaringan dan komunikasi. Berdasarkan penjelasan dari referensi-referensi tersebut dapat kita simpulkan bahwa komponen-komponen pendekatan scientific ada 5 yaitu mengamati (observing), menanya (questioning), mencoba (experimenting), menalar (associating), dan mengomunikasikan (communicating). 4. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan tolak ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 3): Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu pencapaian tujuan pengajaran. Dalam perkembangannya, hasil belajar merupakan ukuran keberhasilan guru dalam mengajar. Hal ini terlihat dari apa yang telah dicapai siswa, dan keberhasilan siswa dalam memahami dan mengerti konsep serta materi yang telah diajarkan oleh guru. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan Sanjaya (2009: 138), ukuran keberhasilan pembelajaran adalah sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, dan siswa dapat mengungkapkan kembali apa yang dipelajarinya.

16 Hasil belajar merupakan bukti adanya proses belajar- mengajar antara guru dan siswa. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Hamalik (2004: 30), hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada aspek- aspek tersebut. Adapun aspek- aspek itu adalah: 1) Pengetahuan, 2) Pengertian, 3) Kebiasaan, 4) Keterampilan, 5) Apresiasi, 6) Emosional, 7) Hubungan sosial, 8) Jasmani, 9) Etis atau budi pekerti, dan 10) Sikap Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terdiri di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Slameto (2003: 2) menyatakan bahwa: Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan proses yang dilakukan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru. Perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar. Sedangkan hasil belajar diperoleh setelah berakhirnya proses pembelajaran. Djamarah dan Zain (2006: 121) mengatakan bahwa:

17 Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Akhir dari kegiatan inilah yang menjadi tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar. Hasil evaluasi kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk hasil belajar siswa. Hasil belajar dapat diukur dengan berbagai alat. Salah satunya dalam bentuk tes. Amir dalam Arikunto (2007: 32) menyatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat. Keberhasilan dalam belajar dapat diketahui dengan suatu pengukuran hasil belajar yaitu melalui suatu evaluasi atau tes dan dinyatakan dalam bentuk angka. Kriteria hasil belajar siswa terhadap pedoman dapat ditampilkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Kriteria Hasil Belajar Siswa Nilai Siswa Kualifikasi Nilai 80-100 Sangat Baik 66-79 Baik 56-65 Cukup 40-55 Kurang 30-39 Gagal (Arikunto, 2007) Kriteria tersebut menjadi acuan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah mereka lakukan. B. Kerangka Pemikiran Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas sebagai sampel penelitian. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh aktivitas pada scaffolding dalam konteks scientific

18 approach terhadap hasil belajar siswa pada konsep kalor SMP. Penelitian ini menggunakan tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel moderator, dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aktivitas pada scaffolding (X), variabel moderatornya adalah scientific approach (M), sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa (Y).Gambaran yang jelas tentang variabel-variabel tersebut dapat dijelaskan dengan paradigma pemikiran yang ditujukan pada Gambar 2.1. X Y M Gambar 2.1 Diagram Pemikiran Pengaruh Variabel Bebas (X) dalam Konteks Variabel Moderator (M) terhadap Variabel Terikat (Y) Keterangan: X = Aktivitas pada Scaffolding M = Scientific Approach. Y = Hasil Belajar Siswa. Menerapkan scaffolding dalam pembelajaran membiasakan siswa untuk membangun pengetahuan sendiri. Siswa akan aktif untuk menalar, aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi banyak pertanyaan dalam benak siswa, dengan demikian siswa akan mencari jawaban atas pertanyaan mereka sendiri dan mereka akan cenderung lebih mudah untuk belajar dan memahami konsep yang mereka temukan sendiri dengan bertanya.

Konsep-konsep fisika tidak mudah untuk dapat dikuasai oleh siswa, oleh 19 karena itu untuk memudahkan siswa membangun pemahaman konsep fisika dengan bertanya. Aktivitas ini dapat meningkatkan pemahaman konseptual bagi siswa yang akan mempengaruhi hasil belajar siswa ke arah yang positif. Bertanya membuat mereka berpikir tentang banyak hal. Setidaknya siswa telah berpikir dengan memiliki sebuah pertanyaan. Pencapaian kemandirian banyak timbul pertanyaan bagi siswa dalam menemukan konsep. Dengan cara seperti ini pengetahuan konsep fisika akan dapat dikuasai oleh siswa. Membangun konsep yang dilakukan oleh siswa tidak semudah membalikkan telapak tangan atau sekedar mengedipkan mata, terlebih yang akan dibangun adalah konsep fisika. Kemandirian yang membutuhkan bantuan pada awalnya bagi siswa tercipta dengan menggunakan pendekatan scientific. Menciptakan pembelajaran aktif dibutuhkan aktivitas bertanya bagi siswa. Bertanya juga termasuk komponen dalam pendekatan scientific, oleh karena itu kemandirian dengan keterampilan bertanya ini dilakukan dengan pendekatan scientific. Pembelajaran dilakukan pada siswa dengan berkelompok, guru akan memberikan bantuan (scaffolding) pada awal-awal penyelesaian tugas untuk memancing keaktifan siswa dalam bertanya kemudian akan diambil alih oleh siswa dan menjadi tanggung jawab siswa sepenuhnya.

Dengan berkelompok akan terjadi interaksi antara siswa satu dengan yang 20 lain dalam diskusi. Aktivitas dalam penyelesaian masalah dapat dilakukan dengan bertukar pikiran dan pendapat atau bahkan bertanya kepada temannya. Selain dapat menyelesaikan masalah tersebut siswa akan mendapatkan informasi tentang pertanyaan-pertanyaan yang mereka pertanyakan dalam kelompok diskusi. Tentu hal ini akan berdampak pada hasil belajar siswa. cara semacam ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil belajar mereka. Semakin besar peran aktif siswa dalam bertanya, mengindikasikan bahwa siswa tersebut membutuhkan bantuan belajar (scaffolding) guru dalam bertanya dalam konteks scietific approach. Selain itu, semakin berkembangnya aktivitas pada scaffolding dalam konteks scientific approach ke arah positif terhadap konsep fisika, akan mempengaruhi hasil belajar siswa SMP pada pelajaran fisika ke arah yang positif pula. Kerangka pemikiran ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.2. Scientific Approach Guru Aktivitas pada Scaffolding Siswa Hasil Belajar Gambar 2.2 Diagram Kerangka Pemikiran.

C. Hipotesis 21 Berdasarkan uraian rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut: H 1 : Terdapat pengaruh aktivitas pada scaffolding dalam konteks scientific approach terhadap hasil belajar konsep kalor.