BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV.1 Profil Kabupaten Luwu A. Sejarah Luwu Sejarah Tanah Luwu sudah berawal jauh sebelum masa pemerintahan Hindia Belanda bermula. Sebelumnya Luwu telah menjadi sebuah kerajaan yang mewilayahi Tana Toraja (Makale, Rantepao) Sulawesi Selatan, Kolaka (Sulawesi Tenggara) dan Poso(Sulawesi Tengah). Hal sejarah Luwu ini dikenal pula dengan nama Tanah Luwu yang dihubungkan dengan nama La Galigo dan Sawerigading. Pada tahun 1905, pemerintah Hindia Belanda berhasil menduduki pusat Kedatuan Luwu di Palopo. Hal ini membuat sistem pemerintahan di Luwu dibagi atas dua tingkatan pemerintahan, yaitu: 1. Pemerintahan tingkat tinggi dipegang langsung oleh pihak Belanda. 2. Pemerintahan tingkat rendah dipegang oleh pihak Swapraja. Pada tahun 1942, Jepang berhasil menghalau pemerintah Hindia Belanda dan menguasai Luwu. Sistem pemerintahan yang diterapkan sama, hanya saja rakyat diberi kebebasan berusaha, bercocok tanam dan nelayan. Hal tersebut tentu saja membuat hasil-hasil bumi masyarakat Belopa dan sekitarnya lebih meningkat, sehingga diberi julukan pabbarasanna Tana Luwu, (lumbung pangan Tanah Luwu). Dalam masa pemerintahan Jepang, yaitu tentara Dai Nippon, kedudukan Datu Luwu dalam sistem pemerintahan sipil, sedangkan pemerintahan militer dipegang oleh Pihak Jepang.
Dalam menjalankan pemerintahan sipil, Datu Luwu diberi kebebasan, namun tetap diawasi secara ketat oleh pemerintahan militer Jepang. Yang menjadi pemerintahan sipil atau Datu Luwu pada masa itu ialah "Andi Kambo Opu Tenrisompa" kemudian diganti oleh putranya "Andi Patiware" yang kemudian bergelar "Andi Djemma. Pada bulan April 1950 Andi Djemma dikukuhkan kembali kedudukannya sebagai Datu/Pajung Luwu dengan wilayah seperti sediakala. Afdeling Luwu meliputi lima onder Afdeling Palopo, Masamba, Malili, Tana Toraja atau Makale, Rantepao dan Kolaka. Selanjutnya pada masa setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, secara otomatis Kerajaan Luwu berintegrasi masuk kedalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditandai dengan adanya pernyataan Raja Luwu pada masa itu Andi Djemma yang antara lain menyatakan "Kerajaan Luwu adalah bagian dari Wilayah Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.34/1952 tentang Pembubaran Daerah Sulawesi Selatan bentukan Belanda/Jepang termasuk daerah yang berstatus Kerajaan. Peraturan Pemerintah No.56/1951 tentang Pembentukan Gabungan Sulawesi Selatan. Dengan demikian daerah gabungan tersebut dibubarkan dan wilayahnya dibagi menjadi 7 (tujuh) daerah Swatantra. Satu di antaranya adalah daerah Swatantra Luwu yang mewilayahi seluruh daerah Luwu dan Tana Toraja dengan pusat Pemerintahan berada di Kota Palopo. Tahun 1953 Andi Djemma Datu Luwu diangkat menjadi Penasehat Gubernur Sulawesi. Berselang beberapa tahun kemudian, Pemerintah Pusat menetapkan beberapa Undang-Undang Darurat, antara lain:
1. Undang-Undang Darurat No.2/1957 tentang Pembubaran Daerah Makassar, Jeneponto dan Takalar. 2. Undang-Undang Darurat No. 3/1957 tentang Pembubaran Daerah Luwu dan Pembentukan Bone, Wajo dan Soppeng, serta penghapusan sistem pemerintahan Swpraja. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 3/1957, maka daerah Luwu menjadi daerah Swatantra dan terpisah dengan Tana Toraja, disertai berakhirnya pula pemerintahan sistem kerajaan Luwu. Datu Luwu Andi Djemma langsung menjadi Bupati/Datu Luwu kala itu. Dengan berlakunya UU No. 29 tahun 1959 tentang terbentuknya daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi, sistem Swantantra dihapus. Pada waktu itu, wilayah kabupaten Dati II Luwu dibentuk 16 kecamatan dan salah satu dianataranya adalah Kecamatan Bajo dengan ibukotanya Belopa. B. Kondisi geografis Secara geografi Kabupaten Luwu terletak pada koordinat antara 2 3 45 sampai 3 37 30 LS dan 119 15 sampai 121 43 11 BB, dengan batas administratif sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Tana Toraja : Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Wajo : Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang : Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara Dilihat dari letak geografis, Kabupaten Luwu cukup strategis. Palopo, yang terletak di jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Pelabuhan Tanjung Ringit di Palopo menjadikan Kabupaten Luwu sebagai pintu gerbang Sulwesi Selatan bagian utara,
pelabuhan ini merupakan salah satu pintu penghubung untuk mendistribusikan hasil pertanian Luwu ke Luar daerah. IV.2 Profil Kecamatan Bajo A. Kondisi geografis Bajo merupakan salah kecamatan yang ada di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak pada 3⁰22 26 LS dan 120⁰18 47 BT, dengan luas sekitar 68,52 km 2, dengan batas wilayah: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Timur Sebelah Barat : Kecamatan Kamanre dan Bupon : Kecamatan Suli : Kecamatan Belopa, Belopa Utara : Kecamaann Bajo Barat Kecamatan Bajo yang keadaan wilayahnya berada pada dataran dan pegunungan dengan jarak tempuh 7 Km dari ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten. Kecamatan Bajo terdiri atas 11 desa dengan satu kelurahan, yaitu kelurahan Bajo, Desa Rumaju, Balla, Sampa, Pangi, Jambu, Tallang Bulawang, Saga, Samulang, Sumabu dan Buntu Babang. Jumlah penduduknya mencapai 11.555 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 5.713 orang sedangkan perempuan sebesar 5.842 orang. B. Potensi Unggulan Berdasarkan sumber data dari Podes 2011, terdapat beberapa komoditas unggulan di Kecamatan Bajo yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Sektor perkebunan Sektor perkebunan menjadi pendorong perekonomian Kecamatan Bajo, karena merupakan salah satu mata pencaharian kebanyakan masyarakat Bajo. Adapun jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu kakao. Selain
kakao, cengkeh, kelapa dan sagu juga menjadi andalan di sektor perkebunan. Luas areal tanam yang dimanfaatkan pada sektor ini yaitu mencapai ± 5.611,55 ha. Luas areal tanam untuk kakao adalah 4.899,35 ha dengan hasil produksi yaitu 850,00 ton dan dengan jumlah petani penggarap yaitu 2.350 KK. Sedangkan untuk cengkeh, luas areal tanam mencapai 480,5 ha dengan hasil produksi yaitu sebanyak 70,00 ton dengan jumlah penggarap sebanyak 250 KK, dan untuk kelapa, luas areal tanam yaitu 227,7 ha dengan hasil produksi sebanyak 910,9 ton dan dengan jumlah penggarap 158 KK, dan yang terakhir adalah sagu yang luas areal tanamnya hanya sekitar 4 ha dengan hasil produksi sebanyak 25,00 ton dan dengan jumlah penggarap sebanyak 50 KK. Selain tanaman yang bernilai ekonomis tinggi tersebut di atas, Kecamatan Bajo juga merupakan daerah penghasil buah-buahan dengan luas areal tanam sekitar 1.110 ha. Adapun jenis buah tersebut seperti advokat, mangga, rambutan, duku/langsat, jeruk, durian, jambu, nangka, papaya, pisang, nanas, salak dan lain sebagainya. b. Sektor pertanian Hasil bercocok tanam masyarakat di Kecamatan Bajo bukan hanya dari sektor perkebunan saja, tetapi juga memiliki lahan pertanian yang luas dengan tanah yang subur. Sektor pertanian Kecamatan Bajo meliputi tanaman padi sebagai tanaman yang paling mendominasi selain karena merupakan kebutuhan pokok pangan, juga merupakan mata pencaharian sebagian warga Kecamatan Bajo. Selain itu, juga terdapat jenis tanaman pangan lainnya seperti jagung, jenis kacang-kacangan, umbi-umbian, ubi, sayur-sayuran dan lain sebagainya.
Luas areal tanam untuk sektor pertanian khususnya tanaman padi di Kecamatan Bajo seluruhnya adalah mencapai sekitar 2.087,69 ha dengan produksi rata-rata per tahun adalah sebanyak 14.836 ton, dan jagung sekitar 120 ha dengan produksi rata-ratanya mencapai 400 ton/ha, sedangkan tanaman pangan lainnya, keseluruhannya mencapai 1.798 ha dengan hasil produksi ratarata adalah. c. Sektor peternakan Potensi ternak di Kecamatan Bajo dibagi menjadi 3 bagian yaitu ternak besar, ternak kecil dan unggas. Perkembangan sektor peternakan diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak untuk memenuhi konsumsi masyarakat akan makanan bergizi, disamping itu juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan peternak. Populasi ternak besar dan kecil di Kecamatan Bajo yaitu sapi sebanyak 210 ekor, kerbau kurang lebih 8 ekor, dan kambing sebanyak 515 ekor, sedangkan untuk jenis ternak unggas yaitu itik sebanyak 417 ekor, ayam ras sebanyak 4.082 ekor, dan angsa sebanyak 179 ekor. d. Sektor perindustrian dan kehutanan Di bidang perindustrian, di Kecamatan Bajo terdapat industri rumah tangga dan juga industri kecil. Industri rumah tangga sebanyak 94 dengan tenaga kerja yang juga 94 orang. Sedangkan industri kecil yang terdiri dari 22 usaha penggilingan padi, 2 usaha pengolahan makanan, 18 usaha pembuatan meubel, 2 usaha pembuatan gula merah, 17 usaha pembuatan minyak kelapa, 3 usaha percetaka/fotocopy, dan 72 usaha pembuatan atap. Selain itu, juga terdapat usaha jasa bangunan seperti 113 tukang batu, dan 78 tukang kayu. Semenetara di bidang kehutanan, terdapat kawasan hutan
lindung dengan luas areal hutan mencapai 68 ha yang tersebar di 5 desa yaitu Desa Rumaju, Saga, Sumabu, Samulang dan Tallang Bulawang. C. Keadaan social a. Kesehatan; yaitu hanya memiliki satu Puskesmas, 2 Pustu, 7 Polindes, 16 Posyandu serta satu toko obat, dengan tenaga medis yaitu 2 dokter umum, 1 dokter gigi, 6 para medis, 13 bidan, 21 dukun serta 3 orang dokter praktek. b. Agama; yaitu terdapat 33 Mesjid, 2 gereja dan 11 mushallah. c. Transportasi; yaitu hanya terdapat jenis transportasi darat yaitu meliputi mobil, truk, motor dan sepeda.