HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim.

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE Lokasi dan Waktu Materi

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daging sapi didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk

I. PENDAHULUAN. berasal dari susu seperti yogurt, keju, es krim dan dadih (produk olahan susu fermentasi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

PENDAHULUAN. segar seperti diolah menjadi sosis, nugget, dendeng, kornet dan abon.

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

I. PENDAHULUAN. Jambi) ataupun yang berasal dari daging seperti sosis dan urutan/bebontot

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. beberapa manfaat salah satunya adalah sebagai probiotik. Hal ini

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

BABI PENDAHULUAN. dengan cara menyadap tangkai bunga tanaman siwalan yang dipotong. Nira

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

4. PEMBAHASAN Fermentasi Acar Kubis Putih

I. PENDAHULUAN. yaitu berkisar jam pada suhu ruang 27 C. Salah satu alternatif untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Bakteri Asam Laktat (BAL) merupakan bakteri yang sering digunakan di

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Salami Daging Kelinci

BAB 7. MIKROBIOLOGI HASIL PERIKANAN. 7.1 Jenis-jenis Mikroba Pada Produk Perikanan

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

I. PENDAHULUAN. Pampekan, merupakan kerabat dekat durian yaitu masuk dalam genus Durio.

I. PENDAHULUAN. dan cepat mengalami penurunan mutu (perishable food). Ikan termasuk komoditi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

3. HASIL PENELITIAN Fermentasi Asinan Rebung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hasil

PENGARUH KONSENTRASI STARTER TERHADAP KUALITAS KEFIR SUSU SAPI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PENURUN KADAR KOLESTEROL DARAH MENCIT (Mus musculus)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang aman dan beberapa spesies digunakan sebagai terapi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI YOGHURT SARI BUAH SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP BAKTERI FLORA USUS

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

I. PENDAHULUAN. Secara alami hewan ternak, khususnya itik memiliki kekebalan alami. yang berfungsi menjaga kesehatan tubuhnya. Kekebalan alami ini

PENDAHULUAN. amino esensial yang lengkap dan dalam perbandingan jumlah yang baik. Daging broiler

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Salah satu pangan fungsional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin hari kebutuhan daging sapi semakin meningkat, untuk itu

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh:

TINJAUAN PUSTAKA. lebih kasar dan daging sapi lebih halus, daging kerbau mengandung kadar protein

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Amerika misalnya, sebagian besar masyarakat menyukai minuman ini, sehingga

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibuat dari kombinasi produk-produk susu, gula, dengan atau tanpa telur, dengan

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. sesuatu yang serba instan, praktis, dan efisien. Diantaranya terlihat pada perubahan pola

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

KUALITAS MIKROBIOLOGI SALAMI DENGAN KOMBINASI KULTUR STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT YANG BERPOTENSI SEBAGAI PROBIOTIK SKRIPSI CAHYANTO

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

TINJAUAN PUSTAKA. 18,20 Lemak (g) 25,00 Kalsium (mg) 14,00 Fosfor (mg) 200,00 Besi (mg) 1,50 Vitamin B1 (mg) 0,08 Air (g) 55,90 Kalori (kkal)

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sosis merupakan salah satu makanan olahan daging yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. pengolahan susu dengan bantuan mikroba untuk menghasilkan berbagai produk

BAB V PEMBAHASAN. A. Kualitas Mikrobiologi Air Tanah di Lokasi Peternakan Babi. 1. Kualitas air tanah secara keseluruhan

TINJAUAN PUSTAKA. Sosis

BAB II EKOLOGI MIKROBIOLOGI PANGAN

Analisa Mikroorganisme

Nova Nurfauziawati VI. PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

Gambar 6. Morfologi Kultur Starter Yogurt (a) dan (b), Kultur Probiotik (c) dan (d) dengan Perbesaran 100x

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes

ISOLAT BAKTERI ASAM LAKTAT SUSU KUDA LIAR SEBAGAI STARTER DADIH I Made Sugitha 1, Putu Arisandhi W 1 dan Kadek Y.R.H. Sinaga 2

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI JUMLAH BAKTERI KELOMPOK KOLIFORM PADA SUSU SAPI PERAH DI TPS CIMANGGUNG TANDANGSARI

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

I. PENDAHULUAN. manusia dewasa diperkirakan sekitar 0.1% dari total populasi bakteri. Populasi BAL,

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Calf starter merupakan susu pengganti (milk replacer) yang diberikan ke

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Penelitian Persiapan penelitian meliputi pembiakan kultur pada media susu skim. Pembiakan kultur starter pada susu skim dilakukan untuk meningkatkan populasi kultur yang akan digunakan. Media yang digunakan sebagai media tumbuh adalah susu skim 10%. Populasi kultur starter Lactobacillus spp. (1A5), Lactobacillus fermentum (2B2) dan 2B4 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Bakteri Asam Laktat pada Media Susu Skim. Kultur Jumlah BAL (log 10 CFU/ml) Lactobacillus spp. 1A5 10,20 L. fermentum 2B2 11,41 L. fermentum 2B4 8,49 Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa populasi kultur pada media tumbuh susu skim pada setiap kultur adalah lebih dari 8 log 10 CFU/ml, jumlah tersebut melebihi kisaran jumlah isolat bakteri yang disyaratkan untuk menjadi kultur starter salami yaitu sebanyak 6-7 log 10 CFU/ml atau 6-7 log 10 CFU/g (Varnam dan Sutherland, 1995). Hasil penyegaran kultur pada media susu skim menunjukkan bahwa kultur 1A5, 2B2 dan 2B4 dapat tumbuh dengan baik pada media susu skim 10%. Kandungan nutrisi susu skim terutama laktosa merupakan unsur penting yang digunakan oleh bakteri untuk hidup. Penambahan susu skim berfungsi sebagai cadangan makanan bakteri asam laktat. Laktosa kemudian diubah menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat (Fardiaz, 1992). Penampakan sel bakteri asam laktat 1A5, 2B2 dan 2B4 di bawah mikroskop, disajikan pada Gambar 3 dan 4. Gambar 3. Pewarnaan Gram Isolat Lactobacillus spp. 1A5

(a) (b) Gambar 4. Pewarnaan Gram Isolat (a) L. fermentum 2B2 (b) Isolat L. fermentum 2B4 Kualitas Mikrobiologi Daging Penghitungan jumlah mikroba pada daging dilakukan untuk mengetahui kualitas mikrobiologi daging yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan salami dan untuk mengetahui perubahan kualitas mikrobiologinya setelah dilakukan fermentasi menggunakan bakteri asam laktat. Hasil uji mikrobiologi pada daging disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Uji Mikrobiologi pada Daging sebagai Bahan Baku Pembuatan Salami Mikroba Jumlah (log 10 CFU/g) Standar SNI (log 10 CFU/g) Bakteri asam laktat (BAL) 7,40 * Total Plate Count (TPC) 9,49 4 Staphylococcus aureus 4,40 2 Escherichia coli 3,34 1 Keterangan : (*) tidak disebutkan Tabel hasil uji mikrobiologi pada daging menunjukkan jumlah mikroba paling banyak adalah Total Plate Count (TPC) yaitu sebanyak 9,49 log 10 CFU/g, jumlah TPC mencerminkan jumlah total bakteri yang ada pada daging. Jumlah tersebut melebihi batas yang disyaratkan dalam SNI 01-6366-2000 tentang cemaran mikroba pada daging. Tingginya jumlah TPC pada daging yang digunakan disebabkan oleh tingginya jumlah bakteri asam laktat alami daging. Seperti yang telah dijelaskan oleh Buckle et al. (1987), bahwa mikroorganisme pada daging 25

berasal dari flora normal daging dan dari kontaminasi pada saat konversi otot menjadi daging hingga daging tersebut dikonsumsi. Lawrie (1995) mengemukakan bahwa daging terkontaminasi oleh berbagai jenis mikroorganisme, dari semua mikroorganisme yang mengkontaminasi daging, 99 persennya adalah bakteri. Bakteri yang umum dijumpai dalam daging adalah strain Pseudomonas, Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochotrix thermospacta, dan beberapa genera dari famili Enterobacteriaceae (Gill, 1982). Hasil uji mikrobiologi pada daging menunjukkan jumlah bakteri asam laktat sebanyak 7,40 log 10 CFU/g, bakteri asam laktat secara alami terkandung dalam daging. Menurut Hui et al. (2001), bakteri asam laktat yang secara alami terkandung dalam daging diantaranya adalah Lactobacillus Spp., Lactococcus, Micrococcus, Pediococcus sp., dan Leuconostoc. Jumlah bakteri asam laktat pada daging dengan masa simpan 12 jam setelah postmortem dapat mencapai 6 log 10 CFU/g (Hidayati, 2006). Staphylococcus aureus ada pada daging karena terjadinya kontaminasi dari lingkungan di luar daging. Populasi Staphylococcus aureus yang pada daging segar yang digunakan sebagai bahan baku sudah mencapai 4,40 log 10 CFU/g, jumlah ini melebihi batas yang disyaratkan oleh SNI No. 01-6366-2000 yaitu 2 log 10 CFU/g untuk daging tanpa tulang. Tingginya jumlah Staphylococcus aureus pada daging segar dapat disebabkan oleh terjadinya kontaminasi silang pada saat pemotongan. Kondisi dan perlakuan daging setelah pemotongan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Escherichia coli merupakan jenis bakteri patogen, jumlah Escherichia coli pada daging segar yang digunakan sebagai bahan baku adalah 3,34 log 10 CFU/g. Batas yang disyaratkan oleh SNI No. 01-6366-2000 adalah sebanyak 1 log 10 CFU/g. Adanya Escherichia coli pada daging segar terutama disebabkan oleh pemotongan yang kurang terjaga sanitasinya. E. coli disebut juga koliform fekal karena ditemukan dalam saluran pencernaan. Pada proses pemotongan ternak, penyebab terbesar kontaminasi E. coli adalah berasal dari isi saluran pencernaan hewan. Escherichia coli dijadikan sebagai indikator sanitasi dari kontamisi feses. Beberapa strain Escherichia coli sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan pencernaan (McGraw, 1999). Escherichia coli juga digunakan sebagai indikasi kemungkinan 26

kontaminasi oleh bakteri enterik. Organisme yang ada pada daging sedikit dipengaruhi oleh kondisi permukaan daging, Salmonella dan Escherichia coli kemungkinan adalah bahaya utama pada daging yang disimpan di suhu ruang dalam keadaan ph yang normal (Gill, 1982). Kualitas Mikrobiologi Adonan Salami Probiotik Sebelum pengujian kualitas mikrobiologi salami probiotik, terlebih dahulu dilakukan pengujian kualitas mikrobiologi adonannya. Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme awal pembuatan salami dan untuk mengetahui pengaruh fermentasi kultur starter yang ditambahkan dengan melihat perubahan jumlahnya. Hasil uji kualitas mikrobiologi adonan salami probiotik disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Populasi Mikroorganisme Adonan Salami dengan Starter BAL Kandidat Probiotik. Kombinasi Kultur Parameter Kombinasi I Kombinasi II log 10 CFU/g... BAL 9,41 9,97 TPC 12,28 15,49 Staphylococcus aureus 5,76 5,20 Escherichia coli 4,00 3,90 Jumlah bakteri asam laktat yang ada pada adonan sebanyak 9,41 log 10 CFU/g pada adonan dengan kultur starter Kombinasi I dan 9,97 log 10 CFU/g pada adonan dengan kultur starter Kombinasi II. Jumlah bakteri asam laktat dalam adonan telah memenuhi kriteria penggunaan kultur bakteri asam laktat pada pembuatan sosis fermentasi, kriteria populasi kultur bakteri asam laktat yang digunakan harus lebih dari 8 log 10 CFU/g. Jumlah bakteri asam laktat pada adonan lebih tinggi dibandingkan pada daging, hal ini karena bakteri asam laktat pada adonan sengaja ditambahkan. Jumlah Total Plate Count (TPC) pada adonan salami jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan Total Plate Count (TPC) yang ada pada daging, yaitu 12,28 log 10 CFU/g pada adonan dengan kultur starter Kombinasi I dan 15,49 log 10 CFU/g 27

pada Kombinasi II. Penambahan bakteri asam laktat secara sengaja pada adonan mengakibatkan jumlah Total Plate Count (TPC) ikut meningkat. Jumlah Total Plate Count (TPC) pada adonan didominasi oleh bakteri asam laktat karena memiliki jumlah populasi tertinggi dibadingkan mikroorganisme yang lain. Staphylococcus aureus pada adonan terlihat lebih tinggi jumlahnya dibandingkan pada daging. Jumlah Staphylococcus aureus pada adonan mencapai 5,76 log 10 CFU/g pada adonan dengan kultur starter Kombnasi I dan 5,20 log 10 CFU/g pada adonan dengan kultur starter Kombinasi II atau naik rata-rata 1,08 log 10 CFU/g dari jumlah awal pada daging. Peningkatan jumlah tersebut dapat disebabkan oleh jumlah populasi awal Staphylococcus aureus yang tinggi pada daging dan kontaminasi saat proses pengolahan atau saat pencapuran bahan. Kontaminasi dapat berasal dari udara ruang pengolahan, alat pengolahan dan kontaminsai silang dengan pekerja. Sama halnya dengan Staphylococcus aureus, jumlah Escherichia coli juga mengalami kenaikan pada adonan. Jumlah Escherichia coli pada adonan yaitu 4,00 log 10 CFU/g untuk adonan dengan kultur starter Kombinasi I dan 3,90 log 10 CFU/g untuk adonan dengan kultur starter kombinasi II. Jumlah tersebut naik rata-rata 0,61 log 10 CFU/g dibandingkan jumlah pada daging. Kenaikan jumlah Escherichia coli lebih disebabkan oleh lamanya selang waktu persiapan bahan sampai pada pembuatan salami, sehingga menyebabkan Escherichia coli mengalami peningkatan jumlah. Kualitas Mikrobiologi Salami Probiotik Uji kualitas mikrobiologis salami probiotik pada penelitian ini meliputi analisis Total Plate Count (TPC), total bakteri asam laktat (BAL), total Staphylococcus aureus dan total Escherichia coli. Kualitas mikrobiologi salami dengan starter bakteri asam laktat kandidat probiotik kombinasi Lactobacillus spp. 1A5 dengan Lactobacillus fermentum 2B4 (Kombinasi I) dan kombinasi Lactobacillus Spp. 1A5 dengan Lactobacillus fermentum 2B2 (Kombinasi II) disajikan pada Tabel 8. 28

Tabel 8. Rataan Populasi Mikroorganisme pada Salami dengan Starter BAL Kandidat Probiotik. Kombinasi Kultur Parameter Kombinasi I Kombinasi II log 10 CFU/g. TPC 14,55 ± 1,73 12,87 ± 0,27 BAL 10,10 ± 0,26 10,56 ± 0,89 Staphylococcus aureus 6,27 ± 0,43 5,84 ± 0,292 Escherichia coli 2,90 ± 0,73 2,19 ± 0,26 Hasil uji t-student menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata secara statistik (P<0,05) pada uji kualitas mikrobiologi salami probiotik, baik pada uji jumlah total bakteri asam laktat, TPC, Staphylococcus aureus maupun Escherichia coli. Hasil uji tersebut menunjukkan adanya kesamaan kualitas antara salami probiotik yang menggunakan kultur starter Kombinasi I dengan salami probiotik yang menggunakan kultur starter Kombinasi II. Total Bakteri Asam Laktat Jumlah total bakteri asam laktat salami probiotik mencapai 10,10 ± 0,26 log 10 CFU/g pada salami probiotik dengan kultur Kombinasi I dan 10,56 ± 0,89 log 10 CFU/g pada salami probiotik dengan kultur Kombinasi II. Perhitungan secara statistik menggunakan uji t-student menunjukkan bahwa perbedaan jumlah bakteri asam laktat antara kedua kombinasi tersebut tidak nyata (P<0,05). Jumlah bakteri asam laktat kandidat probiotik pada kedua produk salami melebihi 10 log 10 CFU/g. Jumlah yang cukup dari probiotik yang dikonsumsi akan memberikan efek positif, antara lain meningkatkan kekebalan secara alami terhadap infeksi saluran pencernaan, mencegah kanker kolon, mengurangi konsentrasi serum kolesterol, memperbaiki pencernaan, dan menstimulasi imunitas saluran pencernaan (Collins dan Gibson, 1999). Bakteri asam laktat yang ada pada salami lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada pada adonan, selisih jumlah bakteri asam laktat pada adonan dengan pada produk salami adalah sebanyak 0,69 log 10 CFU pada salami dengan kultur starter Kombinasi I dan sebanyak 0,60 log 10 CFU pada salami dengan kultur starter 29

Kombinasi II. Meningkatnya jumlah bakteri asam laktat pada salami mengindikasikan bahwa bakteri asam laktat yang digunakan dapat tumbuh. Bakteri asam laktat yang ditambahkan pada adonan akan mengalami fase adaptasi terlebih dahulu sebelum mengalami pertumbuhan yang optimum. Pada fase adaptasi jumlah populasi bakteri biasanya mengalami penurunan, dan akan memulai pertumbuhan dari awal. Jumlah populasi akan meningkat jika fase adaptasi berhasil dilalui. Fase adaptasi bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, ph, aktivitas air, jumlah nutrisi pada media pertumbuhan dan jumlah populasi awal (Fardiaz, 1992). Menurut Food Safety and Inspection Service (FSIS) dari United States Departement of Agriculture (2005), jumlah bakteri asam laktat pada pada produk fermentasi daging akan mencapai 10 7-10 8 CFU/g selama proses fermentasi berlangsung. Peningkatan jumlah populasi bakteri asam laktat dapat dilihat pada Gambar 5. Populasi (log10 CFU/g) 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Keterangan : Daging Adonan Salami Kultur Kombinasi I Kultur Kombinasi II Gambar 5. Peningkatan Jumlah Populasi Bakteri Asam Laktat Pertumbuhan bakteri asam laktat pada pembuatan salami dipengaruhi juga oleh penambahan bumbu-bumbu, penambahan gula, dan oleh jumlah awal mikroba yang ditambahkan serta lamanya proses fermentasi. Penambahan garam sebanyak 2% tidak berpengaruh pada pertumbuhan bakteri asam laktat. Lamanya proses pemeraman sosis dapat berpengaruh pada jumlah bakteri asam laktat. Semakin lama waktu pemeraman maka jumlah bakteri asam laktat bisa semakin banyak. Wilson (1981), menyatakan bahwa waktu pemeraman dan pengasapan yang dibutuhkan dalam pembuatan sosis fermentasi semi kering, seperti cervalet, summer sausage, bologna, dan berbagai jenis salami adalah selama 6 hari dengan total pengasapan 30

selama 12-16 jam pada suhu pengasapan 27-32 o C. Menurut Hidayati (2007), jumlah bakteri asam laktat pada proses pemeraman sosis fermentasi mengalami fase logaritmik pada hari ke-2 sampai hari ke-6, dengan puncak pertumbuhan pada hari ke-6 dan mengalami penurunan secara drastis setelah hari ke-7. Bakteri asam laktat yang tumbuh pada salami menyebabkan ph salami menjadi menurun dibandingkan ph daging. Hal tersebut disebabkan oleh asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Asam organik yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat antara lain adalah asam laktat dan asam asetat (Siegumfeldt et al., 2000). Nilai ph salami probiotik mengalami penurunan dari 5,5-5,7 menjadi 4,3-4,4 (Puspitasari, 2008). Menurut Galgano et al. (2003), pada produksi sosis fermantasi kering, faktor yang mempengaruhi rendahnya ph adalah faktor formulasi produk, kondisi fermentasi, temperatur dan kelembaban. Ketersediaan karbohidrat dalam daging juga berpengaruh terhadap penurunan ph. Karbohidrat yang terkandung dalam daging sebanyak 1,2% dalam bentuk glikogen (Lawrie, 1995). Total Plate Count (TPC) Jumlah Total Plate Count pada produk salami dengan kultur Kombinasi I adalah 14,55 ± 1,73 log 10 CFU/g dan pada produk salami dengan kultur Kombinasi II adalah 12,87 ± 0,27 log 10 CFU/g. Jumlah Total Plate Count dari kedua produk salami tidak berbeda secara statistik. Jumlah Total Plate Count pada salami didominasi oleh populasi bakteri asam laktat dibandingkan jumlah mikroorganisme lainnya. Tingginya jumlah bakteri asam laktat pada produk salami karena bakteri asam laktat sengaja ditambahkan pada saat proses pembuatan. Selain itu bakteri asam laktat juga mengalami pertumbuhan, sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak dibandingkan pada adonan. Jumlah Total Plate Count pada salami dengan kultur Kombinasi II mengalami penurunan, dibandingkan pada adonannya. Jumlah Total Plate Count pada adonan mencapai 15,49 log 10 CFU/g, sedangkan pada produk salami jumlahnya menjadi 12,87 log 10 CFU/g. Penurunan jumlah tersebut dapat disebabkan oleh terhambatnya mikroba yang ada pada adonan oleh bakteri asam laktat. Bakteri yang dapat terhambat pertumbuhannya oleh bakteri asam laktat adalah bakteri yang tidak mampu bertahan pada asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat. Jumlah bakteri asam laktat pada salami dengan kutur starter Kombinasi II sedikit lebih 31

banyak dibandingkan salami dengan kultur starter Kombinasi I. Hal itu mengakibatkan jumlah asam yang dihasilkan pada salami dengan kultur starter Kombinasi II lebih banyak dibandingkan dengan salami yang menggunakan kultur starter Kombinasi I. Puspitasari (2008) menyebutkan bahwa nilai total asam tertitrasi (TAT) salami dengan kultur starter Kombinasi II adalah 1,55±0,08, sedangkan salami dengan kultur starter Kombinasi I adalah 1,43±0,05. Pertumbuhan mikroorganisme dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ketersediaan nutrisi, air, suhu, ph, oksigen, potensial reduksi-oksidasi, jumlah awal populasi, adanya zat penghambat dan adanya jasad renik lainnya (Fardiaz, 1992). Suhu yang digunakan pada pembuatan salami adalah suhu ruang (15-30 o C). mikroorganisme yang suhu optimum pertumbuhannya di bawah suhu ruang (psikrofilik) akan terhambat. Jumlah populasi Total Plate Count pada daging, adonan dan produk salami dapat dilihat pada Gambar 6. Populasi (log10 CFU/g) 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Keterangan : Daging Adonan Salami Kultur Kombinasi I Kultur Kombinasi II Gambar 6. Jumlah Populasi Total Plate Count pada Daging, Adonan dan Salami Penambahan garam dan gula dapat berpengaruh terhadap jumlah populasi mikroba pada produk salami. Garam dan gula berfungsi sebagai humektan, sehingga dalam konsentrasi tertentu dapat membantu meningkatkan tekanan osmosis medium atau bahan makanan. Meningkatnya tekanan osmosis akan mengakibatkan air yang terikat dalam daging keluar, sehingga aktivitas air dalam daging juga ikut menurun (Leistner dan Russel, 1991). Aktivitas air yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba menjadi tidak optimal (Jay, 2000). Penambahan garam 32

sebanyak 2-3 % dapat berfungsi sebagai bakteristatik, menurunkan a w hingga 0,96, meningkatkan protein terlarut dan memberikan rasa asin (Hui et al., 2001). Nilai a w salami hasil penelitian adalah 0,92 untuk salami dengan kultur Kombinasi I dan 0,91 untuk salami dengan kultur Kombinasi II. Kebanyakan bakteri selain bakteri halofilik tidak dapat tumbuh pada nilai a w tersebut, namun Staphylococcus aureus masih dapat tumbuh pada nilai a w sampai 0,86 (Purnomo, 1995). Nilai a w dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu nilai ph, jumlah protein terdnaturasi, pengasapan, adanya garam dan sukrosa (Arief, 2000) serta dipengaruhi jumlah mikroorganisme dalam salami. Semakin banyak air bebas yang digunakan oleh mikroba akan mempengaruhi nilai a w salami. Lamanya waktu pemeraman dan pengasapan berpengaruh pada nilai a w produk salami, waktu pemeraman pada pembuatan salami pada penelitian ini adalah 3 hari dengan pengasapan selama 3 jam/hari. Waktu tersebut mengakibatkan penurunan nilai a w yang tidak begitu besar. Nilai a w daging yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,93. Jumlah Total Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus secara luas tersebar di alam, khususnya pada tubuh hewan berdarah panas (Evans et al., 1982). Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab keracunan yang memproduksi enterotoksin. Dibutuhkan banyak sel Staphylococcus aureus untuk dapat memproduksi enterotoksin, secara normal enterotoksin tidak akan muncul pada jumlah sel mencapai 10 6 CFU/g (FSIS-USDA, 2005). Lucke (1985), menyatakan bahwa Staphylococcus aureus memproduksi toksin pada jumlah populasi 10 7 CFU/g. Jumlah Staphylococcus aureus pada adonan salami mencapai 6,27 log 10 CFU/g pada salami dengan kultur starter Kombinasi I, sedangkan jumlah Staphylococcus aureus pada salami dengan kultur starter Kombinasi II mencapai 5,86 log 10 CFU/g. Jumlah ini tergolong tinggi, namun masih di bawah jumlah populasi yang mampu memproduksi enterotoksin, Staphylococcus aureus dapat menghasilkan enterotoksin jika jumlah populasinya mencapai 7 log 10 CFU/g (Lucke, 1998). Jumlah Staphylococcus aureus pada daging yang digunakan sebagai bahan baku adalah 4,40 log 10 CFU/g, Jumlah ini melebihi standar yang disyaratkan oleh SNI No. 01-6366-2000 yaitu 10 2 CFU/g untuk daging tanpa tulang. Tingginya jumlah Staphylococcus aureus dapat berasal dari kontaminasi silang pada 33

saat pemotongan. Perbandingan jumlah populasi Staphylococcus aureus pada daging, adonan dan salami diperlihatkan pada Gambar 7. 7 6 Populasi (log10 CFU/g) 5 4 3 2 1 0 Daging Adonan Salami Keterangan : Kultur Kombinasi I Kultur Kombinasi II Gambar 7. Jumlah Populasi Staphylococcus aureus pada Daging, Adonan dan Salami. Jumlah populasi Staphylococcus aureus pada kedua produk salami tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara statistik. Jumlah populasi Staphylococcus aureus pada salami dengan kultur Kombinasi I adalah 6,27±0,43 log 10 CFU/g, sedangkan pada salami dengan kultur Kombinasi II jumlah populasinya adalah 5,843±0,292 log 10 CFU/g. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan jumlah Staphylococcus aureus pada adonan yang dipakai. Jumlah Staphylococcus aureus adonan adalah 5,76 log 10 /g pada adonan dengan kultur Kombinasi I dan 5,2 log 10 /g pada adonan dengan kultur Kombinasi II. Kenaikan jumlah Staphylococcus aureus pada kedua produk salami berkisar antara 0,5-0,6 log 10 /g selama tiga hari pemeraman. Hal itu berarti perumbuhan Staphylococcus aureus pada saat fermentasi masih tidak secepat pertumbuhan tanpa adanya bakteri asam laktat, namun tidak sepenuhnya terhenti. Lambatnya pertumbuhan Staphylococcus aureus di dalam salami dipengaruhi oleh ph yang rendah. Menurut Hudson (2004), ph optimum pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 7,0-7,5, dengan kisaran 4,2-9,3 dan dapat tumbuh pada ph rendah saat terdapat asam organik pada media pertumbuhannya. Kondisi ph produk salami pada hari ke-3 pemeraman adalah 4,3-4,4. Nilai ph tersebut merupakan batas ph minimum pertumbuhan 34

Staphylococcus aureus, sehingga Staphylococcus aureus masih dapat tumbuh dengan lambat. Hasil penelitian diperoleh bahwa nilai a w salami berada pada kisaran 0,91, nilai a w ini belum cukup untuk menghambat secara total pertumbuhan Staphylococcus aureus. Hal itu berarti penghambatan yang terjadi pada populasi Staphylococcus aureus pada produk hanya dipengaruhi oleh asam organik yang diproduksi oleh bakteri asam laktat. Secara umum, penyebab utama populasi Staphylococcus aureus yang tinggi pada kedua produk salami adalah tingginya populasi awal Staphylococcus aureus pada daging segar dan pada adonan. Populasi awal yang tinggi dapat memungkinkan Staphylococcus aureus mampu berkompetisi di fase awal fermentasi produk salami sehingga waktu yang diperlukan lebih cepat dari waktu yang diperlukan kultur starter yang digunakan (Lactobacillus spp. dan Lactobacillus fermentum 2B4 dan 2B2) untuk memulai produksi antimikroba, yaitu pada jam ke-12 (Tribowo,2006). Tingginya populasi awal Staphylococcus aureus mengakibatkan pengaruh senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat pada salami hanya sebatas menghambat saja, namun belum dapat menurunkan atau membunuh populasi Staphylococcus aureus secara keseluruhan. Jumlah Escherichia coli Jumlah Escherichia coli produk salami hasil penelitian adalah 2,90±0,73 log 10 CFU/g pada produk salami dengan kultur Kombinasi I dan 2,19±0,26 log 10 CFU/g pada produk salami dengan kultur Kombinasi II. Jumlah tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan uji t-student. Perbedaan jumlah populasi Escherichia coli pada daging, adonan dan produk salami dapat dilihat pada Gambar 8. Jumlah Escherichia coli pada produk salami menunjukkan adanya penurunan dibandingkan dengan jumlah Escherichia coli pada adonan. Jumlah Escherichia coli pada adonan sebesar 4,00 log 10 CFU/g untuk adonan dengan kultur Kombinasi I dan 3,90 log 10 CFU/g untuk adonan dengan kultur Kombinasi II. Sedangkan pada salami jumlahnya menurun sampai 2,19 log 10 CFU/g. Penurunan tersebut diakibatkan oleh senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur starter. Bakteri asam laktat yang digunakan pada pembuatan salami 35

terdiri dari Lactobacillus fermentum. Menurut Tribowo (2006), Lactobacillus fermentum dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Lactobacillus fermentum menghambat Escherichia coli dengan zona penghambatan mencapai 9,17 mm. Bakteri Escherichia coli dapat tumbuh pada kondisi ph optimum 7,0-7,5 dan mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 10-40 o C (Fardiaz, 1992). Populasi (log10 CFU/g) 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Daging Adonan Salami Keterangan : Kultur Kombinasi I Kultur Kombinasi II Gambar 8. Jumlah Populasi Escherichia coli pada Daging, Adonan dan Salami Jumlah Escherichia coli pada sosis fermentasi menurun sampai 2 log 10 pada produk akhir fermentasi. Namun masih ada Escherichia coli yang dapat bertahan hidup pada sosis fermentasi melewati proses fermentasi dan pemeraman. Konsentrasi NaCl dan NaNO 2 yang tinggi kurang mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli. Penghambatan yang paling tinggi dipengaruhi oleh asam organik yang diproduksi oleh bakteri asam laktat pada sosis fermentasi (Erkkilä et al., 2000). Asam organik yang dihasilkan oleh kultur starter dapat mengakibatkan penurunan ph produk. Nilai ph salami pada penelitian ini mencapai 4,3. Nilai ph tersebut dapat menekan pertumbuhan Escherichia coli pada salami. 36