BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit trofoblas gestasional merupakan kelompok penyakit dengan peningkatan proliferasi selular dari trofoblas plasenta meliputi : Molahidatidosa (komplit dan parsial) dan Penyakit trofoblas Ganas (PTG). Istilah PTG diaplikasikan pada kondisi penyakit yang bersifat progresif, invasif, metastasis dan menyebabkan kematian jika tidak diterapi. Secara histopatologi dan gambaran klinis, PTG ini dibagi menjadi mola invasif, koriokarsinoma, placental site trophoblastic tumor (PSTT) dan epitheloid tumor trophoblast (ETT).1,2 Molahidatidosa merupakan ekspresi jinak dari penyakit trofoblas gestasional, tetapi juga memiliki kemungkinan berkembang menjadi ganas. 15% molahidatidosa komplit dan 0,5-6,6% molahidatidosa parsial tetap menunjukkan progesifitas paska terapi evakuasi yang ditunjukkan dengan konsentrasi human chorionic gonadotrophin (hcg) serum yang tetap atau bahkan meningkat, keadaan ini disebut sebagai PTG paska mola atau beberapa pusat pendidikan menyebutnya sebagai Persisten Trophoblastic Disease (PTD), penatalaksanaan dari PTD ini dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi selayaknya PTG lainnya.1 1
Setelah diagnosis ditegakkan, penentuan skor berdasarkan kriteria FIGO tahun 2000 harus dilakukan untuk menentukan kemoterapi yang akan diberikan. Skor 6 dikategorikan sebagai PTG risiko rendah, yang secara statistik menunjukkan respon yang baik terhadap pemberian kemoterapi agen tunggal. Agen kemoterapi yang paling sering digunakan pada PTG risiko rendah ini adalah metotrexat (MTX) dan actinomycin-d (Act-D).3,4 New England Trophoblastic Disease Center (NETDC) menggunakan MTX sebagai agen lini pertama PTG risiko rendah karena efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan Act-D.4,5 PTG merupakan keganasan yang sangat sensitif terhadap pemberian kemoterapi MTX dan rejimen kemoterapi yang efektif dari MTX juga telah dikembangkan, tetapi sama seperti agen kemoterapi lainnya khasiat MTX akhirnya dibatasi oleh resistensi.6 Sekitar 9-33% dari pasien yang diobati dengan kemoterapi agen tunggal untuk PTG risiko rendah akan memerlukan kemoterapi alternatif. Sampai saat ini, definisi yang diterima secara internasional untuk resistensi kemoterapi lini pertama ini masih kurang jelas. Dalam beberapa jurnal disebutkan resistensi terhadap kemoterapi lini pertama didefinisikan sebagai peningkatan β-hcg atau tetap dan/atau perkembangan metastasis baru selama pemberian kemoterapi.7,8 Pemantauan β-hcg selama pemberian kemoterapi penting untuk mengetahui keberhasilan kemoterapi ataupun kemungkinan resistensi.9 Untuk mengetahui apakah mungkin untuk mengidentifikasi secara dini kemungkinan pasien PTG risiko rendah yang tidak respon terhadap 2
kemoterapi MTX tunggal, diperlukan pemantauan yang lebih praktis menggunakan kurva regresi β-hcg, kurva regresi β-hcg adalah kurva yang menggambarkan penurunan normal kadar β-hcg pada pasien remisi komplit paska kemoterapi dan penurunan β-hcg abnormal pada pasien resisten MTX selama diberikan kemoterapi. Trommel dkk (2006) merancang suatu kurva regresi β-hcg selama terapi PTG risiko rendah untuk identifikasi resistensi MTX secara dini. Dengan kurva ini dapat diidentifikasi 14% pasien yang membutuhkan terapi alternatif sebelum dimulai kemoterapi lini pertama dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 9.600ᴫg/L). Pengukuran hcg serum sebelum kemoterapi MTX siklus ke-4 (minggu ke-7), dapat mengidentifikasi 50% pasien yang tidak respon terhadap kemoterapi MTX dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 56 ᴫg/L). Pengukuran hcg serum sebelum kemoterapi MTX siklus ke-6 (minggu ke11), dapat diidentifikasi 60% pasien yang tidak respon terhadap kemoterapi MTX dengan spesifisitas 97.5% (cutoff 24 ᴫg/L).8 Maka dari itu perlu untuk mengetahui pola regresi normal β-hcg serum pada pasien penyakit trofoblas ganas risiko redah yang mendapat kemoterapi MTX tunggal sebagai agen kemoterapi lini pertama yang dapat digunakan untuk melihat lebih awal kecenderungan pasien yang tidak respon terhadap pemberian kemoterapi MTX tunggal serta mencegah penggunaan kemoterapi multiagen yang tidak perlu mengingat segala komplikasi lebih berat yang dapat ditimbulkan. 3
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian timbul pertanyaan Bagaimana pola penurunan kadar β-hcg serum penderita penyakit trofoblas ganas risiko rendah yang menjalani kemoterapi MTX tunggal di RSUP. H. Adam Malik Medan? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kurva regresi β-hcg serum penderita penyakit trofoblas ganas risiko rendah yang menjalani kemoterapi MTX tunggal di RSUP. H. Adam Malik. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik dan distribusi frekuensi penderita penyakit trofoblas ganas risiko rendah berdasarkan usia, paritas, hasil patologi anatomi, β-hcg pra kemoterapi, skor FIGO resiko rendah, metastasis dan jumlah siklus kemoterapi MTX. 2. Untuk mengetahui gambaran kadar β-hcg pra kemoterapi penderita penyakit trofoblas ganas risiko rendah kelompok remisi komplit dan kelompok resisten MTX. 3. Untuk mengetahui gambaran kurva regresi kelompok remisi komplit dan kelompok resisten MTX. 4
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat terhadap institusi Dengan mendapatkan data mengenai karakteristik pasien dan pola penurunan kadar β-hcg serum penderita penyakit trofoblas ganas risiko rendah, diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar pada penelitian selanjutnya. 1.4.2. Manfaat terhadap peneliti Dengan mengetahui pola penurunan β-hcg serum penderita penyakit trofoblas ganas risiko rendah, diharapkan dapat menjadi dasar konseling dan follow up penderita penyakit trofoblas ganas risiko rendah yang menjalani kemoterapi MTX tunggal. 1.4.3. Manfaat terhadap pasien Dengan mendapatkan kurva regresi β-hcg serum pasien dengan remisi komplit, diharapkan dapat memprediksi lama pengobatan MTX tunggal yang akan dijalani pasien penyakit trofoblas ganas risiko rendah. 5