BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keturunan maka penerus silsilah orang tua dan kekerabatan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. beragam ketentuan adat yang dimiliki. Kehidupan setiap etnis berbeda-beda. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

11. TINJAUAN PUSTAKA. berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi di masyarakat yang. bersangkutan. Koentjaranigrat (1984: )

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Bungaran A. Simanjuntak, Konflik, status dan kekuasaan orang Batak Toba, Yogyakarta, Jendela, 2002, hal 10

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Budaya daerah adalah sebuah ciri khas dari sekelompok suatu Etnik yang

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. hanya ditunjukkan kepada masyarakat Batak Toba saja. Batak Toba adalah sub atau bagian dari suku bangsa Batak yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, yang lahir dari

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan sebuah cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan antara sesama manusia berlangsung sebagai bentuk

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukankajian

BAB I PENDAHULUAN. suku bangsa. Unsur-unsur kebudayaan itu dirangkai dalam istilah-istilah budaya

BAB I PENDAHULUAN. yang dihasilkan dari kebiasaan dari masing-masing suku-suku tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. paranak dan pihak perempuan atau parboru. Perkawinan mengikat kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Hartomo, H (1997)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki banyak suku, dimana setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman suku bangsa. Sampai saat ini tercatat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. memahami wacana dengan baik dan tepat diperlukan bekal pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suku tertua. Dalam suku Batak terdapat beberapa sub-suku-suku yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Batak Angkola bermukim di daerah Tapanuli Bagian Selatan yang merupakan. Etnis Angkola bekerja sebagai petani dan beragama Islam.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat dimengerti (Bolinger

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Kabupaten Tapanuli Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB V PENUTUP. yakni menjadi seorang muslim yang tidak menanggalkan identitas sebagai orang Batak Toba. Sebab untuk saat ini dan akan datang

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

BAB I PENDAHULUAN. menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna bagi mereka. Fenomena dari

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang heterogen, Indonesia memiliki banyak suku yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah evaluasi terhadap objek psikologis terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penganutnya. Indonesia merupakan negara penganut budaya Timur dan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan

bersikap kolot, dan lebih mudah menerima perubahan yang terjadi di dalam masyarakat terutama pada perempuan yang tidak menikah ini.

BAB I PENDAHULUAN. hanya akan mendapat hak waris bergerak seperti emas, perhiasan atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa berperanan penting dalam kehidupan manusia dengan fungsinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I. marga pada masyarakat Batak. Marga pada masyarakat Batak merupakan nama. Dalam kultur masyarakat Batak terkenal dengan 3 H, yaitu hamoraon

BAB I PENDAHULUAN. Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak dan Batak Mandailing,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Suku Batak dari sekian banyak suku yang ada di negeri ini termasuk salah satu suku yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari pulau. Indonesia juga merupakan negara yang beragam

BAB I PENDAHULUAN. Rumah adat Batak Toba atau yang disebut (Jabu) juga sangat sangat banyak ditemukan.

BAB I PENDAHULUAN. dikerjakan, dan diterapkan oleh manusia (budi-daya manusia). Kata kebudayaan berasal

STRATIFIKASI SOSIAL. Oleh: Lia Aulia Fachrial, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. mengubah atau mengembangkan karakter individu. Karakter yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. mendiami daerah Simalungun begitu juga dengan yang lainnya. marga, dimana menghubungkan dua pihak yakni pihak parboru atau sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Teori Peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan dari masyarakat tradisional ke

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. penduduk, sistem kekerabatan, agama dan kepercayaan, dan sistem kesenian

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain

BAB IV KAJIAN MULTIKULTURAL DALIHAN NA TOLU DALIHAN NA TOLU DALAM PERSPEKTIF KONSELINGMULTIKULTURAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki beranekaragam kebudayaan. Sebagaimana telah

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, istilah Batak sebenarnya sudah jarang sekali dipakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut pengetahuan umum anak adalah seseorang yang lahir dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Dari yang terendah: Mate di Bortian (meninggal dalam kandungan), Mate Posoposo

BAB I PENDAHULUAN. kelompok-kelompok suku ini berawal dari bagian Provinsi Sumatera Utara

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

Bimbel Online SMA Alfa Centauri Kls XI IIS 22-Agustus Sosiologi -

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti melakukan batasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

A. Pilihlah satu jawaban yang tepat!

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebudayaan adalah salah satu yang dimiliki oleh setiap negara dan

ABSTRAK PERANAN PUNGUAN PARSAHUTAON DALAM PELESTARIAN SISTEM KEKERABATAN PADA MASYARAKAT BATAK PERANTAU

BAB I PENDAHULUAN. perasaan (Sumarsono, 2004: 21).Selanjutnya, dengan bahasa orang-orang dapat berinteraksi

BAB I. Pendahuluan. pertama (gewesten) dan keresidenan Tapanuli merupakan salah satunya.

BAB I PENDAHULUAN. karakter setiap manusia. John Dewey (Hasbullah, 2005:2) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Buruh TKBM di Pelabuhan Belawan didominasi oleh suku Toba. penggunaan marga, penggunaan bahasa, berkumpul di Lapo Tuak,

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR

A. LATAR BELAKANG MASALAH

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makna Pekerjaan Dalam Masyarakat Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan satu atau lebih pekerjaan dalam aktivitasnya sehari-hari sehingga kelangsungan hidupnya akan terus berjalan. Pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh pekerja guna mendapatkan hal berupa gaji maupun upah. Pekerjaan tidaklah sama dengan bekerja. Honour dan Mainwaring (1982 : 187) dijelaskan bahwa pekerjaan ditandai dengan adanya suatu tugas yang memiliki aktivitas atau sifat usaha di dalamnya. Setiap pekerjaan dilakukan oleh pekerja. Pekerja adalah tiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja (Toha dan Pramono, 1987: 7). Pekerjaan merupakan salah satu identitas seseorang. Penekanan pada peranan pekerjaan sebagai identitas seseorang berarti bahwa mereka yang tidak memiliki pekerjaan (penganggur, pensiunan) akan sulit untuk menempatkannya, sebab mereka tidak memiliki identitas (Honour dan Mainwaring, 1982 : 188). Fenomena pekerjaan terdapat dalam semua lapisan masyarakat. Namun, arti, sifat serta seberapa pentingnya pekerjaan tersebut berbeda antara anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Bagi sebagian orang, pekerjaan adalah sumber tantangan, prestasi, dan tanggung jawab. Namun, bagi yang lainnya pekerjaan merupakan aktivitas untuk mengisi waktu sehari-hari. Honour dan Mainwaring (1982 : 193) menyebutkan bahwa para pekerja dalam kelompok 28

sosio-ekonomis yang lebih rendah cenderung mementingkan makna ekstrinsik seperti upah dan kontak sosial, sedangkan mereka dalam kelompok yang lebih tinggi mencari makna intrinsik misalnya prestasi ataupun pencapaian. Dalam semua masyarakat ada beberapa jenis pekerjaan yang dilakukan untuk kelangsungan hidup mereka. Namun berbagai masyarakat, memiliki cara yang berbeda dalam mengalokasikan pekerjaan kepada orang-orang, serta berbeda pula tingkat nilai dan kepercayaannya yang diberikan untuk setiap pekerjaan yang ada. Masing-masing individu memiliki kepercayaan dan harapan tertentu mengenai pekerjaan, terutama yang berhubungan dengan peranan pekerjaan mereka. 2.2 Hubungan Pekerjaan dan Status Sosial Mengutip dari Narwoko dan Suyanto (2004 : 169), dijelasakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembagian sekelompok orang ke dalam tingkatan atau strata yang berjenjang secara vertikal atau hierarkis. Stratifikasi berbicara mengenai posisi yang tidak sederajat antar individu ataupun antar kelompok. Salah satu unsur penting dalam stratifikasi yaitu status atau kedudukan. Status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam kelompok sosial. Mengutip Soekanto (2006 : 210) dijelaskan bahwa status sosial yaitu sebagai tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya. Status sosial tidak hanya mengenai kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, akan tetapi status sosial turut mempengaruhi status individu dalam kelompok sosial yang berbeda. Status sosial 29

menandakan perbedaan kelompok berdasarkan kehormatan dan kedudukan mereka di tengah- tengah masyarakat. Untuk mengukur status seseorang menurut Pitirim Sorokin (dalam Narwoko dan Bagong, 2011 :156) disebutkan yaitu 1. Jabatan atau pekerjaan 2. Pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan 3. Kekayaan 4. Politis 5. Keturunan 6. Agama Status pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu status sosial yang bersifat objektif dan subjektif. Status yang bersifat objektif yaitu status yang diperoleh atas usaha sendiri dangan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu dan status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain dan tidak bersifat konsisten. Mengutip dari Soekanto (2006) dijelaskan bahwa masyarakat pada umumnya mengembangkan tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status. Adapun pengertian dari masing-masing jenis status sebagaimana yang disebutkan dalam Soekanto (2006 : 211) yaitu ascribed status yaitu status seseorang dalam masyarakat yang diperoleh atas dasar kelahiran, achieved status adalah status yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung kemampuan masing-masing dalam mengejar tujuannya. Assigned Status adalah status yang diberikan oleh seseorang yang berkedudukan tinggi kepada seseorang yang telah berjasa dalam masyarakat. Salah satu bentuk stratifikasi yang sering dijumpai dalam masyarakat yaitu stratifikasi dalam bidang pekerjaan. Dalam bidang pekerjaan terdapat berbagai klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti misalnya pembedaan 30

antara manager dan tenaga administratif, antara rektor dan dosen, antara kepala sekolah dan guru, serta berbagai klasifikasi lainnya. Pekerjaan merupakan salah satu ukuran yang menentukan status sosial seseorang. Selain itu jabatan dalam pekerjaan juga menentukan status sosial masyarakat tersebut. Parker, dkk (1992) mengatakan bahwa suatu jabatan menunjukan suatu perluasan kewajiban yang dijalankan dalam suatu organisasi kerja, sehingga seseorang akan menjalankan dari suatu peran di dalam peran-peran lainnya. Semakin tinggi status pekerjaan, maka akan semakin banyak dan spesifik elemenelemen pekerjaan yang ada di dalamnya. Sebagai perbandingannya, hanya ada sedikit persyaratan untuk menduduki jabatan sebagai pesuruh, karena peranan yang dijalankannya sangat terbatas. Namun, untuk menjadi seorang manager diperlukan persyaratan yang lebih banyak karena peran yang dijalankannya lebih banyak (Parker, dkk, 1992 :216). Salah satu pekerjaan yang saat ini dilakoni oleh masyarakat yaitu pekerjaan sebagai pengasuh anak. Pekerjaan sebagai pengasuh anak merupakan pekerjaan dengan status sosial objektif. Dimana status yang diperoleh melalui pekerjaan tersebut diperoleh atas dasar upaya sendiri. Pekerjaan sebagai pengasuh anak juga merupakan bentuk dari achieved status dalam masyarakat karena pekerjaan tersebut diperoleh atas dasar usaha dari individu yang bekerja sebagai pengasuh anak tersebut. Pekerjaan sebagai pengasuh anak juga memiliki tingkat stratifikasinya tersendiri. Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa salah satu bentuk stratifikasi yang paling sering ditemui dalam masyarakat adalah stratifikasi dalam bidang pekerjaan. Melalui stratifikasi yang ada dalam masyarakat, pekerjaan 31

sebagai pengasuh anak termasuk dalam stratifikasi tingkat bawah. Sehingga measyarakat streotipe terhadap pekerjaan sebagai pengasuh anak tersebut. Dimana masyarakat mengkategorikan pekerjaan sebagai pengasuh anak sebagai pekerjaan masyarakat kelas bawah dengan status sosial yang rendah. Dalam masyarakat, semakin tinggi jabatan seseorang dalam pekerjaannya, semakin tinggi pula status sosialnya dalam masyarakat. Serta semakin rendah jabatan seseorang dalam masyarakat semakin rendah pula status sosialnya dalam masyarakat. Antara status sosial dan pekerjaan memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Semakin tinggi pekerjaan dan jabatan seseorang maka akan semakin tinggi pula status sosial orang tersebut dalam masyarakat. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah pekerjaan dan jabatan seseorang, semakin rendah pula status sosialnya. 2.3 Peran Perempuan Dalam Kekerabatan Masyarakat Etnis Batak Toba Batak Toba adalah sebuah suku di Pulau Sumatera yang terdapat di Negara Indonesia. Suku ini bermukim di Tapanuli, di sekitar Danau Toba. Seiring dengan perkembangan zaman, suku batak toba sudah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia bahkan sampai keluar negeri. Suku batak toba merupakan salah satu sub suku dari suku batak yang berada di Sumatera Utara yang terdiri dari batak toba, batak karo, batak mandailing, batak pakpak, dan batak simalungun. Masyarakat batak toba memiliki sebuah sistem kekerabatan yang disebut dengan istilah dalihan na tolu, yang memiliki arti tungku yang tiga. Dimana hal tersebut melambangkan aturan dan sikap masyarakat batak toba dalam kehidupan seharihari. 32

Adapun isi dari falsafah tersebut yaitu somba marhula-hula, manat mardongan tubu, eiek marboru. Adapun penjelasannya masing-masing yaitu sebagai berikut : 1. Somba Marhula-hula (hormat kepada Hula-hula). Hula-hula adalah kelompok keluarga pihak marga istri, pihak pemberi istri. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan. 2. Elek Marboru/lemah lembut tehadap boru/perempuan. Boru adalah keluarga marga laki-laki, pihak penerima wanita. Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, dimana tanpa boru mengadakan pesta adalah suatu hal yang tidak mungkin dilakukan. 3. Manat mardongan tubu/sabutuha, teman semarga, kaum kelompok yang satu marga (dongan=teman, sabutuha=satu perut). Suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat. (dikutip dari : http://digilib.unimed.ac.id/public/unimed Underg -raduate-24317-308322052%20bab%20i.pdf, diakses 11 Februari 2014 pukul 11.16 Wib) Falsafah inilah yang menjadi landasan bagi masyarakat batak toba dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara, dengan hula-hula dan boru. Dimana untuk menjaga keseimbangan tersebut harus disadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu. Mengutip dari Irianto (2005) dijelaskan bahwa orang batak toba menempatkan dirinya dalam susunan dalihan na tolu tersebut, sehingga mereka dapat mencari kemungkinan adanya hubungan kekerabatan di antara sesamanya. Kebudayaan suku batak toba menganut sistem kekerabatan secara patrilinear dan mengikat para anggotanya. Dimana penerus garis keturunan adalah mengikuti pihak laki-laki. Keturunan laki-laki tersebutlah yang menjadi penerus marga. Marga merupakan kelompok kekerabatan menurut garis keturunan, dimana hal tersebut akan menentukan posisi seseorang dalam lingkungan masyarakat batak toba. 33

Mengutip dari Irianto (2005) dijelaskan bahwa dalam sejarah orang batak toba dapat ditelusuri melalui garis laki-laki, akan tetapi anak perempuan dan istri tidak tercatat di dalamnya. Dalam sistem patrilineal, laki-laki dan perempuan menyandang hak dan kewajiban yang berbeda terhadap marga mereka. Sepanjang hidupnya laki-laki hanya bertanggung jawab atas marga ayahnya. Untuk perempuan sendiri, mereka bertanggung jawab atas dua marga yaitu marga ayahnya dan suaminya. Walaupun demikian, posisi perempuan dalam kekerabatan tersebut tidak jelas, karena meskipun berhubungan dengan keduanya tetapi tidak pernah menjadi anggota penuh dari keduanya. Perempuan menunjuk kepada salah satu dari dua jenis kelamin. Perempuan batak toba diartikan sebagai perempuan yang merupakan keturunan dari keluarga batak toba, dimana hal ini perempuan tersebut memiliki marga dari suku batak toba. Dalam suku batak toba, dikenal istilah boru ni raja yang merupakan konsep priyayi masyarakat batak toba. Istilah ini diberikan kepada perempuan-perempuan keturunan batak toba untuk mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kepada perempuan batak toba agar berperilaku layaknya seorang putri raja, baik dalam hal tutur kata, berpakaian, dan lain sebagainya. Orang batak mendidik anak perempuan mereka supaya menjadi istri-istri yang pantas dengan tujuan untuk dapat menjalin hubungan kekerabatan di antara orang-orang dengan pangkat tinggi (Irianto, 2005 : 95). Walaupun perempuan batak toba memiliki pendidikan yang tinggi, mereka akan tetap pada konsep dan nilai mengenai perempuan, yang terikat pada ruang domestik dan lingkungan adat. Sekalipun perempuan batak toba menjalani posisi terhormat, mereka tidak akan bisa melepaskan kewajibannya menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya. 34

Perempuan batak toba adalah perempuan yang dikenal pekerja keras dan tangguh. Peran perempuan batak toba dalam hal ekonomi keluarga yaitu dimana perempuan batak toba terjun ke dalam ruang publik untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarganya. Mulai dari pekerjaan masyarakat kelas atas seperti dokter, pengacara, dosen, dan sebagainya hingga pekerjaan masyarakat kelas bawah yaitu pembantu rumah tangga, buruh pabrik, hingga pengasuh anak. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, perempuan batak toba banyak yang berperan ganda dengan bekerja di ruang publik dan ruang domestik. Perempuan batak toba juga berperan sebagai perempuan yang menjadi penjaga dan penjamin terwujudnya nilai-nilai hamoraon, hagabeon, dan hasangapon melalui cara apapun (Irianto, 2005 : 96). Dimana hamoraon merupakan nilai untuk memiliki kekayaan, hagabeon merupakan nilai untuk diberkati karena keturunan, serta hasangapon merupakan nilai untuk prestise ataupun penghargaan. 2.4 Pandangan Teori Dramaturgi Pada Ekspresi Peran Individu Dalam Interaksi Sosialnya H.Bonner mengatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua atau lebih manusia ketika kelakuan individu yang saru mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakukan individu lain, atau sebaliknya (Santosa, 2009 :11). Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompokkelompok manusia yang terjadi dalam suatu kesatuan. Masing-masing individu memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pergaulan hidupnya dan interaksinya. Peranan atau role merupakan aspek 35

dinamis dari status. Tidak ada peranan tanpa status atau status tanpa peranan. Mengutip dari Soekanto (2006 : 213) dijelaskan bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat padanya. Peranan adalah hal yang sangat penting karena perananlah yang mengatur perilaku seseorang. Peranan membuat seseorang akan dapat menyesuaikan perilakunya dengan kelompoknya. Peranan mencakup tiga hal (dalam Soekanto, 2006), yaitu sebagai berikut : 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran yaitu untuk memberi arah dalam sosialisasi, pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pengetahuan, dapat mempersatukan kelompok dalam masyarakat, serta menghidupkan sistem pengendali dan sosial kontrol. Peranan sosial yang ada dalam masyarakat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang. Mengutip dari Narwoko dan Suyanto (2011) dijelaskan bahwa pembagian jenis peranan dibedakan atas klasifikasi peranan sosial berdasarkan pelaksanaanya dan cara memperolehnya. Klasifikasi peranan sosial dalam Narwoko dan Suyanto (2011 : 160) berdasarkan pelaksanaanya dibedakan atas : 1. Peranan yang diharapkan (expected roles) yaitu cara ideal dalam pelaksanaan peran dalam masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan dan peranan tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang sudah ditentukan. 36

2. Peranan yang disesuaikan (actual roles) yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu. Perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak memiliki peranan sosial. Dimana berdasarkan pelaksanaanya pekerjaan perempuan batak toba sebagai pengasuh anak merupakan expected roles atau peranan yang diharapkan. Dimana sebagai pengasuh anak, masyarakat menghendaki agar profesi tersebut dijalankan sesuai dengan yang telah ditentukan. Perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak haruslah mengikuti aturan yang ada dalam perannya sebagai pengasuh anak serta berprilaku layaknya seorang pengasuh anak. Selain memiliki peranan sebagai pengasuh anak, perempuan batak toba memiliki peranan lain yaitu sebagai perempuan dari keturunan masyarakat batak toba dengan konsep boru ni raja yang melekat dalam dirinya. Peranan sebagai boru batak dan boru ni raja tersebut merupakan kategori actual roles atau peranan yang disesuaikan. Dimana perempuan batak toba dapat melaksanakan perananya sebagai boru batak dan boru ni raja secara lebih luwes dan dapat disesuaikan. Dimana sebagai boru batak, peran yang akan dijalaninya selalui disesuaikan dengan kondisi yang ada. Dimana boru batak tersebut bias berperan sebagai hula-hula, sebagai boru, sebagai parsonduk bolon (istri), dan yang lainnya. Selain itu status sebagai boru batak dan boru ni raja tersebut dapat disesuaikan dengan peranan-peranan lainnya yang ada dalam diri perempuan batak toba pekerja pengasuh anak tersebut. 37

Klasifikasi peranan berdasarkan cara memperolehnya dalam Narwoko dan Suyanto (2011:160) yaitu : 1. Peranan bawaan yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis dan bukan karena adanya usaha. 2. Peranan pilihan yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusannya sendiri. Peranan sebagai boru batak dan boru ni raja merupakan peranan bawaan. Dimana perempuan keturunan masyarakat batak toba akan mendapatkan peranan sebagai boru batak dan boru ni raja secara otomatis ketika perempuan tersebut lahir tanpa adanya usaha darinya. Perempuan batak toba tersebut akan menjalankan segala peranan yang dimiliki boru batak dan boru ni raja tersebut. Namun, peran sebagai pengasuh anak yang dimiliki perempuan batak toba pekerja pengasuh anak merupakan peranan pilihan. Dimana peran sebagai pengasuh anak tersebut merupakan peran yang diperoleh atas dasar keinginan dan keputusannya sendiri. Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak tidak menjalankan peran sebagai pengasuh anak atas dasar paksaan dari orang lain. Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai pelaku, yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu peran tertentu dan target atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan aktor dan perilakunya. Istilah peran diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu. Ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Peran aktor tersebut dalam teater kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Posisi individu dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak 38

berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Goffman mengatakan bahwa selama kegiatan rutin, seseorang akan mengetengahkan sosok dirinya sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya. Seorang pelaku cenderung menyembunyikan dan mengeyampingkan kegiatan, fakta-fakta, motif-motif yang tidak sesuai dengan dirinya ( Poloma, 2000 : 233). Masing-masing individu dalam hubungan sosial akan berusaha mengontrol penampilan dirinya dan memainkan perannya disertai dengan adanya perilaku serta adanya gerak-gerik. Dalam teorinya, Erving Goffman menggambarkan bahwa individu merupakan pelaku yang melalui interaksi secara aktif mempengaruhi individu lain (Samanto, 2000: 235). Mengutip dari Johnson (1990) disebutkan bahwa menurut analisa ini masalah utama yang dihadapi individu dalam berbagai hubungan sosial adalah mengontrol penampilannya, keadaan fisiknya di mana mereka memainkan peranperannya serta perilaku perannya yang aktual dan gerak-gerik isyarat yang menyertainya. Perhatian individu terhadap pengaturan kesan (impression management) tidak terbatas pada perilakunya yang nyata saja. Penampilan individu dan perilakunya yang umum juga sangat relevan untuk identitasnya. Oleh karena itu mereka mau mempersiapkan penampilannya sebelum memainkan peran tertentu, dan akan berusaha mengontrol berbagai gerak yang tidak cocok yang mungkin mengurangi penampilannya itu (Johnson, 1990 : 43). 39

Salah satu analisa Goffman dalam konsep dramaturginya yaitu dimana banyak orang yang bekerja sama dalam melindungi berbagai tuntutan satu sama lain yang berhubungan dengan kenyataan sosial yang sedang mereka lakukan untuk dipentaskan atau identitas yang sedang ditampilkan. Goffman mengatakan bahwa suatu tim dramaturgi adalah suatu kelompok orang yang saling bekerjasama untuk mementaskan suatu penampilan tertentu. Dinamika dalam interaksi dalam suatu tim dramturgi berbeda dengan interaksi antara tim dramturgi dan audiensnya. Audiens diharapakan untuk menerima hal yang diperankan oleh tim. Sementara hubungan sosial yang terjalin antar tim, ditandai dengan hubungan yang sangat intim yang muncul karena mereka menjaga kerahasian teknik yang digunakan untuk pementasan (Johnson, 1990 : 44). Mengutip dari Johnson (1990 : 45) dijelasakan bahwa pembedaan antara anggota tim dan audiens, dibedakan atas pentas depan (frontstage) serta pentas belakang (backstage). Pentas depan merupakan bagian atau tempat di mana saja audiens tersebut diharapakan ada. Sementara itu pentas belakang merupakan tempat yang terlarang bagi audiens atau orang lain. Walaupun demikian, pembedaan tersebut bersifat relatif. Dimana pentas belakang mungkin menjadi pentas depan bila ada yang menggangu atau untuk suatu bentuk penampilan yang berbeda. Gaya analisa Goffman menunjukkan lemahnya pembedaan antara penampilan (appereance) dan kenyataan (reality), dengan menerima secara eksplisit akan pandangan bahwa kenyataan tersebut adalah konstruksi sosial. Sehingga lemah, ambiguitas, kontradiksi, dan ancaman akan runtuhnya kenyataan sosial itu sangat banyak dalam dunia sosial. Goffman mendiskusikan beberapa tipe komunikasi yang tidak sebagaimana mestinya. Komunikasi yang tidak sebagaimana mestinya tidak perlu menggangu atau merusakkan penampilan. Para 40

anggota suatu tim sering mampu mempertahankan defenisi situasi yang dapat diterima oleh audiens dan melankonkan pentasnya dengan baik, meskipun mereka berinteraksi untuk sesuatu yang berlainan (Johnson, 1990 : 46) Banyak orang memiliki pemahaman yang umum mengenai peran-peran, seperti peran-peran dalam pekerjaan, dalam keluarga, dan peran antara individu dengan individu. Dimana keseluruhan peran-peran tersebut memiliki sikap dan perilaku yang harus dijalankan. Mengutip dari Johnson (1990 : 51) dijelaskan bahwa berbagai peran sosial tersebut diterima dan diinternalisasi oleh individu sebagai bagian penting dalam konsep diri yang mereka usahakan untuk memproyeksikannya pada orang lain. 41