BAB I. PENDAHULUAN A.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan prioritas ke-5 tingkat Nasional dalam Rancangan

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

Anatomi/organ reproduksi wanita

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Reproduksi Sapi Betina Superovulasi

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

2. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan dan Perkembangan Folikel

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Estrus Sapi Betina Folikulogenesis

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

I. PENDAHULUAN. hari. Dalam perkembangannya, produktivitas kerbau masih rendah dibandingkan dengan sapi.

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Barat sekitar SM. Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA Domba Ovarium Oogenesis dan Folikulogenesis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB 1 PENDAHULUAN. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi dalam wanita.

Pembentukan bangsa baru (ternak ruminansia dan non-ruminansia) 13. APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM PEMULIAAN TERNAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental dan Peranakan Ongole. Sapi hasil persilangan antara sapi peranakan Ongole (PO) dan sapi


BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

Efektivitas Manipulasi Berbagai Ko-Kultur Sel pada Sistem Inkubasi CO 2 5% untuk Meningkatkan Produksi Embrio Sapi Secara In Vitro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENYERENTAKAN BERAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktif dari hormon tiroksin memegang peranan penting dalam fungsi fisiologis

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

I. PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan industri menghasilkan banyak manfaat dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba

Implementasi New Tech Anim Breeding: Analisis teknis dan ekonomis peningkatan kualitas genetik dan produksi ternak (KA,IB,TE, RG)

PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33

Teknologi Reproduksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

Jurnal Kajian Veteriner Volume 3 Nomor 1 : ISSN:

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

PENGARUH INJEKSI PGF2α DENGAN HORMON PMSG PADA JUMLAH KORPUS LUTEUM, EMBRIO DAN JUMLAH ANAK KELINCI

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB 4 HASIL. Gambar 4.1 Folikel Primer. 30 Universitas Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Hormon dan Perannya dalam Dinamika Ovari

5 KINERJA REPRODUKSI

FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI

HASlL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

Transkripsi:

1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang memberikan kontribusi besar dalam memenuhi protein hewani masyarakat Indonesia. Diperkirakan kebutuhan daging dan susu di masa yang akan datang semakin meningkat sebagai akibat tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi protein hewani. Kebutuhan masyarakat di Indonesia akan protein hewani/ daging mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, konsumsi daging 1,72 kg/ kapita/ tahun sedangkan pada tahun 2010, konsumsi daging meningkat 2,72 kg/ kapita/ tahun. Kebutuhan masyarakat akan daging selama 10 tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 1,0 kg/ kapita/ tahun (Victorbuana, 2010). Data populasi sapi potong di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 14.824.373 ekor, sedangkan pada tahun 2015 populasi sapi meningkat menjadi 15.494.288 ekor. Selama 4 tahun terakhir populasi ternak sapi di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 4,32%. Di Sumbar populasi sapi potong tahun 2011 sebesar 327.013 ekor sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 400.256 ekor. Populasi ternak sapi di Sumbar selama 4 tahun terakhir terjadi peningkatan hanya sebesar 18,30% (Direktorat Jenderal Peternakan, 2015). Menanggapi masih rendahnya peningkatan populasi sapi maka perlu perhatian dalam pengembangbiakan ternak sapi. Program peningkatan produktivitas sapi akan berjalan lambat bila proses reproduksi dilakukan secara alamiah. Pemanfaatan bioteknologi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan, di antaranya adalah aplikasi bioteknologi reproduksi. PEIV (Produksi Embrio In vitro) merupakan bioteknologi reproduksi yang memiliki potensi besar untuk mempercepat peningkatan mutu ternak (Vivanco- Mackie, 2001). Penggunaan PEIV oleh perusahaan-perusahaan komersial embrio telah meningkat, dan saat ini PEIV sapi embrio mewakili persentase yang cukup besar dari jumlah ternak embrio diproduksi di seluruh dunia (Thibier, 2005).

2 Aplikasi PEIV melalui teknologi IB (Inseminasi Buatan), MOET (Multiple Ovulation Embryo Transfer), TE (Transfer Embrio), pembekuan embrio dan manipulasi embrio, memungkinkan hewan dengan mutu genetik tinggi untuk memproduksi anak lebih dari kapasitasnya (Baldassarre dan Karatzas, 2004). Salah satu dari faktor pembatas yang esensial pada transfer embrio pada ternak ruminansia adalah biaya yang tergolong mahal karena masih diperlukan peralatan yang mahal. Teknik FIV (fertilisasi in vitro) sebagian dari teknologi transfer embrio, merupakan teknologi baru untuk produksi embrio secara masal dan murah. Teknologi FIV merupakan teknologi produksi embrio pada lingkungan buatan diluar tubuh dalam suatu sistem biakan sel (Hunter, 2003). Teknologi FIV terdiri atas serangkaian kegiatan yang meliputi koleksi oosit, pematangan oosit, fertilisasi oosit dan sperma dan kultur embrio. Teknologi FIV dapat menghasilkan embrio dalam jumlah yang besar dan tidak membutuhkan ternak donor yang terlalu banyak, di samping itu juga dapat memanfaatkan oosit dari Rumah Potong Hewan (RPH). Teknologi ini berpotensi untuk meningkatkan daya reproduksi sapi betina, baik semasa maupun setelah habis masa produksinya/ afkir. Oosit yang diambil dari ovarium sapi yang berasal dari RPH yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan embrio. Adrial (2010) mengemukakan bahwa ternak sapi secara ekonomis memiliki potensi yang besar namun keberlangsungan hidupnya terancam, hal ini dikarenakan eksploitasi pemotongan ternak yang berlebihan. Fitriani (2006) juga mengemukakan bahwa sapi merupakan ternak yang paling dominan dipotong di RPH (Rumah Potong Hewan) Kota Padang yaitu sebesar 54,48%. Untuk itu, perlu upaya optimalisasi peningkatan produktivitas ternak sapi dengan penerapan bioteknologi seperti FIV akan lebih efektif untuk menjamin keberlangsungan sapi. Penerapan teknologi FIV masih dapat memanfaatkan potensi hewan yang dipotong melalui penggunaan oosit dan spermanya untuk produksi embrio. Sehingga pengurasan populasi akibat pemotongan yang tinggi dapat dikurangi. Gordon (2003) menyatakan bahwa teknologi FIV juga sangat bermanfaat dalam mengembangkan teknik manipulasi gamet dan embrio seperti produksi kloning melalui transfer inti (nuclear transfer), transgenik (genes transfer), kimera dan

3 pantenogenik. Teknologi FIV telah berhasil dilakukan pada berbagai spesies yaitu; sapi (Syaiful et al., 2011), kambing (Boediono et al., 2000) dan domba (Jaswandi et al. 2001), hewan kesayangan/ kucing (Boediono et al., 2000) serta beberapa spesies hewan liar (anoa dan kancil). Prospek dari pengembangan sistem ko-kultur sel in vitro sangat besar. Teknik ini akan banyak mengatasi permasalahan-permasalahan fertilitas pada manusia dan hewan yang menghadapi masalah infertilitas. Selama ini beberapa teknologi yang digunakan seperti maturasi in vitro oosit, fertilisasi in vitro dan embrio transfer yang berbasis pada sistem kultur sel in vitro, telah banyak dikembangkan dan berhasil diaplikasikan dengan hasil yang cukup memuaskan. Berbagai sistem kultur telah dikembangkan pada beberapa spesies seperti mencit (Bishonga et al., 2001) dan hewan domestik (Miyano, 2005). Gordon (2003) mengemukakan bahwa ko-kultur embrio yang di suplementasi beberapa sel monolayer seperti sel tuba Fallopii, kumulus dan lain-lain dapat memberikan zat atau faktor tumbuh yang diperlukan bagi perkembangan embrio. Proses perkembangan embrio in vitro dengan menggunakan medium yang sesuai sangat mempengaruhi kualitas embrio yang akan dihasilkan. Medium TCM-199 merupakan medium yang telah umum digunakan untuk produksi embrio sapi dan domba secara in vitro (Gordon, 2003). Palazs et al. (2000) mengemukakan bahwa TCM-199 merupakan salah satu media umum yang digunakan pada tahapan pertama produksi embrio yaitu pematangan oosit dengan hasil yang memuaskan. Atas dasar tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk melihat kemampuan maturasi oosit in vitro dan perkembangan embrio sapi in vitro dengan suplementasi berbagai kultur sel dalam medium TCM 199. Sel tuba Fallopii berperan penting dalam reproduksi mamalia dan dapat menyediakan lingkungan yang optimal untuk pematangan oosit, kapasitasi sperma, fertilisasi dan transportasi gamet dan embrio (Leese et al., 2001) dan (Hunter, 2003). Menurut Gordon (2003) bahwa ko-kultur embrio dengan beberapa sel monolayer dapat memberikan zat atau faktor tumbuh yang diperlukan bagi perkembangan embrio seperti sel tuba Fallopii dan sel kumulus. Trilaksana dan Bagus (2008) melaporkan bahwa sel kumulus dan sel tuba Fallopii menghasilkan faktor pertumbuhan dan hormon steroid (estrogen dan progesteron). Selanjutnya

4 Hunter (2003) mengemukakan bahwa suplementasi sel tuba Fallopii dapat meningkatkan perkembangan embrio yang di kultur. Sel folikel dari ovarium dan kultur in vitro mampu meningkatkan perkembangan pada tahap pertumbuhan oosit, pematangan, ovulasi dan embrio. Kultur sel folikel memiliki implikasi penting pada potensi bioteknologi untuk menghasilkan sejumlah besar oosit untuk perkembangan embrio dan transfer (Gutierrez et al., 2000). Atas dasar tersebut maka pada penelitian kultur sel tuba Fallopii dan folikel yang digunakan ingin mengetahui gambaran histologis kultur jaringan. Disamping itu ingin melihat kemampuan pada bagian-bagian tuba Fallopii seperti sel ampula dan isthmus yang berperan sebagai maturasi oosit dan perkembangan embrio serta melihat kemampuan kultur sel folikel sampai tahap perkembangan embrio dengan menggunakan kultur berbahan dasar TCM 199. Hafez dan Hafez (2000) mengemukakan bahwa proses reproduksi berkaitan dengan mekanisme sistem hormonal, yaitu hubungan antara hormon hipotalamus hipofisa yakni GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone), hormon ovarium (estrogen dan progesteron) dan hormon uterus (prostaglandin). Hormon ovarium yang mempunyai peranan besar terhadap reproduksi adalah estrogen dan progesteron. Lonergan et al. (2007) mengemukakan bahwa peningkatan progesteron dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan embrio. Kadar hormon dapat mempengaruhi perkembangan embrio. Hafez dan Hafez (2000) mengemukakan bahwa progesteron salah satu hormon penting yang berhubungan dengan reproduksi yang disekresikan oleh sel-sel luteal/ corpus luteum (CL). CL merupakan organ endokrin yang bertanggung jawab untuk memproduksi hormon progesteron. Konsentrasi progesteron dapat menentukan keadaan hewan tersebut dalam keadaan infertil, normal, berahi, dan bunting sehingga dapat digunakan untuk deteksi berahi, pemeriksaan kebuntingan dan mengetahui kondisi patologis lainnya. Sedangkan estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium. Fungsi utama hormon estrogen adalah untuk merangsang berahi, merangsang timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem saluran ambing betina dan pertumbuhan ambing. Dari hal di atas, maka pada

5 penelitian ini ingin mengetahui profil hormon estradiol dan progesteron pada berbagai kultur sel dalam medium TCM-199 yang di analisis dengan metode ELISA. ELISA merupakan uji yang memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi (Lequin, 2005; Leng et al., 2008 dan Setiawan, 2007). Dari uraian di atas maka penulis melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Berbagai Ko-kultur Sel dalam Medium TCM-199 untuk Meningkatan Maturasi Oosit dan Produksi Embrio Sapi Secara In vitro, Gambaran Histologi Kultur Jaringan, Kadar Hormon Estradiol dan Progesteron. B. Perumusan Masalah Dari masalah yang diuraikan di atas dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh suplementasi berbagai kultur sel (sel tuba Fallopii, sel ampula, sel isthmus dan sel folikel) terhadap angka maturasi oosit sapi secara in vitro. 2. Bagaimana pengaruh suplementasi berbagai kultur sel (sel tuba Fallopii, sel ampula, sel isthmus dan sel folikel) terhadap perkembangan embrio secara in vitro. 3. Bagaimana gambaran histologis berbagai kultur jaringan dalam medium TCM-199. 4. Bagaimana pengaruh suplementasi berbagai kultur sel (sel tuba Fallopii, sel ampula, sel isthmus dan sel folikel) terhadap kadar hormon estradiol dan progesteron. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ; 1. Untuk mengetahui pengaruh suplematasi berbagai kultur sel (sel tuba Fallopii, sel ampula, sel isthmus dan sel folikel) terhadap persentase maturasi oosit sapi secara in vitro.

6 2. Untuk mengetahui pengaruh suplementasi berbagai kultur sel (sel tuba Fallopii, sel ampula, sel isthmus dan sel folikel) terhadap perkembangan embrio sapi (cleavage, 8-16 sel, morula dan blastosis) secara in vitro. 3. Untuk mengetahui gambaran histologis berbagai kultur jaringan dan 4. Untuk mengetahui kadar hormon estradiol dan progesteron dalam medium TCM-199. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah; untuk menjaga kelestarian sumber daya genetik/ plasma nutfah sapi unggul, tersebarluasnya informasi tentang produksi embrio unggul melalui teknik ko-kultur sel secara in vitro dan memberikan informasi data mengenai gambaran histologis berbagai kultur jaringan dalam medium TCM-199 serta kadar hormon estradiol dan progesteron pada berbagai kultur sel sebagai acuan untuk meningkatkan angka maturasi oosit dan produksi embrio sapi in vitro dalam upaya untuk meningkatkan populasi ternak serta membantu proses penyelamatan plasma nutfah dan membantu penyediaan bibit ternak unggul secara massal, cepat dan murah. E. Hipotesis Penelitian - Berbagai ko-kultur sel (tuba Fallopii, ampula, isthmus dan folikel) dalam medium TCM-199 dapat meningkatkan angka maturasi oosit in vitro. - Berbagai ko-kultur sel dalam medium TCM-199 dapat meningkatkan perkembangan embrio sapi secara in vitro. - Pertumbuhan berbagai kultur jaringan dapat tumbuh dengan baik dalam medium TCM-199 secara histologi. - Kadar hormon estradiol dan progesteron berbeda pada berbagai kultur sel.