I. PENDAHULUAN. bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dijumpai didaerah Indonesia terutama di daerah Sumatera Barat. Produksi kakao

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

I. PENDAHULUAN. sejak diterapkannya revolusi hijau ( ) menimbulkan dampak negatif yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

I. PENDAHULUAN. Saat ini kelangkaan pupuk menjadi suatu masalah di Indonesia. Harga pupuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ternyata memiliki sebuah potensi besar yang luput terlihat. Salah satu limbah yang

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

DWI SETYO ASTUTI A

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

S U N A R D I A

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

BAB I PENDAHULUAN. sayur yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Harga tanaman

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai sumber pencemaran. Limbah tersebut dapat berupa bahan organik dan

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. terpakai dan mengandung bahan yang dapat menimbulkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sterculiceae dari genus Theobroma, berasal dari Amazone dan daerah-daerah

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

PENGANTAR. Latar Belakang. kegiatan produksi antara lain manajemen pemeliharaan dan pakan. Pakan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

BAB I PENDAHULUAN. banyak dapat diubah menjadi pupuk organik yang bermanfaat untuk. pertanian yang dapat memberikan unsur hara dalam tanah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

BAB I PENDAHULUAN. Penampungan Sampah Sementara (TPS) untuk selanjutnya dibuang ke. yang muncul berkepanjangan antara pemerintah daerah dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

Pengaruh Tingkat Konsentrasi dan Lamanya Inkubasi EM4 Terhadap Kualitas Organoleptik Pupuk Bokashi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MOL LIMBAH ORGANIK Dini Rohmawati Jurdik Kimia, FMIPA UNY

PENDAHULUAN. dalam tiga dasawarsa terakhir telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Salak Pondoh. Menurut data dari Badan Pusat Stastistik tahun (2004) populasi tanaman

I. PENDAHULUAN. Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL ) terbuat dari bahan-bahan alami,

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang tidak baik bagi manusia. Tumpukan sampah. tersebut jika dibiarkan dapat menimbulkan pencemaran, penyakit serta

Bioteknologi Mikroba Untuk Pertanian Organik

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan perkebunan ataupun pabrik biji kopi yang jika tidak dimanfaatkan akan

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

PEMBUATAN BIOEKSTRAK DARI SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN UNTUK MEMPERCEPAT PENGHANCURAN SAMPAH DAUN

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

Jurnal Biology Education Vol. 4 No. 1 April 2015 PENGARUH PENAMBAHAN EM BUATAN DAN KOMERSIL PADA FERMENTASI PUPUK CAIR BERBAHAN BAKU LIMBAH KULIT BUAH

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN PENAMBAHAN AKTIVATOR BMF BIOFAD TERHADAP KUALITAS PUPUK ORGANIK

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

EFEKTIVITAS PEMBERIAN EM (Effective Microorganism) TERHADAP PERTUMBUHAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA CAMPURAN PAKIS CACAH DAN ARANG SEKAM SKRIPSI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat.

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kakao merupakan salah satu komoditas andalan yang berperan penting bagi perekonomian Indonesia. Pada tahun 2012 luas perkebunan kakao di Indonesia mencapai 1.774.463 ha dengan total produksi mencapai 740.513 ton (Direktorat Jendral Perkebunan, 2013). Provinsi Lampung telah mengembangkan tanaman kakao sebagai komoditas unggulan dalam menghasilkan devisa negara melalui kegiatan ekspor komoditi perkebunan kakao. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perkebunan (2013), pada tahun 2012 luas areal perkebunan kakao provinsi Lampung mencapai 51.064 ha dengan total produksi sebesar 26.719 ton. Produksi buah kakao sampai saat ini masih sebatas mengambil bijinya sementara kulitnya belum banyak dimanfaatkan (Isroi, 2007). Limbah kulit buah kakao berpotensi mencemari lingkungan jika dibuang begitu saja dan tidak dimanfaatkan dengan teknologi yang tepat. Tumpukan kulit kakao yang membusuk akan mencemari lingkungan sekitar karena menimbulkan bau yang kurang sedap serta pengasaman tanah disekitarnya (Soedarsono dkk, 1997). Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memanfaatkan kulit kakao sebagai bahan baku dalam pengomposan.

2 Selama ini limbah kulit kakao hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau hanya dibawa ke kebun untuk ditumpuk tanpa pengomposan terlebih dahulu. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Zohdin (2012), tentang pemanfaatan limbah kulit buah kakao sebagai pakan ternak ruminansia. Pada penelitian ini, limbah kulit kakao diberikan pada ternak setelah dilakukan fermentasi terlebih dahulu untuk menghilangkan senyawa anti nutrisi theobromin serta meningkatkan nutrisi. Kurangnya pengetahuan petani menjadi salah satu alasan mengapa kulit kakao menjadi masalah lingkungan. Padahal, limbah kulit kakao berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos dan hasilnya dapat dikembalikan untuk memupuk tanaman kakao sehingga produksi kakao dapat lebih ditingkatkan serta mengurangi biaya pemupukan (Soedarsono dkk, 1997). Kompos sebagai pupuk organik mengandung zat hara yang dibutuhkan oleh tanaman serta mampu memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara (Murbando, 2008). Untuk dapat memperoleh kompos kulit kakao dengan kualitas yang baik, diperlukan upaya-upaya untuk menguraikan kulit kakao serta mempercepat waktu dekomposisinya. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan pencampuran bahan lain yang kaya unsur hara dan mikroba seperti kotoran ternak serta melakukan pencacahan terhadap kulit kakao sebelum dikomposkan (Goenadi, 1997). Kotoran ternak seperti kotoran sapi, kotoran ayam, dan kotoran kambing mengandung mikroorganisme pendegradasi yang mampu membantu mendekomposisikan kulit kakao sehingga proses pengomposan kulit kakao dapat dipersingkat. Kotoran ternak mengandung mikroba-mikroba seperti bakteri,

3 kapang, actinomycetes, dan protozoa yang berperan dalam mendekomposisikan bahan organik (Lingga, 1991). 1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jenis kotoran ternak yang tepat untuk pengomposan campuran kulit kakao dan sekam padi sehingga diperoleh kualitas kompos kulit kakao terbaik dengan waktu pengomposan selama 30 hari. 1.3. Kerangka Pikir Limbah kulit kakao merupakan salah satu limbah padat hasil proses pengupasan buah kakao yang memiliki struktur kimia yang komplek sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk didekomposisikan secara alami. Hasil analisis yang dilakukan oleh Aregheore (2002), menyatakan bahwa kulit buah kakao mengandung protein 5,90%, serat kasar 45,90%, lemak 0,32%, pektin 4,80%, lignin 27%, hemiselulosa 1,14%, dan ph 5,8. Selain itu, kulit kakao (umur kurang dari satu minggu) mempunyai rasio C/N yang cukup rendah yaitu antara 20-25 (Soedarsono dkk, 1997). Pada kondisi tersebut, rasio C/N telah memenuhi untuk proses pengomposan namun belum optimal dalam pembuatan kompos yang baik. Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 20-40. Rasio C/N ideal untuk proses pengomposan adalah diantara 30-40 (Epstein, 1997). Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk pertumbuhan mikroba (Isroi, 2007). Murbando (1999), menyatakan bahwa untuk mengoptimalkan proses pengomposan, bahan dengan rasio C/N rendah perlu

4 dikombinasikan dengan bahan dengan rasio C/N tinggi. Oleh karena itu, untuk memperoleh rasio C/N yang sesuai untuk pengomposan kulit kakao dapat dicampur dengan kotoran ternak sebagai sumber nutrisi tambahan dan sumber mikroba pengurai serta sekam padi yang memiliki rasio C/N tinggi (177,62) sehingga diperoleh rasio C/N yang ideal untuk proses pengomposan. Kompos dari kulit kakao mengandung unsur hara yang berguna untuk tanaman, akan tetapi kandungan P dan K relatif rendah (Goenadi et al, 2000). Untuk meningkatkannya maka dapat ditambahkan kotoran ternak. Kotoran ternak mengandung unsur makro dan mikro yang dapat meningkatkan unsur hara P dan K pada akhir pengomposan yang nantinya akan diserap oleh tanaman (Lingga, 1991). Kotoran ternak yang ditambahkan dalam penelitian ini adalah masing-masing kotoran sapi (rasio C/N 25-30), kotoran ayam (rasio C/N 18-25), dan kotoran kambing (rasio C/N 30-35) (Lingga, 1991). Yusnaini dkk (1996), menyatakan selain sebagai sumber untuk memperoleh rasio C/N yang optimal untuk pengomposan, kotoran ternak dapat digunakan sebagai sumber mikroorganisme dekomposer dan penambah kandungan unsur hara. Pada kotoran ayam ditemukan bakteri seperti Lactobacillus achidophilus, Lactobacillus reuteri, Leuconostoc mensenteroide dan Streptococcus thermophilus, sebagian kecil terdapat Aktinomycetes dan kapang (Suryani dkk, 2010). Hasil analisis yang dilakukan oleh Bai dkk (2012), menyebutkan bahwa total mikroba kotoran sapi mencapai 3,05 x 10 11 cfu/g dan total fungi mencapai 6,55 x 10 4 cfu/g. Komposisi mikroba pada kotoran sapi mencakup ± 60 spesies

5 bakteri (Bacillus sp., Corynebacterium sp., dan Lactobacillus sp.), jamur (Aspergillus dan Trichoderma), ± 100 spesies protozoa dan ragi (Saccharomyces dan Candida). Sedangkan Hidayati dkk (2010), menyatakan bahwa total jumlah bakteri yang terdapat pada kotoran kambing adalah 52 x10 6 cfu/g dan total koliform mencapai 27,8 x 10 6 cfu/g. Pada kotoran kambing terdapat mikrobamikroba seperti Bacillus sp., Lactobacillus sp., Saccharomyces, Aspergillus, serta Aktinomycetes. Dengan demikian, adanya perbedaan berbagai jenis mikroba yang terkandung dalam ketiga jenis kotoran tersebut mengakibatkan proses pengomposan yang berbeda pula. Selain penambahan kotoran ternak, pembuatan kompos pada penelitian ini akan ditambahkan sekam padi dan dolomit. Sekam padi ditambahkan untuk menambah porositas bahan kompos sekaligus mengoptimalkan rasio C/N (Chang dan Chen, 2010). Hal ini dilakukan karena kulit kakao dan kotoran ternak ketika dicampur akan lengket sehingga suhu pengomposan kurang optimal. Kandungan unsur hara pada sekam padi menurut Kasli (2008), adalah C-organik 55,06%, N-total 0,31%, rasio C/N 177,62, P-total 0,07%, K-total O,28%, Ca 0,06% dan Mg 0,04%. Penambahan dolomit dilakukan untuk meningkatkan ph karena ph kulit kakao relatif asam sehingga diperlukan penambahan dolomit agar ph dapat dioptimalkan. Berbagai penelitian tentang proses pengomposan berbagai bahan organik dengan penambahan kotoran ternak telah banyak dilakukan. Harmoko (2008), melakukan pengomposan bagasse + blotong dengan menambahkan kotoran sapi, urea dan tanah sebagai sumber nitrogen. Hasilnya menunjukkan bahwa penambahan

6 kotoran sapi menghasilkan kinerja pengomposan yang lebih baik dengan rasio C/N kompos setelah 40 hari adalah ± 25. Sitepu (2006), menggunakan isolat kotoran gajah pada pengomposan bagasse selama 40 hari pengomposan. Kompos yang dihasilkan setelah analisis adalah dengan rasio C/N sebesar 22,19. Nawansih dkk (2008), melakukan pengomposan bagasse dengan penambahan isolat kotoran gajah, isolat kotoran sapi dan kontrol. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kinerja inokulum terbaik adalah isolat kotoran sapi yang menghasilkan rasio C/N sebesar 25 setelah 40 hari pengomposan. 1.4. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat salah satu penambahan jenis kotoran ternak yang dapat menghasilkan kompos kulit kakao dengan kualitas terbaik dengan waktu pengomposan selama 30 hari.