Makalah Seminar Kerja Praktek PERENCANAAN PEMBANGUNAN JARINGAN DISTRIBUSI LISTRIK PEDESAAN KABUPATEN WONOGIRI CV. GRAHA REKHA

dokumen-dokumen yang mirip
DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KERANGKA ACUAN KERJA ( K A K )

PERLUASAN JARINGAN TEGANGAN MENENGAH TIGA PHASA DI PT. SANIHARTO

MAKALAH OBSERVASI DISTRIBUSI LISTRIK di Perumahan Pogung Baru. Oleh :

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

BAB II LANDASAN TEORI

No Kode :../Profesional/ / /2018

BAB III LANDASAN TEORI

SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) DAN GARDU DISTRIBUSI Oleh : Rusiyanto, SPd. MPd.

SISTEM DISTRIBUSI TEGANGAN RENDAH. M. Hariansyah FT-UIKA BOGOR 2014

12 Gambar 3.1 Sistem Penyaluran Tenaga Listrik gardu induk distribusi, kemudian dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan ol

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Jurnal Teknik Elektro ISSN

Bab V JARINGAN DISTRIBUSI

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. Pusat tenaga listrik umumnya terletak jauh dari pusat bebannya. Energi listrik

BAB 4 TIANG PENYANGGA JARINGAN DISTRIBUSI

JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

ANALISIS JATUH TEGANGAN DAN RUGI DAYA PADA JARINGAN TEGANGAN RENDAH MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP

BAB II LANDASAN TEORI

Perencanaan Kebutuhan Distribusi Sekunder Perumahan RSS Manulai II

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

PERENCANAAN PEMASANGAN GARDU SISIP P117

Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II STRUKTUR JARINGAN DAN PERALATAN GARDU INDUK SISI 20 KV

ANALISIS JATUH TEGANGAN DAN RUGI DAYA PADA JARINGAN TEGANGAN RENDAH MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP

LAPORAN AKHIR GANGGUAN OVERLOAD PADA GARDU DISTRBUSI ASRAMA KIWAL

PERENCANAAN DETAIL ENGINEERING DESIGN (DED) PADA SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) 20KV

TEORI LISTRIK TERAPAN

PERBAIKAN JATUH TEGANGAN PADA FEEDER B KB 31P SETIABUDI JAKARTA DENGAN METODE PECAH BEBAN

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN DISTRIBUSI TENGANGAN MENENGAH 20 KV

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS RUGI RUGI ENERGI LISTRIK PADA JARINGAN DISTRIBUSI

atau pengaman pada pelanggan.

ANALISIS TEORITIS PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI MENURUT JATUH TEGANGAN DI PENYULANG BAGONG PADA GARDU INDUK NGAGEL

MENGENAL ALAT UKUR. Amper meter adalah alat untuk mengukur besarnya arus listrik yang mengalir dalam penghantar ( kawat )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Adapun hasil studi yang dikaji oleh penulis dari pemasangan gardu portal type

PENTANAHAN JARING TEGANGAN RENDAH PLN DAN PENTANAHAN INSTALASI 3 SPLN 12 : 1978

STANDAR KONSTRUKSI GARDU DISTRIBUSI DAN KUBIKEL TM 20 KV

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISA RENCANA SISTEM DISTRIBUSI DAN SISTEM PEMBUMIAN

BAB II LANDASAN TEORI

Pengelompokan Sistem Tenaga Listrik

ANALISIS PERBANDINGAN SISTEM SALURAN KABEL UDARA TEGANGAN MENENGAH (SKUTM) DAN SALURAN KABEL TANAH TEGANGAN MENENGAH (SKTM)

STUDI ANALISA PERENCANAAN INSTALASI DISTRIBUSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) 20 KV. Badaruddin 1, Heri Kiswanto 2

STUDI ANALISA PERENCANAAN INSTALASI DISTRIBUSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) 20 KV. Badaruddin 1, Heri Kiswanto 2

PENGARUH PENAMBAHAN JARINGAN TERHADAP DROP TEGANGAN PADA SUTM 20 KV FEEDER KERSIK TUO RAYON KERSIK TUO KABUPATEN KERINCI

BAB VII PEMERIKSAAN & PENGUJIAN INSTALASI PEMANFAATAN TEGANGAN RENDAH

5 Politeknik Negeri Sriwijaya BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN AKHIR PEMELIHARAN GARDU DISTRIBUSI

PERHITUNGAN JATUH TEGANGAN SUTM 20 KV PADA PENYULANG SOKA DI PT. PLN ( PERSERO ) CABANG JAYAPURA. Parlindungan Doloksaribu.

OLEH: AHMAD PTE (S1)

Makalah Seminar Tugas Akhir. Judul

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

PERHITUNGAN JATUH TEGANGAN SUTM 20 KV PADA PENYULANG SOKA DI PT. PLN ( PERSERO ) CABANG JAYAPURA. PARLINDUNGAN DOLOKSARIBU

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Persiapan Pembangunan Gardu Distribusi Tipe Portal

PEMAKAIAN DAN PEMELIHARAAN PEMISAH ( PMS ) PADA GARDU INDUK 150 kv SRONDOL PT. PLN ( PERSERO ) P3B JB REGION JAWA TENGAH DAN DIY UPT SEMARANG

1. KONSEP DASAR GARDU DISTRIBUSI

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

BAB IV ANALISA PERENCANAAN INSTALASI DISTRIBUSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH 20 KV

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Umum

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

Sistem Listrik Idustri

MANAGEMENT PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN PHBTR

BAB III. Transformator

ANALISIS PERSENTASE PEMBEBANAN DAN DROP TEGANGAN JARINGAN TEGANGAN RENDAH PADA GARDU DISTRIBUSI GA 0032 PENYULANG WIBRATA

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG DISTRIBUSI SUB BIDANG OPERASI

DAFTAR ISI STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG DISTRIBUSI SUB BIDANG OPERASI

BAB III KEBUTUHAN GENSET

BAB IV ANALISA DAN PERENCANAAN SISTEM INSTALASI LISTRIK

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

STUDI PEMELIHARAAN JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN RENDAH DAN TEGANGAN MENENGAH DAERAH KERJA PT. PLN (PERSERO) RAYON DELI TUA LAPORAN TUGAS AKHIR

ANALISIS PENGARUH PEMASANGAN KAWAT TANAH TERHADAP GANGGUAN SURJA PETIR PADA SISTEM DISTRIBUSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH 20 KV

BAB III METODE & DATA PENELITIAN

ANALISIS KINERJA TRANSFORMATOR BANK PADA JARINGAN DISTRIBUSI GUNA MENGURANGI SUSUT TEKNIS ENERGI LISTRIK

BAB III METODE PEKERJAAN. 3.1 Blok Diagram Perencanaan dan Pemasangan SUTR. Mulai

PERANCANGAN SISTEM PENTANAHAN NETRAL TRAFO PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv DENGAN MENGGUNAKAN TAHANAN TINGGI

STANDAR KOMPETENSI TENAGA TEKNIK KETENAGALISTRIKAN BIDANG DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK SUB BIDANG PEMELIHARAAN

BAB 1 KONSEP DASAR JARINGAN DISTRIBUSI

SISTEM PENYALURAN TENAGA LISTRIK

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL). b. Letak titik sumber (pembangkit) dengan titik beban tidak selalu berdekatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan energi listrik dengan gangguan pemadaman yang minimal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV OPTIMALISASI BEBAN PADA GARDU TRAFO DISTRIBUSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JOBSHEET PRAKTIKUM 6 WORKHSOP INSTALASI PENERANGAN LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERENCANAAN SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN

Transkripsi:

Makalah Seminar Kerja Praktek PERENCANAAN PEMBANGUNAN JARINGAN DISTRIBUSI LISTRIK PEDESAAN KABUPATEN WONOGIRI CV. GRAHA REKHA Febrian Nugroho Winarto 1, Dr. Ir. Hermawan, DEA 2 1 Mahasiswa dan 2 Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia Email : febrian.nugroho.13@gmail.com Abstrak Listrik merupakan komoditi utama untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan sosial. Ketersediaan tenaga listrik yang cukup, aman, andal dan ramah lingkungan merupakan unsur penting dalam menjalani roda perekonomian. Tersediannya tenaga listrik ini tentunya harus didukung oleh para pelaku usaha penunjang tenaga listrik di bidang pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga listrik yang aman, andal, dan ramah lingkungan. Ketersediaan listrik sudah menjadi kebutuhan bagi semua lapisan masyarakat. Namun, sayangnya masih ada masyarakat yang belum bisa menikmati listrik. Mereka yang tinggal di daerah terpencil masih harus menunggu lama untuk bisa menikmati listrik. Untuk itu, perlu diadakan pembangunan yang merata agar seluruh daerah di Indonesia bisa menikmati listrik. Namun, pembangunan ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya perencanaan yang baik pula. Perencanaan jaringan listrik pedesaan dilakukan dalam rangka menyukseskan pembangunan infrastruktur kelistrikan untuk pemenuhan kebutuhan listrik bagi masyarakat. Kata kunci : jaringan, listrik, perencanaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Listrik merupakan komoditi utama untuk pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan sosial. Ketersediaan tenaga listrik yang cukup, aman, andal dan ramah lingkungan merupakan unsur penting dalam menjalani roda perekonomian. Mengingat sebagai komoditi utama, maka ketersediaan listrik harus dijaga baik produksi maupun pasokannya. Sehingga jaminan inilah sebagai bagian dari ketahanan ekonomi kita harus selalu kita perhatikan. Gangguan listrik sekecil apapun, akan berdampak buruk pada tatanan sosial ekonomi masyarakat. Listrik merupakan urat nadi kehidupan masyarakat kita. Pertumbuhan sektor ketenagalistrikan memberikan andil yang besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional, demikian pula sebaliknya, pertumbuhan ekonomi akan memacu peningkatan kebutuhan tenaga listrik, sehingga diperlukan peningkatan infrastriktur penyediaan tenaga listrik dari waktu ke waktu. Undang-undang No. 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan mengamanatkan kepada pemerintah untuk menyediakan tenaga listrk dengan jumlah yang cukup dan mutu yang baik bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Hal tersebut dapat tercapai adanya dukungan dari seluruh stakeholders di sektor ketenaga-listrikan baik badan usaha penyedia listrik maupun badan usaha jasa penunjang tenaga listrik. Oleh karena itu, diharap selalu terjalin kerjasama yang harmonis antara badan usaha penyedia listrik maupun badan usaha jasa penunjang tenaga listrik dengan para stakeholders seperti PT. PLN (Persero) dan perusahaan-perusahaan listrik swasta sebagai penyedia tenaga listrik dalam rangka pembangunan sarana dan prasara kelistrikan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang semakin meningkat. 1.2. Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dilaksanakannya kerja praktek ini adalah : Pengenalan dari dekat keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan Mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perencanaan jaringan distribusi dan mempelajari jenis-jenis konstruksi JTM dan JTR 1Φ ( satu phasa Mengetahui lingkup kerja jasa kontraktor listrik terhadap PT. PLN (Persero) 1.3. Batasan Masalah Materi Kerja Praktek ini dibatasi tentang masalah Perencanaan Jaringan Distribusi yang meliputi survey & tracking, perencanaan tiang dan konstruksinya dan perencanaan RAB (Rencana Anggaran Biaya). II. DASAR TEORI 2.1. Sistem Distribusi Sistem distrbusi adalah suatu sistem jaringan distribusi yang terdiri dari sejumlah peralatan listrik (peralatan gardu, proteksi dan lain-lain)

dan orang yang berada di dalamnya yang bekerja men-distribusikan energi listrik dari Gardu Induk ke konsumen. Gambar 1. Line Diagram Sistem Distribusi Adapun bagian-bagian dari sistem distribusi tenaga listrik adalah: 1. Gardu Induk Distribusi Transformator daya merupakan komponen utamanya, fungsinya menurunkan tegangan tinggi menjadi tegangan distribusi primer. 2. Jaringan Primer (Jaringan Tegangan Menengah) Adalah jaringan yang berfungsi untuk menyalurkan energi listrik dari Gardu Induk Distribusi ke transformator distribusi. Jaringan distribusi primer atau jaringan distribusi tegangan menengah memiliki tegangan sistem sebesar 20 kv. 3. Gardu Distribusi atau Transformator Distribusi Gardu distribusi (Trafo distribusi) berfungsi merubah tegangan listrik dari jaringan distribusi primer menjadi tegangan terpakai yang digunakan untuk konsumen dan disebut sebagai jaringan distribusi sekunder. Kapasitas transformator yang digunakan pada transformator distribusi ini tergantung pada jumlah beban yang akan dilayani dan luas daerah pelayanan beban. 4. Jaringan Sekunder (Jaringan Tegangan Rendah) Jaringan distribusi sekunder atau jaringan distribusi tegangan rendah merupakan jaringan tenaga listrik yang langsung berhubungan dengan konsumen. Oleh karena itu besarnya tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah 220 V. 2.2. Perlengkapan Sistem Distribusi 1. Trafo Distribusi Trafo yang dipakai pada sistem distribusi adalah sebagai berikut : 1. Trafo 1 phasa, dengan kapasitas 10, 15, 25 dan 50 kva, dengan type CSP (Completely Self Protecting) yang berarti trafo lengkap dengan proteksi terletak pada body trafo. 2. Trafo 3 phasa, dengan kapasitas 100, 160, 225, 300, 500, 630, 800, 1000 dan 5000 kva. 2. Recloser Recloser berfungsi untuk meningkatkan mutu keandalan karena adanya gangguan yang bersifat sementara. Recloser biasanya dipasang pada percabangan feeder utama dan feeder 3 phasa. Biasanya dikoordinasi dengan OCR di Gardu Induk dan fuse cut out yang ada pada sisi beban. 3. Lightning Arrester Penangkal petir digunakan untuk melindungi peralatan listrik dari gangguan tegangan lebih yang disebabkan oleh petir. Penangkal petir biasanya dipasang pada Gardu Induk dan trafo distribusi yang menempel pada tiang distribusi. 4. Pentanahan Pentanahan pada jaringan distribusi berfungsi untuk mengalirkan arus gangguan ke tanah baik gangguan dari sistem maupun dari luar. Pentanahan ada bermacam macam, yaitu: 5. Peralatan Proteksi Peralatan yang dipakai pada jaringan distribusi adalah sebagai berikut : Fuse Cut Out, sebagai pengaman arus lebih yang bekerja dengan cara meleburkan elemen konduktifnya bila dialiri arus yang melebihi ketentuan. SSO (Saklar Seksi Otomatis), sebagai pemutus arus gangguan secara otomatis. PMT (Pemutus Daya), berfungsi sebagai pemutus suatu rangkaian listrik yang dilengkapi dengan relay relay untuk mendeteksi gangguan, antara lain gangguan arus lebih dan dapat kembali seperti semula bila gangguan hilang (bila dioperasikan secara otomatis). Air Break Switch, berfungsi untuk membebaskan sebagian line dari tegangan dan dioperasikan secara manual. 2.3. Perencanaan Jaringan Distribusi Langkah langkah yang dilaksanakan dalam perencanaan jaringan distribusi adalah sebagai berikut : 1. Survei, Staking dan Penentuan Tinggi Tiang 2. Penentuan Jenis dan Ukuran Tiang serta Konstruksinya 3. Penentuan Isolator 4. Pemilihan penghantar dan penentuan jarak antar kawat 5. Penentuan Penghantar yang ekonomis

6. Penentuan Andongan, Roling Span dan Clearance, dan 7. Pemilihan Transformator. Selain memperhatikan langkah-langkah diatas, hal lain yang perlu diperhatikan dalam perencanaan jaringan distribusi adalah pemilihan rute / jalur jaringan distribusi. Dalam pemilihan rute / jalur jaringan distribusi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu : Rute jaringan distribusi baru tidak boleh menggangu jaringan eksisting (untuk meminimalkan pemadaman jaringan eksisting); Memperhatikan clearance / jarak bebas terhadap saluran telepon kecuali pada daerah dimana saluran telepon ditanam di bawah tanah; Penempatan tiang harus diperhatikan terhadap kemungkinan pelebaran terhadap jalan dimasa yang akan datang; Penempatan tiang harus memperhatikan pula terhadap jalur-jalur pipa gas, air minum, pipa transmisi minyak, dan sebagainya; Pada daerah dengan jalan sangat lebar serta lingkungan yang padat harus mempertimbangkan pembuatan jaringan distribusi kedua sisi jalan untuk menghindari sambungan rumah yang terlalu panjang dan banyak (tidak teratur). 2.4. Standar Konstruksi 2.4.1. Jaringan Tegangan Menengah (JTM) Konstruksi jaringan Tenaga Listrik Tegangan Menengah dapat dikelompokkan menjadi 3 macam konstruksi sebagai berikut : 1. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) adalah sebagai konstruksi termurah untuk penyaluran tenaga listrik pada daya yang sama. Ciri utama jaringan ini adalah penggunaan penghantar telanjang yang ditopang dengan isolator pada tiang besi atau beton. 2. Saluran Kabel Udara Tegangan Menengah (SKUTM) Untuk lebih meningkatkan keamanan dan keandalan penyaluran tenaga listrik, penggunaan penghantar telanjang atau penghantar berisolasi setengah pada konstruksi jaringan Saluran Udara Tegangan Menengah 20 kv, dapat juga digantikan dengan konstruksi penghantar berisolasi penuh yang dipilin. Isolasi penghantar tiap Fasa tidak perlu di lindungi dengan pelindung mekanis. Berat kabel pilin menjadi pertimbangan terhadap pemilihan kekuatan beban kerja tiang beton penopangnnya. 3. Saluran Kabel Tanah Tegangan Menengah (SKTM) Konstruksi SKTM adalah konstruksi yang aman dan andal untuk mendistribusikan tenaga listrik Tegangan Menengah, tetapi relatif lebih mahal untuk penyaluran daya yang sama. Keadaan ini dimungkinkan dengan konstruksi isolasi penghantar per Fase dan pelindung mekanis yang dipersyaratkan. Pada rentang biaya yang diperlukan, konstruksi ditanam langsung adalah termurah bila dibandingkan dengan penggunaan konduit atau bahkan tunneling (terowongan beton). 2.4.1.1. Indeks Standar Konstruksi Dalam menyusun suatu perencanaan jaringan distribusi, perencana harus mengikuti standar konstruksi yang siudah ditetapkan. Standar konstruksi ini menyesuaikan jenis jaringan yang akan dibangun. 1. Standar Konstruksi JTM 1 Fasa Standar konstruksi JTM 1 fasa meliputi konstruksi untuk tarikan lurus, belokan, dead end dan percabangan. Kode dari standar konstruksi ini diawali dengan kode CA. Berikut tabel kode dan keterangan dari standar konstruksi JTM 1 fasa. 2. Konstruksi SUTM 1 Fasa 3 Fasa Standar konstruksi SUTM 1 fasa dan 3 fasa meliputi konstruksi untuk tarikan lurus, belokan dan dead end. Kode dari standar konstruksi ini diawali dengan kode CA. 3. Konstruksi SUTM 3 Fase Single Circuit Standar konstruksi SUTM 3 fasa single circuit ini meliputi konstruksi untuk tarikan lurus, belokan dan dead end. Kode dari standar konstruksi ini diawali dengan kode CC. 4. Konstruksi SUTM 3 Fasa Double Circuit Standar konstruksi SUTM 3 fasa double circuit ini meliputi konstruksi untuk tarikan lurus, belokan dan dead end. Kode dari standar konstruksi ini diawali dengan kode CC. 5. Konstruksi Kelengkapan JTM Standar konstruksi untuk kelengkapan JTM meliputi konstruksi untuk perpanjangan tiang (tarikan lurus maupun belokan), kawat tarik, anchor, grounding, dan perlengkapan lainnya.

6. Konstruksi SKUTM 3 Fasa Standar konstruksi SKUTM 3 fasa meliputi konstruksi untuk rise pole, tarikan lurus, belokan, sambungan dan dead end. Kode dari standar konstruksi ini diawali dengan kode KU. 7. Konstruksi SKTM 3 Fasa Standar konstruksi SKTM 3 fasa meliputi konstruksi yang terkait dengan lokasi atau peletakan jaringan dan konstruksi sambungan. Kode dari standar konstruksi ini diawali dengan kode KTM, PTM dan KTR. 2.4.1.2. Pekerjaan JTM 1 Fasa Setelah persiapan lapangan selesai, dilanjutkan tahap berikutnya yaitu Pemasangan JTM I Phasa yang terdiri dari : 1. Pemasangan Tiang Beton untuk JTM / jaringan a. Penggalian lubang tempat dudukan Tiang Beton yang sebelumnya telah ditentukan titik-titik lokasi penempatan Tiang. b. Penanaman Tiang Beton sedalam 1,8 meter. 2. Pemasangan Konstruksi. Setelah Tiang Listrik didirikan, dilanjutkan pemasangan konstruksi pada tiap-tiap tiang termasuk peralatan pendukungnya. 3. Pemasangan hantaran diatas tanah Hal hal yang harus diperhatikan adalah : a. Jarak gawang Untuk daerah di luar pemukiman (JTM murni atau dengan JTR Semi Underbuild atau SKUTM), berjarak antara 60 80 m, andongan maksimum 1.00 meter. Untuk daerah pemukiman (JTM murni atau dengan JTR Underbuild atau SKUTM), berjarak antara 35-50 m, andongan maksimum 1 m. b. Jarak bebas : Minimum 6 m. Jarak bebas penyeberangan dan jarak bebas dengan pohon dan bangunan mengikuti PUIL dan Perda setempat yang berlaku. c. Pemasangan sejajar SUTM atau SKUTM dengan saluran telekomunikasi tidak dibenarkan, bila tidak memungkinkan harus berjarak lebih dari 2,5 meter (PUIL760.B.4). d. Pemasangan penghantar udara untuk tegangan yang lebih tinggi dipasang diatas penghantar udara yang bertegangan yang lebih rendah. 2.4.2. Jaringan Tegangan Rendah (JTR) Sistem Distribusi Tegangan Rendah merupakan bagian hilir dari suatu sistem tenaga listrik pada tegangan distribusi dibawah 1 KV dan langsung kepada para pelanggan tegangan rendah. Jaringan distribusi tegangan rendah dimulai dari sumber yang disebut Gardu Distribusi mulai dari panel hubung bagi TR (Rak TR) keluar didistribusikan. Untuk setiap sirkit keluar melalui pengaman arus disebut penyulang / feeder. Umumnya radius pelayanan berkisar 350 meter. Radius pelayanan ini dibatasi oleh beberapa hal, antara lain : Susut Tegangan yang disyaratkan. Luas penghantar jaringan. Distribusi pelanggan sepanjang jalur jaringan distribusi. Sifat daerah pelayanan (desa, kota) Kelas pelanggan ( pada beban rendah, pada beban tinggi) Di Indonesia (PLN) susut tegangan diizinkan ± 5% - 10% dari tegangan operasi. Penentuan besar susut tegangan ini terkait dengan kualitas pasokan dari PLN, atau dengan kata lain merupakan kebijakan dari PLN. Pada sistem distribusi tegangan rendah ada 3 sistem tegangan, yaitu: 1. Sistem 3 fasa (fasa tiga) 2. Sistem 2 fasa (fasa dua) 3. Sistem 1 fasa ( fasa satu) 2.4.2.1. Standar Konstruksi Tiang Penyangga Jaringan Standar konstruksi yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : 1. Gaya-Gaya Mekanis Pada Tiang Penyangga/ Penyangga 2. Tinggi Tiang di Atas Permukaan Tanah 3. Pengaruh Kondisi Tanah 4. Penggunaan Kawat Peregang Atau Tiang Penegang (Stake Pole) 5. Batasan Non Teknis Memilih Kekuatan Tiang 6. Kekuatan Tiang Ujung 7. Kekuatan Tiang Sudut Sistem Pembumian 1. Ketentuan-ketentuan tentang Pembumian : a. Semua bagian konduktif terbuka pada suatu instalasi harus dibumikan (PUIL). b. Apabila jalur yang sama dipasang SUTM dan SUTR, maka pada setiap 3

tiang harus dipasang penghantar pembumian yang dihubungkan dengan penghantar netral (PUIL). c. Nilai resistansi pembumian setiap 200 meter lintasan (5 gawang) tidak boleh melebihi dari 10 Ohm (PUIL). d. Petunjuk praktis semua nilai resistansi pembumian maksimal sebesar 5 Ω. e. Berdasarkan kekuatan mekanis luas penampang minimum penghantar pembumian adalah sebesar 50 mm 2 dan terbuat dari tembaga. f. Sambungan penghantar bumi dengan elektroda bumi harus kuat secara mekanis / elektris dan mudah dibuka untuk dilakukan pengujian resistansi pembumian. Klem pada elektroda pipa harus memakai ukuran minimal 10 Ohm dan dilindungi dari kemungkinan korosi. g. Penghantar bumi harus dilindungi secara mekanis kimiawi. h. Elektroda batang dimasukkan tegak lurus ke dalam tanah. Panjangnya disesuaikan dengan kebutuhan dengan memperhatikan resistansi tanah. i. Prosedur instalasi pembumian PHB TR / Rak TR di gardu distribusi harus memperhatikan jenis sistem pembumian yang dianut (TT, TN, IT). 2. Penghantar Pembumian dan Elektroda bumi a. Elektroda Bumi adalah penghantar yang ditanam dalam bumi dan membuat kontak langsung dengan bumi. b. Penghantar Bumi yang tidak berisolasi ditanam dalam bumi dianggap sebagai bagian elektroda bumi. c. Umumnya elektroda bumi yang dipakai pada jaringan saluran udara tegangan rendah / menengah memakai elektroda barang. d. Sebelum dipasang harus diteliti dulu berapa resitance jenis tanah. Sistem Penghantar 1. Jenis Penghantar Udara Penghantak tidak berisolasi A3C, BCC, A2C, ACSR Pernghantar berisolasi (Jenis twisted cable yang umumnya dipakai NYM-T, NYMZ, NFYM, NFY, NF2X, NFA2X, NFA2X, NFA2XSEY-T (TWISTED CABLE). 2. Persilangan Dengan Kabel Telekomunikasi Kabel telekomunikasi harus di bawah penghantar udara tegangan rendah. a. TWISTED CABLE : Berjajar 1 meter, Bersilang 0,3 meter b. TAK BERISOLASI : Berjajar / bersilang 1 meter 3. Jarak Antar Penghantar Telanjang Jarak antara ini bergantung atas jarak titik tumpu jaringan (jarak gawang). Untuk jarak 6 S/D 10 meter, maka jarak penghantar 20 cm, sedangakan ntuk jarak 10 S/D 40 meter jarak penghantar 25 cm. 4. Jarak lendutan (SAG). Diukur dari titik terendah sekurangkurangnya : Jalan Umum 5 Meter (Penghantar Tak Berisolasi) dan 4 Meter (Penghantar Berisolasi) Halaman Rumah 5 Meter (Penghantar Tak Berisolasi) dan 4 Meter (Penghantar Berisolasi) 5. Jarak Bebas Jarak bebas (ruang bebas) penghantar tak berisolasi dengan benda lain (pohon, bangunan) a. Pada dasarnya tidak boleh bersinggungan b. Jarak yang dipersyaratkan 0,5 meter. Pada konstruksi saluran udara baik tak berisolasi ataupun berisolasi (twisted cable). Umumnya mengikuti ketentuan Pemerintah Daerah setempat atau ketentuan departemen yang memerlukan. 6. Penghantar Udara Tak Berisolasi Tegangan Rendah Diatas Atap Bangunan Instalasi penghantar adalah sedemikian sehingga tidak menganggu perbaikan atap bangunan. Jarak dengan bagian bangunan : Minimal (1,5 meter dari bagian bangunan termasuk antena, cerobong). Minimal 2,5 meter (diluar jangkauan tangan) dari balkon bordes, lorong, panggung yang dalam keadaan biasa dikunjungi umum. 2.4.2.2. Konstruksi Jaringan Berikut adalah jenis konstruksi jaringan dalam sistem Jaringan Tegangan Rendah (JTR): 1. Konstruksi TR-1 (J5-T) Konstruksi J5-T merupakan konstruksi saluran kabel udara tegangan rendah (SKUTR) yang menggunakan suspension small angle

assembly (penggantung untuk tiang sangga / tumpu). Gambar 2. Konstruksi TR-1 (J5-T) 2. Konstruksi TR-2. (J7-T) Konstruksi J7-T merupakan konstruksi pemasangan SKUTR dengan sudut kurang dari 45, dengan menggunakan large angle assembly (penggantung untuk tiang belokan/sudut). TR-2 ini termasuk tiang sudut, dimana pada tiang tersebut arah penghantar membelok dan arah gaya tarikan kawat horizontal. Gambar 3. Konstruksi TR-2 (J7-T) 3. Konstruksi TR-3 (J6-T) Konstruksi TR-3 merupakan konstruksi pemasangan SKUTR untuk tiang akhir atau tiang awal dengan treck schoor. Pengait kabel digunakan fixed dead-end clamp complete plastic strip (peralatan untuk penarik pada tiang awal/akhir lengkap dengan plastic strap). III. ANALISA DAN PEMBAHASAN 1. Wilayah Perencanaan Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan Kabupaten Wonogiri, ada dua wilayah perencanaan, yaitu : RT 1 Dusun Ngampel Dusun Sumur 2. Tahap Survei dan Tracking Sebelum masuk dalam tahap perencanaan, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan survei lapangan. Dalam tahap survei ini, ada beberapa hal yang dilakukan untuk mendapatkan data : 1. Survei lokasi, untuk mengetahui keadaan lokasi. 2. Wawancara, untuk mendapatkan gambaran awal dalam perencanaan jalur jaringan. Data yang didapatkan ini djadikan pertimbangan untuk survei lanjutan, untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam perencanaan jaringan listrik. Pada survei ini didapatkan data sebagai berikut : 1. Data tracking GPS 2. Gambar perencanaan jalur jaringan 3. Gambar / foto kondisi daerah 4. Gambar / foto lokasi pemasangan tiang Data utama pada perencanaan jaringan listrik pedesaan ini adalah gambar. Ada dua data gambar yang didapatkan selama survei, yaitu gambar hasil tracking GPS dan gambar manual sebagai data backup. Data gambar ini harus sesuai dengan keadaan aslinya agar realisasi perencanaan bisa sesuai dengan keadaan lokasi. Tracking Tracking merupakan penyusuran daerah jalur jaringan dari awal sampai ujung jaringan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data gambar sesuai dengan kondisi lokasi. Tracking dilakukan dengan bantuan alat GPS Tracker. Pada survei ini, alat yang digunakan adalah GPS Tracker dengan merk etrex. Gambar 4. Konstruksi TR-3 (J6-T) Gambar 5. GPS Tracker merk etrex

3. Tahap Perencanaan 3.1. Penentuan Konstruksi Tiang Pada perencanaan listrik pedesaan, penentuan lokasi tiang tidak selalu bisa mengikuti standar yang ada. Ada beberapa hal yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu : 1. Jarak dari jalan 2. Kondisi geografis 3. Kondisi di sekitar lokasi Tiang jaringan listrik memiliki bermacammacam jenis sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. Macam macam jenis tiang ini dapat dibedakan dengan menggunakan kode-kode tertentu yang menunjukkan spesifikasi khusus dari tiang tersebut. Kodekode ini akan dimunculkan dalam gambar perencanaan untuk membedakan spesifikasi dari konstruksi tiang yang akan dibangun. Dalam realisasi pembangunan, pemasangan tiang sesuai dengan spesifikasi yang sudah direncanakan, termasuk spesifikasi peralatan tambahan, seperti grounding, trafo, anchor dan sebagainya. Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan Kabupaten Wonogiri ini, jenis tiang yang digunakan adalah : C11-200E Tiang konstruksi beton dengan ketinggian 11 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 200 dan. Digunakan untuk konstruksi tunggal (JTM only atau JTR only) maupun ganda (JTM dan JTR). Span maksimum sebesar 50 m untuk konstruksi ganda dan 80 m konstruksi tunggal. C9-200E Tiang konstruksi beton dengan ketinggian 9 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 200 dan. Tiang ini digunakan untuk konstruksi tunggal (JTR only). Span maksimum sebesar 60 m. C11-350E Tiang konstruksi beton dengan ketinggian 11 meter, kekuatan tiang (momen tarik) 350 dan. Kekuatan tiang direncanakan lebih besar dikarenakan terdapat trafo distribusi. Tiang ini digunakan untuk konstruksi tunggal (JTM only atau JTR only) maupun ganda (JTM dan JTR). Span maksimum sebesar 50 m untuk konstruksi ganda dan 80 meter untuk konstruksi tunggal. A1 Konstruksi pada tarikan lurus dengan sudut 0-5. A2 Konstruksi pada tarikan ke kanan dengan sudut 5-30 A3 Konstruksi pada belokan dengan sudut belokan 30-60 A4 Konstruksi pada belokan dengan sudut belokan 60-90 A5 Konstruksi pada akhir / dead end J5 Konstruksi dengan menggunakan kawat telanjang (dengan bolt machine) pada tarikan lurus dengan sudut 0-5. J6-T Penggunaan konstruksi JTR dengan LVBC (kabel pilin udara) pada tarikan akhir / dead end (sebagai pelindung ujung kabel. J7-T Penggunaan konstruksi JTR dengan LVBC (kabel pilin udara) untuk konstruksi pada tarikan belokan. CG 105/106 Pemasangan trafo 1 fasa pada JTM 1 fasa lurus (105) dan pada JTM 1 fasa dead end. M5-9 Perlengkapan konstruksi pada jaringan tegangan menengah. M2-11 Perlengkapan pentanahan atau ground rod type, dimana pentanahan menggunakan batang elektroda yang ditanam dalam tanah. M2-12 Perlengkapan pentanahan atau ground rod type yang dipasang pada kawat netral. M2-12A Perlengkapan pentanahan atau ground rod type yang dipasang pada kawat tarik (down guy) dan anchor. MJ 6-T Konstruksi pada tarikan akhir / dead end sebagai pelindung ujung kabel dengan konstruksi JTR menggunakan LVBC (kabel pilin udara) F 1-2 Perlengkapan anchor assemblies. E 1-2 Perlengkapan down guy. 3.2. Pemilihan Kabel Saluran Pada perencanaan jaringan listrik pedesaan Kabupaten Wonogiri ini, data pemilihan kabel saluran adalah sebagai berikut : 1. Lokasi : RT 1 Dusun Ngampel Untuk JTM menggunakan kabel jenis AAACS dengan ukuran 70 mm 2, untuk

kabel fasa dan kabel jenis AAAC dengan ukuran 70 mm 2, untuk kabel netral. Untuk JTR menggunakan kabel jenis LVTC dengan ukuran 70 mm 2, untuk fasa dan kabel berjenis sama dengan ukuran 50 mm 2, untuk kabel netral. 2. Lokasi : Dusun Sumur Untuk JTM menggunakan kabel jenis AAACS dengan ukuran 70 mm 2, untuk kabel fasa dan kabel jenis AAAC dengan ukuran 70 mm 2, untuk kabel netral. 3.3. Penentuan Trafo Dalam penentuan lokasi trafo, perencana harus memperhatikan total beban, persebaran beban dan lokasi dead end atau tiang JTR (Jaringan Tegangan Rendah) yang terakhir. 1. Total beban Letak trafo harus bisa memenuhi total beban yang ada sehingga lokasi trafo harus bisa mencakup seluruh lokasi beban. 2. Persebaran beban Lokasi trafo harus berada di ujung awal tarikan JTR. Selain itu, penentuan lokasi trafo ini juga harus mempertimbangkan penambahan beban baru atau perluasan jaringan. 3. Lokasi Dead End Maksimal tarikan tiang JTR dari trafo adalah 7 tiang. Sehingga letak trafo maksimal berjarak 7 tiang dari dead end JTR. 4. Penyusunan RAB Tahap akhir dari perencanaan listrik pedesaaan Kabupaten Wonogiri ini adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Rencana Anggaran Biaya (RAB) berisi rincian dana yang dibutuhkan dalam realisasi pembangunan jaringan listrik yang sudah direncanakan. 5. Perhitungan Drop Voltage Saluran Besarnya nilai drop voltage dapat dihitung dengan persamaan berikut : dengan nilai Z adalah : dimana : ΔV I Z R L = nilai drop voltage (Volt) = nilai arus (Ampere) = impedansi (Ohm) = resistansi (Ohm) = induktansi (H) Dengan menggunakan rumus di atas maka dapat dihitung drop voltage pada lokasi perencanaan RT 1 Dusun Ngampel. Total beban (S) = 900 VA x 38 rumah = 34.200 VA Tegangan (V LL) 1 fasa = 220 V dengan cos θ = 0,8 maka dapat dihitung, θ = arc cos 0,8 = - 36,87 (lagging) dan sin θ = 0,6 sehingga, arus (I) = I θ = 34200/220-36,87 = 155,45-36,87 Ampere Panjang saluran = 350 meter = 0,35 km Diketahui : Konduktor (LVTC 70 mm 2 ) Resistansi = 0,443 Ω/km (SPLN 42-10 : 1993) Induktansi = 0,467 mh/km (Standar IEC. 502) maka, dapat dihitung impedansi saluran Z = R + jωl = R + j 2π f L = 0,443 + j 2 x 3,14 x 50 x (0,467 x 10-3 ) = 0,443 + j 0,147 = 0,467-18,36 Ω/km dan Z saluran = 0,467-18,36 x 0,35 = 0,163-18,36 Ω Sehingga dapat dihitung, ΔV = I x Z = (155,45-36,87 ) x (0,155-18,36 ) = 25,41-55,23 Volt Dari perhitungan diatas, didapatkan drop voltage sebesar 25,41 Volt (11,55%). Drop voltage dari perhitungan diatas melewati batas toleransi tegangan dari PLN (10% dari tegangan kerja). Perhitungan diatas tidak bisa dijadikan sebagai acuan karena tidak memperhitungkan persebaran beban. Berikut adalah perhitungan drop voltage saluran dengan memperhitungkan persebaran beban. Diketahui persebaran beban adalah sebagai berikut : Tiang JTR ke-2 melayani 6 rumah Tiang JTR ke-3 melayani 5 rumah Tiang JTR ke-4 melayani 4 rumah Tiang JTR ke-6 melayani 13 rumah Tiang JTR ke-7 melayani 10 rumah Total beban (S) dihitung dengan persamaan : S = 900 VA x jumlah pelanggan

Tegangan (V LL) 1 fasa = 220 V dengan cos θ = 0,8 maka dapat dihitung, θ = arc cos 0,8 = - 36,87 (lagging) arus (I) = I θ = S/V θ maka, dapat dihitung drop voltage pada perencanaan jaringan RT 1 Dusun Ngampel : Drop voltage pada tiang JTR ke-2 Total beban (S) = 900 VA x 6 rumah = 5400 VA Tegangan (V LL) 1 fasa = 220 V dengan θ = - 36,87 (lagging) sehingga, arus (I) = S/V θ = 5400/220-36,87 = 24,545-36,87 Ampere Panjang saluran = 100 meter = 0,1 km Diketahui : Konduktor (LVTC 70 mm 2 ) Resistansi = 0,443 Ω/km (SPLN 42-10 : 1993) Induktansi = 0,467 mh/km (Standar IEC. 502) maka, dapat dihitung impedansi saluran Z = R + jωl = R + j 2π f L = 0,443 + j 2 x 3,14 x 50 x (0,467 x 10-3 ) = 0,443 + j 0,147 = 0,467-18,36 Ω/km dan Z saluran = 0,467-18,36 x 0,1 = 0,0467-18,36 Ω Sehingga dapat dihitung, ΔV = I x Z = (24,545-36,87 ) x (0,0467-18,36 ) = 1,146-55,23 Volt Dengan cara perhitungan yang sama, maka didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 1. Tabel hasil perhitungan drop voltage Tiang ke- Jarak (km) Jumlah Pelanggan Total Daya(VA) Drop Voltage (Volt) (%) 1 (JTR) 0,05 0 rumah 0 0 0 2 (JTR) 0,10 6 rumah 5.400 1,146 0,52 3 (JTR) 0,15 5 rumah 4.500 1,43 0,65 4 (JTR) 0,20 4 rumah 3.600 1,528 0,69 5 (JTR) 0,25 0 rumah 0 0 0 6 (JTR) 0,30 13 rumah 11.700 7,45 3,39 7 (JTR) 0,35 10 rumah 9.000 6,67 3,03 Pada perencanaan ini, drop voltage dipengaruhi oleh panjang saluran dan besar beban total yang dilayani karena persebaran beban yang tidak merata. IV. PENUTUP 4.1. Kesimpulan 1. Kabupaten Wonogiri masih memiliki daerah yang belum bisa menikmati listrik, yaitu RT 1 Dusun Ngampel dan Dusun Sumur yang terletak di Kecamatan Karangtengah. 2. Dalam perencanaan jaringan distribusi perlu melakukan survei lokasi untuk mengetahui keadaan sebenarnya di lapangan karena hasil perencanaan tidak selamanya bisa sesuai teori sehingga data yang didapatkan bisa benar benar menjadi acuan ketika realisasi pembangunan nantinya. 3. Pemilihan spesifikasi dari tiang menyesuaikan dengan kondisi jalur jaringan, yang ditunjukkan dengan kode kode yang ada pada gambar perencanaan. Begitu pula spesifikasi peralatan pendukung lainnya. 4. Hal hal yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi trafo antara lain total beban, persebaran atau distribusi beban dan letak dead end atau tiang JTR yang paling akhir. 5. Drop voltage pada jaringan RT 1 Dusun Ngampel sebesar 25,41 Volt (11,55%) dengan beban terpusat di ujung jaringan. Sedangkan apabila memperhatikan persebaran beban, rincian nilai drop voltage adalah sebagai berikut : pada tiang JTR ke-3 nilai drop voltage sebesar 1,43 Volt (0,65%). Pada tiang JTR ke-4 nilai drop voltage sebesar 1,528 Volt (0,69%). Pada tiang JTR ke-6 nilai drop voltage sebesar 7,45 Volt (3,39%). Pada tiang JTR ke-7 nilai drop voltage sebesar 6,67 Volt (3,03%). Pada perencanaan ini, drop voltage dipengaruhi oleh panjang saluran dan besar beban total yang dilayani karena persebaran beban yang tidak merata. 6. Dalam penyusunan RAB, harga dari masing masing item harus sesuai dengan harga yang ada di pasaran agar dapat diketahui biaya sebenarnya dalam realisasi pembangunan nantinya 4.2. Saran 1. Perlu ditingkatkannya sarana dan prasarana pendukung yang lebih memadai dalam perencanaan jaringan

distribusi listrik pedesaan sehingga tahap survei dapat berjalan dengan lancar. 2. Perlu adanya kerjasama yang baik antara semua instansi yang terkait, baik dalam perencanaan maupun dalam realisasi pembangunan nantinya agar pembangunan dapat terlaksana dengan baik karena listrik sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat, termasuk masyarakat di RT 1 Dusun Ngampel dan Dusun Sumur Kabupaten Wonogiri. DAFTAR PUSTAKA [1] AKLI DPD Jateng, Pedoman Standar Konstruksi Jaringan Listrik Distribusi, Semarang, PLN dan Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia, 1992 [2] Guntoro, Hanif, Sistem Distribusi Tenaga Listrik http://dunialistrik.blogspot.com/2008/12/sistemdistribusi-tenaga-listrik.html [3] Marsudi, Djiteng, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2006 [4] SPLN 42-10, Kabel Pilin Udara Tegangan Pengenal 0,6/1 KV (NFAZX- T/NFA2X/NF2X), 1993 [5] SPLN 72, Spesifikasi desain untuk Jaringan Tegangan Menengah (JTM) dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR), 1987 [6] Suhadi, Jaringan Distribusi Tegangan Rendah http://www.crayonpedia.org/mw/jarin GAN_DISTRIBUSI_TEGANGAN_RE NDAH_-_SUHADI [7] Utis, Kang, Profil Kecamatan Karangtengah Kabupaten Wonogiri http://bukupintarkabupatenwonogiri.blog spot.com/2013/02/profil-kecamatankarangtengah-kabupaten.html [8] Wonogiri, KPDE Kabupaten, Website Pemerintah Kabupaten Wonogiri http://www.wonogirikab.go.id/home.php?mode=content&id=166 BIODATA PENULIS Febrian Nugroho Winarto (21060110120002) lahir di Semarang, 13 Februari 1992. Telah menempuh pendidikan di SDN Taman Maluku Semarang, SMP Negeri 2 Semarang, SMA Negeri 2 Semarang dan saat ini sedang menempuh pendidikan S1 di Teknik Elektro Universitas Diponegoro Semarang. Semarang, Januari 2014 Mengetahui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Hermawan, DEA NIP 1966002231986021001