5 AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK Chaetoceros gracilis

dokumen-dokumen yang mirip
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT C. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian dan

3. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2011

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan

PENGARUH CAHAYA TERHADAP SENYAWA ANTIBAKTERI DARI Chaetoceros gracilis

BAB III METODE PENELITIAN. laboratoris murni yang dilakukan secara in vitro. Yogyakarta dan bahan uji berupa ekstrak daun pare (Momordica charantia)

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

BAB III BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

LAMPIRAN. Sampel Daun Tumbuhan. dicuci dikeringanginkan dipotong-potong dihaluskan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimental

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN BUNGUR (LANGERSTROEMIA SPECIOSA (L.) PERS)

III. METODE PENELITIAN

BAB III. A. Jenis Penelitian. Penelitian ini termasuk ke dalam metoda penelitian eksperimental dimana

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2012 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat analitik

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorium dengan metode

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014 di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian terapan dengan menggunakan

Ekstraksi Senyawa Antibakteri dari Chlorella Sp. Extraction Antibakteri Compound from Chlorella sp.

III. Metode Penelitian A. Waktu dan Tempat Penelitian kelimpahan populasi dan pola sebaran kerang Donax variabilis di laksanakan mulai bulan Juni

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Identifikasi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana)

PEMISAHAN EKSTRAK INTRASELULER DARI MIKROALGA Nitzschia closterium DAN PENENTUAN KONSENTRASI HAMBATAN MINIMUMNYA TERHADAP MIKROBA PATOGEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak kulit buah dan

3. METODOLOGI. Gambar 5 Lokasi koleksi contoh lamun di Pulau Pramuka, DKI Jakarta

BAB III METODE PENELITIAN A.

Y ij = µ + B i + ε ij

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstraksi terhadap 3 jenis sampel daun pidada menghasilkan ekstrak

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik.

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. MIPA dan Laboratorium Universitas Setia Budi Surakarta. B.

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan kontribusinya terhadap ekspor non migas nasional cukup besar.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Metabolit sekunder Alkaloid Terpenoid Steroid Fenolik Flavonoid Saponin

Uji Saponin Uji Triterpenoid dan Steroid Uji Tanin Analisis Statistik Uji Minyak Atsiri Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM)

BAB III METODE PENELITIAN. perkolasi kemangi kering menggunakan pelarut air dengan variasi waktu

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Sampel

Alat dan Bahan : Cara Kerja :

KULTIVASI DAN KARAKTERISASI KOMPONEN AKTIF DAN NUTRISI DARI MIKROALGA LAUT Chaetoceros gracilis IRIANI SETYANINGSIH

BAB III METODE PENELITIAN. D. Alat dan bahan Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.

Ekstrasi Senyawa Antibakteri Dari Diatom Chaetoceros gracilis dengan Berbagai Metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah. mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Mikroalga

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Hasil identifikasi dari jenis rumput laut Kappaphycus alvarezii (Doty)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai September 2016.

LAMPIRAN 1. Standar zona hambat antibiotik menurut CLSI

Lampiran 1. Persiapan Media Bakteri dan Jamur. diaduk hingga larut dan homogen dengan menggunakan batang pengaduk,

METODE PENELITIAN. Waktu Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan April Bahan dan Alat.

SKEMA ALUR PIKIR. Kulit Buah Manggis

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata pada Agustus 2013 hingga Januari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Penambahan jumlah sel pada bakteri dilakukan secara biner (membelah diri) yaitu dari 1 sel membelah menjadi 2 sel yang identik dengan sel induk

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif laboratorik dengan

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

II. METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboraturium

Koloni bakteri endofit

III. METODE PENELITIAN. menggunakan media Mannitol Salt Agar (MSA). pada tenaga medis di ruang Perinatologi dan Obsgyn Rumah Sakit Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Asam Jawa (Tamarindus indica L) yang diujikan pada bakteri P. gingivalis.

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

Transkripsi:

5 AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK Chaetoceros gracilis 5.1 Pendahuluan 5.1.1 Latar belakang Produk alam dari laut dapat digunakan untuk berbagai tujuan tergantung struktur kimia dan karakteristiknya, antara lain untuk bahan nutrasetika, farmasetika dan berbagai bahan tambahan lainnya (Nontji 1999). Senyawasenyawa yang digunakan untuk farmasetika dan nutrasetika biasanya memiliki aktifitas biologis. Produk alam laut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) sumber biomolekul yang mudah diperoleh; (2) senyawa yang memiliki aktivitas biologis yang meliputi : 1) senyawa antimikroba; 2) senyawa aktif fisiologikal; 3) senyawa aktif farmasetika; 4) senyawa sitotoksik dan antitumor; (3) toksin laut. Beberapa jenis organisme laut yang potensial sebagai sumber obat antara lain makroalga, mikroalga, sponge, soft coral maupun ikan (Kobayashi dan Satari 1999). Mikroalga memiliki substansi organik yang berlimpah di dalam selnya yang disebut dengan metabolit intraseluler. Selain itu juga menghasilkan produk yang disekresikan ke medium tumbuhnya yang disebut metabolit ekstraseluler. Substansi ekstraseluler dapat dihasilkan dari proses sekresi sel yang sehat maupun dari sel yang lisis atau mati (Stewart 1974). Beberapa mikroalga (diatom) yang juga mempunyai komponen aktif antibakterial antara lain Skeletonema costatum, Thalassiosira spp, Bacteriastrum elegans, Chaetoceros socialis, C. lauderi. Komponen yang mempunyai aktivitas antibakterial tersebut tergolong asam lemak (Metting dan Pyne 1986). Ekstrak kasar intraselular Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard dan diekstraksi menggunakan pelarut metanol mempunyai aktivitas penghambatan terhadap bakteri B. subtilis, E. coli dan Pseudomonas sp (Pribadi 1998). Setyaningsih et al. (2006) melaporkan bahwa Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard menghasilkan ekstrak kasar (crude extract) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan bakteri Gram negatif Vibrio harveyi. Medium pertumbuhan untuk Chaetoceros gracilis pada umumnya Guillard, namun mikroalga ini juga dapat tumbuh dalam medium pupuk NPSi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis yang

40 ditumbuhkan dalam medium NPSi tanpa penambahan CO 2 menghasilkan berat kering 0,16 g/l. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard mempunyai aktivitas antibakteri, namun ekstrak Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi belum diketahui aktivitas dan stabilitas komponen aktifnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas antibakteri, potensi aktivitasnya dibandingkan antibiotik komersial, pengaruh penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis. 5.1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis aktivitas senyawa antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis dibandingkan antibiotik komersial; (2) Menganalisis stabilitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis yang disimpan pada suhu rendah. 5.2 Bahan dan Metode 5.2.1 Bahan dan alat Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroalga laut jenis Chaetoceros gracilis yang merupakan koleksi dari Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI, Jakarta. Setelah Chaetoceros gracilis disegarkan, selanjutnya dikultivasi di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan. Mikroalga sebagai bahan baku pada penelitian ini dipanen pada akhir fase logaritmik. Bakteri uji yang digunakan meliputi bakteri Gram positif (Bacillus cereus ATCC 13091, Staphylococcus aureus ATCC 25923), bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922 dan Vibrio harveyi). Bahan kimia yang digunakan antara lain media untuk pertumbuhan Chaetoceros gracilis, metanol, media Nutrien Agar, Mueller Hinton Agar, Nutrien Broth, antibiotik komersial seperti kloramfenikol, tetrasiklin, oksitetrasiklin, ampisilin. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat untuk kultivasi Chaetoceros gracilis seperti flask atau akuarium, pompa aerator, lampu, luxmeter, dan sebagainya. Alat untuk panen biomasa terdiri dari filter keramik, pompa filter. Peralatan untuk ekstraksi antara lain magnetic stirrer, rotary vacuum evaporator, kertas cakram (paper disc), glass beads, vorteks, dan lain-lain. Alat untuk uji aktivitas antibakteri antara lain clean bench, refrigerator, cawan petri, mikro pipet, serta alat gelas lain yang digunakan di laboratorium.

41 5.2.2 Metode penelitian Tahap penelitian ini untuk mengetahui aktivitas dan stabilitas ekstrak Chaetoceros gracilis meliputi: (1) Kultivasi Chaetoceros gracilis dalam medium NPSi dan pemanenan biomasanya; (2) Ekstraksi dan aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis; (3) Analisis potensi daya hambat antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis dibandingkan antibiotik komersial; (4) Analisis stabilitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan. (1) Kultivasi dan pemanenan Chaetoceros gracilis Chaetoceros gracilis dikultivasi dalam flask atau akuarium yang berisi medium NPSi, yang dilengkapi dengan aerasi. Sebagai sumber cahaya digunakan lampu neon 20 Watt (2500 lux) yang diberikan secara terus menerus. Biomasa dipanen pada akhir fase logaritmik dengan cara filtrasi, selanjutnya biomasa tersebut dikeringkan. (2) Ekstraksi antibakteri dari Chaetoceros gracilis Metode ekstraksi senyawa antibakteri dari Chaetoceros merupakan modifikasi dari metode yang dilakukan Naviner et al. (1999) dan Wang (1999). Biomas sel Chaetoceros gracilis yang telah dikeringkan, dipecah selnya menggunakan glass bead dan vorteks. Tujuan pemecahan sel ini antara lain agar komponen aktif yang ada di dalam sel mudah keluar sehingga diperoleh ekstrak intraseluler. Kemudian diekstraksi dengan pelarut metanol menggunakan metode maserasi yang dikombinasi dengan pengadukan, lalu dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring Whatman 0,42 µm untuk memperoleh filtrat. Filtrat dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 35-37 o C. Hasil ekstraksi yang diperoleh ditimbang dan dianggap sebagai ekstrak kasar (crude extracts) yang mengandung komponen aktif. Ekstraksi menggunakan heksan juga dilakukan dengan metode yang sama. Perhitungan nilai rendemen ekstrak adalah sebagai berikut: A Rendemen 100% B Keterangan: A = Berat ekstrak intraseluler (gram) B = Berat biomassa (gram)

42 5.2.3 Prosedur analisis (1) Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis pada Ekstrak yang diperoleh diaplikasikan pada beberapa jenis bakteri patogen Gram negatif Escherichia coli ATCC 25922 dan Vibrio harveyi, serta bakteri Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Bacillus cereus ATCC 13091. Metode analisis yang digunakan adalah metode difusi agar. 1) Persiapan media pertumbuhan bakteri uji - Media Nutrien Broth (NB) yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 9 ml. Media NB diperlukan untuk menumbuhkan bakteri uji dalam media cair - Media Mueller Hinton Agar yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi masing-masing sebanyak 15 ml. Media ini digunakan untuk menumbuhkan bakteri pada saat uji aktivitas antibakteri - Media Nutrien Broth dan Mueller Hinton Agar selanjutnya disterilisasi ke dalam autoklaf selama 15 menit, pada suhu 121 o C - Bakteri-bakteri uji terlebih dahulu disegarkan dengan cara menginokulasikan ke dalam media NB steril dan diinkubasi pada suhu 37 o C (B. cereus, S. aureus, E. coli) dan 30 o C (V. harveyi). Setelah 24 jam dilihat hasilnya, yaitu dengan mengamati kekeruhan pada media yang digunakan. Adanya kekeruhan menunjukkan bahwa bakteri yang diinokulasikan mengalami pertumbuhan. Bakteri yang memiliki OD > 0,5 ini digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri. - Sterilisasi juga dilakukan pada sejumlah cawan petri yang diperlukan untuk menumbuhkan bakteri, pada tip mikro pipet, paper disc, erlenmeyer, dan botol sampel. 3) Analisis senyawa antibakteri - Bakteri uji sebanyak 20-50 µl dari suspensi dengan OD lebih besar dari 0.5 dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 15 ml media Mueller Hinton Agar steril yang belum beku (suhu sekitar 45 o C). Kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex, selanjutnya dituangkan ke dalam cawan petri. Tahap ini dilakukan terhadap semua bakteri uji yang digunakan - Media pada cawan petri tersebut didiamkan di dalam clean bench selama sekitar 15 menit hingga membeku.

43 - Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, yaitu menggunakan kertas cakram (paper disc) berukuran 6 mm. Kertas cakram steril yang telah disiapkan ditetesi sebanyak 10 µl ekstrak mikroalga yang mengandung senyawa antibakteri. Selanjutnya diletakkan pada cawan petri yang berisi Mueller Hinton Agar yang telah memadat - Cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam refrigerator selama 30 menit dengan maksud agar difusi ekstrak antibakteri dapat berjalan dengan baik, kemudian diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 37 o C untuk E. coli, S. aureus, B. cereus dan 30 o C untuk V. harveyi dengan posisi terbalik selama 18 jam. - Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona bening di sekitar kertas cakram (paper disc). Daya hambat ekstrak antibakteri dari mikroalga ditentukan dengan cara mengurangi diameter zona bening yang terbentuk di sekitar kertas cakram dengan diameter kertas cakram yang mengandung ekstrak. Suatu zat aktif dikatakan memiliki potensi yang tinggi sebagai antibakteri, jika pada konsentrasi rendah mempunyai daya hambat yang besar. Ketentuan kekuatan antibakteri sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm (kuat), daerah hambatan 5-10 mm (sedang), daerah hambatan 5 mm atau kurang (lemah) (Davis dan Stout 1971). (2) Analisis potensi daya hambat relatif antibakteri terhadap berbagai antibiotik komersial Sebelum dilakukan penentuan potensi daya hambat ekstrak C. gracilis, dilakukan uji aktivitas penghambatan dari ekstrak dan beberapa antibiotik komersial terhadap bakteri uji. Potensi antibakteri dilakukan dengan membandingkan diameter hambatan yang terbentuk di sekitar paper disc yang telah diberi ekstrak dengan paper disc lain yang mengandung antibiotik komersial (kloramfenikol, tetrasiklin, oksitetrasiklin, ampisilin dengan konsentrasi 300µg/disk). Potensi daya hambat dapat diukur dengan rumus sebagai berikut : Diameter hambatan ekstrak % Potensi daya hambat = x 100 % Diameter hambatan antibiotik

44 (3) Analisis stabilitas ekstrak antibakteri Stabilitas ekstrak dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap kestabilan ekstrak Chaetoceros gracilis yang diperoleh. Ekstrak C. gracilis disimpan selama 1, 2 3, dan 6 bulan, selanjutnya diuji aktivitas antibakterinya menggunakan metode difusi agar, seperti pada uji aktivitas antibakteri. 5.3 Hasil dan Pembahasan 5.3.1 Ekstrak antibakteri dari C. gracilis Ekstraksi senyawa antibakteri dilakukan dengan cara mengekstrak senyawa aktif yang terkandung dalam sel Chaetoceros gracilis. Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif memisahkan beberapa zat yang diinginkan dari campurannya dengan bantuan pelarut. Salah satu faktor penting dan menentukan keberhasilan ekstraksi menggunakan pelarut adalah pemilihan jenis pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut organik, yaitu metanol dan heksan yang digunakan secara terpisah. Metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah sebagai berikut: bahan yang akan diekstrak, kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu, kemudian diikuti dengan melakukan pemisahan bahan yang telah diekstrak (Danesi 1992). Tahap awal ekstraksi untuk biomas sel Chaetoceros gracilis pada penelitian ini adalah pemecahan sel (cell disruption). Pemecahan sel dilakukan menggunakan glass bead dan vorteks. Glass bead mampu memecah sel seperti cyanobacteria, yeast, spora, dan mikroalga. Efektivitas glass bead sebagai pemecah sel tergantung dari ukuran glass bead dan lama pemecahan sel. Sel bakteri akan pecah dengan lebih efektif menggunakan glass bead berukuran 0,1 mm, sedangkan glass bead 0,5 mm efektif untuk sel mikroalga. Jumlah glass bead minimal 50% dari total volume larutan biomasa yang digunakan (Grima et al. 2004). Secara umum semakin besar perbandingan glass bead dan volume pelarut maka proses pemecahan selnya akan semakin cepat (Goldberg 2008). Proses pemecahan sel akan mempermudah pemecahan struktur dinding sel tersebut sehingga komponen dalam sel akan keluar dan terikat dalam pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan pada tahap maserasi ini adalah metanol dan heksan secara terpisah. Pada akhir tahap ekstraksi dihasilkan rata-rata

45 rendemen ekstrak kasar metanol sebesar 34,52%, dan ekstrak kasar heksan sebesar 16,34%. Rendemen ekstrak metanol lebih besar dibandingkan ekstrak heksan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harborne (1987) bahwa metanol merupakan pelarut yang baik untuk semua tujuan ekstraksi awal. Metanol mampu mengekstraksi senyawa organik, sebagian lemak serta tanin (Heat dan Reineccius 1986). Metanol termasuk ke dalam golongan alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Proses ekstraksi pada penelitian ini dilakukan dengan kombinasi pemecahan sel dan pengadukan (stirring) yang menggunakan magnetic stirrer. Proses stirring bertujuan untuk merusak dinding sel mikroalga, sehingga komponen yang masih terdapat dalam sel dapat keluar dan memperbesar kemungkinan tumbukan antara partikel, sehingga komponen yang telah keluar dapat terikat serta larut dalam pelarut dan memperbesar pengikatan komponen dengan pelarut yang digunakan. Ekstrak Chaetoceros gracilis disajikan pada Gambar 8. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang diperoleh berwarna coklat, lengket. Hal ini sesuai dengan kandungan kimia Chaetoceros gracilis, dimana mikroalga ini mengandung asam lemak. Gambar 8 Ekstrak Chaetoceros gracilis 5.3.2 Aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis Senyawa antibakteri adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Bahan kimia yang dapat membunuh organisme disebut sidal, misalnya bakterisidal, fungisidal dan algasidal. Bahan bakterisidal merupakan bahan kimia yang memiliki aktivitas membunuh bakteri, sedangkan bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan organisme tetapi tidak membunuh organisme tersebut disebut statik, misalnya bakteriostatik, fungistatik, algasitik (Madigan et al. 2003). Adanya aktivitas bakterisida dari ekstrak mikroalga ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening (zona hambatan) pada sekitar paper disc. Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 9. Diameter zona

46 hambat ekstrak metanol dan ekstrak heksan selengkapnya disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 2 Diameter zona hambat bakteri dari ekstrak C. gracilis Sampel Vibrio harveyi E. coli ATCC 25922 S. aureus ATCC 25923 Diameter zona hambat (mm) B. cereus ATCC 13091 Ekstrak metanol 6±0,4 4±0,5 6±0,6 7±0,8 Ekstrak heksan 7±0,4 4±0,5 6±0,5 8±0,5 Kloramfenikol 35±0,7 35±0,7 31±0,7 35±0,7 Metanol 0 0 0 0 Heksan 0 0 0 0 Berdasarkan Tabel 2 dapat dikatakan bahwa C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi menghasilkan senyawa aktif yang bersifat antibakterial, yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, Vibrio harveyi, Escherichia coli ATCC 25922, Bacillus cereus ATCC 13091 (Gambar 9). Diameter zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak-heksan relatif lebih besar dibanding ekstrak-metanol. Hal ini sesuai dengan sifat heksan yang non polar yang mana menarik senyawa non polar seperti asam lemak, sehingga aktivitas ekstrak heksan (crude extracts) yang dihasilkan lebih besar. Pelarut metanol dan heksan tidak menghambat pertumbuhan bakteri uji, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji aktivitas antibakteri negatif atau tidak ada zona hambat. Diameter zona hambat dari kloramfenikol lebih besar daripada ekstrak yang diperoleh dari ekstraksi, karena kloramfenikol memiliki tingkat kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak Chaetoceros gracilis, yang mana ekstrak Chaetoceros gracilis masih merupakan ekstrak kasar (crude extract).

47 EH EH H K M H K M EM EM Bacillus cereus Staphylococcus aureus EH EH H K M H K M EM EM Vibrio harveyi Escherichia coli Gambar 9 Zona hambat ekstrak Chaetoceros gracilis pada bakteri uji (EH = ekstrak heksan; EM = ekstrak metanol; K = kloramfenikol; M =metanol; H = heksan) Pada penelitian ini adanya aktivitas antibakteri pada Chaetoceros gracilis diduga karena kandungan asam lemaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wang (1999) serta Metting dan Pyne (1986) bahwa komponen aktif dari Chaetoceros adalah asam lemak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri dari ekstrak heksan lebih besar daripada ekstrak metanol. Heksan merupakan pelarut yang baik untuk melarutkan lemak dibandingkan metanol, diduga asam lemak yang terlarut dalam heksan lebih banyak dibandingkan dalam metanol, sehingga aktivitasnya lebih besar. Penelitian antibakteri dari Chaetoceros juga telah dilakukan oleh Wang (1999), yang mana melaporkan bahwa budidaya kekerangan dan moluska yang menggunakan Chaetoceros sebagai pakannya, memberikan efek antibiotik alami yang dapat membebaskan hewan air tersebut dari bakteri patogen Vibrio sehingga sea food ini aman untuk dikonsumsi. Selain itu ekstrak alga laut Chaetoceros menunjukkan aktivitas antibakteri yang dapat menghambat

48 pertumbuhan bakteri seperti Methicilline Resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Vancomycin Resistant Enterococcus (VRE), Vibrio vulnificus, Vibrio cholerae. 5.3.3 Potensi relatif antibakteri dari ekstrak C. gracilis dibandingkan dengan antibiotik komersial Ekstrak C. gracilis yang diperoleh dibandingkan potensi daya hambatnya terhadap beberapa jenis antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana ekstrak Chaetoceros gracilis memiliki potensi daya hambat terhadap bakteri uji bila dibandingkan dengan antibiotik komersial tersebut. Hasil pengamatan aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis dan antibiotik komersial terhadap bakteri uji dapat dilihat Gambar 10, sedangkan diameter zona hambat dan potensi relatif selengkapnya disajikan pada Lampiran 5 dan 6. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang dikultivasi pada medium NPSi memiliki aktivitas daya hambat terhadap pertumbuhan beberapa bakteri patogen, namun aktivitasnya lebih kecil dibandingkan dengan antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin. Hal ini dikarenakan ekstrak Chaetoceros gracilis yang digunakan masih merupakan ekstrak kasar (crude extracts). lainnya. Mekanisme penghambatan setiap antibiotik tidak sama satu dengan Kloramfenikol merupakan antibiotik yang awalnya diisolasi dari Streptomyces venesuelae pada tahun 1947, kini diproduksi secara sintetik, memiliki spektrum penghambatan yang luas, bersifat bakteriostatik, mengganggu sintesis protein bakteri, bereaksi dengan unit 50S ribosom dan akan menghambat pembentukan ikatan peptida pada rantai polipeptida yang sedang terbentuk (Naim 2003).

49 Diameter zona hambat (mm) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Ekstrak Kloramfenikol Ampisilin Tetrasiklin Oksitetrasiklin Gambar 10 Diameter zona hambatan dari ekstrak dan antibiotik komersial terhadap pertumbuhan bakteri ( = B. cereus; = V. harveyi) Tetrasiklin merupakan kelompok antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces. Beberapa antibiotik yang segolongan dengan tetrasiklin adalah oksitetrasiklin, klortetrasiklin dan demetilklortetrasiklin. Antibiotik ini bersifat bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Efek tetrasiklin terhadap bakteri adalah menghambat transpor silang membran dan menghambat metabolisme fosforilasi oksidatif dan glukosa. Golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens. Kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi dapat juga diperoleh dari spesies Streptomyces lain. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri Gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya komplek trna-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Tetrasiklin menghambat perlekatan trna yang membawa asam amino ke ribosom sehingga penambahan asam amino ke rantai polipeptida yang sedang dibentuk terhambat (Naim 2003). Ampisilin merupakan salah satu dari penisilin sintetik yang diproduksi secara kimiawi dari modifikasi sisi rantai penisilin. Antibiotik ini masuk ke dalam

50 membran luar bakteri Gram negatif menembus ke peptidoglikan yang kemudian mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengganggu cross linking peptidoglikan. Sintesis dinding sel mungkin terjadi tetapi cross linking tidak terjadi, sehingga dinding sel menjadi lebih lemah dan terjadi autolisis, lama kelamaan sel mengalami lisis. Potensi relatif penghambatan ekstrak Chaetoceros gracilis terhadap antibiotik komersial disajikan pada Gambar 11. Aktivitas daya hambat masingmasing antibiotik komersial terhadap V. harveyi dan B. cereus tidak sama. Potensi relatif ekstrak C. gracilis dibandingkan antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin terhadap Vibrio harveyi berturut-tutrut sebesar 21,18, 21, dan 22 % pada konsentrasi 300 µg/disc. Artinya kemampuan ekstrak C. gracilis dalam menghambat pertumbuhan V. harveyi masih rendah. Potensi relatif ekstrak C. gracilis dibandingkan antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin terhadap Bacillus cereus berturut-turut sebesar 21, 18, 18, dan 18% pada konsentrasi 300 µg/disc. Artinya kemampuan ekstrak C. gracilis dalam menghambat pertumbuhan B. cereus juga masih rendah. 25 Potensi relatif (%) 20 15 10 5 0 Kloramfenikol Ampisilin Tetrasiklin Oksitetrasiklin Antibiotik Gambar 11 Potensi relatif daya hambat ekstrak C. gracilis terhadap 4 jenis antibiotik komersial pada konsentrasi sama ( = B. cereus; = V. harveyi ) Rendahnya kemampuan ekstrak Chaetoceros gracilis dalam menghambat pertumbuhan bakteri ini diduga karena ekstrak Chaetoceros gracilis yang digunakan merupakan ekstrak kasar, sedangkan antibiotik komersial

51 merupakan senyawa antibiotik yang lebih murni, selain itu masing-masing memiliki mekanisme penghambatan yang berbeda. Berdasarkan Gambar 11 juga dapat dikatakan bahwa masing-masing senyawa antimikroba memiliki kemampuan penghambatan terhadap bakteri yang berbeda. Naim (2003) menyatakan bahwa mode kerja dari kloramfenikol adalah mengikat ribosom 50S dan menghambat aktivitas peptidil transferase. Tetrasiklin dan oksitratseklin merupakan antibiotik yang mempunyai mode kerja menghambat sintesis protein, mengikat ribosom 30 S, sedangkan ampisilin mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengganggu cross linking peptidoglikan. 5.3.4 Stabilitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan Penyimpanan dapat mempengaruhi stabilitas aktivitas suatu komponen aktif. Metode penyimpanan bahan yang mengandung komponen aktif yang tidak benar dapat menurunkan aktivitasnya. Pada penelitian ini ekstrak disimpan dalam freezer pada refrigerator dengan suhu sekitar -18 - (-20) o C selama beberapa bulan. Analisis aktivitas antibakteri dilakukan pada ekstrak yang telah disimpan selama 1, 2, 3 dan 6 bulan. Aktivitas antibakteri dari ekstrak C. gracilis selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan diameter zona hambat selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Ekstrak Chaetoceros gracilis termasuk bahan alami. Pada penelitian ini, ekstrak Chaetoceros gracilis yang disimpan pada suhu rendah sampai 6 bulan masih memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan awal. Berdasarkan Gambar 12 dapat dikatakan bahwa aktivitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan tidak berubah, dimana diameter hambatan pada bakteri V. harveyi 6 mm, pada bakteri E. coli 4 mm, S. aureus 6 mm, dan B. cereus 7 mm. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat mempertahankan aktivitas antibakteri.

52 Diameter zona hambat (mm) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 6 bulan Gambar 12 Aktivitas antibakteri ekstrak C. gracilis selama penyimpanan dalam refrigerator ( = V. harveyi; = E. coli; = S. aureus; = B. cereus) Hasil penelitian ini didukung oleh Akbar (2008) yang menyebutkan bahwa ekstrak C. gracilis yang ditumbuhkan dalam mendium Guillard pada suhu ruang, dan disimpan selama 2 bulan pada suhu rendah (-18 o C) masih memiliki aktivitas antibakteri sama dengan awal. Ekstrak yang disimpan selama 2 bulan memiliki aktivitas antibakteri sama dengan ekstrak yang tidak disimpan. 5.4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulka bahwa: (1) Aktivitas antibakteri dari ekstrak C. gracilis lebih kecil (diameter zona hambat 7±0,8 mm untuk B. cereus dan 6 ±0,8 mm untuk V. harveyi) dibandingkan antibiotik kloramfenikol (diameter zona hambat 34 ±1,0 mm untuk untuk B. cereus dan 34 ±1,1 mm untuk V. harveyi), ampisilin (39 ±1,0 mm untuk untuk B. cereus dan 29 ±1,4 mm untuk V. harveyi), tetrasiklin (32 ±1,1 mm untuk untuk B. cereus dan 34 ±1,1 mm untuk V. harveyi), dan oksitetrasiklin (32 ±1,1 mm untuk untuk B. cereus dan 33 ±1,4 mm untuk V. harveyi), sehingga spektrum penghambatannya belum menyamai antibiotik komersial. (2) Potensi relatif ekstrak C. gracilis terhadap antibiotik komersial masih kecil, yaitu 21 %; 18 %; 21 %; 22 % terhadap kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin, oksitetrasiklin untuk Bacillus cereus, serta 18 %; 21 %; 18 %; 18 % terhadap kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin, oksitetrasiklin untuk Vibrio harveyi. (3) Ekstrak C. gracilis yang disimpan selama 6 bulan pada suhu 18- (-20) o C masih memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan yang disimpan pada 0, 1, 2 dan 3 bulan