BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

dokumen-dokumen yang mirip
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA SIPIL SEBAGAI KORBAN PENYANDERAAN DALAM KONFLIK BERSENJATA DI FILIPINA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kejahatan terorisme sudah menjadi fenomena internasional, melihat

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional dapat ditemukan dalam aturan-aturan

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

BAB I PENDAHULUAN. digencarkan Amerika Serikat. Begitupula konflik yang terjadi di Asia

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

LEGALISASI HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PENGUNGSI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PENGUNGSI KONFLIK DARFUR

BAB III METODE PENELITIAN. yang sedang berlaku. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah hukum positif (Ius

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

Sumber Hk.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

III METODE PENELITIAN. melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan diterapkan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap negara di dunia memiliki cita-cita dan tujuan utama untuk

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

III. METODE PENELITIAN. metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. melanggar hukum, termasuk anak bisa melakukan tindakan yang melawan

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

BAB I PENDAHULUAN. enforcement system (sistem penegakan langsung) dan indirect enforcement

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu sekitar 60 tahun belakangan ini setelah munculnya Konvensikonvensi Jenewa 1949, umat manusia mengalami konflik bersenjata dengan jumlah yang sangat besar. Hampir di setiap negara mengalami konflik bersenjata. Terjadinya konflik bersenjata diawali dari adanya pertentangan kepentingan dengan bangsa lain atau pertentangan antar kelompok dalam suatu bangsa sendiri. Secara implisit, hal ini dapat disebut sebagai suatu bentuk perjuangan nasional atau memperjuangkan kepentingan nasional. Berdasarkan jumlah konflik bersenjata yang telah ataupun sedang terjadi di berbagai negara di dunia, konflik tersebut dapat dibedakan menjadi konflik bersenjata internasional dan konflik bersenjata non internasional (konflik dalam negeri). Konflik bersenjata adalah suatu peristiwa penuh dengan kekerasan dan permusuhan antara pihak-pihak yang bertikai. Dalam sejarah konflik bersenjata telah terbukti bahwa konflik tidak saja dilakukan secara adil, tetapi juga menimbulkan kekejaman. 1 Dapat dipastikan bahwa konflik bersenjata tidak bisa dihindarkan dari jatuhnya korban, baik pihak kombatan maupun dari pihak penduduk sipil yang tidak ikut berperang, baik golongan tua maupun golongan 1 Asep Darmawan, Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Komandan Dalam Hukum Humaniter KumpulanTulisan, Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2005, hlm 51. 1

2 muda, wanita dan anak-anak. Akibat dari konflik bersenjata dapat mengenai siapa saja yang berada dalam daerah konflik tersebut. Beberapa akibat yang sering ditimbulkan selama terjadi nya konflik bersenjata antara lain : 1. Terjadinya kekerasan terhadap tubuh maupun nyawa seseorang 2. Penyanderaan 3. Pelecehan martabat, pemerkosaan 4. Penjatuhan dan pelaksanaan pidana tanpa proses peradilan yang menjamin hak-hak seseorang 5. Perbudakan dan perdagangan orang Melihat akibat-akibat seperti yang dicantumkan diatas, tentulah menjadi kekhawatiran bagi dunia apabila hal tersebut tidak diatasi dengan cepat. PBB sebagai suatu organisasi dunia yang turut menjaga dan memelihara keamanan dunia, akhirnya tidak tinggal diam melihat situasi yang ditimbulkan oleh konflik bersenjata. Oleh PBB, konflik bersenjata tersebut mendapat pengaturan dalam beberapa Konvensi seperti Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949 serta Protokol Tambahan I dan II 1977. Pengaturan-pengaturan tersebut tentunya diciptakan untuk mencegah atau memberi perlindungan terhadap setiap pihak yang menjadi korban dari konflik bersenjata, sehingga terhindar dari tindak kekerasan yang berakibat fatal. Namun sekalipun telah ada pengaturan mengenai tata cara peperangan dan pengaturan mengenai perlindungan terhadap korban perang, tampaknya para pihak yang berselisih kurang mengindahkan pengaturan-pengaturan tersebut.

3 Setiap konflik yang terjadi, dapat diketahui bahwa masih banyak korban yang jatuh akibat konflik bersenjata tersebut. Keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan dari setiap pengaturan-pengaturan mengenai konflik bersenjata belum terlalu memberi dampak yang positif. Seperti yang ada di Filipina. Negara kepulauan yang berada di kawasan Asia Tenggara ini, sedang mengalami konflik bersenjata dengan salah satu wilayah yang berada di kawasannya. Lebih tepat nya lagi di kawasan Mindanao- Sulu, Filipina Selatan. Konflik ini dipicu oleh adanya perbedaan dari segi budaya dan agama, serta faktor sejarah bangsa Moro dengan pemerintah pusat Filipina. Perbedaan ini menimbulkan keinginan bangsa Moro yang berada di wilayah Mindanao-Sulu untuk melepaskan diri dari Filipina dan membentuk sebuah republik yang baru. Untuk mewakili bangsa Moro dalam memperjuangkan keinginan mereka, dibentuklah Moro National Liberation Front (MNLF) yang pada saat itu dipelopori oleh Nur Misuari. Konflik tersebut telah ada sejak tahun 1968. Namun MNLF baru dibentuk sejak tahun 1971. Pertikaian bersenjata yang terjadi di dalam wilayah sebuah negara disebut pertikaian bersenjata yang bersifat internal atau yang bukan bersifat internasional (non-international armed conflict atau internal armed conflict). 2 Konflik yang terjadi di Filipina merupakan konflik bersenjata yang sifatnya internal atau bukan bersifat internasional. Sebab konflik itu terjadi antara pemeritah pusat Filipina dengan pemberontak yang berada di wilayah Filipina itu sendiri. 2 Arlina Pemanasari, dkk, Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999, hlm 3.

4 Pertikaian yang telah berlangsung lebih dari 4 dekade ini, sudah cukup menimbulkan ketidaknyamanan bagi pemerintah dan masyarakat di Filipina, khusus nya di Filipina Selatan. Kontak senjata yang telah terjadi antara militer Filipina dengan pemberontak MNLF tidak saja meneror pemerintah pusat Filipina, melainkan warga sipil nya juga turut menerima teror dari para pemberontak. Pada awal September 2013 yang lalu, konflik bersenjata antara pemberotak MNLF dengan militer Filipina kembali terjadi. Ribuan warga sipil di Zamboanga City, Mindanao mengungsi untuk menghindari pertikaian tersebut. Pemberontak MNLF melakukan penyanderaan terhadap warga sipil dan menjadikan warga sipil tersebut sebagai tameng hidup. Perbuatan penyanderaan terhadap warga sipil serta menjadikan mereka sebagai tameng hidup tentu bertolak belakang dengan apa yang tertuang dalam Konvensi Jenewa IV 1949 tentang perlidungan terhadap penduduk sipil pada saat sengketa bersenjata. Melihat apa yang terjadi di Filipina, sesungguhnya mengindikasikan bahwa perlindungan terhadap warga sipil kurang sepenuhnya diberikan. Sekaligus menjadi gambaran bahwa keberadaan dari pengaturanpengaturan mengenai konflik bersenjata masih belum diterapkan secara sempurna oleh para pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata. Filipina sebagai salah satu contoh nya. Pada saat skripsi ini ditulis, konflik bersenjata serta penyanderaan terhadap warga sipil yang terjadi di Zamboanga City, Filipina Selatan masih berlangsung dan belum terdapat adanya tanda-tanda konflik bersenjata tersebut akan berakhir.

5 B. Rumusan Masalah Permasalahan merupakan pernyataan yang menunjukkkan adanya jarak antara rencana dan pelaksanaan, antara harapan dan kenyataan, juga antara das sollen dan das sein. 3 Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini antara lain : 1. Bagaimanakah perlindungan terhadap warga sipil dalam konflik bersenjata ditinjau dari Hukum Humaniter Internasional? 2. Bagaimanakah latar belakang terjadinya konflik bersenjata di Filipina? 3. Bagaimanakah akibat hukum bagi pelaku penyanderaan warga sipil dalam konflik bersenjata menurut hukum humaniter internasional? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan terhadap warga sipil secara umum dalam konflik bersenjata menurut Hukum Humaniter Internasional. 2. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya konflik bersenjata di Filipina. 3. Untuk mengetahui akibat hukum yang dapat diberikan kepada pelaku tindakan penyanderaan warga sipil dalam konflik bersenjata menurut hukum humaniter internasional. 3 Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm 21.

6 Sedangkan manfaat yang dipetik dari penulisan ini antara lain : a. Manfaat Teoritis Sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang mampu memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum internasional terutama mengenai tindakan penyanderaan warga sipil dalam konflik bersenjata dan solusi yang dapat ditempuh berdasarkan hukum humaniter internasional. Hal ini sebagai wujud penjelmaan penerapan dalam belajar Hukum Internasional secara akademis. b. Manfaat Praktis Menjadi suatu pedoman atau bahan referensi pada perpustakaan Fakultas Hukum secara khusus dan pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan bahan referensi bagi pihak akademisi dalam menambah wawasan mengenai masalah penyanderaan warga sipil dalam perspektif Hukum Humaniter Internasional. D. Keaslian Penulis Penulisan skripsi ini yang berjudul: "PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA SIPIL SEBAGAI KORBAN PENYANDERAAN DALAM KONFLIK BERSENJATA DI FILIPINA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL" merupakan tulisan yang masih baru yang berasal dari hasil pemikiran penulis sendiri tanpa adanya jiplakan dari hasil tulisan milik orang lain. Dan belum ada tulisan dalam bentuk skripsi yang membahas tentang hal ini. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan adanya pengesahan pihak administrasi

7 perpustakaan Fakultas Hukum yang menyatakan tidak ada judul dan tulisan yang sama dengan judul skripsi ini. Dengan demikian penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini, baik secara ilmiah ataupun secara akademik. E. Tinjauan Kepustakaan Salah satu akibat dari konflik bersenjata adalah terjadinya tindakan penyanderaan terhadap warga sipil. Sudah dapat dipastikan bahwa tindakan ini menjadi fenomena yang sering dijumpai pada setiap pertikaian senjata. Sandera dalam bahasa inggris disebut dengan Hostage adalah seseorang yang ditawan seseorang hingga keinginannya dituruti. 4 Seorang sandera sering ditawan dengan tujuan untuk memaksa orang lain atau pihak lain untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh penyandera. Tindakan penyanderaan dalam suatu pertikaian bersenjata menjadi salah satu cara yang ditempuh oleh pihak pemberontak untuk memperoleh tuntutan nya. Sasaran dari tindakan penyanderaan dalam konflik bersenjata, salah satu nya adalah warga sipil. Sementara, warga sipil merupakan salah satu pihak yang harus dilindungi selama pertikaian bersenjata itu berlangsung. Dalam suatu sengketa bersenjata, orang-orang yang dilindungi meliputi kombatan dan penduduk sipil. Penduduk sipil berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa IV dan Protokol Tambahan 1977. 5 4 Sandera, sebagaimana dimuat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/sandera, diakses pada tanggal 12 Oktober 2013. 5 Arlina Permanasari, dkk, Op Cit., hlm 163.

8 Menurut Konvensi Jenewa IV, perlindungan terhadap warga sipil meliputi perlindungan umum (general protection) yang diatur dalam Bagian II dari Konvensi tersebut. Sedangkan pada Protokol Tambahan, perlindungan tersebut diatur dalam Bagian IV tentang penduduk sipil. Berdasarkan Konvensi Jenewa, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif. 6 Dalam segala keadaan, penduduk sipil berhak atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya. Terhadap warga sipil tersebut, tidak boleh dilakukan tindakan-tindakan sebagaimana disebutkan di dalam pasal 27-34, yaitu : 1. Melakukan pemaksaan jasmani maupun rohani untuk memperoleh keterangan. 2. Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani. 3. Menjatuhkan hukuman kolektif. 4. Melakukan intimidasi, terorisme dan perampokan. 5. Melakukan pembalasan (reprisal). 6. Menjadikan mereka sebagai sandera. 7. Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani atau permusuhan terhadap orang yang dilindungi. Berdasarkan uraian diatas, menjadikan warga sipil sebagai sandera adalah salah satu tindakan yang dilarang oleh konvensi ini. Pasal Umum III dari Konvensi Jenewa melarang pengambilan sandera. Tindakan penyanderaan 6 Ibid. hlm 170.

9 terhadap penduduk sipil menurut Konvensi Jenewa IV juga dianggap sebagai suatu pelanggaran yang berat. 7 Ketetapan-ketetapan yang terdapat dalam Konvensi Jenewa menunjukkan bahwa larangan penyanderaan kini tertanam kuat dalam hukum kebiasaan internasional dan dianggap sebagai kejahatan perang. Larangan penyanderaan diakui sebagai jaminan mendasar bagi warga sipil dan orang yang termasuk dalam hors de combat dalam Protokol Tambahan I dan II. Statuta Mahkamah Pidana Internasional juga mengaskan bahwa yang "mengambil sandera" merupakan kejahatan perang di kedua konflik bersenjata internasional dan non-internasional. Larangan ini juga diatur dalam undang-undang di berbagai negara. F. Metode Penelitian Metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai suatu upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Untuk mendapatkan data yang relevan dengan tujuan penulisannya maka penulis berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan dan memperoleh bahanbahan dalam penulisan skripsi ini. 7 http:// www.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v1_cha_chapter32_rules96, diakses pada tanggal 12 Oktoberber 2013.

10 1. Jenis Penelitian Untuk melengkapi penelitian ini supaya lebih terarah dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka dipergunakan metode penelitian hukum normatif (legal research). Yaitu jenis metode yang mengacu pada berbagai norma hukum, dalam hal ini adalah hukum internasional yang terdapat di berbagai sumber serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan perlindungan warga sipil, pengaturan internasional mengenai tindakan penyanderaan serta pengaturan mengenai hukum perang dalam kaitannya untuk memeberikan perlindungan terhadap warga sipil dalam perang. 2. Teknik Pengumpulan Data Secara umum, ada dua teknik pengumpulan data yaitu : a. Studi Kepustakaan (Library Research) Adalah teknik pengumpulan data melalui buku-buku baik karangan dalam negeri maupun karangan luar negeri, karangan ilmiah, media massa, majalah, serta jurnal-jurnal atau artikel-artikel yang diperoleh dari situs internet yang berhubungan dengan judul skripsi ini. b. Studi Lapangan (Field Research) Adalah teknik pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan lain-lain. Pada penulisan skripsi ini, penulis mengumpulkan data melalui metode studi kepustakaan (library research).

11 3. Sumber Data Penelitian Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data-data sekunder yang terdiri atas : a. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa konvensi-konvensi internasional seperti Konvensi Jenewa 1949 tentang perlindungan warga sipil saat terjadinya konflik bersenjata, Statuta Roma 1988, Jurnal ICRC, Protokol Tambahan tahun 1977 dan sumber-sumber hukum internasional lainnya yang berkaitan dengan masalah-masalah yang akan dikaji. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang menunjang, yang memberi penjelasan tentang bahan hukum primer seperti buku-buku yang membahas tentang konflik bersenjata, buku-buku yang membahas tentang tindakan penyanderaan, buku-buku yang membahas tentang perlindungan warga sipil, buku-buku yang membahas tentang konflik Moro, jurnal-jurnal, surat kabar dan internet seperti www.wikipedia.com dan www.google.com c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

12 4. Analisis Data Data yang telah diperoleh dari berbagai sumber, selanjutnya dilakukan pengolahan data dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif serta induktif. G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini, penulis menguraikan isi skripsi dalam lima bab yang garis besarnya adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pengantar yang akan mengantarkan penulis ke dalam pembahasan yang terdapat di bab-bab berikutnya. Bab ini memuat beberapa sub bab yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Didalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang adanya perlindungan warga sipil dalam perang. Bab kedua ini terdiri dari beberapa sub bab yaitu: sejarah lahirnya hukum humaniter internasional, Konvensi Jenewa 1949 dan hal-hal yang diatur di

13 dalamnya, serta pengertian penyanderaan dalam perspektif hukum humaniter internasional. BAB III : TINJAUAN MASALAH TERHADAP KONFLIK BERSENJATA DI FILIPINA Didalam bab ketiga ini penulis akan membahas mengenai latar belakang terjadinya konflik bersenjata di Filipina, hal-hal yang menjadi dampak konflik serta upaya-upaya pemerintah Filipina dalam menangani konflik bersenjata di Filiina Selatan. BAB IV : PERLINDUNGAN TERHADAP WARGA SIPIL SEBAGAI KORBAN PENYANDERAAN DALAM KONFLIK BERSENJATA DI FILIPINA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Didalam bab keempat ini penulis akan membahas tentang tindakan penyanderaan warga sipil saat konflik bersenjata di Filipina, akibat hukum bagi pelaku penyanderaan, serta solusi-solusi yang dapat ditempuh dalam tindakan penyanderaan warga sipil saat terjadinya konflik bersenjata. BAB V : PENUTUP Sebagai bab penutup dalam skripsi ini, penulis akan memberikan suatu kesimpulan yang diambil dari keseluruhan materi yang ditulis serta disertai dengan saran-saran yang diperlukan.