BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sempurna. Dipercayai bahwa salah satu kunci keberhasilan hidup manusia

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS. orang lain dalam proses interaksi. Interaksi sosial menghasilkan banyak bentuk

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB II LANDASAN TEORI. adalah kemampuan yang membuat individu lebih dihargai oleh orang lain.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Interpersonal competence

BAB IV ANALISA HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. interpersonal sebagai kemampuan-kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.

BAB II LANDASAN TEORI. kelompok dan kelompok, ataukah individu dengan kelompok. Menurut Walgito (2000)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,

BAB 1 PENDAHULUAN. memberikan pertolongan yang justru sangat dibutuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

Komunikasi Interpersonal. Dwi Kurnia Basuki

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communion yang dalam. persekutuan, gabungan, pergaulan, hubungan.

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Kematangan Emosional. hati ke dalam suasana hati yang lain (Hurlock, 1999).

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dapat disimpulkan bahwa:

PENDAHULUAN. membantu untuk menjalin hubungan kerja sama dan kemampuan memahami individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesepian tanpa adanya teman cerita terlebih lagi pada remaja yang cendrung untuk

Perilaku Keorganisasian IT

BAB II KAJIAN TEORI. yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Sugiyo, 2005). Komunikasi antar

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

ETIKA BERKOMUNIKASI. ALREFI, M.Pd UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2016

BAB IV ANALISIS DATA. maupun pengamatan lapangan. Pada Bab ini peneliti akan menguraikan data

BAB I PENDAHULUAN. sebagai interaksi antara dirinya dan lingkungannya. Keseluruhan proses

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. individual yang bisa hidup sendiri tanpa menjalin hubungan apapun dengan individu

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB I PENDAHULUAN. mencerdasan kehidupan bangsa, serta membentuk generasi yang berpengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. maka kualitas individu yang terlibat dalam pendidikan tersebut akan mengalami

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan orang lain untuk dapat mempertahankan hidupnya. Proses

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam hubungan interpersonal ditentukan oleh kemampuan untuk mengkomunikasikan secara jelas apa yang ingin disampaikan, menciptakan kesan yang diinginkan, atau mempengaruhi orang lain sesuai dengan yang diinginkannya Johnson (dalam Listyaningsih, 2004) Komunikasi yang efektif minimal menimbulkan lima hal yaitu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang semakin baik, dan tindakan (Ristianti, 2012). Pengetahuan tentang konteks pembicaraan yang sesuai dan tidak sesuai dalam interaksi interpersonal dan pengetahuan tentang peraturanperaturan dalam perilaku nonverbal, misalnya; batasan dalam kedekatan fisik dengan orang lain dan volume suara, merupakan bagian dari kompetensi interpersonal (DeVito, 1989). Buhrmester dkk (1998) mengungkapkan bahwa kompetensi interpersonal meliputi kemampuan berinisiatif, kemampuan bersikap terbuka, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan dukungan emosional, dan kemampuan mengelola konflik yang muncul dalam hubungan interpersonal. 12

2.1.2 Aspek-Aspek Kompetensi Interpersonal Buhrmester, dkk (1988) menyatakan kompetensi interpersonal meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1. Kemampuan berinisiatif. Menurut Buhrmester (1988) inisiatif adalah usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain, atau dengan lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif merupakan usaha pencarian pengalaman baru yang lebih banyak dan luas tentang dunia luar, juga tentang dirinya sendiri dengan tujuan untuk mencocokkan sesuatu atau informasi yang telah diketahui agar dapat lebih memahaminya. 2. Kemampuan untuk bersikap terbuka (self-disclosure), kemampuan membuka diri merupakan kemampuan untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap orang lain. Kartono dan Gulo (1987) mengungkap bahwa pembukaan diri adalah suatu proses yang dilakukan seseorang hingga dirinya dikenal oleh orang lain. diri diwujudkan dengan perilaku orang yang melakukan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. 3. Kemampuan bersifat asertif. Menurut Pearlman dan Cozby (dalam Yuanita, 2004) asertivitas adalah kemampuan dan kesediaan individu untuk mengungkapkan perasaan-perasaan secara jelas dan dapat mempertahankan hak-haknya dengan tegas. Dalam konsteks komunikasi 13

interpersonal seringkali seseorang harus mampu mengungkapkan ketidaksetujuannya atas berbagai macam hal atau peristiwa yang tidak sesuai dengan alam pikirannya. 4. Kemampuan memberikan dukungan emosional. Kemampuan memberikan dukungan emosional sangat berguna untuk mengoptimalkan komuniksi interpersonal antar dua pribadi. Baker dan Lemie (dalam Buhrmester, dkk, 1988) dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan member rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Kemampuan ini lahir dari adanya empati dalam diri seseorang. 5. Kemampuan dalam mengatasi konflik. Kemampuan mengatasi konflik meliputi sikap-sikap untuk menyusun strategi penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atau suatu masalah dan mengembangkan konsep harga diri yang baru. Menyusun strategi penyelesaian masalah adalah bagaimana individu yang bersangkutan merumuskan cara untuk menyelesaikan konflik dengan sebaik-baiknya. Junior (dalam Idrus 2007) mengajukan komponen kompetensi interpersonal yang terdiri dari: (a) menghargai orang lain; (b) terbuka; (c) mempercayai motif orang lain; (d) menunjukkan kehangatan dalam berinteraksi. Secara singkat Junior mencirikan orang yang tidak memiliki kompetensi interpersonal sebagai seorang yang dingin. Dari paparan di atas, komponen dari kompetensi interpersonal dapat berupa (a) kemampuan untuk memulai suatu hubungan interpersonal, (b) kemampuan membuka 14

diri; (c) kemampuan untuk memberikan dukungan emosional kepada orang lain; (d) kemampuan bersikap asertif; (e) empati; serta (f) kemampuan mengelola dan mengatasi konflik dengan orang lain. 2.1.3 Faktor- faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal Willis (dalam Yuanita, 2004) mengemukakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi kompetensi interpersonal, yaitu 1. Faktor Internal 1). Usia Semakin bertambah usia, bertambah dewasa dan semakin bertambah banyak melakukan kontak dengan orang lain dan kita belajar bagaimana bersikap terhadap orang lain. 2). Jenis kelamin Perbedaan jenis kelamin laki- laki dengan perempuan sedikit banyak berpengaruh terhadap gaya dan tingkat kemampuan interpersonal individu dalam mengembangkan dirinya. 3). Konsep Diri Konsep diri merupakan suatu bentuk sikap dan kemampuan untuk menerima diri apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan. Cara pandang dan konsep berfikir individu sedikit banyak dipengaruhi oleh konsep diri yang ada pada dirinya, termasuk dalam kemampuan kompetensi interpersonalnya. 4). Kemampuan menyesuaikan diri 15

Kemampuan menyesuaikan diri merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan penyesuaian secara wajar dengan lingkungan sekitarnya secara mandiri dan inovatif. 5). Kemampuan berempati Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk merasakan yang orang lain rasakan. 6). Kemampuan menghargai orang lain Kemampuan menghargai orang lain adalah kemampuan diri kita dalam menyikapi dan menghargai orang lain. Pada dasrnya untuk dapat diterima oleh orang lain, maka kita harus dapat untuk menghargai orang lain dengan baik terlebih dahulu. 7). Kemampuan berkomunikasi Kemampuan berkomunikasi adalah bukan bagaimana cara kita berbicara, akan tetapi cara kita berkomunikasi. Dengan melakukan kmunikasi secara baik dan benar, maka setiap pesan yang kita sampaikan kepada orang lain dapat ditangkap dengan baik oleh lawan bicara kita, sehingga orang lain dapat mengerti atas setiap hal yang ingin kita sampaikan/ inginkan. 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang dimaksud dalam kompetensi interpersonal adalah lingkungan. Muhammad (2002) lingkungan adalah semua totalitas faktor fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. 16

2.2 Interaksi Teman Sebaya 2.2.1 Remaja Dalam Kelompok Teman Sebaya Dalam masa remaja pergaulan dengan teman sebaya merupakan faktor yang penting dalam kehidupan remaja. Remaja menjadi lebih dekat dengan teman sebaya, pada umumnya remaja lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya, ini sebenarnya sedang menonjolkan apa yang membedakan dirinya dengan orang dewasa yaitu originalitasnya sebagai remaja bahkan menunjukan pertentanganya dengan orang dewasa dan solidaritas dengan teman sebaya. Bila dilihat dari perkembanganya, pada dasarnya remaja memiliki dua macam gerakan perkembangan yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju kearah teman sebaya (Monks, dkk, 1994) hal ini terjadi karena perasaan negatif atau positif. Bila seseorang dari kelompok tersebut senang dengan acara disko, maka remaja akan terpengaruh pula untuk ikut dalam acara disko. Dengan demikian seorang remaja yang telah merasa cocok dengan teman atau kelompoknya tertentu cenderung untuk mengikuti gaya teman dalam kelompoknya walaupun itu dirasa buruk. Peranan teman sebaya menjadi sangat penting karena apapun teman yang mereka pilih, pastilah dipilih karena suatu alasan seperti yang diungkapkan Kenny (dalam Listyaningsih, 2004) bahwa remaja menghargai pandangan dari anak-anak yang dipilih sebagai teman sebaya. Selanjutnya Charleswood dan Hartup (dalam Walgito 2000) menyatakan bahwa remaja dalam hubunganya dengan teman sebaya mempunyai unsur 17

positif yaitu saling memberikan perhatian dan mufakat, membagi perasaan daln saling menerima diri, saling percaya dan saling memberikan sesuatu pada orang lain. Dengan demikian tidak semua pengaruh teman sebaya itu bersifat negatif. Remaja dalam perkembanganya akan memilih teman sebayanya sehingga, kelompok teman sebaya akan membawa terrtentu bagi kehidupan remaja. Remaja yang merasa diterima dan dihargai oleh teman sebayanya akan mengikuti segala bentuk tingkah laku yang dilakukan oleh teman-temanya. Baik itu tingkah laku yang positif maupun tingkah laku yang negatif. 2.2.2 Pengertian Interaksi Teman Sebaya Sejak lahir manusia sudah mempunyai kebutuhan untuk bergaul dengan individu lain untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis atau kebutuhan sosial saat mencapai remaja Partowisastro (1989) mengatakan bahwa kelompok teman sebaya bukan sekadar sekumpulan anak, yang dengan keanggotaan terbatas, namun juga mengharuskan adanya interaksi satu dengan yang lain. Ditambahkannya bahwa kelompok teman sebaya ini relatif stabil untuk waktu tertentu, dengan saling membagi dan mempengaruhi nilai, norma kebiasaan di antara mereka. Dalam kelompok tersebut mereka melakukan interaksi sosial, yaitu hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi inividu yang lain (Walgito, 2000). Gerungan (1996) mengemukakan bahwa fakta menunjukan bahwa tidak ada makhluk hidup di dunia ini yang bisa hidup tanpa 18

membutuhkan orang lain karena kehadiran diri akan berharga bila bergaul dengan orang lain. Dimana dalam pergaulan tersebut akan terjadi suatu interaksi antara satu individu dengan individu lain atau sebaliknya. Menurut Mapiere (1982) bahwa:interaksi antara remaja satu dengan yang lain dapat terjadi baik di masyarakat, sekolah atau keluarga. Kepribadian remaja tersebut berkembang selaras dengan pertumbuhan dan perkembangan aspek-aspek biologis, psikologis atau sosiologis, anak akan mengalami perkembangan dalam dunia sosial yaitu dunia orang dewasa dan dunia teman sebaya. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antar dua individu atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atu memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya (Boner, dalam Gerungan 1996). 2.2.3 Model Interaksi teman sebaya Dalam tulisannya yang sama Mussen, dkk (dalam Idrus, 2007) juga membagi posisi seorang dalam kelompoknya, yaitu (1) remaja yang diterima kelompok ; (2) remaja yang diabaikan, dan (3) remaja yang ditolak kelompok teman sebayanya. Remaja yang diterima kelompoknya memiliki sifat toleran, luwes, energik, riang, memiliki rasa humor, bertingkah sewajarnya, antusias, mendorong dan merencanakan aktivitas kelompok. Sementara itu remaja yang diabaikan memiliki karakterisitik yang berlawanan dengan remaja yang diterima. Beberapa karakteristik tersebut adalah, kurang percaya diri, cenderung bereaksi secara kasar, gugup, mengisolasi diri. 19

Hampir sama dengan karakteristik remaja yang dilupakan, Mussen, dkk (dalam Listyaningsih 2004) memberi karakteristik mereka yang ditolak oleh teman sebayanya seperti cenderung kurang percaya diri dan sebagai pengimbangnya dia berperilaku terlalu agresif, mengganggap dirinya penting, mencari-cari perhatian, berpusat selalu pada diri, tidak mau menerima kondisi orang lain, sarkastis, bersikap kasar, egois, dan sedikit memberi kontribusi terhadap upaya-upaya yang dilakukan kelompoknya, demikian juga mereka sedikit menerima dari kelompoknya. Dalam memberi karakteristik tentang remaja yang diabaikan dan yang ditolak Mussen, dkk tampaknya hampir sama. Hanya saja Mussen, dkk menegaskan bahwa remaja yang diabaikan sebenarnya merupakan lawan remaja yang populer. Dengan kalimat lain, remaja yang diabaikan adalah kelompok remaja yang tidak populer. Berdasarkan berbagai pendapat di atas disimpulkan bahwa interaksi sosial teman sebaya adalah kedekatan hubungan antara remaja yang satu dengan yang lain dalam suatu kelompok teman sebaya dimana dalam hubungan tersebut terjadi proses pengaruh dan mempengruhi. 2.2.4 Aspek-Aspek Interaksi Teman Sebaya Darten (dalam Listyaningsih, 2004) mengemukakan ada enam aspek dalam interaksi sosial dengan teman sebaya pada remaja. Aspekaspek tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Jumlah remaja berada di luar rumah, remaja lebih banyak menggunakan waktu dengan kelompok dengan teman sebayanya. 20

Dengan teman-teman sebaya remaja memiliki kesempatan yang banyak untuk berbicara banyak dengan bahasa dan persoalanya sendiri. b. Keterlibatan remaja bermain dengan teman sebaya, remaja menganggap bahwa teman-teman sebayanya lebih dapat memahami keinginanya dan dapat belajar mengambil keputusanya sendiri serta ada dorongan untuk berdiri sendiri. c. Kecenderungan untuk bermain sendiri. Anak kecil cenderung memilih bermain sendiri-sendiri, sedangkan bagi remaja hanya orang yang introvert yang lebih menyukai bermain sendiri dapri pada harus berkumpul dengan orang lain, atau bila dalam menghadapi suatu tekanan dan hanya berperan sebagai penonton saja. d. Kecenderungan untuk bermain paralel. Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dimana remaja aktif bermain dengan teman sebayanya, perkembangan sosial yang semakin meningkat pada remaja tampak terlihat dalam keinginanya untuk memperoleh stimulus diluar. e. Bermain asosiatif. Remaja cenderung memiliki permainan asosiatif atau bermain bersama-sama teman sebayanya dan melepaskan diri dari lingkungan orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya. f. Sikap kerjasama pada sekelompok teman sebaya, untuk pertama kali remaja menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerjasama sehingga terbentuk norma-norma, nilai-nilai dan symbol-simbol tersendiri. 21

Sedangkan menurut Partowisastro (1983) aspek-aspek interaksi kelompok teman sebaya dirumuskan menjadi tiga aspek yaitu: a. keterbukaan dalam kelompok individu akan menunjukan sifat keterbukaan terhadap kelompoknya dan penerimaan individual dalam kelompoknya. b. bekerjasama dalam kelompok individu akan terlibat dalam kegiatan kelompoknya dan mau menyumbangkan ide bagi kemajuan kelompoknya. c. frekuensi dalam kelompok individu lebih banyak menggenakan waktunya untuk bertemu dengan anggota kelompoknya dan saling berbicara dalam hubungan yang dekat. Interaksi sosial kelompok teman sebaya merupakan proses pengaruh mempengaruhi satu sama lain dalam pikiran, sikap dan perilkau, bila perilaku itu terus meningkat maka akan mempengaruhi penyesuaian terhadap normanorma yang berlaku. Berdasarjan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa aspek-aspek dalam kelompok interaksi teman sebaya adalah (a) kontak sosial meliputi menjalin hubungan yang akrab, memperoleh penerimaan dan dukungan dari teman sebaya, teman sebagai sumber informasi baru. (b) aktifitas bersama meliputi: mengikuti kegiatan kelompok, senang bekerja sama dengan teman, mempunyai prinsip dan nilai-nilai yang dianut bersama (c) Frekuensi hubungan meliputi: menghabiskan waktu bersama teman, mengunjungi teman. 22

2.3 Hubungan Antara Interaksi Teman Sebaya Dengan Kompetensi Interpersonal Kuh & Terenzini (dalam Idrus 2007) menyatakan bahwa interaksi dengan teman sebaya juga memiliki kontribusi terhadap kompetensi interpesonal. Penelitian Kramer dan Gottman (dalam Idrus, 2007) individu yang memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, perkembangan emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. Penelitian Idrus sendiri yang berjudul interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal sebesar 0,457 (p = 0,000). Hasil tersebut menunjukkan ada hubungan yang sangat signifikan antara interaksi teman sebaya dengan kompetensi interpersonal 3 Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan kompetensi interpersonal pada anggota Palang Merah Remaja Wira Palang Merah Indonesia Kota Salatiga. 23