DESAIN DAN KARAKTERISASI PERFORMA SPEKTROMETER SMALL ANGLE NEUTRON SCATTERING (SANS) BATAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI VITESS 3.1 M.

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN AKURASI DATA HRSANS DENGAN MODIFIKASI PERANGKAT LUNAK KENDALI PADA BAGIAN SAMPLE CHANGER

RANCANGAN SOFTWARE UNTUK DESAIN KRISTAL FOTONIK SATU DIMENSI BERBASIS GRAPHICAL USER INTERFACE DICKY ARDIYANTO WIBOWO

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

SIMULASI PENGUKURAN EFFISIENSI DETEKTOR HPGe DAN NaI (Tl) MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO MCNP5

Copyright all right reserved

APLIKASI BASIS L 2 LAGUERRE PADA INTERAKSI TOLAK MENOLAK ANTARA ATOM TARGET HIDROGEN DAN POSITRON. Ade S. Dwitama

EKSPERIMEN SPEKTROSKOPI RADIASI ALFA

SIMULASI EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM DI LABORATORIUM AAN PTNBR DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD

Gambar 2.1. momen magnet yang berhubungan dengan (a) orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya [1]

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN KENDALI JARAK JAUH PERCOBAAN HAMBURAN NEUTRON PADA FASILITAS SPEKTROMETER NEUTRON HAMBURAN SUDUT KECIL (SANS)

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

SIMULASI KURVA EFISIENSI DETEKTOR GERMANIUM UNTUK SINAR GAMMA ENERGI RENDAH DENGAN METODE MONTE CARLO MCNP5

KARAKTERISASI DIFRAKSI SINAR X DAN APLIKASINYA PADA DEFECT KRISTAL OLEH: MARIA OKTAFIANI JURUSAN FISIKA

Bab IV Simulasi Metode Monte Carlo Mengatasi Masalah dalam Distribusi Data

Mata Pelajaran : FISIKA

Dualisme Partikel Gelombang

SKRIPSI POLA INTENSITAS GELOMBANG TERHAMBUR PADA SISTEM TOMOGRAFI GELOMBANG MIKRO DENGAN KONFIGURASI COMMON MID POINT. Oleh : Sugiono

Fisika EBTANAS Tahun 1996

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) /TUGAS TERSTRUKTUR - - GELOMBANG ELEKTROMAGNET - G ELO MB ANG ELEK TRO M AG NETIK

LATIHAN UJIAN NASIONAL

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Sistem Pencacah dan Spektroskopi

Fisika Ujian Akhir Nasional Tahun 2003

PEMETAAN FLUKS NEUTRON PADA PUSAT TERAS PASCA PERGANTIAN BAHAN BAKAR REAKTOR KARTINI SKRIPSI

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

METODE X-RAY. Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :

PENGARUH JENIS MATERIAL REFLEKTOR TERHADAP FAKTOR KELIPATAN EFEKTIF REAKTOR TEMPERATUR TINGGI PROTEUS

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN WAKTU PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

KATA PENGANTAR. Kupang, September Tim Penyusun

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1984

A. DISPERSI CAHAYA Dispersi Penguraian warna cahaya setelah melewati satu medium yang berbeda. Dispersi biasanya tejadi pada prisma.

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

D. I, U, X E. X, I, U. D. 5,59 x J E. 6,21 x J

D. 6,25 x 10 5 J E. 4,00 x 10 6 J

Efek Sudut Divergensi Horizontal Kolimator 3 terhadap Performa Difraktometer Neutron Serbuk DN3

BAB II PEMBAHASAN. Gambar 2.1 Lenturan Gelombang yang Melalui Celah Sempit

Spektroskopi Difraksi Sinar-X (X-ray difraction/xrd)

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

Antiremed Kelas 12 Fisika

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM

2 A (C) - (D) - (E) -

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

ANALISIS KRISTAL DAN MORFOLOGI PERMUKAAN KOMPOSIT PARTIKEL MARMER KALSIT ANA ARMALIA K

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. Persamaan keadaan gas ideal ditulis dalam bentuk = yang tergantung kepada : A. jenis gas B. suhu gas C. tekanan gas

EVALUASI FLUKS NEUTRON THERMAL DAN EPITHERMAL DI FASILITAS SISTEM RABBIT RSG GAS TERAS 89. Elisabeth Ratnawati, Jaka Iman, Hanapi Ali

A. 5 B. 4 C. 3 Kunci : D Penyelesaian : D. 2 E. 1. Di titik 2 terjadi keseimbangan intriksi magnetik karena : B x = B y

Pertanyaan Final (rebutan)

D. 30 newton E. 70 newton. D. momentum E. percepatan

PETA MATERI FISIKA SMA UN 2015

Fisika UMPTN Tahun 1986

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

BAB 4 Difraksi. Difraksi celah tunggal

Antiremed Kelas 12 Fisika

Jurnal Radioisotop dan Radiofarmaka ISSN Journal of Radioisotope and Radiopharmaceuticals Vol 10, Oktober 2007

TRY OUT UJIAN NASIONAL SMA PROGRAM IPA AKSES PRIVATE. Mata pelajaran : MATEMATIKA Hari/Tanggal : / 2013

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS )

CATATAN KULIAH PENGANTAR SPEKSTOSKOPI. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016

PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD

SPEKTROSKOPI-γ (GAMMA)

KALIBRASI PERALATAN DIFRAKTOMETER NEUTRON SERBUK RESOLUSI TINGGI ( DN3 )

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

PENYELESAIAN PERSAMAAN SCHRODINGER TIGA DIMENSI UNTUK POTENSIAL NON-SENTRAL ECKART DAN MANNING- ROSEN MENGGUNAKAN METODE ITERASI ASIMTOTIK

UN SMA IPA 2011 Fisika

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi

FABRIKASI KRISTAL FOTONIK ASIMETRIK SATU DIMENSI DENGAN DEFEK GEOMETRIS TAHYUDI

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa radiasi berbahaya karena dapat mengionisasi bahan yang dilaluinya,

Fisika EBTANAS Tahun 1991

Kumpulan Soal Fisika Dasar II.

STUDI MODEL NUMERIK KONDUKSI PANAS LEMPENG BAJA SILINDRIS YANG BERINTERAKSI DENGAN LASER NOVAN TOVANI G

PERANGKAT LUNAK AKUISISI DATA DAN SISTEM KONTROL SPEKTROMETER HAMBURAN NEUTRON SUDUT KECIL RESOLUSI TINGGI DI BATAN-SERPONG

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI3121. Percobaan 04 PENENTUAN KEKERUHAN AIR SECARA TURBIDIMETRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ARSIP SOAL UJIAN NASIONAL FISIKA (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1996

PEMBUATAN SEL SURYA HYBRID p-n HETEROJUNCTION CADMIUM SULFIDE DAN CAMPURAN POLY(3-HEXYLTHIOPHENE)/KITOSAN SYAFWA OKTAWANDI

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

PAKET SOAL 1.c LATIHAN SOAL UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Fungsi distribusi spektrum P (λ,t) dapat dihitung dari termodinamika klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 1.

Fisika Untuk Universitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Difraksi. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

FISIKA 2014 TIPE A. 30 o. t (s)

Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada. pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis.

4. Sebuah sistem benda terdiri atas balok A dan B seperti gambar. Pilihlah jawaban yang benar!

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di dengan memasukkan kode 5976 ke menu search. Copyright 2017 Zenius Education

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

Analisis Persamaan Respon Dosis Thermoluminescent Dosimeter (TLD) Pada Spektrum Sinar-X Menggunakan Metode Monte Carlo

KAJIAN MODEL MIKROSKOPIK DAN MODEL KINETIK LALU LINTAS KENDARAAN DAN SIMULASINYA DESYARTI SAFARINI TLS

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

Transkripsi:

DESAIN DAN KARAKTERISASI PERFORMA SPEKTROMETER SMALL ANGLE NEUTRON SCATTERING (SANS) BATAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI VITESS 3.1 M. ARIF EFENDI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain dan Karakterisasi Performa Spektrometer Small Angle Neutron Scattering (SANS) BATAN Menggunakan Program Simulasi Vitess 3.1 adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2014 M. Arif Efendi NIM G74100058

ABSTRAK M. ARIF EFENDI. Desain dan Karakterisasi Performa Spektrometer Small Angle Neutron Scattering (SANS) BATAN Menggunakan Program Simulasi Vitess 3.1. Dibimbing oleh TONY IBNU SUMARYADA dan EDY GIRI RACHMAN PUTRA. Small Angle Neutron Scattering (SANS) merupakan teknik yang mampu memetakan dan memberikan informasi struktur dan dinamika secara tiga dimensi bentuk, ukuran, dan orientasi suatu inhomogenitas dalam skala nanometer. Performa spektrometer SANS dapat ditingkatkan melalui simulasi ataupun eksperimen. Metoda Monte Carlo merupakan metoda yang paling tepat untuk simulasi eksperimen SANS, salah satu program simulasi yang menggunakan Metoda Monte Carlo adalah Vitess 3.1. Salah satu parameter penting dalam SANS ini adalah fluks neutron pada pada posisi sampel yang menurun secara eksponensial sebagai fungsi panjang kolimator dan secara linear sebagai fungsi panjang neutron guide berdasarkan hasil simulasi. Distribusi fluks neutron pada berkas neutron tidak homogen dengan nilai rata-ratanya sama dengan hasil pengukuran fluks neutron pada seluruh luasan berkas neutron. Hasil simulasi pengukuran fluks neutron sesuai dengan hasil eksperimen. Kata kunci: fluks neutron, simulasi, Small Angle Neutron Scattering (SANS) ABSTRACT M. ARIF EFENDI. Design and Characterizing Performance of Small Angle Neutrons Scattering (SANS) BATAN Spectrometer Using Program Simulation Vitess 3.1. Supervised by TONY IBNU SUMARYADA and EDY GIRI RACHMAN PUTRA. Small Angle Neutron Scattering (SANS) is a technique for mapping and providing the information of structure and dynamics in three dimension of shape, size, and orientation of an inhomogenitas in nanometer scale. The performance of SANS spectrometer can be improved through simulation or experiment. Monte Carlo method is the most appropriate method for simulating SANS experiment. One of the simulation program based on Monte Carlo method is Vitess 3.1. From the simulation, the neutron flux at the sample position decreases exponentially as a function of collimator length and decreases linearly as a function of the neutron guide length. Neutron flux distribution in the neutron beam is inhomogenous with the average value is equal to the neutron flux measurement results on the entire area of the neutron beam. The simulation result on neutron flux measurement is comparable with the experimental results. Keywords: neutron flux, simulation, Small Angle Neutron Scattering (SANS)

DESAIN DAN KARAKTERISASI PERFORMA SPEKTROMETER SMALL ANGLE NEUTRON SCATTERING (SANS) BATAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI VITESS 3.1 M. ARIF EFENDI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Judul Skripsi : Desain dan Karakterisasi Performa Spektrometer Small Angle Neutron Scattering (SANS) BATAN Menggunakan Program Simulasi Vitess 3.1 Nama : M. Arif Efendi NIM : G74100058 Disetujui oleh Dr Tony Ibnu Sumaryada Pembimbing I Dr Edy Giri Rachman Putra Pembimbing II Diketahui oleh Dr Akhiruddin Maddu Ketua Departemen Fisika Tanggal Lulus:

PRAKATA Alhamdulillahirabbil'alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Desain dan Karakterisasi Performa Spektrometer Small Angle Neutron Scattering (SANS) BATAN Menggunakan Program Simulasi Vitess 3.1 yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tony Ibnu Sumaryada dan Bapak Dr Edy Giri Rachman Putra selaku pembimbing. Terima kasih penulis sampaikan kepada khususnya Bapak Drs Abarrul Ikram, M.Sc. PhD, Bapak Dr Epung Saepul Bahrum M.T, dan Bapak Ir Tagor Malem Sembiring yang telah memberi masukan dan revisi yang sangat berguna bagi kesempurnaan karya tulis ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada kedua dosen penguji, Ibu Mersi Kurniati S.Si, M.Si dan Bapak Drs Mahfuddin Zuhri M.Si yang telah memberikan banyak masukan dan dukungan kepada penulis. Ungkapan terima kasih setulus hati penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya kepada penulis. Begitu juga dengan rekan-rekan mahasiswa/i fisika angkatan 47 yang senantiasa memberikan motivasi, saran dan bimbingannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk mengembangkan simulasi hamburan neutron di Departemen Fisika FMIPA-IPB. Bogor, April 2014 M. Arif Efendi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Hipotesis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Small Angle Neutron Scattering (SANS) 2 Vitess (Virtual Instrumentation Tool for the European Spallation Source) 3 Modul Source Constant Wave 3 Modul Guide 4 Modul Velselect 5 Modul Spacewindow 5 Modul Collimator 6 Modul Capture Flux 6 METODE 6 Waktu dan Tempat 6 Alat 7 Persiapan 7 Pengenalan Spektrometer SANS BATAN 7 Studi Pustaka 7 Simulasi Monokromatisasi Neutron Polikromatik 7 Pengukuran Fluks Neutron 8 Hubungan Kecepatan Putar MVS Terhadap Panjang Gelombang dan Fluks Neutron 8 Distribusi Fluks Neutron pada Panjang Gelombang 3.2 Å 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Hasil Simulasi Monokromatisasi Neutron Polikromatik 8 Fluks Neutron pada Posisi Sampel Sebagai Fungsi Panjang Kolimator 10 Fluks Neutron Sebagai Fungsi Panjang Neutron Guide 12 Hubungan Kecepatan Putar MVS Terhadap Panjang Gelombang dan Fluks Neutron 13 vii vii vii

Distribusi Fluks Neutron pada Panjang Gelmbang 3.2 Å 15 SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 17 DAFTAR PUSTAKA 17 LAMPIRAN 18 RIWAYAT HIDUP 27

DAFTAR TABEL 1 Fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator 11 2 Perbandingan fluks neutron hasil simulasi dengan eksperimen 11 3 Fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide 12 4 Panjang gelombang dan fluks neutron pada berbagai kecepatan putar MVS 14 5 Perbandingan panjang gelombang teori, eksperimen dan simulasi 14 6 Distribusi fluks neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m menggunakan panjang gelombang 3.2 Å 16 DAFTAR GAMBAR 1 Diagram skematik spektrometer SANS 3 2 Koordinat moderator 4 3 Koordinat neutron guide 5 4 Koordinat spacewindow 6 5 Hasil analisis kalibrasi berbagai panjang gelombang berdasarkan simulasi pada kecepatan putar MVS (a) 6300 RPM (b) 5160 RPM dan (c) 3480 RPM 10 6 Hasil simulasi hubungan fluks neutron pada posisi sampel terhadap panjang kolimator tanpa perhitungan gravitasi 11 7 Hasil simulasi hubungan fluks neutron pada posisi sampel terhadap panjang kolimator dengan perhitungan gravitasi 12 8 Hasil simulasi hubungan fluks neutron terhadap panjang neutron guide tanpa perhitungan gravitasi 13 9 Hasil simulasi hubungan fluks neutron terhadap panjang neutron guide dengan perhitungan gravitasi 13 10 Profil berkas neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m 15 11 Koordinat berkas neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m 15 DAFTAR LAMPIRAN 1 Layout fasilitas hamburan neutron BATAN 18 2 Neutron guide 18 3 Diagram skematik SANS BATAN 18 4 Konfigurasi pengukuran fluks neutron pada panjang kolimator (a) 1.5 m m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m 19 5 Konfigurasi pengukuran fluks neutron pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m 20 6 Contoh tampilan layar pada Program Vitess 3.1 21 7 Kurva neutron termal polikromatik 21 8 Profil berkas neutron setelah MVS pada panjang gelombang (a) 3.2 Å (b) 3.9 Å (c) 5.7 Å 22

9 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 3.2 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m 22 10 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 3.9 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m 23 11 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 5.7 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m 24 12 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 3.2 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m 25 13 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 3.9 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m 25 14 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 5.7 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m 26

PENDAHULUAN Latar Belakang Hamburan neutron sudut kecil, Small Angle Neutron Scattering (SANS) merupakan teknik yang mampu memetakan dan memberikan informasi struktur dan dinamika secara tiga dimensi baik bentuk, ukuran, dan orientasi suatu inhomogenitas dalam skala nanometer, yaitu 1 500 nm. 1 Perkembangan di dunia saat ini, SANS telah digunakan untuk investigasi struktur dan dinamika material, bahan biologi dan polimer pada berbagai kondisi seperti perubahan temperatur, tekanan dan gesekan (shear). Untuk memenuhi tantangan penelitian dalam nanosains dan nanoteknologi diperlukan spasial, temporal dan resolusi energi yang tinggi. 2 Fasilitas penelitian BATAN di Puspiptek Serpong memiliki spektrometer SANS dengan panjang total 36 meter memanfaatkan berkas neutron termal dari Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) memberikan peluang untuk melakukan karakterisasi struktur dan dinamika material dalam skala nanometer di Indonesia. 1 Fluks neutron pada posisi sampel adalah faktor penting dalam karakteristik performa spektrometer SANS. Fluks neutron yang tinggi diperlukan untuk penelitian dinamika material. 3 Penggunaan neutron dengan panjang gelombang lebih besar akan memungkinkan untuk mencapai momentum transfer minimum (Qmin) yang lebih rendah akan tetapi fluks neutron akan berkurang. Terlebih lagi bila panjang sistem kolimasi diperbesar untuk mendapatkan resolusi yang lebih tinggi. Dengan demikian untuk mendapatkan fluks neutron dan resolusi lebih tinggi pada panjang gelombang neutron yang besar, maka sumber neutron harus sedekat mungkin dengan sampel atau menggunakan ukuran slit (aperture) yang besar. Keadaan ini sangat sulit untuk tercapai oleh spektrometer SANS tanpa kehilangan resolusi dan memperoleh fluks neutron yang tinggi. Berdasarkan alasan tersebut, karakteristik performa SANS BATAN khususnya fluks neutron perlu diketahui, baik secara simulasi ataupun eksperimen. 3 Metoda Monte Carlo merupakan metoda yang paling tepat untuk simulasi eksperimen hamburan neutron, salah satu program simulasi yang menggunakan Metoda Monte Carlo adalah Vitess 3.1. Program Vitess 3.1 digunakan untuk desain instrumen baru serta untuk meningkatkan performa instrumen. 4 Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah konfigurasi spektrometer SANS BATAN sebagai masukan data pada program simulasi? 2. Berapakah fluks neutron yang sampai ke posisi sampel dan perbandingannya terhadap hasil eksperimen? 3. Bagaimanakah meningkatkan fluks neutron pada spektrometer SANS BATAN?

2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan karakteristik fluks neutron pada berbagai konfigurasi spektrometer SANS BATAN menggunakan program simulasi Vitess 3.1. Hipotesis Fluks neutron tertinggi dihasilkan pada panjang kolimator terpendek, namun berkas neutron yang dihasilkan akan tidak sejajar. Pada pertambahan panjang kolimator, fluks neutron akan menurun secara eksponensial. TINJAUAN PUSTAKA Small Angle Neutron Scattering (SANS) SANS adalah teknik yang digunakan untuk mencirikan struktur statis dan dinamis partikel pada skala nanometer, 1-500 nm. Informasi tentang ukuran ratarata dan distribusi spasial korelasi, serta bentuk dan struktur internal partikel dapat diperoleh dari profil berkas hamburan SANS. Analisis kuantitatif pada nomor atau kerapatan volume dari investigasi struktur dalam mediumnya dapat ditentukan melalui skala intensitas hamburannya. Dengan demikian, SANS merupakan teknik yang handal untuk karakterisasi dalam ilmu material dan biologi, seperti paduan (alloys), keramik, polimer, koloid, vesikel, dan virus. 5 Reaktor merupakan sumber neutron polikromatik pada spektrometer SANS. Monokromatisasi neutron polikromatik menggunakan Mechanical Velocity Selector (MVS) yang terdiri dari cakram berputar. Karakteristik terpenting MVS ditentukan oleh geometri cakram. Panjang gelombang neutron (λ) yang dihasilkan oleh MVS dapat dirumuskan melalui hubungan antara parameter mekanik dan fisik MVS. 6 (1) dimana c adalah konstanta yang bernilai 6.5933 10 5 (Å rpm mm/derajat), α adalah sudut spiral rotor, n adalah kecepatan putar, dan l adalah panjang rotor. Sistem kolimasi diperlukan pada spektrometer SANS karena neutron tidak mudah untuk difokuskan seperti radiasi elektromagnetik cahaya atau sinar-x. Pemfokusan neutron menggunakan lensa sering diterapkan untuk pengembangan spektrometer SANS. Pada sistem kolimasi, fluks neutron menurun sebagai faktor kuadrat jarak. 7 Berkas neutron yang sampai pada posisi sampel ditentukan oleh ukuran slit (aperture). Slit terbuat dari bahan kadmium berbentuk lingkaran atau persegi dengan berbagai macam ukuran. Resolusi dapat ditingkatkan dengan memperpanjang sistem kolimasi serta mengurangi ukuran slit. Setelah sampel neutron akan melewati detektor yang disebut monitor. Monitor dapat bergerak mendekati atau menjauhi posisi sampel dalam tabung vakum. Diagram skematik spektrometer SANS terlihat pada Gambar 5. Detektor gas proporsional counter

merupakan detektor yang paling banyak digunakan pada spektrometer SANS. Gas yang umum digunakan digunakan sebagai detektor neutron adalah helium ( 3 He). Penyerapan neutron oleh molekul helium ( 3 He) menyebabkan terjadinya reaksi fisi dan emisi partikel bermuatan yaitu triton dan proton, dalam arah yang berlawanan. Reaksi akan menghasilkan energi kinetik total 760 kev yang mengakibatkan ionisasi dalam gas. Keuntungan dari detektor isian gas adalah efisiensinya yang tinggi yaitu sekitar 80% pada panjang gelombang 6 Å dan sensitivitas dari radiasi gamma yang rendah. 7 3 Gambar 1 Diagram skematik spektrometer SANS. 7 Vitess (Virtual Instrumentation Tool for the European Spallation Source) Vitess menggunakan Metoda Monte Carlo ray-tracing untuk mensimulasikan trayektori neutron dari modul sumber melalui berbagai komponen instrumen sampai ke detektor. Vitess merupakan program yang berguna untuk pengembangan instrumen baru atau meningkatkan performa instrumen yang sudah ada. Modul sumber merupakan modul untuk menghasilkan neutron, sedangkan modul lain dapat membaca trayektori neutron dari modul sebelumnya atau data dari file keluaran yang dibuat dalam simulasi sebelumnya. Seluruh modul tersebut digunakan untuk menghitung interaksi neutron dengan komponen instrumen, dan kemudian membuat trayektorinya. Simulasi seluruh instrumen selesai setelah semua modul dijalankan berturut-turut dalam pipe, di mana program akan menghasilkan modul tunggal dalam bentuk GUI. Transfer data dilakukan untuk 10.000 neutron. 8 Struktur modular yang fleksibel membuat program Vitess 3.1 mudah untuk mensimulasikan instrumen menjadi beberapa bagian dan untuk memodifikasi instrumen secara intuitif oleh penyusunan modul yang berbeda, melalui baris perintah langsung, Graphic User Interface (GUI). Virtual instrumen dapat diekspor dari GUI ke batch atau tcl untuk simulasi lebih lanjut dalam bahasa scripting. Pengguna dapat membuat dan menambahkan modul baru atau mengubah modul yang sudah ada. 8 Beberapa modul yang terdapat dalam program Vitess 3.1 diantaranya adalah: Modul Source Constant Wave Modul source constant wave merupakan modul yang berfungsi untuk menghasilkan neutron yang berasal dari sumber kontinu, continous source (CWS).

4 Posisi awal neutron didistribusikan secara acak pada permukaan moderator persegi panjang. Parameter seperti perbedaan panjang gelombang dan waktu di moderator ditentukan secara acak. Modul ini mensimulasikan hanya neutron yang mencapai propagasi window yang dapat dilanjutkan ke modul selanjutnya. Sistem koordinat terlihat pada Gambar 2, dimana neutron berpusat pada tengah permukaan moderator dan bergeser secara sejajar terhadap sumbu-x, koordinat x dari setiap neutron yang melewati propagasi window adalah nol. 9 z y x Sumber n n Moderator pada x=0 Propagasi window Gambar 2 Koordinat moderator. 9 Efek gravitasi diperhitungkan dalam modul ini. Jika opsi ini dipilih, maka parameter berat minimal diabaikan. Setiap trayektori neutron mewakili jumlah neutron yang lewat per waktu atau arus neutron, jumlah dari semua trayektori merupakan total perhitungan jumlah neutron. Jumlah trayektori menurun jika window atau sampel tidak dilewati neutron. Intensitas dapat menurun karena pemantulan atau penyerapan didalam sebuah material. Dalam kasus ini jumlah trayektori tidak berubah tetapi perhitungan rata-rata per-trayektori yang menurun. Jadi nilai mutlak perhitungan trayektori neutron ditentukan pada semua bagian dalam instrumen. 9 Sumber CWS membutuhkan data distribusi panjang gelombang. Data ini terdiri dari panjang gelombang dalam angstrom (Å) dan fluks neutron dalam fluks unit (cm - ² s -1 Å -1 str -1 ). Fungsi distribusi Maxwellian dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan panjang gelombang dengan fluks neutron. 9 ( ) (2) Temperatur hanya akan digunakan jika data distribusi panjang gelombang tidak ada. Modul Guide Modul guide mensimulasikan trayektori neutron melalui tabung pemandu neutron. Modul guide menghitung penurunan intensitas untuk setiap pemantulan neutron. Tabung pemandu neutron bisa divergen maupun konvergen, atau terdiri dari beberapa bagian lurus yang membentuk bagian poligon dengan kelengkungan tertentu, seperti terlihat pada Gambar 3. Tabung pemandu neutron juga dapat (3)

terdiri dari beberapa saluran vertikal yang dipisahkan oleh bilah (bender). Modul berikutnya selalu mengikuti modul yang sebelumnya yang dihasilkan secara otomatis oleh program, dalam kasus kelengkungan trayektori neutron mengikuti bentuk kelengkungan tabung pemandu neutron. Efek gravitasi diperhitungkan dalam modul ini. Jika opsi ini dipilih, trayektori dengan probabilitas atau perhitungan yang kurang dari berat minimal neutron akan keluar dari simulasi. 9 5 Gambar 3 Koordinat neutron guide. 9 Modul Velselect Modul Velselect mensimulasikan MVS. Posisi MVS sejajar dengan koordinat yz dengan jarak 0 dari modul sebelumnya. Setelah neutron melintasi MVS nilai dari koordinat y dan z akan sama dengan nilai koordinat sebelumnya, sementara koordinat x akan menjadi 0. Modul berikutnya akan membaca koordinat baru. Modul ini akan memberikan hasil yang benar, jika dan hanya jika semua neutron yang masuk sudah berada pada window y-z, karena itu hanya modul guide, window atau source yang dapat mendefinisikan masukan yang benar untuk modul velselect. 9 Modul Spacewindow Modul spacewindow mensimulasikan slit pada spektrometer SANS. Slit dapat berbentuk lingkaran atau persegi. Koordinat modul spacewindow terlihat pada Gambar 4. Modul ini akan memperhitungkan gravitasi jika efek gravitasi diaktifkan. Slit memiliki ketebalan inner material dan outer material. Pada kasus transmisi yang ideal didalam dan penyerapan ideal diluar, hanya neutron yang sudah melewati propagasi window yang dapat diteruskan ke modul selanjutnya, sebaliknya atenuasi dihitung untuk neutron yang melewati inner material dan outer material. Modul spacewindow juga bisa digunakan untuk mensimulasikan beamstop dengan mendefinisikan window negatif, di mana neutron diteruskan di luar dan diserap di dalam slit. Dua jenis material dapat dipilih, outer material merupakan absorbsi dan inner material merupakan transmisi. Ketebalan untuk setiap material harus dimasukkan. Jika ketebalan material dimasukkan nol maka penyerapan ideal untuk outer material dan transmisi ideal untuk inner material. 9

6 z y g x Neutron pada x=0 Jarak Propagasi window Gambar 4 Koordinat Spacewindow. 9 Modul Collimator Modul collimator mensimulasikan sebuah kolimator dengan panjang, lebar dan tinggi tertentu yang terdiri dari sejumlah saluran yang dipisahkan oleh bilah. Lebar dan tinggi neutron yang keluar dapat dibedakan dengan lebar dan tinggi neutron yang masuk. Setiap trayektori dapat digunakan untuk memeriksa apakah neutron berada didalam atau diluar kolimator. Jika neutron berada didalam kolimator maka trayektori neutron akan diteruskan ke modul selanjutnya, sebaliknya jika neutron berada diluar kolimator maka trayektori neutron akan dihilangkan. 9 Modul Capture Flux Modul capture flux menghitung fluks pada setiap titik dari modul sebelumnya. Metode penangkapan fluks digunakan untuk menentukan nilai mutlak fluks dalam berkas neutron. Dalam simulasi, metode penangkapan fluks ini dapat menggunakan bahan foil emas, sedangkan secara eksperimen foil emas ini diekspos dengan neutron selama beberapa waktu dan kemudian diukur aktivas menggunakan metode analisis pengaktifan neutron. 9 Integral penyerapan neutron meningkat secara linear terhadap panjang gelombang. ( ) (4) Panjang gelombang referensi adalah 1.798 Å, sehingga memungkinkan perbandingan langsung dengan pengukuran. Ukuran dan bentuk dari foil emas perlu dimasukkan ke dalam modul. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 sampai bulan Januari 2014. Tempat penelitian dilakukan di laboratorium hamburan neutron, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) BATAN dan laboratorium Fisika Teori dan Komputasi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

7 Alat Penelitian ini menggunakan peralatan berupa alat tulis (kertas/buku tulis, pena, pensil), netbook HP Mini 110-3700 dengan processor intel atom N570 1.66GHz dan memori 2GB. Netbook tersebut dilengkapi dengan Program Vitess 3.1 sebagai simulator SANS BATAN, dan Program Igor Pro 5.04B sebagai pengolah grafik. Persiapan Pengenalan Spektrometer SANS BATAN RSG-GAS merupakan sumber neutron untuk SANS. Neutron dipandu oleh neutron guide sepanjang 49 m dari RSG-GAS sampai ke spektrometer SANS. Spektrometer SANS BATAN terdiri dari 18 m tabung yang berfungsi sebagai sistem kolimasi dan 18 m tabung yang mengakomodasi detektor dua dimensi 128 128 3 He (2D-PSD). Pada sistem kolimasi terdapat empat bagian tabung pemandu neutron dan kolimator yang dapat divariasikan penggunaannya dan satu bagian tabung kolimator tetap. Konfigurasi penggunaan tabung pemandu neutron dan kolimator akan menghasilkan panjang kolimasi yang berbeda pada spektrometer SANS BATAN. Variasi jarak kolimasi dari posisi sampel adalah 1.5, 4, 8, 13 dan 18 m yang dapat dikontrol menggunakan komputer. Monokromatisasi neutron termal menggunakan MVS jenis MDR-14-460-420, yang memiliki kecepatan rotasi minimum 700 RPM dan maksimum 7000 RPM. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memahami dan mempelajari konsep rancangan spektrometer SANS BATAN, sumber yang digunakan, fungsi masingmasing instrumen, variasi kecepatan MVS, panjang gelombang yang digunakan, dan konfigurasi sistem kolimasi agar mendapatkan performa SANS yang optimal. Simulasi Monokromatisasi Neutron Polikromatik Sumber neutron yang digunakan pada penelitian ini adalah neutron termal polikromatik pada akhir tabung pemandu neutron sepanjang 49 m yang menghubungkan Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy dengan MVS. Data fluks neutron pada akhir tabung pemandu neutron sepanjang 49 m atau sebelum MVS hasil eksperimen adalah 6.57 10 8 cm 2 s 1. 2 Dalam perhitungan simulasi, monokromatisasi neutron polikromatik menggunakan modul velselect. MVS diputar dengan kecepatan yang bervariasi dan akan menghasilkan panjang gelombang monokromatis yang berbeda. Visualisasi data pada Program Vitess 3.1 menggunakan GNUplot dan X3D, sehingga dapat dilihat output hubungan fluks neutron terhadap panjang gelombang dan monitor 2D. Data distribusi fluks neutron sebagai panjang gelombang yang diperoleh melalui Program Vitess 3.1, dan fitting dengan formula Gaussian untuk menentukan posisi puncak dan lebar setengah tinggi puncak, Full Width Half Maximum (FWHM) menggunakan program Igor Pro 5.04B.

8 Pengukuran Fluks Neutron Pengukuran fluks neutron dilakukan menggunakan modul capture flux pada beberapa posisi dan konfigurasi instrumen, yaitu pada akhir tabung pemandu neutron, setelah MVS, dan setelah sistem kolimasi. Pengukuran juga dilakukan dengan menggunakan beberapa panjang gelombang neutron, yaitu 3.2 Å, 3.9 Å, dan 5.7 Å. Fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide diukur pada panjang tabung pemandu neutron 5, 10, 14, dan 16.5 m. Fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator diukur pada panjang kolimator 1.5, 4, 8, 13 dan 18 m, dan kemudian dibandingkan dengan hasil eksperimen. Hubungan Kecepatan Putar MVS Terhadap Panjang Gelombang dan Fluks Neutron Kecepatan putar MVS divariasikan dari 3000 RPM sampai 7000 RPM, dengan interval 500 RPM. Variasi kecepatan putar MVS akan menghasilkan panjang gelombang dan fluks neutron yang beragam. Visualisasi data pada program Vitess 3.1 menggunakan GNUplot sehingga dapat dilihat output hubungan antara fluks neutron terhadap panjang gelombang. Data dianalisis menggunakan program Igor Pro 5.04B untuk mengetahui panjang gelombang dan FWHM. Selanjutnya, fluks neutron diukur menggunakan modul capture flux. Distribusi Fluks Neutron pada Panjang Gelombang 3.2 Å Distribusi fluks neutron dianalisis pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m dan diletakkan slit berukuran 3 5 cm pada akhir tabung pemandu neutron, agar berkas neutron dapat dibagi menjadi 15 bagian dengan ukuran 1 cm 2. Berkas neutron dibagi menjadi lima belas bagian sesuai dengan koordinatnya. Fluks neutron diukur sesuai dengan koordinat berkas neutron menggunakan modul capture flux. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Simulasi Monokromatisasi Neutron Polikromatik Neutron monokromatik memiliki distribusi fluks neutron berbentuk Gaussian. Panjang gelombang neutron ditentukan melalui posisi puncak Gaussian seperti terlihat pada Gambar 5. Penentuan panjang gelombang 3.2 Å, 3.9 Å dan 5.7 Å yang dihasilkan sebagai fungsi kecepatan putar MVS perlu dilakukan untuk mengkarakterisasi spektrometer SANS secara simulasi dan membandingkannya dengan hasil eksperimen. Hasil simulasi yang dianalisis menggunakan program Igor Pro 5.04B, menunjukkan pada kecepatan putar MVS 6300 RPM menghasilkan panjang gelombang 3.205 Å dengan FWHM 0.638 (Gambar 5(a)), pada kecepatan putar MVS 5160 RPM menghasilkan panjang gelombang 3.901 Å dengan FWHM 0.789 (Gambar 5(b)), dan pada kecepatan putar MVS 3480 RPM

menghasilkan panjang gelombang 5.737 Å dengan FWHM 1.373 (Gambar 5(c)). Hasil eksperimen untuk panjang gelombang 3.2 Å, 3.9 Å dan 5.7 Å dihasilkan berturut-turut pada kecepatan putar MVS 6500 RPM, 5000 RPM dan 3500 RPM. Hasil ini menunjukkan bahwa penentuan panjang gelombang neutron monokromatik sebagai fungsi kecepatan putar MVS secara simulasi dan eksperimen tidak terlalu jauh berbeda. Sehingga program simulasi dapat digunakan untuk memperkirakan panjang gelombang neutron yang dihasilkan sebagai fungsi kecepatan putar MVS. FWHM menunjukkan tingkat kemonokromatisan neutron termal. Jika FWHM makin kecil maka neutron akan semakin monokromatik. Dari hasil simulasi menunjukkan semakin kecil panjang gelombang neutron, maka FWHM akan semakin kecil artinya neutron akan semakin monokromatik. Profil berkas neutron pada monitor 2D dapat dilihat pada Lampiran 8. 9 (a) (b)

10 (c) Gambar 5 Hasil analisis kalibrasi berbagai panjang gelombang berdasarkan simulasi pada kecepatan putar MVS (a) 6300 RPM (b) 5160 RPM dan (c) 3480 RPM Fluks Neutron pada Posisi Sampel Sebagai Fungsi Panjang Kolimator Fluks neutron polikromatik yang didapat melalui eksperimen pada akhir tabung pemandu neutron sepanjang 49 m atau sebelum MVS adalah 6.57 10 8 cm 2 s 1. 2 Fluks neutron setelah MVS diukur menggunakan foil emas pada modul capture flux yang berbentuk persegi dengan ukuran 3 5.5 cm. Fluks neutron hasil simulasi setelah MVS untuk panjang gelombang 3.2 Å, 3.9 Å dan 5.7 Å masing-masing adalah 3.603 10 7, 3.252 10 7, 2.155 10 7 cm 2 s 1 untuk tanpa perhitungan gravitasi, dan 3.586 10 7, 3.249 10 7, 2.147 10 7 cm 2 s 1 dengan perhitungan gravitasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fluks neutron monokromatik menurun satu orde dibanding fluks neutron polikromatik. Hasil simulasi fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator tersaji pada Tabel 1, terlihat fluks neutron tanpa dan dengan perhitungan gravitasi tidak terlalu besar perbedaannya. Artinya pengaruh efek gravitasi sangat kecil dalam sistem kolimasi. Gambar 6 dan 7 menunjukkan fluks neutron pada posisi sampel berkurang secara eksponensial pada pertambahan panjang kolimator dari 1.5 m sampai 18 m. Hal ini sesuai dengan teori, yaitu pada sistem kolimasi fluks neutron menurun sebagai faktor kuadrat jarak. 7 Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil simulasi fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator ini sesuai dengan hasil eksperimen, namun fluks neutron simulasi lebih besar dibandingkan eksperimen disebabkan pada simulasi kondisinya ideal atau belum pada kondisi sesungguhnya di lapangan.

11 Tabel 1 Fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator Panjang kolimator (m) Fluks Neutron (10 7 cm 2 s 1 ) Tanpa perhitungan gravitasi Dengan perhitungan gravitasi 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å Setelah MVS 3.603 3.252 2.155 3.586 3.249 2.147 1.5 3.165 2.846 1.404 3.070 2.779 1.384 4 1.283 0.786 0.288 1.210 0.797 0.271 8 0.331 0.213 0.076 0.322 0.210 0.073 13 0.139 0.093 0.032 0.112 0.085 0.027 18 0.070 0.043 0.019 0.050 0.030 0.017 Perbandingan hasil simulasi fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator dengan perhitungan gravitasi dan hasil eksperimen tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan fluks neutron hasil simulasi dengan eksperimen Fluks Neutron (10 7 cm 2 s 1 ) Panjang Hasil simulasi dengan perhitungan kolimator Hasil eksperimen gravitasi (m) 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å Setelah MVS 3.586 3.249 2.147 2.700 2.300 1.200 1.5 3.070 2.779 1.384 0.738 0.517 0.261 4 1.210 0.797 0.271 0.256 0.197 0.082 8 0.322 0.210 0.073 0.128 0.064 0.022 13 0.112 0.854 0.027 0.124 0.035 0.014 18 0.050 0.030 0.017 0.056 0.027 0.010 Gambar 6 Hasil simulasi hubungan fluks neutron pada posisi sampel terhadap panjang kolimator tanpa perhitungan gravitasi

12 Gambar 7 Hasil simulasi hubungan fluks neutron pada posisi sampel terhadap panjang kolimator dengan perhitungan gravitasi Fluks Neutron Sebagai Fungsi Panjang Neutron Guide Neutron guide merupakan tabung pemandu neutron yang berfungsi untuk memindahkan neutron dengan prinsip pemantulan. Tabung tersebut dilapisi bahan isotop nikel-58 yang memiliki kemampuan memantulkan neutron pada sudut tertentu. Selama neutron bergerak dengan sudut dibawah sudut kritisnya yaitu sekitar 0.5 derajat, maka neutron akan direfleksikan sempurna pada tabung pemandu neutron. Hasil simulasi fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide tersaji pada Tabel 3. Terlihat bahwa fluks neutron tanpa dan dengan perhitungan gravitasi tidak terlalu besar perbedaannya, artinya pengaruh efek gravitasi sangat kecil dalam neutron guide. Gambar 8 dan 9 menunjukkan fluks neutron menurun secara linear sebagai fungsi panjang neutron guide, artinya neutron tidak benar-benar ideal dipindahkan melainkan ada pengurangan secara linear. Tabel 3 Fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide Panjang Neutron Guide (m) Tanpa perhitungan gravitasi Fluks Neutron (10 7 cm 2 s 1 ) Dengan perhitungan gravitasi 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å 3.2 Å 3.9 Å 5.7 Å Setelah MVS 3.603 3.252 2.155 3.586 3.249 2.147 5 3.575 3.220 2.126 3.552 3.202 2.117 10 3.549 3.192 2.100 3.516 3.169 2.092 14 3.529 3.170 2.081 3.496 3.147 2.073 16.5 3.516 3.156 2.068 3.483 3.134 2.060

13 Gambar 8 Hasil simulasi hubungan fluks neutron terhadap panjang neutron guide tanpa perhitungan gravitasi Gambar 9 Hasil simulasi hubungan fluks neutron terhadap panjang neutron guide dengan perhitungan gravitasi Hubungan Kecepatan Putar MVS Terhadap Panjang Gelombang dan Fluks Neutron Hasil simulasi kecepatan putar MVS terhadap panjang gelombang dan fluks neutron tersaji dalam Tabel 4. Hasil simulasi menunjukkan semakin cepat putaran MVS maka panjang gelombang yang dihasilkan akan semakin kecil dan fluks neutron yang dihasilkan semakin besar, hal ini sesuai dengan kurva neutron termal polikromatik (Lampiran 7) yaitu fluks neutron akan menurun pada pertambahan panjang gelombang neutron. Tabel 5 menunjukkan perbandingan antara panjang gelombang teori, eksperimen dan simulasi. Panjang gelombang teori lebih mendekati simulasi dibandingkan eskperimen. Hal ini disebabkan karena pada

14 simulasi beberapa parameter instrument diasumsikan kondisinya ideal, seperti kualitas transmisi tabung pemandu neutron, konfigurasi tabung pemandu neutron, transmisi MVS, hamburan udara dan lainnya Panjang gelombang hasil eksperimen dapat ditentukan berdasarkan hukum Bragg dengan menggunakan sampel standar AgBE. Bubuk AgBE memiliki parameter kisi (d) 58.378 ± 0.008 Å dan puncak Bragg muncul pada momentum transfer (Q) 0.108 Å -1 untuk semua panjang gelombang neutron dari hasil eksperimen. Dengan mengetahui parameter kisi dari sampel standar tersebut dan sudut difraksi yang dihasilkan dari eksperimen, maka panjang gelombang pada spektrometer SANS yang dihasilkan oleh MVS dapat ditentukan. 10 Panjang gelombang teori didapatkan berdasarkan persamaan yang dirumuskan melalui hubungan antara parameter mekanik dan fisik MVS. Pada simulasi nilai panjang gelombang didapatkan melalui metode numerik. Pada metode numerik hanya diperoleh nilai yang menghampiri atau mendekati nilai yang sebenarnya. Solusi numerik disebut juga solusi hampiran atau solusi pendekatan. Solusi hampiran tidak tepat sama dengan nilai sebenarnya. Sehingga ada selisih antara keduanya, yang disebut simpangan baku. Tabel 4 Panjang gelombang dan fluks neutron pada berbagai kecepatan putar MVS Kecepatan (RPM) Panjang gelombang simulasi (Å) FWHM panjang gelombang (Å) Fluks neutron (10 7 cm 2 s 1 ) Simpangan baku fluks neutron (%) 7000 2.88 0.541 3.965 13.16 6500 3.14 0.617 3.921 11.41 6000 3.36 0.682 3.792 10.35 5500 3.66 0.775 3.696 9.06 5000 4.04 0.830 3.380 7.91 4500 4.46 0.981 3.118 6.83 4000 4.98 1.119 2.757 5.93 3500 5.74 1.374 2.302 4.94 3000 6.62 1.708 2.017 4.05 Tabel 5 Perbandingan panjang gelombang teori, eksperimen dan simulasi Kecepatan (RPM) Panjang Gelombang (Å) Teori Eksperimen Simulasi 7000 2.92 2.74 2.88 6500 3.14 3.02 3.14 6000 3.40 3.22 3.36 5500 3.71 3.52 3.66 5000 4.08 3.90 4.04 4500 4.53 4.35 4.46 4000 5.10 4.92 4.98 3500 5.83 5.66 5.74

15 Distribusi Fluks Neutron pada Panjang Gelombang 3.2 Å Distribusi fluks berkas neutron yang ditunjukkan pada Gambar 10, merupakan profil berkas neutron dengan panjang tabung pemandu neutron 16.5 m. Pada konfigurasi inidiletakkan slit berukuran 3 5 cm pada akhir tabung pemandu neutron tersebut agar berkas neutron dapat dibagi menjadi 15 bagian dengan ukuran 1 cm 2. Berkas neutron dibagi menjadi lima belas bagian sesuai dengan koordinatnya seperti terlihat pada Gambar 11. Pada Tabel 6 tersaji hasil dari simulasi pengukuran fluks neutron pada masing-masing foil emas. Hasil menunjukkan distribusi neutron tidak homogen dengan fluks tertinggi pada koordinat y(-1.5,-0.5) dan z(1.5,-2.5) dengan nilai fluks neutron 4.904 10 7 cm 2 s 1. Rata-rata fluks neutron dari kelima belas foil emas tersebut adalah 3.499 10 7 cm 2 s 1 dengan simpangan baku 8.60%. Jika berkas neutron tersebut diukur menggunakan foil emas berbentuk persegi dengan ukuran 3 5 cm nilai fluks neutronnya adalah 3.499 10 7 cm 2 s 1 dengan simpangan baku 25.26%. Jadi hasil rata-rata dari distribusi fluks neutron akan sama dengan hasil pengukuran fluks neutron pada seluruh luasan berkas neutron tersebut, tetapi dengan nilai simpangan baku atau kesalahan yang lebih besar. Gambar 10 Profil berkas neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m Gambar 11 Koordinat berkas neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m

16 Tabel 6 Distribusi fluks neutron pada panjang tabung pemandu neutron 16.5 m menggunakan panjang gelombang 3.2 Å No Fluks neutron (10 7 cm 2 s 1 Simpangan baku ) fluks neutron (%) 1 4.094 6.13 2 3.531 6.55 3 3.258 6.69 4 3.484 6.48 5 3.555 6.57 6 3.204 6.70 7 3.357 6.72 8 3.249 6.75 9 3.776 6.27 10 3.567 6.44 11 3.439 6.51 12 3.639 6.43 13 3.556 6.57 14 3.908 6.10 15 2.862 7.14 Rata-rata 3.499 8.60 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Performa spektrometer SANS BATAN, meliputi penentuan panjang gelombang neutron monokromatik, fluks neutron pada posisi sampel serta fluks neutron sebagai fungsi panjang neutron guide dapat ditentukan atau diperkirakan dengan menggunakan program simulasi. Hasil simulasi fluks neutron pada posisi sampel sebagai fungsi panjang kolimator sebanding dengan hasil eksperimen yang menurun secara eksponensial sebagai fungsi panjang kolimator dan menurun secara linear sebagai fungsi panjang neutron guide. Perbedaan panjang gelombang teori, eksperimen dan simulasi disebabkan penggunaan metode yang berbeda. Panjang gelombang hasil eksperimen dapat ditentukan berdasarkan hukum Bragg dengan menggunakan sampel standar AgBE. Panjang gelombang secara teori didapatkan melalui perhitungan analitik. Pada simulasi nilai panjang gelombang didapatkan melalui metode numerik menggunakan program simulasi. Saran Simulasi Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy sebagai sumber neutron termal polikromatik hanya dipakai pendekatan saja karena keterbatasan informasi. Oleh karena itu diperlukan simulasi lanjutan dan menggali informasi lebih dalam lagi mengenai Reaktor Serba Guna G.A Siwabessy sehingga fluks neutron pada

akhir tabung pemandu neutron sepanjang 49 m secara simulasi bisa didapatkan dan dibandingkan dengan data eksperimen. 17 DAFTAR PUSTAKA 1. Putra EGR, Bharoto, Santoso E, Suparno N, Sairun. Aplikasi Teknologi Hamburan Neutron Sudut Kecil (SANS) Untuk Investigasi Ultrastruktur dan Mekanisme Self-Assembly Virus Demam Berdarah Sebagai Dasar Pengembangan Target Obat dan Vaksin. Prosiding InSINas 2012. 2. Anderson IS, Horton L, Isaacs E, Ratner MA. 2005 Juni. X-rays and Neutrons: Essential Tools for Nanoscience Research. Report of the National Nanotechnology Initiative Workshop, siap terbit. 3. Putra EGR, Bahrum ES, Maulana A, Sairun. Development of Focusing Neutron Small-Angle Scattering Spectrometer in Serpong, Indonesia for Macromolecular Structure Investigation. Chinese Journal Of Physics. 50(2):193-203. 4. Han YS, Choi SM, Kim TH, Leea CH, Kima HR. Current Status Of The 40 M Small-Angle Neutron Scattering Instrumen Development At The Hanaro Research Reactor. J.Appl.Cryst. 2007;40:1-5. 5. Putra EGR, Ikram A, Kohlbrecher J. Smarter For 3-Magnetic Structure Studies. Journal of physics. 2008; 71(5):1015-1019. 6. Anonim. 1992. SANS (PM-105) Operation Manual (Hardware). Tokyo (JP): Sumitomo Corporation. p 280-282. 1992. 7. Grillo. 2008. Small-Angle Neutron Scattering and Applications in Soft Condensed Matter. Berlin(DE): Springer-Verlag. 8. Lieutenant K, Zendler C, Manoshin S, Fromme M, Houben A, Nekrassov D. VITESS 2.10 Virtual Instrumenation Tool for the European Spallation Source. Journal of Neutron Research. 2013; 10(4):1 7. doi:10.3233/jnr- 130005. 9. [HZB] Helmholtz Zentrum Berlin (DE). 2013. Virtual Instrumenation Tool for the European Spallation Source (VITESS). MEST [internet]. Senin 8 April 2013 18:26:58; [diunduh 2014 Jan 31]. Tersedia pada : http://www.helmholtz berlin.de/forschung/oe/grossgeraete/neutronenstreuung/projekte/vitess/index_ en.html. 10. Putra EGR, Ikram A, Bharoto, Santoso E. Wavelength Calibration and Instrumental Resolution of 36m SANS BATAN (SMARTer) using Silver Behenate Powder. J Nucl & Re Tech. 2008; 5(2):57-63.

18 Lampiran 1 Layout fasilitas hamburan neutron BATAN Lampiran 2 Neutron guide Lampiran 3 Diagram skematik SANS BATAN

Lampiran 4 Konfigurasi pengukuran fluks neutron pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m 19 (a) (b) (c) (d) (e)

20 Lampiran 5 Konfigurasi pengukuran fluks neutron pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m (a) (b) (c) (d)

21 Lampiran 6 Contoh tampilan layar pada Program Vitess 3.1 Lampiran 7 Kurva neutron termal polikromatik

22 Lampiran 8 Profil berkas neutron setelah MVS pada panjang gelombang (a) 3.2 Å (b) 3.9 Å (c) 5.7 Å (a) (b) (c) Lampiran 9 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 3.2 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m (a) (b) (c)

23 (d) (e) Lampiran 10 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 3.9 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m (a) (b) (c) (d) (e)

24 Lampiran 11 Distribusi berkas neutron pada posisi sampel dengan panjang gelombang 5.7 Å pada panjang kolimator (a) 1.5 m (b) 4 m (c) 8 m (d) 13 m (e) 18 m (a) (b) (c) (d) (e)

Lampiran 12 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 3.2 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m 25 (a) (b) (c) (d) Lampiran 13 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 3.9 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m (a) (b) (c)

26 (d) Lampiran 14 Distribusi berkas neutron setelah neutron guide dengan panjang gelombang 5.7 Å pada panjang neutron guide (a) 5 m (b) 10 m (c) 14 m (d) 16.5 m (a) (b) (c) (d)

27 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bukittinggi pada tanggal 3 September 1992 dari Ayah Agusnil Efendi dan Ibu Elniwati. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Pada tahun 2010 penulis berhasil menyelesaikan studi di SMA Negeri 2 Bukittinggi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten responsi listrik magnet tahun ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif mengajar mata kuliah Pengantar Matematika dan Kalkulus TPB di bimbingan belajar dan privat mahasiswa Gemilang Excellent. Penulis juga pernah aktif menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) dan Ketua Klub Instrumentasi Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor (IPB).