BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra lahir dari keinginan awal manusia untuk membuktikan keberadaan dirinya di tengah-tengah masyarakat. Setiap manusia pada dasarnya memiliki sifat kemanusiaan, sifat tersebut menjadi salah satu upaya seorang manusia untuk memberikan suatu kontribusi dan perhatian kepada realita kehidupan yang tumbuh dan berlangsung sepanjang hari dan sepanjang jaman di tengah-tengah manusia itu sendiri. (Sangidu, 2007:2). Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia pun tidak dapat ditolak, bahkan kehadiran tersebut diterima sebagai salah satu bentuk realitas sosial budaya. Hingga saat ini sastra tidak saja dinilai sebagai sebuah karya seni yng memiliki budi, imajinasi, dan emosi, tetapi telah dianggap sebagai suatu karya kreatif yang dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual di samping konsumsi emosi (Semi, 1993:1). Karya sastra menyajikan sebuah kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia. Selain itu karya sastra sering memiliki kaitan dengan institusi sosial, karena sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi (Wellek&Werren, 1990:109). 1
Sastra dan manusia sangatlah erat kaitannya, begitu juga antara sastra dan permasalahan hidup manusia, karena pada dasarnya keberadaan sastra seringkali bermula dari permasalahan serta persoalan yang berada di dalam lingkungan kehidupan manusia. Seorang pengarang, dengan ide kreatif dan imajinasinya mencoba mengolah materi yang bersumber dari masalah-masalah kehidupan yang ditemuinya untuk kemudian dituangkan dalam karya sastra. Karya sastra membahas kehidupan manusia dan segala persoalan hidup yang muncul. Hal ini menyebabkan manusia memiliki hubungan yang cukup dekat dengan keberadaan karya sastra itu sendiri. Karya sastra seringkali digunakan sebagai media pencerminan kehidupan manusia yang di dalamnya terdapat berbagai macam aspek, seperti sikap, tingkah laku, pemikiran, pengetahuan, perasaan, maupun imajinasi. Seorang pengarang, biasanya memiliki tendensi untuk menuangkan refleksi kehidupan manusia ke dalam karyanya, sehingga tercipta sebuah karya yang menarik untuk diteliti keberadaannya. Pengarang mencoba mengolah materi yang bersumber dari masalah-masalah kehidupan yang ditemuinya dalam kehidupan manusia seharihari, bahkan tidak jarang kehidupan pengarang yang bersangkutan menjadi dasar terbentuknya suatu karya sastra. Sastra pada umumnya melibatkan segala aspek hidup dan kehidupan manusia, tidak terkecuali dengan ilmu jiwa atau psikologi. Pengarang adalah manusia, begitu pula dengan pembaca, pada dasarnya manusia terdiri dari jiwa dan raga. 2
Penelitian karya sastra yang mendalam tentu memerlukan ilmu bantu, ilmu bantu yang digunakan pada penelitian kali ini adalah ilmu psikologi. Karya sastra sendiri merupakan sebuah aktivitas psikologis, setiap manusia memiliki watak dan sifat pribadi yang dituliskan oleh pengarang untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh seperti yang diinginkan oleh pengarang. Tokoh adalah sebuah bagian krusial dari novel dan nafas sebuah cerita digambarkan melalui luapan emosi tokoh-tokohnya. Seorang pengarang yang baik adalah pengarang yang dapat menggambarkan tokoh dalam novelnya menjadi sebuah objek yang menarik perhatian pembaca novelnya. Melalui sebuah karya, pembaca diajak untuk masuk ke dalam pengalaman batin pengarang. Seorang pengarang harus dapat melukiskan rupa watak, atau pribadi para tokoh dengan sebaik-baiknya (Tarigan, 1988: 138-139). Karya sastra yang dijadikan objek penelitian ini adalah novel berbahasa Jawa berjudul Jemini karya Suparto Brata. Novel ini terdiri dari 196 halaman. Novel ini mengisahkan tentang seorang perempuan bernama Jemini yang hidup pada jaman penjajahan Belanda, Jemini diceritakan sebagai seorang anak yang tidak mau menuruti kehidupan masyarakat yang lazim pada masa itu. Orang tua Jemini memintanya untuk menikah dengan seorang prajurit bernama Udin yang berasal dari tangsi Sambongan, akan tetapi Jemini merasa tidak setuju dengan pernikahan tersebut. Jemini memilih untuk lari pada saat malam pengantinnya. 3
Jemini dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang pada perjalanannya, menimbulkan banyak konflik dalam dirinya. Jemini tidak ingin menikah karena merasa usianya yang masih sangat muda, konflik batin muncul karena Jemini tidak ingin membantah orang tua-nya yang merasa bahwa perempuan dengan usis seperti Jemini sudah sepantasnya menikah. Pertentangan antara Jemini yang menolak permintaan orang tua-nya untuk menikah dan rasa ingin berbakti kepada orang tua inilah yang akhirnya menimbulkan berbagai macam konflik di dalam diri Jemini. Novel Jemini menarik untuk dianalisis dari segi psikologis karena mendeskripsikan kondisi sosial dari kehidupan pada masa Belanda menjajah Indonesia, masyarakat yang tidak berpendidikan dan serba kekurangan. Kondisi ini mempengaruhi perilaku tokoh utama, Jemini, menghadapi setiap masalah yang menimpanya. Sebagai tokoh utama, Jemini digambarkan sebagai tokoh yang paling banyak mengalami konflik dan tekanan dari permasalahan-permasalahan yang timbul akibat keadaan yang memaksa Jemini untuk memilih diantara pilihan-pilihan yang sulit dan seringkali tidak sesuai dengan yang ia inginkan. Permasalahan konflik ini diteliti menggunakan pendekatan teori psikoanalisis dengan pokok bahasan id, ego dan superego milik Sigmund Freud sebagai alat bantu analisis. Teori psikoanalisis sendiri menekankan kepada peran psikologis alam bawah sadar manusia sebagai dasar pembentukan kebiasaan dan kepribadian pada manusia. 4
1.2 Rumusan Masalah Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana analisis alur, latar, dan penokohan tokoh Jemini serta tokohtokoh lain yang turut membangun cerita pada novel Jemini? 2. Bagaimanakah konflik batin yang terjadi pada diri tokoh Jemini dan faktor yang menyebabkan terjadinya konflik batin tersebut ditinjau menggunakan teori psikoanalis? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan alur, latar, dan penokohan tokoh Jemini dan serta tokohtokoh lain dalam novel Jemini. 2. Mendeskripsikan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya konflik dan batin pada diri tokoh utama novel, Jemini dan tokoh-tokoh lain yang terdapat pada novel Jemini. 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Pembahasan penelitian ini dibatasi pada analisis struktural mengenai alur, latar, tokoh dan penokohan, kemudian diikuti dengan analisis konflik bartin yang dialami tokoh Jemini menggunakan dasar analisis psikoanalisis Sigmund Freud. 1.5 Tinjauan Pustaka Hingga penelitian ini dilakukan, sudah ada beberapa penelitian lain yang melakukan analisis konflik kepribadian dan analisis psikologis. a. Penelitian yang ditulis oleh Suci Romadhoni, jurusan Sastra Nusantara, berjudul Analisis Struktural dan Amanat Novel Jemini Karya Suparto Brata tahun 2014. Penelitian menggunakan novel yang berjudul sama seperti penelitian ini, akan tetapi memiliki perbedaan pada jenis kajian yang dibahas. Penelitian ini memiliki fokus pada analisis-analisis struktural dan amanat, unsur-unsur pembangun yang dianalisis pada penelitian ini adalah; karakter, alur, latar, tema, judul, sudut pandang, gaya bahasa, simbolisme, dan ironi. b. Penelitian yang ditulis oleh Cahyaningrum, jurusan Sastra Nusantara, berjudul Analisis Kepribadian Tokoh Sirtu Dalam Novel Nona Sekretaris Karangan Suparto Brata tahun 2012. Penelitian ini membahas insting hidup (eros) tokoh Sirtu dalam menjalani dan mempertahankan hidupnya di kota besar, dinamika antara id, ego, 6
dan superego, dan kecemasan-kecemasan yang menyebabkan terjadinya konflik dalam diri Sirtu. c. Penelitian yang ditulis oleh Sri Murtirahayu, jurusan Bahasa Korea, berjudul Konflik Batin Tokoh Ji-Yeon: Psikoanalisis Terhadap Tokoh Utama Film Secret, tahun 2013. Penelitian ini menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada id, ego, dan superego dalam diri tokoh Ji-Yeon setiap kali menghadapi permasalahan. Permasalahan awal muncul semenjak kematian anak Ji-Yeon yang bernama Su-hyeon, kemudian diikuti oleh permasalahan-permasalahan lain, mulai dari perselingkuhan hingga pembunuhan, menimbulkan konflik batin yang cukup kompleks dalam diri Ji- Yeon. Kejadian-kejadian ini membuat faktor id pada diri Ji-yeon ingin melakukan balas dendam atas perselingkuhan dan pembunuhan yang dilakukan oleh mantan suaminya, penelitian ini menunjukan peran superego pada diri Ji-yeon untuk menahan hasrat membalas dendam, meskipun memiliki hasrat yang tidak tertahankan untuk membalas dendam, Ji-Yeon masih memikirkan berbagai macam konsekuensi yang sekiranya akan terjadi jika menuruti keinginan id untuk membalas dendam. d. Penelitian yang ditulis oleh Eva Nurdinawati, jurusan Sastra Jepang, berjudul Konflik Batin Tokoh Masako Dalam Novel Auto Karya Kirino Natsuo: Kajian Psikologi Sastra, 2013. Penelitian ini membahas tentang insting hidup (eros) tokoh Masako. Masako berusaha mencari pembenaran diri atas pembunuhan yang telah dilakukannya. Penelitian ini menunjukan ego dalam diri Masako melakukan berbagai 7
macam penalaran dan sugesti dalam membenarkan tindakannya membunuh Kenji sebagai pertahanan atas rasa cemas dan bersalah yang ditimbulkan oleh id. Penelitian-penelitian yang sudah disebutkan di atas memiliki fungsi sebagai sarana referensi penelitian ini dalam kaitannya dengan konflik batin serta posisi id, ego, dan superego dalam diri tokoh utama. Sementara, penelitian milik Suci Romadhoni menggunakan novel dengan judul yang sama dengan novel yang digunakan oleh penelitian ini, akan tetapi memiliki kajian penelitian yang berbeda. Penelitian ini akan membahas tentang pergolakan yang terjadi pada id, ego, dan superego tokoh Jemini di setiap masalah yang menimpanya melalui teori psikoanalisis Sigmund Freud dan juga konsep konflik batin. Penelitian ini juga menggunakan teori struktural sebagai teori bantu untuk menganalisis tokoh serta penokohan. 1.6 Landasan Teori 1.6.1 Psikologi Sastra Psikologi berasal dari bahasa Yunani, psyche dan logos. Kata psyche, memiliki arti jiwa dan logos sendiri memiliki arti ilmu, sehingga bisa diartikan bahwa psikologi adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari tingkah laku kejiwaan dan cara hidup seorang manusia (Walgito, 2003:3) Psikologi sastra merupakan interdisipliner dua ilmu, yaitu psikologi dan sastra (Endraswara, 2003: 96). Hubungan antara psikologi dan sastra sendiri dapat dipelajari 8
dan diamati melalui jenis-jenis konflik yang muncul pada suatu cerita. Konflik sendiri biasanya muncul ke permukaan, saat seorang tokoh memiliki sebuah keinginan terselubung yang jika diungkapkan berpotensi menimbulkan pertentangan, baik dari diri sendiri maupun orang lain (Minderop, 2011: 57). Psikologi sastra juga digunakan untuk memperdalam pemahaman terhadap tokohnya. Pemahaman kepribadian seorang tokoh dalam sebuah cerita terkait dengan perubahan suasana hati tokoh, emosi yang muncul saat tokoh berada pada situasi tertentu atau kejadian-kejadian lain yang terjadi di masyarakat pada umumnya. Pemahaman psikologi dalam sastra umumnya bersifat imajinatif, akan tetapi hal tersebut tidak menghilangkan fakta bahwa sifat psikologi manusia riil dan sifat psikologi tokoh pada karya sastra memiliki kemiripan. Penggunaan teori psikologi sastra diharapkan dapat menganalisis latar belakang perasaan dan harapan yang muncul dari seorang pengarang kepada tokoh yang diciptakannya dalam karya sastra yang dibuatnya. 1.6.2 Teori Psikoanalisis Sigmund Freud Freud menyatakan bahwa pikiran manusia dibedakan menjadi dua bagian utama, yaitu: alam sadar (conscious mind) dan alam tidak sadar (unconscious mind). Alam sadar manusia terdiri atas berbagai macam hal yang terjadi dan dapat disadari keberadaannya, sementara alam tidak sadar berisi hal-hal yang terjadi di luar kesadaran seorang manusia. Hal-hal seperti permintaan, hasrat, harapan, dorongan, dan ingatan 9
adalah beberapa macam contoh dari tindakan yang terjadi tanpa kita sadari. Akan tetapi, secara tidak langsung, seorang manusia dapat merasakan pengaruhnya terhadap perilakunya sehari-hari (Minderop, 2010:13). Disebutkan oleh Gregory Feist dan Jess Feist (10: 2012), Freud mengembangkan model topografi dari pikiran manusia menggunakan analogi gunung es, analogi ini digunakan untuk membantu memberikan pemahaman yang lebih mudah dalam kaitannya dengan tingkat pikiran manusia. Tiga tingkat pemikiran pemikrian tersebut adalah: conscious mind (alam sadar), preconscious mind (alam prasadar), dan unconscious mind (alam tidak sadar). a. Conscious Mind (Alam Sadar) Alam bawah sadar berisi berbagai macam kegiatan yang disadari keberadaannya oleh manusia, kondisi alam sadar ini diibaratkan oleh Freud sebagai puncak dari gunung es yang dapat terlihat dengan jelas oleh mata manusia. b. Preconscious Mind (Alam Prasadar) Kondisi prasadar ini berisi pikiran dan perasaan yang belum disadari oleh manusia, akan tetapi pikiran dan perasaan ini dapat dengan mudah dibawa ke alam sadar, jika individu menggali lebih dalam untuk mencarinya. Keadaan prasadar berada pada posisi di bawah alam sadar, sebelum menuju ke alam bawah sadar. 10
c. Unconscious Mind (Alam Tidak Sadar) Alam tidak sadar terdiri dari berbagai macam proses mental yang tidak disadari oleh alam sadar manusia, akan tetapi dapat mempengaruhi pendapat, perasaan, atau tingkah laku manusia. Menurut Freud, alam tidak sadar adalah sumber utama yang berhubungan dengan tingkah laku dan kebiasaan manusia. Seperti halnya gunung es, bagian paling penting dari pikiran adalah bagian yang tidak dapat terlihat langsung oleh mata manusia. Sesungguhnya, proses pengambilan keputusan, dan motivasi diri yang terjadi di dalam hidup seorang manusia, banyak dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau yang tersimpan di alam bawah sadar manusia. Freud juga memaparkan tiga unsur utama dari model teori miliknya, tiga teori tersebut adalah Id, Ego, dan Superego. Berdasarkan teori Freud (via Semi: 1993:177), terdapat id, ego, dan superego dalam diri manusia yang menyebabkan manusia selalu berada dalam keadaan berperang dalam dirinya, resah, gelisah, pergulatan di dalam batin, dan berbagai macam perasaan lainnya apabila terdapat ketidakseimbangan ketiga unsur tersebut. 11
1.6.2.1 Id, Ego, dan Superego Teori Freud memiliki dasar pada penelitian bahwa alam sadar memiliki peran yang besar dalam memberikan dorongan kepada cara manusia bertindak. Tiga pilar utama dari model teori Freud adalah the Id, the Ego, dan the Superego (Freud, 1927:15-16) Ketiga sistem kepribadian yang diperkenalkan oleh Freud ini memiliki fungsi tersendiri, akan tetapi, intreaksi dari ketiga sistem inilah yang merupakan faktor penting penentu kondisi kesehatan mental seseorang. Apabila ketiga faktor ini berinteraksi dengan harmonis, maka individu yang bersangkutan akan merasakan kenyamanan dan kebahagiaan; akan tetapi jika konflik yang terjadi antar ketiga faktor ini cukup parah, akan memungkinkan terjadinya neurosis pada individu (Mednick, Higgins, and Kirschenbaum, 1975: 339). Tiga sistem kepribadian ini adalah: The Id, The Ego (I), dan The Superego (The Above I). 1. The Id Id adalah bagian dari alam bawah sadar yang bersifat impulsif dan memiliki keinginan dasar untuk memenuhi semua hasrat yang dimiliki oleh seorang individu. Id adalah bagian paling sederhana dari komponen kepribadian, tindakan-tindakan yang mengikutinya berdasarkan pada naluri alami manusia. Id terdiri dari komponen biologis yang berasal dari kepribadian, termasuk insting hidup (eros) yang memuat libido dan insting mati (thanatos) (Freud, 1920:13). 12
Kepribadian id dapat dari seorang bayi yang baru lahir, bayi yang baru lahir tidak peduli terhadap konsekuensi dari tindakan yang dilakukannya, mereka bertindak sesuai dengan naluri. Id menuntut pemenuhan kepuasan diri, saat kebutuhannya terpenuhi maka terjadi kepuasaan, akan tetapi jika terjadi penolakan akan keinginan tersebut maka akan terjadi ketidakpuasaan atau perasaan sakit hati, jenis kepribadian ini juga tidak terpengaruh oleh realitas dan logika. 2. The Ego (I) Ego adalah fase kedua dari tiga pilar utama teori kepribadian Freud, ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk berhadapan dengan kenyataan dan berfungsi untuk memelihara keseimbangan antara id dan superego. Faktor id yang besar pada diri manusia seringkali menyebabkan adanya tindakan impulsif, ingin menguasai, dan mendorong pemenuhan hasrat yang berlebihan. Ego adalah bagian yang menjaga agar hasrat yang ditimbulkan oleh id dapat tersampaikan dengan metode yang dapat diterima. Ego mewakili alasan dan pengertian, hal yang berkebalikan dengan id yang memuat nafsu dan hasrat, ego memberikan kontrol kepada pergerakan spontan yang ditimbulkan oleh id (Freud, 1927:20). Pada pengertian dasar, ego memiliki tujuan yang sama dengan id, mengindari kesakitan dan mencari kepuasaan, tidak seperti id yang tidak memiliki kontrol akan hasrat-hasratnya, ego memiliki perhatian untuk membuat rencana yang masuk akal dalam mendapatkan kepuasan. 13
Secara sederhana, ego diartikan sebagai penjaga id, ego dapat menyelesaikan masalah yang tidak dapat diatasi oleh id. Ego dapat berfungsi sedemikian rupa, karena, meskipun ego dapat memproduksi khayalan; ego adalah satu-satunya sistem yang dapat membedakan khayalan dari kenyataan melalui proses observasi dan pemberian alasan. Bertanggung jawab terhadap segala interkasi dengan dunia luar, ego bisa diartikan sebagai perantara antara id dan dunia nyata (Mednick, Higgins, and Kirschenbaum, 1975: 339). 3. The Superego (The Above I) Superego menggabungkan nilai dan moral dari masyarakat yang diajarkan dari orang tua, superego berkembang sekitar 3-5 tahun, pada usia tersebut biasanya seorang individu mulai diberi pengajaran mengenai hal yang baik dan buruk oleh orang tuanya. Superego bisa diartikan sebagai alam sadar manusia, superego menuntut ego agar dapat memberikan keputusan yang tepat melawan serangan libido. Meskipun begitu, superego tidak bisa membedakan antara aksi nyata dan aksi yang hanya berupa khayalan. Hasilnya adalah, seorang individu memiliki kemungkinan untuk bertindak dengan sangat baik dan normal, akan tetapi merasakan perasaan bersalah yang kuat karena keinginan dan pikiran-pikiran yang tidak pernah dilakukan (Mednick, Higgins, and Kirschenbaum, 1975: 339) Fungsi dari superego adalah memberikan kontrol kepada dorongan yang ditimbulkan oleh id, lebih jauh lagi, dorongan yang dilarang dalam sistem masyarakat 14
seperti sex dan penyerangan. Selain itu superego juga berfungsi mengajak ego mengubah tujuan yang nyata dan sederhana, menjadi tujuan yang bermoral, serta berjuang untuk mencari kesempurnaan dalam setiap tindakan yang dilakukan. Superego memiliki dua subsistem penting, yaitu Ego ideal (the ego ideal) dan hati nurani (conscience). a. Ego Ideal (The Ego Ideal) Ego ideal berisi aturan dan standar dari nilai-nilai kebaikan, nilai-nilai ini termasuk yang telah disetujui oleh sosok orang tua dan pihak-pihak lain yang berwenang. Mentaati nilai-nilai ini akan menuntun seorang individu mendapatkan kebanggan dan prestasi. Menurut Freud, ego ideal adalah warisan dari sifat Oedipus Complex, selain itu ego ideal merupakan representasi ekspresi dari dorongan dalam diri manusia yang sangat kuat dan perubahan libido paling penting dari id. Munculnya ego ideal ini menjadi bukti bahwa ego telah menguasai oedipus complex dan pada saat yang sama menempatkan ego dalam kekuasaan id (Freud, 1927:29). b. Hati Nurani (The Conscience) Conscience atau hati nurani manusia, berisi informasi berupa nilai-nilai yang dianggap buruk oleh masyarakat. Perilaku ini seringkali dilarang dan mengarah kepada hasil yang tidak disukai oleh masyarakat. 15
Ketegangan yang muncul antara tuntutan yang ditimbulkan oleh hati nurani individu dan perbuatan nyata yang ditunjukan oleh ego seringkali diartikan sebagai perasaan bersalah (Freud, 1927:30). Alam bawah sadar manusia berisi berbagai macam materi, baik yang signifikan maupun yang mengganggu, Freud menemukan bahwa beberapa kejadian dan hasrat seringkali terlalu menyakitkan dan menakutkan untuk dirasakan. Freud mempercayai bahwa informasi-informasi tersebut tersimpan di alam bawah sadar manusia, berkaitan dengan ini terjadi melalui tekanan yang terus-menerus diberikan (Freud, 1927:13). Alam bawah sadar manusia secara biologis memuat insting dasar, insting dasar tersebut bernama eros (insting hidup) dan thanatos (insting mati). Eros (insting hidup), terkadang disebut sebagai sexual instinct (insting seksual), insting ini berkaitan dengan unsur dasar dalam bertahan hidup, kepuasan, dan reproduksi. Eros adalah dorongan untuk hidup dan menciptakan, Freud percaya bahwa eros adalah dorongan seksual yang memberikan makna dan dorongan ke arah kepuasan seksual dan kebutuhan dasar manusia dalam berproduksi (Freud, 1920:32). Eros memainkan peran yang sangat penting dalam teori Freud yang berkaitan dengan perkembangan masa kanak-kanak, Freud memiliki kepercayaan bahwa rangsangan seksual dapat terlihat pada diri seorang manusia dari bayi hingga saat kematian (Freud, 1927). 16
Sementara eros berisi tentang dorongan dan rangsangan, thanatos dikenal dengan nama lain insting mati. Freud percaya jika manusia memiliki hasrat yang terpendam di alam bawah sadar untuk menghancurkan dirinya sendiri maupun orang lain, Freud juga percaya bahwa tujuan dari keberadaan manusia adalah untuk memenuhi tuntutan dari prinsip-prinsip kepuasan dan thanatos mendapatkan kepuasaan yang dicari dari kehancuran yang dibuat. 1.6.3 Konsep Konflik Batin Pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), disebutkan konflik memiliki arti (1) percekcokan: perselisihan: pertentangan; (2) ketegangan atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya). Sedangkan batin, dalam KBBI diartikan: (1) yang ada di dalam hati, yang mengenai jiwa (perasaan hati); (2) yang tersembunyi (gaib: tidak terlihat); (3) semangat: lahirnya menolong, batinnya menggolong, kelihatannya hendak menolong, tetapi hakikatnya merugikan. Berdasarkan keterangan dan penjabaran yang tersebut di atas, Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan arti konflik batin adalah konflik yang disebabkan oleh adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku. 17
1.7 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif, metode kualitatif berusaha membangun realitas dan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Penelitian kualitatif dieksplorasi dan diperdalam dari fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri atas perilaku, kejadian, tempat, dan waktu. Latar sosial tersebut digambarkan sedemikian rupa sehingga dalam melakukan penelitian kualitatif mengembangkan pertanyaan dasar: apa dan bagaimana kejadian itu terjadi, siapa yang terlibat, dan dimana tempat kejadiannya, (Ghony & Almanshur, 25:2012) Metode pengumpulan data secara kualitatif digunakan karene penelitian ini bertujuan untuk memaparkan dan memberikan gambaran mengenai konflik batin tokoh Jemini melalui, kata-kata, tindakan, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam cerita novel. 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan untuk menganalisis data yang terdapat di dalam objek penelitian. Berikut adalah langkah-langkah metode pengumpulan data pada penelitian ini. 1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel dengan judul; Jemini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membaca novel tersebut, kemudian 18
menentukan data-data yang diperlukan sesuai dengan permasalah dan teori yang digunakan. 2. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, sebanyak-banyaknya dari sumber kepustakaan (buku, jurnal, dan hasil penelitian-penelitian lain) yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini. 3. Penelusuran internet digunakan untuk melengkapi dan mencari informasi yang diperlukan 1.7.2 Metode Analisis Data Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mencari, memindai, dan mengumpulkan data dari novel Jemini. 2. Menganalisis alur, latar dan penokohan novel tersebut, baik tokoh utama maupun tokoh pendukung. 3. Menganalisis faktor-faktor penyebab timbulnya konflik batin tokoh Jemini. 4. Menganalisis konflik batin yang dialami tokoh Jemini. 5. Menyusun laporan penelitian 19
1.8 Sistematika Penyajian Hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab, yaitu bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Pada bab II diuraikan tentang tokoh-tokoh dalam novel Jemini, sekaligus penokohan setiap tokohnya. Pada bab III memuat pembahasan yang merupakan inti dari penelitian yang membahas tentang konflik batin tokoh Jemini dalam novel Jemini. Bab IV Penutup, teridiri dari kesimpulan dan saran. Bagian akhir dari penelitian ini dipaparkan sinopsis novel, daftar pustaka, dan daftar laman. Memainkan jalannya cerita, tanpa adanya tokoh sangat sulit untuk dilakukan karena tokoh sendiri memiliki yujan untuk membangun sebuah jalan cerita seperti yang diinginkan pengarang. 20