BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gelombang Bunyi Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi sebagai hasil dari fluktuasi tekanan karena perapatan dan perenggangan dalam media elastis. Sinyal akustik dapat timbul ketika sebuah benda yang bergetar dan menyebabkan gangguan kerapatan medium, misalnya, turbulensi udara atau gas lainnya, turbulensi pada aliran cairan, dan interaksi antara dua atau lebih benda padat (Raichel, 2006). Pada tahun 1643, Torricelli melakukan eksperimen vakum dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perambatan bunyi di dalamnya. Tidak adanya rambatan bunyi dalam ruang vakum menunjukan bahwa bunyi memerlukan medium dalam perambatannya. Secara umum bunyi dapat diartikan sebagai bentuk gelombang mekanik yang merambat dalam medium elastik (Blauert & Xiang, 2009). Solusi umum persamaan untuk gelombang satu dimensi pada arah gerak sumbu x dan kecepatan v dapat dituliskan (Chaudhuri, 2001): ( ) ( ) (2.1) Persamaan (2.1) menjelaskan gelombang satu dimensi sepanjang arah x positif. Jika gelombang yang sama namun bergerak pada arak yang berlawanan maka persamaan (2.1) menjadi: ( ) ( ) (2.2) Turunan parsial kedua persamaan (2.1) dan (2.2) dituliskan: (2.3) Persamaan (2.3) dikenal sebagai persamaan gelombang yang penyelesaiannya dituliskan dalam bentuk fungsi sinus dan cosinus yang disebut persamaan simpangan gelombang harmonik sebagai berikut: ( ) ( ) (2.4) dimana A merupakan amplitudo dan k adalah bilangan gelombang ( ). 4
5 Bunyi selalu dikaitkan dengan osilasi yaitu pergerakan partikel di sekitar titik setimbang yang memiliki persamaan gerak: ( ) (2.5) dimana dan adalah frekuensi osilasi yangdihasilkan gelombang. 2.2. Interaksi Gelombang Pada Bidang Batas Medium Interaksi ketika gelombang bunyi mengenai batas medium (diilustrasikan pada Gambar (2.1)) dapat menimbulkan beberapa peristiwa yaitu: pemantulan, penyerapan, dan dan juga tranmisi. Medium 1 Medium 2 Gambar 2.1. Interaksi gelombang pada batas permukaan medium (Cox & D'Antonio, 2004) 2.2.1. Refleksi Refleksi merupakan akibat dari tumbukan gelombang bunyi pada permukaan material. Saat bunyi menumbuk suatu permukaan maka sebagian energi akan diserap dan sebagian lagi akan dipantulkan. Pantulan bunyi ini sesuai dengan prinsip Snellius bahwa sudut datang sama dengan sudut pantul. Gambar (2.1) berikut adalah ilustrasi pemantulan bunyi ketika melewati suatu medium berdasarkan prinsip Snellius (Raichel, 2006). (2.6) dimana Ψ = sudut datang; ɸ= sudut refraksi dan, adalah kecepatan bunyi di medium 1 dan 2.
6 Faktor yang juga mempengaruhi koefisien refleksi adalah impedansi Z dari permukaan dalam hal ini impedansi mengandung bagian real dan imajiner (Kleiner & Tichy, 2014): ( ) ( ) (2.7) dimana Z adalah impedansi akustik spesifik dan z adalah impedansi akustik ternormalisasi. Kemudian faktor refleksi R dapat dituliskan: (2.8) dengan Z 0 = 2.2.2. Hamburan Hamburan atau scattering merupakan peristiwa dimana bunyi dipantulkan dalam arah specular dan secara acak (Cox & D'Antonio, 2004). Peristiwa pemantulan secara spekular terjadi saat bunyi terpantul pada permukaan yang tidak rata seperti yang disajikan pada Gambar (2.2). Gambar 2.2. Skema hamburan bunyi (Cox & D'Antonio, 2004) Gambar (2.2) menunjukan peristiwa ketika bunyi terhambur karena mengenai bidang permukaan yang tidak rata. Bunyi datang dipantulkan dengan arah specular dan acak. Dari Gambar (2.2), koefisien hamburan s dapat ditentukan dengan persamaan (Cox & D'Antonio, 2004):
7 (2.9) sementara energi bunyi yang terpantul secara specular: ( )( ) ( ) (2.10) dan energi total ( ) (2.11) dengan adalah koefisien serap spekular, koefisien serap, energi yang dipantulkan secara spekular, dan meupakan energi total yang dipantulkan. 2.2.3. Penyerapan Absorpsi merupakan peristiwa saat gelombang bunyi mengenai permukaan suatu material dan material tersebut mengurangi (menyerap) sebagian atau seluruh energi gelombang bunyi yang membenturnya. Penyerapan bunyi pada bidang permukaan absorber datar memiliki karakteristik dari koefisien serapan bunyi α yang didefinisikan sebagi perbandingan antara kuat bunyi yang diserap W abs dan kuat bunyi yang datang W inc tiap satuan luas, yang dituliskan (Kleiner & Tichy, 2014): (2.12) Permukaan absorber juga memantulkan bunyi yang memiliki karakteristik dari faktor refleksi R merupakan perbandingan antara tekanan bunyi yang dipantulkan dan bunyi yang datang. Hubungan antara α dab R adalah (Kleiner & Tichy, 2014): (2.13) dimana adalah tekanan bunyi yang dipantulkan dan merupakan tekanan bunyi yang datang
8 2.2.4. Transmisi Faktor transmisi T merupakan perbandingan kuat bunyi yang diteruskan W t ketika bunyi mengenai bidang batas dengan kuat bunyi pada awal W inc dari gelombang bunyi (Vigran, 2008). (2.14) Gambar 2.3. Transmisi gelombang pada material (Jacobsen et al., 2011) Saat bunyi mengenai suatu material dengan ketebalan h, maka permukaan dari material tersebut mendefinisikan dua bidang transmisi dimana gelombang bunyi berpindah dari satu medium ke medium yang lain, seperti pada Gambar (2.3). Tekanan bunyi yang dihasilkan sama pada kedua sisi bidang transmisi (Jacobsen et al., 2011): (2.15) (2.16) dan juga kecepatan partikel dalam medium: (2.17) (2.18) 2.3. Material Akustik Material akustik dapat dibagi ke dalam dua kategori dasar: (1) material penyerap atau absorber material, dan (2) material penghambur atau diffuser material.
9 2.3.1. Material Penyerap Ada beberapa jenis material penyerap (absorber) menurut Cox (2004), yaitu: Porous Absorber Ketika bunyi menjalar pada ruang sempit, seperti pori-pori dari absorber berpori, maka akan kehilangan energi. Hal ini dikarenakan efek gesekan pada bidang batas. Udara adalah cairan kental, dan akibatnya energi bunyi menghilang melalui gesekan dengan dinding pori-pori. Batas lapisan udara adalah berukuran sub-milimeter, dan menyebabkan terjadi redaman viscous yang terjadi pada lapisan udara berukuran sub-milimeter berdekatan dengan dinding pori. Sebagai efek viscous, akan ada kerugian akibat konduksi termal. Untuk mekanisme penyerapan efektif harus saling terhubung jalur udara melalui permukaan, sehingga membuka struktur pori yang diperlukan. Contoh peredam berpori adalah karpet, ubin, busa, tirai, bantal, kapas dan wol mineral (Cox & D'Antonio, 2004). Resonant Absorber Ada dua bentuk umum dari perangkat resonant absorber, (1) absorber Helmholtz dan (2) membran atau panel absorber. Resonant absorber melibatkan massa bergetar melawan pegas. Dalam kasus absorber Helmholtz, Gambar (2.4), massa yang bergetar adalah udara yang menghambat dalam lubang. Resonansi yang dihasilkan oleh mekanisme ini sama dengan ketika meniup di ujung botol (Cox & D'Antonio, 2004). Gambar 2.4. Helmholtz Resonator (Vigran, 2008)
10 Frekuensi serapan ideal dari helmholtz resonator ( ) dengan volume rongga udara V, luas area lubang S dan panjang leher resonator d, dapat ditentukan dengan persamaan (Rossing, 2007): (2.19) Untuk membran (atau panel) absorber, massa yang bergetar adalah selembar bahan seperti karet atau kayu lapis yang kemudian bergetar. Pegas dalam kedua kasus ini disediakan oleh udara tertutup dalam rongga. Dengan mengubah massa bergetar dan kekakuan udara pegas, frekuensi resonansi dari perangkat ini dapat diatur, dan itu adalah pada frekuensi resonansi yang penyerapannya maksimal (Cox & D'Antonio, 2004). 2.3.2. Material Penghambur Material penghambur (diffuser) merupakan material yang bersifat menghamburkan bunyi yang datang. Sebuah diffuser Schroeder memiliki struktur yang terdiri dari sejumlah sumur yang dapat memiliki kedalaman berbeda-beda. Gelombang bunyi yang mengenai permukaan diffuser yang tidak teratur, akan memantul secara acak dari masing-masing sumur (Widakdo & Prajitno, 2011). Jenis diffuser Schroeder (Cox & D'Antonio, 2004), antara lain: Maximum length diffuser (MLD) Gambar 2.5. Penampang melintang maximum length diffuser N=7 (Cox & D'Antonio, 2004) Maximum length diffuser merupakan difuser yang memiliki dua kedalaman yang berbeda yakni dengan kedalaman 0 dan 1 yang disajikan dalam Gambar (2.5). Kombinasi nol (0) dan satu (1) akan membentuk satu modul
11 diffuser, kemudian dalam aplikasinya tiap modul akan berulang secara periodik. Diffuser dapat dibuat dalam bentuk satu dimensi dan dua dimensi. Untuk menentukan lebar sumur w dari satu modul diffuser dapat ditentukan dengan persamaan: (2.20) dimana merupakan panjang gelombang minimum yang melintasi sumur diffuser. Quadratic Residue Diffuser (QRD) Gambar 2.6. Pemanpang melintang quadratic residue diffuser N=7 (Cox & D'Antonio, 2004) Diffuser QRD memiliki struktur yang mirip dengan difuser MLD namun yang membedakan adalah variasi kedalaman sumur yang bervariasi (lihat Gambar 2.6). Quadratic Residue Diffuser memiliki ada dua tipe yaitu satu dimensi dan dua dimensi. Diffuser satu dimensi menghamburkan bunyi hanya pada bidang yang tegak lurus dengan sumur sedangkan difuser dua dimensi menghamburkan bunyi datang ke berbagai arah. Kedalaman sumur diffuser menentukan batas frekuensi yang mampu diredam. Untuk menentukan kedalaman sumur digunakan persamaan: ( ) dimana N adalah bilangan prima dan (2.21) merupakan pola urutan sumur diffuser (misal: s n = {0, 1, 4, 2, 2, 4, 1}). Sedangkan untuk menentukan lebar sumur diffuser sesuai Persamaan (2.20) untuk MLD.
12 2.4. Transfer Function Transfer function memberikan informasi respon dari suatu sistem dengan membandingkan tekanan akustik yang diterima oleh dua mikrofon pada posisi berbeda. Transfer function dimanfaatkan dalam pengujian tabung impedansi dua mikrofon untuk memperoleh koefisien refleksi bahan. Pengukuran respon sampel dapat dilakukan dengan cara membandingkan transformasi fourier tekanan akustik pada mikrofon yang dekat sampel terhadap mikrofon yang dekat dengan sumber bunyi. Penggunaan metode ini dalam menentukan faktor refleksi dan impedansi yang terjadi pada mikrofon adalah dengan tekanan pada kedua mikrofon dengan jarak dan jarak mikrofon 1 (yang dekat dengan loadspeaker) adalah. Maka total tekanan tranfer function antara posisi 1 dan 2 (dengan asumsi tidak ada energi yang hilang dalam tabung) (Vigran, 2008). Gambar 2.7. Skema tabung impedansi dua mikrofon (Vigran, 2008) Tekanan bunyi antara mikrofon 1 dan 2 dirumuskan: ( ) ( ) (2.22) (2.23) Transfer function diantara sinyal mikrofon ( ) menjadi: Kemudian koefisien refleksi dirumuskan: ( ) ( ) (2.24) ( ) (2.25) Dengan k adalah bilangan gelombang, h adalah jarak mikrofon 1 ke sampel uji dan s adalah jarak antar mikrofon. Sehingga diperoleh nilai dari koefisien absorpsi bunyi ( ): (2.26)
13 2.5. Metamaterial Metamaterial dikembangkan dengan tujuan untuk memperoleh sifat unik dari suatu meterial yang mana sifat tersebut tidak ditemukan di alam secara alami (Cui et al., 2010). Struktur metamaterial dibuat dengan sifat khusus yang diinginkan. Pada awal millennium mulai dikembangkan eksperimen terkait penempatan struktur resonator pada perambatan gelombang elastis dalam tiga dimensi terhadap susunan bola tipis berlapis. Hasilnya menunjukan analogi akustik terhadap elektromagnetik metamaterial (Craster & Guenneau, 2013). Skema sederhana metamaterial yang tersusun susunan silinder secara periodik dengan celah resonator dapat dilihat pada Gambar (2.8.a). Sementara Gambar (2.8.b) merupakan analogi mekanik pada sistem tunggal dengan masa yang terhubung pada dua buah pegas. Untuk mekanisme resonansi rangakian LC ditunjukan pada Gambar (2.8.c). Gambar 2.8. Skema acoustics metamaterial berupa array tabung (Craster & Guenneau, 2013) Metamaterial dirancang dengan dasar struktur mikro sebagai tawaran baru dalam ilmu material dan teknologi. Metamaterial akustik berasal dari sifat unik resonator yang terkandung dalam setiap sel satuan. Setiap sel satuan memiliki parameter kisi yang mampu menciptakan fenomena resonansi lokal (Fok et al., 2008). Pelemahan gelombang akustik terjadi pada frekuensi tertentu tidak dikarenakan penyerapan pada bahan yang sangat kaku namun karena interferensi berulang dari gelombang bunyi dalam tabung baja berperilaku sebagai penghambur yang sangat efisien untuk gelombang bunyi. Susunan periodik dari
14 tabung menyebabkan interferensi konstruktif atau destruktif tergantung pada frekuensi gelombang. Interferensi destruktif melemahkan amplitudo gelombang yang ditransmisikan, dan struktur phononic dikatakan menunjukkan band gap pada frekuensi tersebut. Sifat phononic kristal hasil dari dua hamburan gelombang akustik atau elastis (yaitu, efek folding band) analog dengan hamburan Bragg sinar-x oleh periodik kristal. Mekanisme pembentukan band gap phononic kristal adalah hamburan Bragg seperti gelombang akustik dengan panjang gelombang sebanding dengan dimensi periode kristal, yaitu konstanta kisi Kristal (Deymier, 2013).