Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA DILI TIMOR LESTE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

KONSEP PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK MELALUI PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DI KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Identifikasi Tipologi berdasarkan Karakteristik Sempadan Sungai di Kecamatan Semampir

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

Faktor-Faktor Penyebab Kekumuhan Di Kelurahan Kapasari Kecamatan Genteng, Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang

Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh Di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat

Karakteristik Pengguna Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Perumahan di Kecamatan Rungkut

Clustering Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota Surabaya

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING. IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

Penerapan Konsep Defensible Space Pada Hunian Vertikal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Pemerintah Kota Bandung dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan sosial

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TAMAN SEBAGAI PELESTARIAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA JAMBI OLEH DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA JAMBI

PENDAHULUAN Latar Belakang

Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Memaksimalkan Pendapatan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus : Kecamatan Waru)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. RTH :Ruang terbuka hijau adalah ruang terbuka di wilayah. air(permen PU No.5 Tahun, 2008).

TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (DP3A) PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN DAN WISATA DI PURWODADI GROBOGAN

KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

Optimalisasi ruang terbuka hijau untuk remaja: studi kasus empat ruang terbuka hijau di DKI Jakarta Anggraini Hendrawan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten yang berada di Propinsi Daerah

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

Konsep Land Sharing Sebagai Alternatif Penataan Permukiman Nelayan di Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

PEREMAJAAN PEMUKIMAN RW 05 KELURAHAN KARET TENGSIN JAKARTA PUSAT MENJADI RUMAH SUSUN

BAB VIII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

Solusi Hunian Bagi Pekerja dan Pelajar di Kawasan Surabaya Barat Berupa Rancangan Desain Rusunawa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perancangan Perpustakaan Umum dengan Pendekatan Arsitektur Hybrid

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Arahan Distribusi Lokasi Pos Pemadam Kebakaran Berdasarkan Kawasan Potensi Risiko Bencana Kebakaran di Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

Transkripsi:

C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: haryo.its@gmail.com Abstrak Ruang Terbuka Hijau merupakan salah satu elemen penting yang harus dimiliki setiap wilayah. Keberadaannya mampu meningkatkan nilai ekologis, ekonomi, sosial, dan estetis. Kecamatan merupakan kecamatan di Jakarta Utara yang memiliki permasalahan terkait kualitas RTH publik. Sehingga dibutuhkan optimalisasi RTH publik yang ada agar dapat meningkatkan nilai ekologis, ekonomi, sosial dan estetis Kecamatan. Dengan metode deskriptif kualitatif, penelitian ini menghasilkan arahan optimalisasi RTH berdasarkan kondisi eksisting, kebutuhan, dan faktor yang mempengaruhi optimalisasi RTH. Hasil analisis menunjukkan bahwa RTH yang terdapat di Kecamatan Kelapa meliputi taman dan jalur hijau, sedangkan RTH yang dibutuhkan ialah RTH dengan fungsi ekologis, sosial, estetis, dan ekonomi. Dari analisis Delphi diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi optimlisasi RTH publik adalah penyelenggaraan program RTH, pengawasan dan pengelolaan pemerintah, koordinasi dan kerjasama pihak swasta, adanya lahan kosong yang berfungsi sebagai RTH, pemanfaatan lahan, jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk, karakteristik penduduk, wawasan masyarakat, kepedulian masyarakat dan tingkat partisipasi masyarakat. Sedangkan arahan optimalisasi dalam penelitian ini meliputi peningkatan kualitas RTH dengan fungsi ekologis, ekonomi, sosial, estetis, dan fungsi campuran. R Kata Kunci Optimalisasi RTH, RTH publik I. PENDAHULUAN uang terbuka hijau merupakan suatu area memanjang atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam [1]. Sedangkan ruang terbuka hijau publik merupakan ruang terbuka hijau yang berlokasi pada lahan publik atau lahan milik pemerintah [2]. Ibukota DKI Jakarta memiliki beberapa permasalahan terkait RTH meliputi penyediaan, penyebaran, serta kualitas RTH publik dan privat di seluruh wilayah [3]. Luasan RTH DKI Jakarta saat ini hanya seluas 6.874,06 ha atau hanya sebesar 9,8% dari luas total DKI Jakarta, yaitu 66.233,00 ha [4]. Target RTH Publik DKI Jakarta sebesar 20% atau seluas 12.891,41 ha didistribusikan ke dalam 5 wilayah DKI yaitu Jakarta Pusat (623,08 ha), Jakarta Barat (1.946,61 ha), Jakarta Selatan (2.947,83 ha), Jakarta Timur (4.340,11 ha), dan Jakarta Utara (3.033,78 ha) [5]. Faktanya, luasan RTH publik saat ini yaitu Jakarta Pusat (589,16 ha), Jakarta Barat (515,71 ha), Jakarta Selatan (621,25 ha), Jakarta Timur (589,16 ha), dan Jakarta Utara (452,81 ha) [6]. Kecamatan merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di wilayah Jakarta Utara dengan luas wilayah 161,21 ha yang terbagi menjadi 3 kelurahan dengan total penduduk sebanyak 156.664 jiwa [7]. Kondisi eksisting RTH di Kecamatan saat ini yaitu sebesar 18,15 ha atau sebesar 11,25% dari total luas wilayah yang dimiliki [8]. Data tersebut menunjukkan bahwa keberadaan RTH di Kecamatan mencakup 0,93 m 2 / jiwa dan sudah memenuhi standar yang ada [9]. Namun, adanya pemanfaatan RTH yang belum optimal dapat menyebabkan adanya kemungkinan perubahan penggunaan lahan dari RTH menjadi kawasan terbangun. Selain itu, terdapat permasalahan terkait RTH di Kecamatan dalam aspek ekologis, sosial, ekonomi dan estetis. Dalam aspek ekologis, diketahui bahwa Kecamatan memiliki 7 titik lokasi yang menjadi wilayah banjir setiap tahunnya dan memiliki 42 titik rawan banjir [10]. Kecamatan juga merupakan salah satu kecamatan yang memiliki beberapa pusat perbelanjaan yang luasnya melebihi RTH yang ada yaitu seluas 996.215 m 2 [11]. Padahal, dalam aspek sosial, Jakarta sebagai kota yang dihuni oleh jutaan warga dengan beragam problematika kota ini seharusnya memiliki RTH yang cukup [12]. Begitu pun dengan Kecamatan, sebagai kecamatan yang dihuni oleh 156.664 jiwa, seharusnya memiliki RTH publik yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk berinteraksi, berekspresi, berekreasi dan melepas kepenatan kota Jakarta. Dalam aspek ekonomi, terdapat beberapa RTH di Kecamatan yang telah ditanami tanaman obat namun belum dimanfaatkan secara optimal dalam bidang ekonomi [13]. Sedangkan dalam aspek estetis, terdapat beberapa RTH publik berupa taman yang kondisinya kurang baik dan belum optimal secara estetis. Salah satunya ialah Taman Interaksi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelapa Timur yang hanya berupa tanah merah dan hanya memiliki sedikit pohon [14]. Hal tersebut menunjukkan masih adanya masalah RTH dalam segi estetis. Dengan terdapatnya beberapa masalah terkait RTH dalam aspek ekologis, sosial, ekonomi dan estetis maka dibutuhkan optimalisasi RTH publik di Kecamatan agar dapat menjadi solusi dari permasalahan RTH yang ada.

C194 II. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan rasionalistik. Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskripsi kualitatif. B. Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : jenis RTH publik, fungsi RTH publik, skala RTH, fisik binaan, fisik alami, luas RTH publik, jenis dan fungsi tanaman, program penyediaan dan pengelolaan RTH, pengawasan dan pengendalian, kerjasama dengan pihak swasta, keterbatasan jumlah lahan, adanya alih fungsi lahan, kejelasan status kepemilikan lahan, jumlah penduduk suatu kawasan, dan tingkat pertumbuhan penduduk. C. Mengidentifikasi Karakteristik RTH Publik di Kecamatan Karakteristik RTH Publik di Kecamatan, diperoleh melalui analisis kualitatif dengan metode analisis deskriptif model Miles and Huberman. Pandangan Miles dan Huberman terhadap penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki data berupa kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data dalam penelitian dapat dikumpulkan melalui observasi, wawancara, intisari dokumen, serta dokumen rekaman. Namun analisis kualitatif tetap menggunakan katakata, yang biasanya disusun dalam teks yang diperluas. Secara umum, aktivitas dalam analisis ini meliputi reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan dan verifikasi data. D. Mengidentifikasi Kebutuhan RTH Publik di Kecamatan Untuk mengidentifikasi kebutuhan RTH Publik Kecamatan berdasarkan preferensi masyarakat, digunakan teknik analisis statistik deskriptif. Menurut Sugiyono (2004) statistik deskriptif ialah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Metode ini dilakukan dengan membentuk design kuisioner yang akan disebarkan kepada masyarakat pengguna RTH di Kecamatan untuk mendapatkan preferensi terkait fungsi RTH yang dibutuhkan. E. Menganalisis Pengaruh Optimalisasi RTH Publik di Kecamatan pengaruh optimalisasi RTH di Kecamatan Kelapa diketahui dengan melakukan analisis kualitatif menggunakan metode Delphi. Metode analisis kualitatif dinilai lebih tepat terkait jenis data yang digunakan dalam mengidentifikasi faktor apa yang sebenarnya berpengaruh dalam upaya optimalisasi RTH di. Selain itu, analisis kualitatif sesuai untuk menggali persepsi, asumsi, penilaian dan prasangka manusia. Metode ini meliputi beberapa tahap yaitu spesifikasi permasalahan dan merumuskan kuisioner I, wawancara Delphi putaran I, analisis hasil putaran I, serta penyusunan kuisioner selanjutnya (iterasi). F. Merumuskan Arahan Optimalisasi RTH Publik di Kecamatan Untuk menentukan arahan optimalisasi RTH yang sesuai untuk dikembangkan di Kecamatan akan dilakukan dengan menggunakan analisis Theoritical Descriptive dengan teknik validasi triangulasi. Teknik triangulasi pada dasarnya menggunakan 3 sumber data yang nantinya akan dijadikan sebagai pertimbangan dalam penentuan arahan optimalisasi RTH publik di Kecamatan yang implementatif. Dalam penelitian ini, sumber informasi yang akan digunakan adalah kebijakan yang berhubungan dengan penelitian, pustaka lain, diluar pustaka yang dijadikan sebagai acuan penelitian, yang berhubungan dengan penelitian. Pustaka dapat berupa teori para ahli atau pun hasil penelitian lain yang menyerupai penelitian ini, dan hasil penelitian. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik RTH Publik Kecamatan Karakteristik RTH di Kecamatan terdiri dari beberapa aspek yaitu jenis dan fungsi RTH, kondisi fisik RTH, skala RTH, serta vegetasi yang terdapat dalam RTH Kecamatan. Jenis RTH Publik yang terdapat di Kecamatan Kelapa yaitu berupa taman kota dengan skala lingkup kota, taman lingkungan yang berada di kawasan permukiman masyarakat dengan skala RW, serta jalur hijau di beberapa jalan yang ada meliputi jalur hijau median jalan dan jalur hijau tepi jalan. Seluruh RTH publik di Kecamatan merupakan RTH dengan fisik binaan yaitu RTH yang memang disediakan secara buatan. Terdapat beberapa fungsi yang dimiliki oleh RTH publik di Kecamatan yaitu fungsi ekologis sebagai peneduh, fungsi sosial sebagai tempat rekreasi dan fungsi estetis sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural

C195 B. Kebutuhan RTH Publik Kecamatan Analisis kebutuhan RTH Publik di Kecamatan Kelapa dilakukan dengan melalui 2 tahap yaitu menghitung luasan RTH publik yang dibutuhkan dan mengidentifikasi kebutuhan RTH publik menurut fungsinya berdasarkan preferensi masyarakat. 1) Kebutuhan RTH ditinjau dari Jumlah Penduduk Menurut Permen PU No. 5 Tahun 2008 Berdasarkan Permen PU No.5 Tahun 2008, kebutuhan penyediaan RTH dapat ditinjau berdasarkan jumlah penduduk suatu kawasan. Taman kecamatan yang disediakan untuk unit lingkungan dengan jumlah penduduk 120.000 jiwa minimal harus mencakup 0,2 m 2 /jiwa. Sehingga berdasarkan standar tersebut, maka untuk Kecamatan dengan jumlah penduduk sebanyak 156.664 jiwa, lahan yang dibutuhkan untuk RTH adalah 31.332 m 2. 2) Kebutuhan RTH Ditinjau dari Fungsi Berdasarkan Preferensi Masyarakat Analisis ini dilakukan melalui hasil kuisioner yang telah diisi oleh 35 masyarakat Kecamatan. Kuisioner diisi oleh masyarakat untuk mengetahui fungsi RTH yang dibutuhkan di wilayah penelitian. Dalam analisis ini, dihasilkan 3 fungsi terpenting dan yang paling dibutuhkan dari masing-masing fungsi RTH (ekologis, sosial, estetis, ekonomi) yang dapat menjadi prioritas dalam optimalisasi RTH publik yang ada. Hasil kuisioner untuk RTH dengan fungsi ekologis ialah RTH atau taman yang berfungsi sebagai resapan air, berfungsi sebagai paru-paru kota, dan berfungsi sebagai peneduh. Kebutuhan RTH dengan Fungsi Ekologis 54% 23% 8% 9% Berfungsi sebagai paru-paru kota Berfungsi sebagai pengatur iklim Berfungsi sebagai penghasil oksigen Berfungsi sebagai peneduh Gambar 1. Kebutuhan RTH dengan Fungsi Ekologis Sedangkan untuk RTH dengan fungsi sosial ialah RTH yang berfungsi sebagai tempat rekreasi, media komunikasi warga, dan menggambarkan ekspresi budaya lokal. Menggambarkan ekspresi budaya lokal Merupakan media komunikasi warga kota 54% 34% Tempat rekreasi Wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam Gambar 2. Kebutuhan RTH dengan Fungsi Sosial Hasil kuisioner untuk RTH dengan fungsi ekonomi ialah RTH dengan sumber produk yang bisa dijual, sedangkan untuk RTH dengan fungsi estetis dibutuhkan RTH yang dapat meningkatkan kenyamanan, berfungsi sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural, serta RTH yang dapat menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. 17% 11% 9% Kebutuhan RTH dengan Fungsi Sosial Kebutuhan RTH dengan Fungsi Estetis 63% Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota Pembentuk faktor keindahan arsitektural Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun Gambar 1. Kebutuhan RTH dengan Fungsi Estetis C. Pengaruh Optimalisasi RTH Publik di Kecamatan Analisis Delphi pada tahap ini dilakukan dengan melalui satu kali iterasi. Hasil Analisis tahap I adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Analisis Delphi Tahap I Variabel Pendapat Responden Kelembagaan Tata Guna Lahan Demografi R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 Penyelenggaraan programprogram S S terkait RTH Upaya pemerintah dalam S S pengawasan dan pengelolaan RTH Koordinasi dan kerjasama dengan S S pihak swasta Jumlah lahan kosong yang S S S TS S TS TS S S difungsikan menjadi RTH Pemanfaatan lahan S S Status kepemilikan lahan S TS S S TS TS S TS TS Jumlah penduduk S S S TS S S S S S Tingkat pertumbuhan penduduk S S

C196 Variabel Pendapat Responden R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 Karakteristik penduduk S S S TS S S S S S Sosial Pengetahuan dan pemahaman S S masyarakat tentang RTH Rasa kepedulian dan kesadaran S S masyarakat dalam menjaga RTH Tingkat partisipasi masyarakat S S Sumber : Hasil Analisis, 2016 Keterangan : S / TS : Setuju / Tidak Setuju R1 : Sudin Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Utara R2 : Kepala Subbidang Prasarana Sarana Kota dan Lingkungan Hidup Bappeko Jakarta Utara R3 : Kepala Bag. Prasarana Sarana Kota dan Lingkungan Hidup BPLHD Jakarta Utara R4 : Staff Bina Penataan Bangunan Cipta Karya R5 : Staff Property Development Summarecon Agung R6 : Kepala Divisi Perencanaan PT. Jakarta Propertindo R7 : Kepala Forum Peduli Lingkungan Masyarakat R8 : Aktivis HiddenPark R9 : Tokoh Masyarakat Berdasarkan hasil Delphi tahap I, diketahui bahwa terdapat 4 aspek yang tidak mencapai konsensus responden, yaitu Jumlah lahan kosong yang difungsikan menjadi RTH, status kepemilikan lahan, jumlah penduduk dan karakteristik penduduk. Sehingga dilakukan delphi tahap II yang berisikan keempat aspek yang sebelumnya tidak mencapai konsensus. Hasil analisis Delphi tahap II adalah sebagai berikut : Tabel 2 Hasil Analisis Delphi Tahap II Aspek Variabel Pendapat Responden Tata Guna Lahan Demografi Jumlah lahan kosong yang difungsikan menjadi RTH Status kepemilikan lahan Jumlah Penduduk Karakteristik Penduduk Sumber : Hasil Analisis, 2016 R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 TS TS TS TS TS TS TS Berdasarkan hasil Delphi tahap II, diketahui bahwa terdapat 1 faktor yang tidak disetujui oleh seluruh responden yaitu status kepemilikan lahan. Hal itu dikarenakan beberapa hal, yaitu kurang relevannya permasalahan sengketa lahan dengan kondisi saat ini serta adanya pendapat responden yang menyatakan bahwa sengketa lahan dapat diselesaikan dengan melalui ketegasan dari pihak pemerintah. D. Arahan Optimalisasi RTH Publik di Kecamatan Kelapa Setelah diketahui kebutuhan RTH berdasarkan preferensi masyarakat serta faktor-faktor yang berpengaruh dalam optimalisasi RTH publik di Kecamatan, hasil tersebut dijadikan input dalam proses perumusan arahan di sasaran 4 ini. Arahan optimalisasi RTH Publik Kecamatan meliputi : 1) Pengoptimalan RTH dengan fungsi kawasan resapan, paru-paru kota dan peneduh. 2) Penyediaan fasilitas sosial dan pengadaan kegiatan sosialbudaya rutin. 3) Penyediaan taman dengan fasilitas olahraga dan fasilitas permainan anak. 4) Mempertahankan komposisi tanaman hias dan memilih jenis tanaman yang aman bagi anak-anak. 5) Penanaman tanaman yang memiliki nilai jual 6) Adanya satuan tugas taman 7) Pengadaan CSR dalam pengelolaan RTH publik dan adanya kerjasama melalui program pengelolaan RTH bersama antara pihak pemerintah dan swasta. Serta pemberian insentif pada pihak swasta yang terlibat aktif dalam pengelolaan RTH. 8) Mewajibkan KDH 20% pada setiap fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dibangun di Kecamatan Kelapa 9) Menjadikan fasos fasum sebagai RTH dan menerapkan konsep RTH secara vertikal. 10) Menetapkan kawasan RTH Publik, melakukan refungsi lahan SPBU yang diperuntukkan sebagai RTH, serta menetapkan status kepemilikan suatu lahan. 11) Pemerataan jumlah dan luasan RTH di 3 Kelurahan yang ada di Kecamatan 12) Sosialisasi terhadap masyarakat terkait pentingnya keberadaan RTH. 13) Mengajak masyarakat ikut serta dalam kegiatan pengelolaan RTH publik dan memberikan apresiasi terhadap masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan pengelolaan RTH publik. 14) Pemberian insentif terhadap peran serta masyarakat serta menjadikan komunitas lingkungan sebagai pelopor gerakan peduli RTH IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) Karakteristik RTH Publik Kecamatan

JURNAL TEKNIK ITS Vol. x, No. x, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C197 a. Terdiri dari 3 jenis RTH publik di yaitu taman kota, taman lingkungan dan jalur hijau b. Memiliki fungsi ekologis (peneduh), fungsi sosial (tempat rekreasi), serta fungsi estetis (pembentuk keindahan arsitektural) c. Skala RTH meliputi skala kota dan skala RW d. RTH publik yang ada merupakan RTH buatan e. Luas RTH publik saat ini (181.516,47 m 2 ) sudah memenuhi standar yang diharuskan (31.332 m 2 ) f. Karakteristik vegetasi didominasi oleh tanaman peneduh dan tanaman hias 2) Kebutuhan RTH berdasarkan preferensi Masyarakat a. Fungsi ekologis sebagai kawasan resapan, paru-paru kota, serta peneduh. b. Fungsi sosial sebagai tempat rekreasi, media komunikasi warga kota, serta menggambarkan ekspresi budaya lokal. c. Fungsi estetis untuk meningkatkan kenyamanan dan memperindah lingkungan, pembentuk arsitektural serta menstimulasi kreativitas dan produktivitas masyarakat. d. Fungsi ekonomi sebagai sumber produk yang bisa dijual 3) Pengaruh Optimalisasi RTH Publik Kecamatan a. Kelembagaan : penyelenggaraan program terkait RTH, pengawasan dan pengelolaan pemerintah, serta koordinasi dan kerjasama pihak swasta. b. Tata Guna Lahan : adanya lahan kosong yang berfungsi sebagai RTH dan pemanfaatan lahan. c. Demografi : jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk, serta karakteristik penduduk. d. Sosial : wawasan masyarakat, kepedulian masyarakat, tingkat partisipasi masyarakat 4) Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa a. Pengoptimalan RTH dengan fungsi kawasan resapan, paru-paru kota dan peneduh. b. Penyediaan fasilitas sosial dan pengadaan kegiatan sosial-budaya rutin. c. Penyediaan taman dengan fasilitas olahraga dan fasilitas permainan anak. d. Mempertahankan komposisi tanaman hias dan memilih jenis tanaman yang aman bagi anak-anak. e. Penanaman tanaman yang memiliki nilai jual f. Adanya satuan tugas taman g. Pengadaan CSR dalam pengelolaan RTH publik dan adanya kerjasama melalui program pengelolaan RTH bersama antara pihak pemerintah dan swasta. Serta pemberian insentif pada pihak swasta yang terlibat aktif dalam pengelolaan RTH. h. Mewajibkan KDH 20% pada setiap fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dibangun di Kecamatan i. Menjadikan fasos fasum sebagai RTH dan menerapkan konsep RTH secara vertikal. j. Menetapkan kawasan RTH Publik, melakukan refungsi lahan SPBU yang diperuntukkan sebagai RTH, serta menetapkan status kepemilikan suatu lahan. k. Pemerataan jumlah dan luasan RTH di 3 Kelurahan yang ada di Kecamatan l. Sosialisasi terhadap masyarakat terkait pentingnya keberadaan RTH. m. Mengajak masyarakat ikut serta dalam kegiatan pengelolaan RTH publik dan memberikan apresiasi terhadap masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan pengelolaan RTH publik. n. Pemberian insentif terhadap peran serta masyarakat serta menjadikan komunitas lingkungan sebagai pelopor gerakan peduli RTH o. Menyelenggarakan program Satu Anak Satu Pohon DAFTAR PUSTAKA [1] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26. Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. (2007). Jakarta: Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional. (Prof. Dr. Sumarmi, 2010) [2] PU, M. (2008). Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Perkotaan. [3] Umum, K. P. (2011). Program Pengembangan Kota Hijau. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum. [4] Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. (2013) [5] Joga, N., & Ismaun, I. (2011). RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Gramedia Pustaka Utama. [6] Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. (2013) [7] Kecamatan Dalam Angka (2015) [8] Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. (2013) [9] PU, M. (2008). Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Perkotaan. [10] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2014) [11] Profil Kecamatan. (2015) [12] Mubarak, H. (2012, 02 29). Merawat Jakarta dengan Hadirnya Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Publik yang Sehat. [13] Rakyat, S. K. (2015, 05 12). Barat Kembangkan Tanaman. [14] Megapolitan (2015). Kondisi Taman Interaksi Memprihatinkan.