Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB IV PENAFSIRAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

c. Peta struktur PMT5 d. Peta struktur PMT6 e. Peta struktur PMT7 f. Peta struktur PMT8

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

II.1.2 Evolusi Tektonik.. 8

Bab IV Analisis Data. IV.1 Data Gaya Berat

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

Gambar III.26 Atribut seismik pada horison Pematang 5 mewakili geometri sedimen mid maximum rift

Bab II Tinjauan Pustaka

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PERKEMBANGAN STRUKTUR PALEOGEN DI SUB-CEKUNGAN AMAN SELATAN, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS EDI SUWANDI UTORO NIM :

BAB III PEMROSESAN DAN INTERPRETASI DATA. III.1. Dasar-dasar Interpretasi Struktur Pada Penampang Seismik

Daerah penelitian adalah area Cekungan Makasar di bagian laut dalam Selat Makassar, diantara Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat.

BAB 5 REKONSTRUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR

IV.5. Interpretasi Paleogeografi Sub-Cekungan Aman Utara Menggunakan Dekomposisi Spektral dan Ekstraksi Atribut Seismik

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa permasalahan yang dihadapi dan menjadi dasar bagi penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

III Sekuen Mid Maximum Rift Sekuen Pematang 5

EVALUASI PALINSPATIK DAN MEKANISME PERANGKAP HIDROKARBON LAPANGAN NORTHEAST BETARA, JAMBI SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER

Mekanisme pembentukan Cekungan Makassar

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xvi BAB I PENDAHULUAN...

Foto IV-10 Gejala Sesar Anjak Cinambo 3 pada lokasi CS 40.

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI

Kerangka Geologi Daerah Penelitian

BAB II TATANAN GEOLOGI

TEKTONOSTRATIGRAFI KELOMPOK PEMATANG SUB CEKUNGAN BARUMUN SUMATERA UTARA TESIS. AGUS SUSIANTO NIM : Program Studi Teknik Geologi

Kerangka Tektonik dan Geologi Regional

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

Metodologi Penelitian

Bab III Tektonostratigrafi Kelompok Pematang Sub Cekungan Barumun

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG DAN POTENSI PLAY RESERVOIR REKAHAN BATUAN DASAR DAERAH RIMAU, SUMATRA SELATAN

mangkubumi, serta adanya perubahan kemiringangn lapisan satuan konglomerat batupasir dimana semakin melandai ke utara.

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

ANALISIS SKEMA PENGENDAPAN FORMASI PEMATANG DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH SEBAGAI BATUAN INDUK

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Pengolahan Data

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV STRUKTUR GEOLOGI

IV.3. Analisis Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan Genetiknya IV.3.1. Tipe sesar ektensional

GEOLOGI STRUKTUR. PENDAHULUAN Gaya/ tegasan Hasil tegasan Peta geologi. By : Asri Oktaviani

TEKTONOSTRATIGRAFI DAN SIKUEN STRATIGRAFI ENDAPAN LISU BLOK DUYUNG, CEKUNGAN NATUNA BARAT ANY A. RACHMAD, DJUHAENI, PRIHADI SUMINTADIREDJA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

Struktur geologi terutama mempelajari struktur-struktur sekunder yang meliputi kekar (joint), sesar (fault) dan lipatan (fold).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTARK ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN

APLIKASI DEKOMPOSISI SPEKTRAL DALAM INTERPRETASI PALEOGEOGRAFI SISTEM LAKUSTRIN- RIFT DI SUB-CEKUNGAN AMAN UTARA, CEKUNGAN SUMATRA TENGAH TESIS

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB III TEORI DASAR

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Oil Sumatera Inc. Secara administratif blok tersebut masuk ke dalam wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Gambar Gambaran struktur pada SFZ berarah barat-timur di utara-baratlaut Kepala Burung. Sesar mendatar tersebut berkembang sebagai sesar

Bab II Tinjauan Pustaka

GEOLOGI DAERAH LAWELE DAN SEKITARNYA, KECAMATAN LASALIMU, KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

BENTANG ALAM STRUKTURAL

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

Bab II Geologi Regional II.1 Geologi Regional Cekungan Sumatera Tengah

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

III. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Area penelitian terletak di area X Malita Graben yang merupakan bagian

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

STRUKTUR GEOLOGI DAN SEDIMENTASI BATUBARA FORMASI BERAU

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

Bab II Kerangka Geologi

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan...

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1 Sekuen Stratigrafi Rift System Lambiase (1990) mengajukan pengelompokan tektonostratigrafi cekungan synrift yang terbentuk dalam satu satu siklus tektonik menjadi rift initiation, syn-rift dan post-rift. Syn-rift dibagi menjadi tiga tahap menjadi early syn-rift, middle syn-rift dan late syn-rift. Lambiase juga mengasosiasikan respon/perkembangan struktur pembentuk cekungan dengan tipe lingkungan pengendapan pada setiap tahap tersebut. Karakter dari sekuen-sekuen pengendapan yang berkembang di dalam tatanan rift sangat dikontrol oleh perubahan topografinya selama evolusi tektonostratigrafi dari cekungan. Model sekuen pengendapan yang berkembang di tatanan cekungan rift kontinen dalam hubungannya dengan fase tektonik yang mengontrolnya adalah sebagai berikut (Gambar II.1): 1. Rift initiation Terjadi subsidence yang cepat, patahan yang aktif dan fault-block topography. Belum ada rift shoulder atau accomodation zone. Sekuen pengendapan yang berkembang adalah endapan fluvial. 2. Syn-rift i. Early syn-rift Terjadi subsidence yang cepat dan patahan yang aktif. Hampir seluruh subsidence terjadi sepanjang border fault sehingga membentuk morfologi half-graben. Meningkatnya kecepatan subsidence membuat kecepatan accommodation zone meningkat dalam cekungan. Topografi lainnya yang terbentuk adalah rift shoulder yang menonjol di daerah border fault maupun flexural margin yang menghalangi drainase dari luar dan sedimen ke dalam cekungan. Akibatnya, kecepatan sedimentasi menjadi rendah secara dramatis dan jauh lebih rendah dari kecepatan subsidence. Dengan kata lain terjadi pembentukan sediment-starved basin yang dalam dan tertutup (Gambar II.2). Sekuen pengendapan yang berkembang adalah endapan lakustrin. 5

ii. Middle syn-rift Terjadi subsidence dan patahan yang menengah dan topografi yang hampir sama pada fase early syn-rift dengan basin floor lebih flat. Sekuen pengendapan yang berkembang adalah endapan fluviodeltaic. iii. Late syn-rift Terjadi subsidence yang lambat dan patahan yang kurang aktif dan topografi rift shoulder yang menonjol serta basin floor yang mendekati flat. Sekuen pengendapan yang berkembang adalah endapan fluvial. 3. Post-rift Terjadi sagging secara regional dan topografi yang rendah, serta sekuen pengendapan yang berkembang adalah endapan fluvial. Gambar II.1: Model sekuen pengendapan yang berkembang di tatanan cekungan rift kontinen dalam hubungannya dengan fase tektonik yang mengontrolnya (Lambiase, 1990) 6

accommodation zone rift shoulder rift shoulder flexural margin Gambar II.2 Diagram blok yang menggambarkan topografi rift basin pada fase early syn-rift (Lambiase, 1990) II.2 Seismik stratigrafi Bidang-bidang permukaan refleksi seismik adalah permukaan-permukaan strata yang mencirikan bidang-bidang perlapisan yang terbentuk pada satu kesamaan waktu. Dari pola-pola terminasi lateral refleksi seismik seperti onlap, downlap, dan truncation akan bisa dikenali batas-batas sekuen pengendapan (Mitchum, et.al., 1977). Di dalam aplikasi konsep tektonostratigrafi untuk menentukan batas-batas sekuen dan fasies-fasies seismik yang berkembang di tatanan cekungan rift dilakukan dengan melihat sifat pola-pola seismik refleksinya (konfigurasi, kontinuitas, amplitudo, frekuensi) pada suatu selang tertentu yang berbeda dengan selang refleksi seismik di sekitarnya (Levy, et.al., 1991) (gambar II.3). 7

Gambar II.3: Bentuk-bentuk terminasi refleksi seismik (Levy, et.al., 1991) 8

II.3 Restorasi dan Balancing Restorasi adalah merupakan suatu proses merekonstruksi suatu proses deformasi struktur. Proses restorasi meliputi: i. Menghilangkan bidang luncur suatu patahan dengan melakukan restorasi terhadap patahan berdasarkan pada kondisi saat terdeformasi; ii. Merekonstruksi kondisi awal suatu lapisan yang mengalami perlipatan. Balancing adalah merupakan suatu proses rekonstruksi sebuah penampang yang melibatkan penampang dalam kondisi terdeformasi dan penampang dalam kondisi awal. Penampang yang berada dalam kondisi terdeformasi dalam proses balancing memiliki kriteria sebagai berikut: i. Patahan-patahan suatu penampang yang dilakukan rekonstruksi ke kondisi awal haruslah tanpa ada gap atau overlap; ii. Interpretasi struktur pada suatu penampang yang mengalami deformasi dan kemudian direstorasi hendaknya memperlihatkan geometri dalam arti geologi yang realistis; iii. Area suatu penampang yang mengalami deformasi dan kemudian dilakukan restorasi harus sama. Model restorasi yang memberikan teknik yang relatif akurat dalam menentukan geometri master-fault adalah Model incline shear dari Dula, 1991. Metode ini tergantung pada nilai extension, heave, throw, dan bentuk lapisan pada hanging wall yang digunakan untuk konstruksi (Gambar II.4). H adalah heave patahan, T adalah throw patahan, E adalah total extension, dan alfa adalah sudut shear. Extension adalah konstan diseluruh hanging wall. Algoritma perhitungan strain untuk daerah tektonik extensional telah dikembangkan oleh Gibss (1983) (Gambar II.5). 9

H E T 1 E E E E 3 2 Bed α 1 2 3 4 Fault Gambar II.4: Konstruksi geometri model incline-shear sesar normal listric dan rollover (Dula, 1991). Algoritme Gibbs (1983) l 0 = panjang awal penampang l 1 = panjang bagian yang terdeformasi d = kedalaman detachment A = area penampang e = strain β factor = 1 + e = l 1 / l 0 (McKenzie, 1978) Gambar II.5: Algoritma perhitungan strain untuk daerah tektonik extensional (Gibss, 1983) 10

II.4 Klasifikasi Half-Graben Mengacu pada klasifikasi Rosendahl (1987), cekungan-cekungan half-graben dapat dikelompokan ke dalam beberapa tipe berdasarkan variasi tata letak dari sesar-sesar normal pembentuk cekungan yaitu overlapping-opposing half-graben, non overlapping opposing half-graben, dan similar polarity half-graben (Gambar II.6). Geometri half-graben yang saling berhadapan akan menciptakan zona akomodasi baik dengan relief rendah maupun relief tinggi (LRAZ dan HRAZ), tergantung pada tingkat overlap-nya. Zona akomodasi strike-slip (SSAC) bisa terjadi bila tidak ada overlap. Kasus A-F dalam Gambar II.6a dan II.6b memperlihatkan unitunit half-graben yang overlap dan saling turun sehingga menciptakan space problem yang cukup besar di daerah yang overlap. 11

(a) (b) Gambar II.6: Klasifikasi cekungan-cekungan half-graben (Rosendahl, 1987) (c) 12