BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh mahasiswa untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hakikat pembelajaran yang sekarang ini banyak diterapkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

BAB I PENDAHULUAN. Seorang guru dituntut untuk memiliki dan menguasai keterampilan dasar

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat telah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan IPA (Sains) merupakan salah satu konsep yang ditawarkan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan dan perkembangan aspek kehidupan perlu direspon dengan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

2015 PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga. persaingan global yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki milenium ketiga, lembaga pendidikan dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah sekolah yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. curriculum) ke kurikulum berbasis kompetensi (competency based. menuntut siswa untuk menerapkan langsung konsep yang di dapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi dan teknologi informasi. Pendidikan merupakan sarana penting untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan sains memiliki potensi dan peranan strategis dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ismi Rakhmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. seberapa jauh seorang siswa atau sekelompok siswa mencapai tujuan. (Kusaeri dan Suprananto, 2012). Dalam Permendiknas Nomor 20 tahun

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi alat-alat tubuh organisme dengan segala keingintahuan. Segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sekolah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu. mengembangkan kemampuan berfikir anak, karena keberhasilan proses

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. mengajar merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

BAB I PENDAHULUAN. Rini Andini, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi, perdagangan bebas, dan otonomi daerah telah mendesak

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia sedang mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eidelweis Dewi Jannati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Abad XXI dikenal sebagai abad globalisasi dan abad teknologi informasi.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kurikulum merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sistem pendidikan nasional merupakan satu kesatuan utuh

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan. berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

I. PENDAHULUAN. Biologi merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Praktikum di perguruan tinggi pada umumnya ditujukan untuk. mendukung perkuliahan yaitu dalam membangun konsep dan atau memvalidasi

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Herman S. Wattimena,2015

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan metode dan kerja ilmiah (Rustaman, dkk., 2003).

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL RECIPROCAL TEACHING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

I. PENDAHULUAN. global dengan memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang terdidik yang

BAB I PENDAHULUAN. hambatan sehingga belum mencapai tujuan yang diinginkan. Hambatan utama

BAB I PENDAHULUAN. Asesmen merupakan bagian yang sangat penting dalam proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kristi Novianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. biologi belum secara maksimal diterapkan, terutama dalam pengembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Dahar (1986) mengungkapkan bahwa hakekat IPA mencakup dua hal, yaitu IPA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riskan Qadar, 2015

I. PENDAHULUAN. diperoleh melalui kegiatan ilmiah yang disebut metode ilmiah (Depdiknas,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogi Musthapa Kamil, 2014

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

PENGEMBANGAN ALAT PENILAIAN BERBASIS KETERAMPILAN GENERIK SAINS PADA PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

PENDAHULUAN. pendidikan dapat tercapai. Proses pembelajaran, sering dipahami sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Elvina Khairiyah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Serli Alpiani Agustin,2013

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat belajar IPA adalah sebagai produk dan sebagai proses, maka

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berpikir kritis sangat penting dimiliki oleh mahasiswa untuk menghadapi berbagai tantangan, mampu memecahkan masalah yang dihadapi, mengambil keputusan yang tepat sehingga dapat menolong dirinya dan orang lain dalam menghadapi tantangan kehidupan di era globalisasi. Dengan kemampuan berpikir kritis, mahasiswa terbiasa dalam memecahkan permasalahan yang nyata dan harus dipecahkan (Hadiryanto, 2009). Selain kemampuan berpikir kritis, mahasiswa juga perlu memiliki sikap ilmiah yang baik. Sikap ilmiah merupakan kesiapan perilaku seorang individu untuk memperlakukan suatu objek atau kesiapan perilaku yang mencerminkan penilaian kognitif, afektif, dan kecenderungan bertindak suatu individu terhadap objek tersebut (Natawidjaja, 1986). Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 23 Tahun 2003 mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Menurut Sagala (2008: 63) pembelajaran memiliki dua karakteristik yaitu proses mental mahasiswa untuk berpikir dan proses dialogis yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir sehingga mahasiswa dapat mengkontruksi pengetahuannya sendiri. 1

2 Pembelajaran biologi tidak hanya dapat dilaksanakan di dalam kelas. Ciri dari belajar biologi adalah adanya kegiatan laboratorium atau praktikum. Kegiatan praktikum dalam pembelajaran biologi tidak hanya mementingkan produk, tetapi juga proses. Dalam melaksanakan kegiatan praktikum dosen dituntut memilih jenis kegiatan yang akan dilakukan dan mengelola fasilitas yang diperlukan untuk berlangsungnya kegiatan praktikum (Rustaman, et al., 2005). Hal ini sejalan dengan pendapat Surtiana (2002) bahwa dalam mengkontruksi pengetahuan yang paling memungkinkan adalah dengan dilakukan praktikum di laboratorium. Praktikum merupakan kegiatan mahasiswa untuk mendapatkan gambaran dalam keadaan yang nyata tentang apa yang diperolehnya dalam teori dan terjadi kontak inderawi saat praktikum. Praktikum menurut Utomo dan Ruijter (Redhana, 2008) merupakan kegiatan istimewa yang berfungsi untuk melatih dan memperoleh umpan balik serta meningkatkan motivasi belajar mahasiswa. Pendapat ini diperkuat oleh Hodson (1996) penggunaan praktikum dalam pembelajaran IPA adalah untuk: (a) memotivasi siswa dan merangsang minat serta hobinya, (b) mengajarkan kemampuan-kemampuan yang harus dilakukan di laboratorium, (c) membantu perolehan dan pengembangan konsep, (d) mengembangkan sebuah konsep IPA dan mengembangkan kemampuan-kemampuan dalam melaksanakan IPA, (e) menanamkan sikap ilmiah, (f) mendorong mengembangkan kemampuan sosial. Menurut Liliasari (2005) praktikum memerlukan pengamatan langsung dan mencari hubungan keterkaitan sebab-akibat dari hasil pengamatan tersebut. Untuk

3 melakukan pengamatan, manusia harus dibantu dengan berbagai peralatan, karena manusia mempunyai keterbatasan-keterbatasan. Praktikum sudah seharusnya mendapatkan asesmen yang menyeluruh, tidak hanya produk yang dihasilkan tetapi proses yang terjadi dalam praktikum harus di nilai. Menurut National Research Council/ NRC (1996) standar asesmen pembelajaran sains harus mengalami pergeseran penekanan dari yang mudah dinilai menjadi yang penting untuk dinilai. Selanjutnya menurut Fuchs (Zainul, 2008) salah satu asesmen yang dapat memperbaiki proses pembelajaran mahasiswa adalah asesmen kinerja karena membantu dosen dalam membuat keputusan-keputusan selama proses pembelajaran. Menurut Stiggins (1994) asesmen kinerja memiliki beberapa alasan untuk digunakan dosen antara lain kemampuan mahasiswa yang tidak dapat dideteksi dengan cara tertulis yaitu keterampilan dan kreatifitas, dan memberi peluang yang lebih luas kepada dosen untuk menganalisis kemampuan mahasiswa secara total, serta dapat melihat kemampuan siswa pada saat proses pembelajaran tanpa menunggu proses akhir. Asesmen sangat diperlukan agar diperoleh gambaran mahasiswa secara keseluruhan. Rustaman (2008) mengatakan bahwa kemampuan menilai sebagai kunci keterlaksanaan penilaian dalam pembelajaran IPA. Orang yang mampu melakukan penilaian (assessment literates) adalah mereka yang memahami prinsip dasar penilaian. Mariana (2008) mengungkapkan bahwa dalam menilai perlu mempertimbangkan perangkat pengukuran dalam menentukan hasil belajar siswa dalam IPA, yang memungkinkan untuk memperoleh informasi pencapaian

4 belajar siswa pada tataran kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skills). Kenyataan dewasa ini sebagian besar waktu pembelajaran didominasi oleh dosen dan mahasiswa menjadi pasif menunggu instruksi dosen tentang apa-apa yang harus dipelajari, apa yang harus dilakukan (Kurniati, 2001). Kenyataan di lapangan pembelajaran biologi masih bersifat hafalan, kering, dan kurang mengembangkan proses berpikir (Rustaman dan Rustaman, 1997). Konsep sulit dan abstrak justru diajarkan hanya dengan ceramah (Kertodirekso, et al., dalam Wulan 2003; Anggraeni, 2001). Praktikum merupakan jantung kegiatan pembelajaran IPA (Subiyanto, 1998). Sayangnya, hasil penelitian Anggraeni (2001) dan Permanasari (2003) mengungkapkan bahwa kegiatan praktikum jarang bahkan tidak pernah dilakukan di sekolah-sekolah sehingga pembelajaran IPA hanya sebagai teori yang abstrak. Guru menganggap praktikum menyita waktu dan tenaga sehingga banyak guru yang enggan melakukannya. Salah satu alasan guru tidak melakukan praktikum pada konsep tertentu berdasarkan hasil penelitian Wulan (2003) adalah karena guru kekurangan waktu dan kurang memiliki kemampuan dalam mengaplikasikan konsep-konsep yang sulit. Kertodirekso, et al., (Wulan, 2003) mengungkapkan bahwa siswa SMU mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep biologi antara lain disebabkan guru kurang mengembangkan kegiatan praktikum. Praktikum selama ini masih berdasarkan buku penuntun praktikum sehingga mahasiswa hanya melakukan percobaan sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam buku praktikum. Kondisi ini menyebabkan mahasiswa kurang memahami

5 prosedur praktikum dengan baik dan kurang dapat mengembangkan kreativitas mahasiswa (Redhana, 2008). Mahasiswa tidak mampu menggali informasi dan merancang percobaan untuk memecahkan suatu masalah. Banyak mahasiswa beranggapan hanya ada satu cara dalam memecahkan suatu masalah, yaitu cara yang terdapat dalam buku penuntun praktikum. Sejalan dengan hal tersebut, mahasiswa hendaknya dibekali kemampuan mengelola praktikum dalam rangka menunjang tanggung jawabnya setelah lulus. Hasil penelitian Wulan (2003) menunjukkan bahwa guru biologi yang baru lulus dan memiliki pengalaman mengajar dan kemampuan mengelola praktikum yang lebih rendah dibandingkan dengan guru yang telah lama mengajar. Kenyataan seperti itu seharusnya tidak terjadi jika pendidikan mahasiswa dibenahi. Hasil studi pendahuluan pada mata kuliah Biologi Dasar mahasiswa Pendidikan Biologi menunjukkan pencapaian kelulusan sebanyak 65%. Rendahnya kelulusan mahasiswa dalam menempuh mata kuliah ini harus menjadi perhatian, diduga kuat ada yang salah dengan proses belajar mengajar biasa. Praktikum yang kurang menyeluruh dan terpisah dengan praktikum diduga menjadi alasan permasalahan ini. Oleh sebab itu perlu adanya metode pembelajaran berbasis praktikum agar calon guru memperoleh bekal dalam bekerja ilmiah, kemampuan memecahkan masalah tentang fenomena biologi sebagai bekal dalam menempuh ilmu biologi lanjutan dan bertugas sebagai guru biologi kelak. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Hamidah bahwa konsep metabolisme dianggap guru-guru di Lampung sebagai konsep abstrak yang sulit

6 untuk dikonkritkan dan kenyataannya sebagian besar guru terpaku pada buku teks. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti menemukan bahwa konsep ini merupakan konsep yang sulit bagi mahasiswa. Hal tersebut didukung oleh Sproull (Meyer dan Land, 2003) bahwa konsep metabolisme merupakan konsep yang sulit bagi mahasiswa dalam mengintegrasikan dan membuat hubungan antara topik konseptual dan dunia di sekitar mereka, konsep ini berkaitan erat dengan topik Fisiologi. Mariana (2008) mengungkapkan bahwa asesmen yang digunakan oleh guru dan dosen tidak menyeluruh. Dosen masih sedikit mengembangkan dan menggunakan kuesioner untuk mengukur sikap mahasiswa dari suatu topik bahasan tertentu. Jika mahasiswa diberi kesempatan melakukan kegiatan praktikum yang meniru ahli IPA dalam menemukan fenomena alam, yang diberikan skor biasanya hanya berupa laporan. Penilaian yang dilakukan dosen tidak menyeluruh sehingga tidak diperoleh gambaran seutuhnya. Evaluasi yang dilakukan juga tidak memperoleh gambaran yang menunjukkan keterampilan IPA mahasiswa. Selama ini dosen mengukur pencapaian mahasiswa dalam IPA hanya menggunakan asesmen berupa tes tertulis. Asesmen yang digunakan umumnya pertanyaan dengan tipe jawaban pendek dan soal esei yang tidak terstruktur. Soalsoal pilihan ganda yang ada hanya berupa ingatan semata, sedangkan esei penilaiannya relatif sangat sulit dan cenderung tidak objektif. Kenyataan seperti ini tidak dapat menunjukkan kondisi belajar mahasiswa yang sebenarnya (Mariana, 2008; Kaesih, 2007; Mulyana, 2005).

7 Dampak dari penggunaan asesmen yang hanya mengutamakan aspek kognitif saja dikemukakan oleh Fajar (Mulyana, 2005) bahwa mahasiswa dipaksa untuk melahap informasi yang disampaikan tanpa diberi peluang untuk melaksanakan refleksi secara kritis. Dalam hal ini mahasiswa hanya dituntut untuk belajar dengan cara menghapal semua informasi yang telah disampaikan oleh dosen. Asesmen kinerja sudah seharusnya selalu digunakan dalam penilaian IPA. Hasil penelitian Iskandar (2000) mengungkapkan penerapan asesmen kinerja juga masih jarang digunakan oleh dosen. Hal ini dikarenakan dosen kurang memahami prosedur penilaiannya dan kurang berpengalaman dalam menyusun dan merumuskan kriteria-kriteria untuk dijadikan pedoman penilaian. Oleh karena itu, ada kesenjangan antara pembelajaran biologi yang idealnya mahasiswa memerlukan pengalaman langsung tetapi kenyataan yang ada praktikum diberikan masih terpisah dengan perkuliahan. Dengan pembelajaran berbasis praktikum diharapkan mahasiswa menjadi terampil bekerja di laboratorium dan kemampuan berpikir kritisnya menjadi berkembang. Penilaian kinerja diharapkan akan berdampak pada keaktifan mahasiswa karena kegiatan praktikumnya langsung diases, kemudian pembelajaran berbasis praktikum dapat memacu mahasiswa mengembangkan sikap ilmiahnya sehingga berdampak pada peningkatan sikap ilmiah mahasiswa. Dengan bekal pembelajaran berbasis praktikum diharapkan calon guru memiliki bekal yang cukup untuk mengelola pembelajaran konsep metabolisme.

8 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Bagaimanakah pembelajaran berbasis praktikum dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah mahasiswa pada konsep metabolisme? Rumusan masalah diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian yaitut: a) Bagaimanakah pembelajaran berbasis praktikum dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa? b) Bagaimanakah pembelajaran berbasis praktikum dapat meningkatkan sikap ilmiah mahasiswa? c) Kendala-kendala apa yang dihadapi dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran berbasis praktikum untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah mahasiswa? d) Bagaimanakah tanggapan mahasiswa dalam pembelajaran berbasis praktikum? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini untuk memberikan alternatif suatu model pembelajaran beserta asesmennya yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah mahasiswa.

9 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini untuk: a. Menganalisis kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah mahasiswa pada pembelajaran berbasis praktikum konsep metabolisme b. Menganalisis tanggapan mahasiswa dan kendala- kendala yang dihadapi dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran berbasis praktikum D. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah: pembelajaran berbasis praktikum dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan sikap ilmiah mahasiswa pada konsep metabolisme. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi dosen, guru dan mahasiswa tentang pembelajaran berbasis praktikum pada konsep metabolisme. Diharapkan dosen dan guru dapat menggunakan pembelajaran berbasis praktikum dan asesmennya dalam pembelajaran biologi terutama konsep metabolisme mengingat konsep ini merupakan konsep yang sulit bagi peserta didik. Mahasiswa dapat membiasakan diri dalam melakukan penyelidikan ilmiah dalam rangka meningkatkan kemampuan dasar bekerja ilmiah dan memberikan dasar penguasaan yang benar dan bermakna pada kegiatan pembelajaran Biologi Dasar khususnya konsep metabolisme.