Uji Performansi Pengering Semprot Tipe Buchi B-290 Pada Proses Pembuatan Tepung Santan

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN SEMPROT (SPRAY DRYER) TERHADAP KADAR AIR SANTAN KELAPA BUBUK (COCONUT MILK POWDER)

Kajian Pembuatan Bumbu Dari Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Jeruk Purut (Cytrus hystrix) Menggunakan Pengering Tipe Rak

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

BAB I PENDAHULUAN. Daun stevia merupakan daun yang berasal dari tanaman stevia (Stevia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PENAMBAHAN MALTODEKSTRIN PADA PEMBUATAN SANTAN KELAPA BUBUK

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

PENGARUH KONSENTRASI MALTODEKSTRIN TERHADAP RENDEMEN PADA PEMBUATAN SANTAN KELAPA BUBUK (COCONUT MILK POWDER)

KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR PENGERINGAN SEMPROT (SPRAY DRYER) TERHADAP WAKTU PENGERINGAN DAN RENDEMEN BUBUK SANTAN KELAPA (COCONUT MILK POWDER)

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

PENGARUH KONSENTRASI BUSA

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN

Prinsip proses pengawetan dengan penurunan kadar air pada bahan pangan hasil ternak. Firman Jaya

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

1. BAB I PENDAHULUAN. karena kandungan gizi yang ada didalamnya. Susu merupakan sumber protein,

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Hasil analisis sifat fisik susu kambing segar. 9,70±0,10 8,37 10,45 3) Minimal 8,0

PENGARUH KONSENTRASI KALSIUM KARBONAT TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BERAS MERAH-KEDELAI PROPOSAL SKRIPSI

SIFAT KIMIA DAN TINGKAT KESUKAAN PERMEN KERAS (Hard Candy) SARI BUAH PALA (Myristica fragrans houtt famili myristicaseae)

BAB I PENDAHULUAN. Industri makanan dan minuman sering menggunakan pemanis sebagai

Pengaruh Suhu Pengeringan Dan Konsentrasi Natrium Metabisulfit (Na 2 S 2 O 5 ) Terhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Durian (Durio zibethinus)

BAB I PENDAHULUAN. banyak disukai oleh segala kalangan dari anak-anak, remaja maupun orang

SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK FLAKE

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

METODE. Waktu dan Tempat

BAB I PENDAHULUAN. industri. Pemanis yang umumnya digunakan dalam industri di Indonesia yaitu

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL UJI UNJUK KERJA

HASIL DAN PEMBAHASAN

TIM DOSEN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. baik di pasar domestik maupun internasional. Selain itu, juga didukung dengan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah menjadi penyebab

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Hampir 60% produksi kakao berasal dari pulau Sulawesi yakni

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGARUH KONSENTRASI STABILIZED CALCIUM CARBONATE 140 TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BERAS MERAH-KEDELAI SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

PEMBUATAN MINYAK KELAPA SECARA ENZIMATIS MENGGUNAKAN RIMPANG JAHE SEBAGAI KATALISATOR

SUSU EVAPORASI, SUSU KENTAL, SUSU BUBUK

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

PEMBUATAN BUBUK CABE MERAH MENGGUNAKAN VARIASI JENIS CABE DAN METODE PENGERINGAN

SUSU KEDELAI 1. PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN. ENDRIKA WIDYASTUTI, S.Pt, M.Sc, MP

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PEMANFAATAN KACANG HIJAU (PHASEOLUS RADIATUS L ) MENJADI SUSU KENTAL MANIS KACANG HIJAU

SUBSTITUSI TEPUNG KACANG HIJAU (Phaseolus radiathus L) DALAM PEMBUATAN BISKUIT KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium (L) schott)

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak masyarakat Indonesia mengkonsumsi buah-buahan bertujuan untuk

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

SUBSTITUSI TERIGU DENGAN TEPUNG LABU KUNING TERHADAP SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK MUFFIN

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

OLEH : GLADYS AMANDA WIJAYA

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

Pengawetan pangan dengan pengeringan

seperti Niasin (vitamin B3), vitamin A, C, E, anthraquinon, serat, magnesium,

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Oleh : Marinda Sari 1, Warji 2, Dwi Dian Novita 3, Tamrin 4

SUSU SAGA (Adenanthera pavonina) INSTAN BERPROTEIN BERDASARKAN SUHU PENGOVENAN

BAB I PENDAHULUAN. pada umunya merupakan hasil proses pengeringan menggunakan spray dryer.

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengeringan Untuk Pengawetan

OPTIMATION OF THE INCUBATION TIME FOR ENZYMATIC PRODUCTION OF COCONUT OIL USING THE FRUIT S LATEX OF Carica papaya L

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana teknologi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

I. PENDAHULUAN. Di industri pangan, penerapan teknologi nanoenkapsulasi akan memberikan

Tujuan pengeringan yang tepat untuk produk: 1. Susu 2. Santan 3. Kerupuk 4. Beras 5. Tapioka 6. Manisan buah 7. Keripik kentang 8.

EVAPORASI 9/26/2012. Suatu penghantaran panas pada cairan mendidih yang banyak terjadi dalam industri pengolahan adalah evaporasi.

Lampiran 1. Desk Analysis Bahan Baku Serbuk Bayam Merah. Desk Analysis. Air (gr) 66,37 17,2 4,05 87,62. Energi (Kkal) 30,9 9,8 2,95 43,65

TELUR ASIN PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Transkripsi:

Uji Performansi Pengering Semprot Tipe Buchi B-290 Pada Proses Pembuatan Tepung Santan Performance Test of Spray Dryer Type Buchi B-290 in The Making of Coconut s Milk Flour Larose Kumalla M*, Sumardi H.S, M. Bagus Hermanto Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email: rosekumalla@yahoo.co.id ABSTRAK Selama 34 tahun, lahan perkebunan kelapa telah meningkat dari 1,66 juta hektar pada tahun 1969 dan menjadi 3,89 juta hektar pada tahun 2005. Pengolahan kelapa ke dalam santan yang sebagian besar dilakukan secara sederhana dalam skala rumah tangga. Santan segar mudah rusak. Dalam rangka untuk memperpanjang waktu penyimpanan dan untuk membuatnya lebih praktis sehingga diperlukan pengolahan susu kelapa yang tepat, salah satu penngolahan yang dapat digunakan adalah dengan metode pengeringan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh suhu awal (inlet) dari pengering dan konsentrasi malt dextrin terhadap sifat fisik dan juga kimia terhadap kebutuhan energi pengeringan dan untuk mengetahui berapa banyak pengeringan energi yang diperlukan dalam pembuatan tepung santan dengan menggunakan spray dryer jenis Buchi B-290. Formulasi konsentrasi malt dextrin (M) yang digunakan terdiri dari tiga tingkat (4, 6, 8%) dan variasi temperatur pengeringan (T) juga terdiri dari tiga tingkat yang berbeda (130, 140, 150 C). Kemudian dianalisis meliputi organoleptik (rasa, derajat keputihan dan kapasitas dispersi), proksimat dan kebutuhan energi pengeringan. Kata Kunci: Santan kelapa, pengering semprot, tepung santan ABSTRACT For 34 years, coconut plantation area has improved from 1,66 million hectare in 1969 and become 3,89 million hectare in 2005. Coconut s processing into coconut s milk mostly done in a simple manner at household scale. Fresh coconut milk is easily damage. In order to lengthen its storage time and to make it more practical it is will be necessary to use the appropriate coconut s milk processing, one treatment that can be use is by drying method. Objective of this study is to analyze the effect of initial temperature (inlet) of dryer and malt dextrin concentration toward physical and chemical nature also toward the drying energy requirement and to found out how much drying energy required in making coconut milk s flour by using spray dryer Buchi B-290 type. Formulation is used malt dextrin concentration (M) that consist of three level (4, 6, 8%) and drying temperature variation (T) also consist of three different level (130, 140, 150 C). Then be analyzed include the organoleptic (flavor, whiteness degree and dispersion capacity), proximate and drying energy requirement. Keywords: Coconut s milk, spray dryer, coconut s milk flour PENDAHULUAN Santan merupakan emulsi minyak dalam air alami berwarna putih susu yang diekstrak dari daging buah kelapa tua baik dengan atau tanpa penambahan air. Bila santan didiamkan, secara perlahan akan terjadi pemisahan. Bagian yang kaya dengan minyak disebut sebagai krim, dan bagian yang miskin dengan minyak disebut dengan skim. Krim lebih ringan dibanding skim (Tarwiyah, 2001). Daging buah kelapa mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi, dimana komposisi zat gizi daging buah kelapa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi zat gizi daging buah kelapa per 100 gram zat gizi 44

Zat Gizi Muda Buah Setengah Tua Tua Kalori (K) 68 180 359 Protein (g) 1 4 3,4 Lemak (g) 0,9 13 34,7 Karbohidrat (g) 14 10 14 Kalsium (mg) 17 8 21 Fosfor (mg) 30 35,0 21 Besi (mg) 1 1,3 2 Vitamin A (SI) 0 10,0 0 Vitamin B1 (mg) 0 0,5 0,1 Vitamin C (mg) 4 4 2 Air (g) 83,3 70 46,9 Bagian dapat dimakan 53 53 53 Sumber: Esti (2001) Pada dasarnya, santan mempunyai sifat fisikokimia yang mirip susu sapi, sehingga dapat ditangani seperti pengolahan susu. Salah satunya yaitu dengan cara pengeringan. Pengeringan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan spray dryer dimana produk yang dihasilkan dalam bentuk bubuk. Konstruksi alat pengering semprot secara umum terdiri dari (Estiasih dan Ahmadi, 2009): 1. Pemanas untuk menghasilkan udara panas. 2. Atomizer (nozzle) untuk menghasilkan partikel cairan dengan ukuran tertentu. 3. Chamber (wadah) pengering terjadi kontak cairan dengan udara pengering. 4. Wadah produk untuk menampung produk. Menurut Firmansyah (2011), proses pengaringan pada spray dryer yaitu: atomisasi cairan bahan menjadi partikel yang lebih kecil (droplet), pencampuran udara panas dengan droplet, proses pengeringan, pemisahan udara pengering dengan produk dan pengumpulan bubuk dalam wadah produk. Alat dan Bahan METODE PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah perbandingan kelapa dan air 1:2. Maltodekstrin sebagai bahan pengental dengan konsentrasi 4, 6 dan 8% serta natrium kaseinat sebagai pengemulsi lemak dengan konsentrasi 3% (Badan Standardisasi Nasional, 1995). Santan yang diperoleh dicampur dengan bahan pengisi sesuai dengan formulasi yang telah ditentukan, dilakukan homogenisasi agar semua bahan dapat tercampur rata. Tahap selanjutnya adalah pengeringan bahan dalam alat pengering semprot Tipe Buchi B-290 (Gambar 1). pada variasi suhu inlet 130, 140 dan 150 C pada tekanan 5-8 bar. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap yang disusun secara faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama yaitu konsentrasi maltodekstrin yang terdiri dari tiga level (4, 6, 8%) dan faktor kedua yaitu variasi suhu inlet yang terdiri dari tiga level (130, 140, 150 C). 45

Gambar 1. Mini spray dryer B-290 (Buchi, 2011) HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keputihan Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan alat Color Reader CR-10 dimana diperoleh data hasil pengujian yaitu L, a dan b. Dari ketiga komponen tersebut dapat diketahui besarnya derajat keputihan tepung santan dengan menggunakan persamaan (Husain dkk, 2006): dengan W= derajat keputihan L= kecerahan a= warna merah jika bertanda + dan hijau jika bertanda b= warna kuning jika bertanda + dan biru jika bertanda Gambar 2. Grafik derajat keputihan terhadap konsentrasi maltodekstrin Dari Gambar 2 menunjukkan derajat keputihan tertinggi diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 8% dan pada suhu pengeringan 150 C dengan nilai derajat keputihan 74,46%, sedangkan derajat keputihan terendah pada konsentrasi maltodekstrin 4% dan suhu pengeringan 130 C dengan nilai derajat keputihan 53,28%. Dari grafik tersebut terlihat semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan maka nilai derajat keputihan yang diperoleh akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan maltodekstrin yang ditambahkan memberikan warna putih pada tepung karena maltosekstrin yang digunakan merupakan jenis maltodekstrin putih. Pengaruh suhu tampak bahwa dengan semakin tinggi 46

suhu maka bahan akan lebih cepat mengering, dengan proses pengeringan yang berjalan lebih cepat maka adanya kontak bahan dengan alat pengering lebih sedikit sehingga warna produk menjadi lebih putih. Aroma Pengujian aroma larutan tepung santan dilakukan dengan menggunakan uji likert scale yang terdiri dari 5 nilai dengan 5 pernyataan yaitu: 1 = sangat tidak mirip 2 = tidak mirip 3 = agak mirip 4 = mirip 5 = sangat mirip Pengujian dilakukan dengan menyodorkan secara acak 9 macam sampel yang masing-masing telah diberi kode yang berbeda-beda kepada 20 responden. Sampel yang digunakan dalam bentuk cair yaitu dengan melarutkan tepung santan dalam air yang dibandingkan dengan santan murni. Gambar 3. Grafik aroma terhadap konsentrasi maltodekstrin Dari Gambar 3, diperoleh bahwa semakin meningkatnya konsentrasi maltodekstrin, maka aroma larutan tepung santan yang dihasilkan semakin tidak mirip dengan aroma santan murni. Hal ini dikarenakan semakin banyak konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan maka aroma yang lebih mendominasi adalah aroma maltodekstrin itu sendiri yang cenderung manis. Penelitian ini diperkuat dengan pernyataan Srihari dkk (2010) bahwa aroma tepung santan yang paling mirip dengan santan murni adalah pada konsentrasi maltodekstrin 4% atau dengan konsentrasi maltodekstrin yang paling sedikit. Sedangkan faktor suhu tidak mempengaruhi aroma tepung santan yang dihasilkan. Daya Dispersi Penambahan konsentrasi maltodekstrin akan mempercepat daya dispersi tepung santan. Hal ini disebabkan maltodekstrin yang ditambahkan bersifat mengalami dispersi cepat dan memiliki sifat daya larut yang tinggi. Penambahan maltodekstrin juga dapat menurunkan kelarutan tepung, apabila maltodekstrin yang ditambahkan tidak larut secara sempurna. Pada proses pengeringan bahan, maltodekstrin yang tidak larut akan langsung dikeringkan dan bercampur dengan produk akhir pengeringan dan akan meningkatkan total padatan waktu penyaringan pada pengukuran kelarutan tepung (Lahmudin, 2006). 47

Gambar 4. Grafik daya dispersi terhadap konsentrasi maltodekstrin Dari gambar di atas menunjukkan daya dispersi tercepat diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 8% dan pada suhu pengeringan 130 C dengan rerata daya dispersi 2,22 menit, sedangkan daya dispersi terlama diperoleh pada konsentrasi maltodekstrin 4% dan suhu pengeringan 150 C dengan rerata daya dispersi 4,47 menit. Terlihat bahwa pengaruh suhu tampak bahwa dengan semakin tinggi suhu maka bahan akan lebih kering sehingga proses penyerapan (kelarutan) dalam air akan semakin lambat. Jika suhu pengeringan rendah maka bahan tidak begitu kering yang artinya kandungan air dalam bahan lebih banyak sehingga bahan akan lebih cepat larut dalam air. Proksimat Tabel berikut merupakan perbandingan kandungan gizi pada tepung santan hasil penelitian, santan bubuk yang ada di pasaran (Cocomaxi) dan susu bubuk rendah lemak sebagai Standar Nasional Indonesia yang digunakan sebagai pembanding. Tabel 2. Perbandingan kandungan gizi tepung santan Parameter Susu Bubuk Rendah Lemak Santan Bubuk Cocomaxi Tepung Santan hasil penelitian Protein (%) 26 2 8,24 Lemak (%) 1,5-26 21 38,21 Karbohidrat (%) - 3 46,83 Abu (%) 9-2,66 Dari Tabel 2 di atas tampak bahwa kandungan gizi yang diperoleh dari hasil penelitian relatif lebih besar jika dibandingkan dengan santan bubuk Cocomaxi, hal ini menunjukkan bahwa tepung santan yang dihasilkan pada penelitian ini mempunyai kualitas yang lebih baik (dilihat dari segi kandungan gizi) dari santan bubuk Cocomaxi yang ada di pasaran. Jika dibandingkan dengan susu bubuk rendah lemak kadar protein yang diperoleh lebih kecil, disebabkan karena kandungan protein pada susu murni lebih besar jika dibandingkan dengan kadar protein santan. Sedangkan untuk kadar lemak yang diperoleh dalam penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan susu bubuk, disebabkan kadar lemak pada santan murni lebih besar dari susu murni. Kadar Air Peningkatan suhu pengeringan akan menurunkan kadar air produk. Hal ini disebabkan suhu pengeringan berperan dalam penguapan air yang terkandung dalam bahan. Sehingga jika suhu pengeringan semakin besar maka air yang dapat diuapkan akan semakin banyak dan kandungan air dalam produk semakin kecil. 48

Gambar 5. Grafik kadar air tepung santan terhadap konsentrasi maltodekstrin Dari Gambar 5 menunjukkan kadar air terbesar diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 4% dan pada suhu pengeringan 130 C dengan rerata kadar air 6,6 %, sedangkan kadar air terkecil tepung santan diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 8% dan suhu pengeringan 150 C dengan rerata kadar air 3,6 %. Terlihat bahwa maltodekstrin tidak mempengaruhi besarnya kadar air produk, yang seharusnya dengan peningkatan penambahan konsentrasi maltodekstrin maka kadar air semakin kecil. Hal ini tidak sesuai pernyataan Lahmudin (2006) bahwa kadar air yang rendah disebabkan oleh pengeringan dengan suhu yang relatif tinggi, sehingga proses evaporasi berlangsung lebih cepat. Kecepatan evaporasi dipengaruhi oleh komposisi bahan, terutama kandungan total padatan. Semakin tinggi total padatan bahan, maka proses evaporasi akan berlangsung cepat. Rendemen Nilai rendemen pada proses pengeringan ini tergantung pada banyaknya produk yang dihasilkan. Pada proses pengeringan, air bebas yang ada dipermukaan bahan dapat dengan mudah diuapkan sehingga rendemen yang diperoleh cukup kecil. Gambar 6. Grafik rendemen terhadap konsentrasi maltodekstrin Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan dan semakin besar suhu pengeringan yang digunakan maka rendemen yang diperoleh akan semakin besar. Hal ini disebabkan semakin tingginya konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan maka santan yang terikat oleh maltodekstrin akan lebih banyak karena maltodekstrin bersifat memiliki daya ikat yang besar terhadap air. Pengaruh suhu tampak bahwa dengan semakin tinggi suhu maka bahan akan lebih kering dan tidak banyak menempel pada dinding ruang pengering. Jika dilihat dari besarnya kadar air yang diperoleh dari produk hasil pengeringan dengan rerata kadar air produk sebesar 4,67%, rendemen yang seharusnya diperoleh adalah 11,7%. Sedangkan jika dibandingkan dengan penelitian Man and Vuong Van Minh (2009), rendemen yang dihasilkan adalah 26% namun masih banyak produk yang menempel pada dinding pengering, di mana suhu 150 C merupakan suhu yang optimal untuk rendemen yang cukup tinggi dengan produk yang tertinggal dalam dinding pengering yang rendah. Sama halnya dengan penelitian Man and Vuong Van 49

Minh (2009), pada penelitian Chegini and B. Ghobadian (2007) memperoleh rendemen berkisar antara 18-35% produk kering dan rendemen yang masih tertinggal dalam dinding pengering berkisar antara 65-82%. Hal ini disebabkan dengan peningkatan suhu pengeringan dapat menjadikan produk mencair kembali sehingga terjadi kohesi dengan dinding pengering (menempel pada dinding pengering). Debit Aliran Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh salah satunya yaitu suhu pengeringan yang digunakan. Bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan berjalan lebih cepat jika dibandingkan dengan penggunaan suhu yang lebih rendah. Gambar 7. Grafik debit aliran terhadap konsentrasi maltodekstrin Pada Gambar 7 menunjukkan debit aliran terbesar diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 8% dan pada suhu pengeringan 150 C dengan rerata 2,25 ml/menit, sedangkan debit aliran terendah diperoleh pada konsentrasi maltodekstrin 4% dan suhu pengeringan 130 C dan pada konsentrasi maltodekstrin 6% dan suhu pengeringan 130 C dengan rerata 1,83 ml/menit. Terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan dan semakin besar suhu pengeringan yang digunakan maka debit aliran yang diperoleh akan semakin besar. Hal ini disebabkan semakin tingginya konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan maka proses pengeringan akan semakin cepat karena maltodekstrin berfungsi sebagai pengikat santan yang dapat membantu pengeringan santan. Pengaruh suhu tampak bahwa dengan semakin tinggi suhu maka bahan akan lebih cepat kering. Laju Pengeringan Faktor yang mempengaruhi laju pengeringan salah satunya adalah suhu pengeringan. Udara pengeringan bersuhu tinggi lebih cepat mengambil uap dari bahan sehingga proses pengeringan lebih cepat. Gambar 8. Grafik laju pengeringan terhadap konsentrasi maltodekstrin Dari Gambar 8 menunjukkan laju pengeringan rata-rata terbesar diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 8% dan pada suhu pengeringan 150 C dengan rerata laju pengeringan 0,33 ml/menit, sedangkan laju pengeringan terkecil yang diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 50

6% dan suhu pengeringan 130 C dengan rerata laju pengeringan 0,281 ml/menit. Terlihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan akan meningkatkan laju pengeringan. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan yang tinggi dapat mempercepat pengeringan. Jika dilihat dari perameter debit aliran, terlihat bahwa dengan semakin menigkatnya debit aliran maka laju penguapan juga akan semakin meningkat. Laju Penguapan Penguapan merupakan pengambilan sebagian uap air yang bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi padatan dari suatu bahan makanan cair. Salah satu tujuan lain dari operasi ini adalah untuk mengurangi volume dari suatu produk sampai batas-batas tertentu tanpa menyebabkan kehilangan zat-zat yang mengandung gizi. Gambar 9. Grafik laju penguapan terhadap konsentrasi maltodekstrin Dari Gambar 9 menunjukkan laju penguapan rata-rata terbesar diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 4% dan pada suhu pengeringan 150 C dengan rerata laju penguapan 0,687 g/menit, sedangkan laju penguapan terendah tepung santan diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 8% dan suhu pengeringan 130 C dengan rerata laju penguapan 0,488 g/menit. Terlihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan akan meningkatkan laju penguapan rata-rata. Hal ini dikerenakan bahwa semakin besar suhu pengeringan, maka proses penguapan air dalam bahan akan semakin cepat. Hasil pada penelitian ini diperkuat dengan pernyataan Estiasih dkk (2009) bahwa perbedaan suhu antara medium pemanasan dengan bahan semakin cepat pindah panas ke bahan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan. Massa Air Teruapkan Makin tinggi suhu udara pengering, makin besar energi panas yang dibawa udara sehingga makin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Gambar 10. Grafik massa air teruapkan terhadap konsentrasi maltodekstrin Dari Gambar 10 menunjukkan massa air teruapkan terbesar diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 4% dan pada suhu pengeringan 150 C dengan rerata massa air teruapkan 181,700 gram, sedangkan massa air teruapkan terendah diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 8% dan suhu pengeringan 130 C dengan rerata massa air teruapkan 130,001 gram. Terlihat 51

bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka massa air teruapkan yang diperoleh akan semakin besar. Hal ini disebabkan suhu pengeringan yang digunakan untuk menguapkan air yang terkandung dalam bahan sangat tinggi. Energi Panas Spesifik Besarnya energi panas pengeringan dipengaruhi oleh besarnya massa bahan yang akan dikeringkan dan juga besarnya suhu pengeringan yang digunakan. Gambar 11. Grafik energi spesifik pengeringan terhadap konsentrasi maltodekstrin Pada Gambar 11 menunjukkan energi terbesar diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 4% dan pada suhu pengeringan 130 C dengan rerata energi 11523,938 kj/kg, sedangkan energi terendah tepung santan diperoleh perlakuan pada konsentrasi maltodekstrin 4% dan suhu pengeringan 150 C dengan rerata energi 9720,049 kj/kg. Terlihat bahwa dengan peningkatan maltodekstrin diikuti dengan peningkatan energi. Besarnya energi spesifik yang diperoleh disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu banyaknya bahan yang akan dikeringkan. Semakin banyak bahan yang dikeringkan maka energi spesifik yang dibutuhkan akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan energi spesifik merupakan energi panas yang diperlukan untuk mengeringkan bahan setiap satu satuan massa bahan. Di bawah ini merupakan perbandingan hasil penelitian dengan energi dari hasil perhitungan daya mesin. Tabel 3. Perbandingan energi spesifik penelitian dengan kapasitas mesin suhu pengeringan Suhu Pengeringan Kapasitas Mesin (kj/kg) Hasil Penelitian (kj/kg) 130 C 11750,657 11125,600 140 C 12654,543 10451,036 150 C 13558,439 10181,950 Terlihat bahwa energi spesifik yang diperoleh dari hasil penelitian lebih kecil jika dibandingkan dengan energi spesifik dari daya mesin dengan daya 2900 Watt dan suhu maksimum pengeringan 220 C. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini tidak dihitung besarnya energi yang digunakan untuk persiapan alat seperti menyalakan alat, memanaskan heater dan juga energi yang digunakan untuk kompresor, sedangkan energi spesifik dari daya mesin merupakan energi keseluruhan alat mulai dari persiapan sampai menghasilkan produk jadi. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah penambahan konsentrasi maltodekstrin dan peningkatan suhu pengeringan mempengaruhi karakteristik fisik, kimia maupun besarnya energi yang dibutuhkan selama proses pengeringan santan dengan menggunakan pengering semprot tipe Buchi B-290. Perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan konsentrasi maltodekstrin 4% dan suhu pengeringan 1500C, dengan nilai rerata derajat keputihan 56,91%, daya dispersi 2,437 menit, kadar air 2,437%, kadar lemak 38,44%, kadar protein 9,07%, kadar karbohidrat 45,77%, kadar Abu 2,74%, rendemen 4,137% dan kebutuhan energi spesifik pengeringan 9720,049 kj/kg. 52

DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. 1995. Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-0222-1995. 138 halaman: Jakarta. Buchi. 2011. Mini Spray Dryer B-290. http://www.iaes.zju.edu.cn/device/upload_files/intruduction/3-7- 4Mini_Spray_Dryer_B- 290_en_0705.pdf. Diakses Tanggal 30 Juli 2011. Chegini and B. Ghobadian. 2007. Spray Dryer Parameters for Fruit Juice Drying. World Journal of Agricultural Sciences 3 (2): 230-236, 2007. Department of Agricultural Technical Engineering. University of Tehran, Iran. Esti, Sawedi. 2001. Tanaman Perkebunan. Jurnal Pengolahan Pangan Dewan Ilmu Pengetahuan. Teknologi dan Industri Sumatera Barat. Estiasih, Teti dan Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara: Malang. Firmansyah. 2011. Studi Operasi Pengeringan pada Proses Pembuatan Kopi Instan dengan Menggunakan Pengering Tipe Semprot. Skripsi Jurusan keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Husain, Hernawaty. Tien R Muchtadi. Sugiyono dan Bambang Haryanto. 2006. Pengeringan Santan Menggunakan Pengering Drum dan Pengering Semprot. Tesis Program Studi Ilmu Pangan Pascasarjana IPB Vol. 29 No. 3, Juli 2006: 249-260 Hal: Bogor. Lahmudin, Agus. 2006. Proses Pembuatan Tepung Putih Telur dengan Pengering Semprot. Laporan Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Man, Le Van Viet and Vuong Van Minh. 2009. Optimization of Technological Parameters in The Spray Drying of Coconut Milk Powder with High Fat Content. Journal Science & Technology Development. University of Technology, VNU-HCM. Srihari, Endang. Farid Sri Lingganingrum. Rossa Hervita. Hellen Wijaya. 2010. Pengaruh Penambahan Maltodekstrin pada Pembuatan Santan Kelapa Bubuk. Jurnal Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Surabaya. Tarwiyah, Kemal. 2001. Tepung Aren. Jurnal Pengolahan Pangan Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat. 53